• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 GAMBARAN UMUM EKONOMI PARIWISATA INDONESIA DAN DUNIA

5 ANALISIS ALIRAN INVESTASI, BARANG/JASA PARIWISATA INDONESIA

Aliran Investasi dan barang/jasa pariwisata Indonesia

Pada bab ini akan dilakukan analisis terhadap estimasi model gravity aliran investasi, barang/jasa pariwisata yang digunakan untuk menganalisis aliran investasi, dan perdagangan barang/jasa pariwisata internasional di Indonesia beserta faktor-faktor yang memengaruhi aliran investasi, dan perdagangan barang/jasa pariwisata internasional di Indonesia. Data yang digunakan adalah data panel yang merupakan gabungan dari data antar –waktu (time series) dan data antar-individu (cross section), dan dalam melakukan estimasi terhadap ke- lima model tersebut data yang digunakan adalah data panel tahun 1990-2012 yang berasal dari Negara-negara Asean 5 (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina), Jepang, Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia dan Rest of The World. Sedangkan jumlah penduduk yang digunakan adalah jumlah penduduk pada usia 16-64 tahun. Ke-lima persamaan tersebut menghasilkan 138 cross section data yang terdiri dari 6 cross section dan 23 data time series (periode tahun 1990-2012).

Adapun untuk melihat faktor-faktor aliran investasi dan perdagangan barang/jasa pariwisata dengan menggunakan tiga model persamaan yaitu model aliran investasi, aliran keluar barang/jasa pariwisata (outflow) dan masuk barang/jasa pariwisata (inflow). Adapun metode estimasi yang akan dilakukan adalah menggunakan metode panel least square (PLS), fixed effect model (LSDV), dan random effect model (REM). Estimasi yang dilakukan dengan menggunakan beberapa model karena sifat dari data yang digunakan (data panel) memungkinkan adanya heterogenitas antar individu dan antar waktu, sehingga hasil yang diharapkan dapat sesuai dengan data panel untuk ke- tiga persamaan tersebut.

Model Aliran Investasi Langsung (Foreign Direct Investment) Pariwisata Indonesia

Model ini menggambarkan keterkaitan antara besarnya investasi (FDI) yang masuk dari negara asal wisatawan (Asean, Jepang, Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia, dan Rest of the World) ke Indonesia terhadap variabel independent GDP per kapita Indonesia, jumlah populasi negara asal wisatawan, harga riil pariwisata Indonesia di negara asal wisatawan, jarak ekonomi/economy distance (antara negara asal wisatawan dan Indonesia) sebagai proxy, dummy krisis ekonomi di Indonesia, nilai tukar riil, dan biaya transportasi riil Indonesia. Berdasarkan hasil uji Chow (Lampiran 6) maka hasil estimasi dengan menggunakan metode panel least square, dimana H0 : PLS dan H1 : LSDV dengan nilai-p (0.1524) > alpha 5 persen (two- tailed) sehingga H0 diterima dan Hi di tolak . Hasil estimasi pada metode panel least square juga menunjukkan bahwa variabel GDP per kapita Indonesia, tingkat suku bunga, harga riil pariwisata Indonesia, jarak ekonomi, dan nilai tukar riil merupakan variabel yang signifikan berpengaruh terhadap variabel aliran investasi pariwisata Indonesia.

Selain itu juga berdasarkan hasil estimasi dengan menggunakan metode common Panel Least Square (Tabel 10) sebagai metode yang dipilih. Selanjutnya diperoleh pengaruh variabel independent (GDP per kapita Indonesia, tingkat suku bunga, harga riil pariwisata Indonesia, jarak ekonomi, dan nilai tukar) secara

bersama-sama memengaruhi aliran investasi pariwisata Indonesia persen dengan F-statistik yang diperoleh sebesar 11.274 pada taraf nyata 5 persen > F-Tabel sebesar 3.84 sehingga H0 ditolak dan Hi di terima. Hal tersebut berarti bahwa secara bersama-sama variabel independen tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel aliran investasi pariwisata Indonesia. Sedangkan koefisien determinasi (R-square) yang diperoleh sebesar 0.377 menunjukkan bahwa variasi variabel GDP per kapita Indonesia, tingkat suku bunga, harga riil pariwisata Indonesia, jarak ekonomi, dan nilai tukar riil dalam menjelaskan variasi dari variabel aliran investasi pariwisata Indonesia adalah sebesar 37.7 persen, sedangkan sisanya yaitu sebesar 62.3 persen variasi variabel aliran investasi pariwisata Indonesia dijelaskan oleh faktor lain diluar pengamatan seperti promosi, harga riil pariwisata negara pesaing, daya saing investasi, potensi pasar, faktor politik dan keamanan yang mendukung iklim investasi pariwisata Indonesia termasuk dalam hal ini adalah jenis investasi pada sektor lain di luar sektor pariwisata yang secara tidak langsung dapat digunakan dalam kegiatan pariwisata. Secara individu, variabel GDP per kapita Indonesia memengaruhi aliran investasi pariwisata dengan koefisien yang dihasilkan adalah positif dan berpengaruh secara signifikan (pada taraf nyata 4.79 persen < alpha 5 persen). Ini menunjukkan apabila GDP per kapita Indonesia naik sebesar 1 persen akan menaikan besarnya aliran investasi dari negara asal wisman ke Indonesia sebesar sebesar koefisien perubahannya. Adanya kenaikan pendapatan masyarakat akan berdampak pada daya beli masyarakat termasuk daya beli investasi, dimana kondisi meningkatnya daya beli masyarakat tersebut akan mendorong produksi barang/jasa yang lebih besar. Meskipun demikian, Tabel 10 menunjukkan bahwa variabel populasi positif dan secara signifikan tidak memengaruhi terhadap aliran investasi pariwisata internasional di Indonesia, yang berarti jika populasi meningkat tidak akan menigkatkan besarnya aliran investasi pariwisata.

Tabel 10 Hasil Estimasi Gravity Model Aliran Investasi Pariwisata Indonesia

Variabel Koefisien t-stat Prob

GDP per kapita Indonesia 0.324102 1.6672 0.0479

Tingkat suku bunga -1.282556 -2.8001 0.0059

Populasi Indonesia 0.02703* 0.1633 0.8705

Harga riil pariwisata

Indonesia -0.023507 -0.6380 0.0246

Biaya transportasi riil Indonesia -0.064975* -1.3683 0.1736

Jarak ekonomi -0.479774 -3.9216 0.0001

Nilai tukar riil -0.217902 -2.0492 0.0425

R-squared 0.37.7

F-statistik 11.274

Keterangan: Two side test hypothesis Ho :  = o , Hi :  > o atau Hi :  < o (*) taraf nyata > 0.15 (two tailed)

Sumber: data diolah, 2014

Selain itu, Tabel 10 juga menunjukkan bahwa secara individu hasil estimasi parameter pada variabel biaya transportasi riil adalah negatif dan tidak signifikan memengaruhi (nilai-p (0.1736) > alpha 5 persen) aliran investasi pariwisata Indonesia. Hal ini berarti secara empiris, biaya transportasi riil tidak

memengaruhi minat investor dalam berinvestasi di Indonesia. Menurut Herlina (2012) adapun daya tarik terbesar bagi investor asing dalam menenamkan modalnya di Indonesia adalah prospek dan potensi pasar yang besar di Indonesia yang mendorong masuknya investasi masuk ke Indonesia.

Hasil estimasi Tabel 10 juga menunjukkan bahwa variabel jarak ekonomi Indonesia dengan negara asal wisatawan adalah negatif dan sangat signifikan memengaruhi (taraf nyata 0.01 persen < alpha 5 persen) aliran investasi (inward-outward) pariwisata Indonesia. Ini berarti apabila jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara asal wisatawan (yang biasanya ditunjukan dengan kemudahan mobilitas/aksesabilitas arus modal, barang/jasa, dan tenaga kerja) semakin kecil maka aliran investasi akan semakin meningkat sebesar koefisien perubahannya.

Menurut Archer, Brian and Cooper (1994), semakin dekatnya jarak ekonomi (dalam pengertian mobilitas arus modal) antara Indonesia dengan negara asal wisatawan maka semakin besar juga nilai investasi yang dihasilkan, seperti pada contoh kasus investasi dari Singapura yang cenderung mengalami peningkatan pada periode tahun 2010-2012. Selain karena faktor trend kenaikan GDP per kapita dari negara tersebut selama beberapa periode, jarak ekonomi Singapura yang dekat dengan Indonesia pun menjadi faktor penentu dalam menghasilkan investasi (inward-outward) mengingat kemudahan mobilitas dari aliran modal antara Singapura-Indonesia terutama pasca Asean Investment Area (AIA) sejak tahun 1998 menjadikan dampak yang cukup positif dan menunjukan hasil yang memuaskan khususnya pada investasi sektor pariwisata.

Berdasarkan data BKPM tahun 2012 bahwa terdapat beberapa negara yang justru berpotensi menjadi negara investor terbesar di Indonesia seperti Singapura dan Korea Selatan. Sehingga besarnya potensi yang dihasilkan oleh ke dua negera tersebut patut diperhitungkan oleh pemerintah dalam menggenjot nilai investasinya baik investasi secara menyuluruh dari berbagai sektor maupun di sektor pariwisata itu sendiri. Hal ini dapat diketahui bahwa dengan adanya kerjasama ASEAN Investment Area (AIA) diharapkan bisa memberikan kontribusi yang berarti bagi peningkatan investasi dalam negari yang berasal dari sesama negara ASEAN khususnya dari Singapura (Djamaluddin, 2006).

Hasil dari kerjasama AIA tersebut telah memberikan hasil yang positif terhadap besarnya investasi pariwisata yang masuk ke Indonesia yang berasal dari negara-negara ASEAN5+ termasuk dalam hal ini adalah Singapura sebagai negara investor terbesar dengan besarnya nilai investasi 268,818.8 juta USD atau naik sebesar 132 persen dibandingkan tahun 2011 (Lampiran 3). Hal ini juga berarti bahwa konsentrasi potensi investasi dalam beberapa periode tahun ini semenjak tahun 2008 sedikit mengalami pergesaran yang mana sebelum tahun 2008 adalah Jepang dan Amerika Serikat akan tetapi pada tahun 2012 Jepang menggeser Amerika Serikat sebagai investor terbesar di Indonesia dan Singapura di tahun yang sama menjadi negara terbesar dalam berinvestasi di Indonesia (BKPM, 2012).

Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa tingkat suku bunga riil negatif dan secara signifikan sangat memengaruhi (pada taraf nyata 0.59 persen < alpha 5 persen) aliran investasi pariwisata Indonesia. Ini berarti apabila tingkat suku bunga mengalami kenaikan sebesar 1 persen akan menurunkan besarnya aliran investasi (FDI) yang masuk ke Indonesia sebesar koefisien perubahannya. Seperti

diketahui suku bunga merupakan salah satu faktor dari besarnya minta investor untuk menanamkan modalnya di suatu negara (Deviyantini, 2008), dan ini berarti apabila suku bunga di suatu negara mengalami kenaikan akan terjadi penurunan minat investor dalam menanamkan investasinya.

Tingginya tingkat suku bunga riil yang berlaku di Indonesia, tidak saja berpengaruh negatif terhadap besarnya investasi pariwisata yang akan masuk ke Indonesia akan tetapi juga berpengaruh terhadap rendahnya daya saing pariwisata Indonesia (khususnya daya saing pada indikator kebijakan) yang berada pada peringkat 88 (dengan nilai 4.2) jauh dibawah negara tetangga Malaysia, dan Singapura yang berada pada peringkat ke-21 dan Thailand yang berada pada peringkat 76 (World Economic Forum, 2011)

Hasil estimasi (Tabel 10) juga menunjukan bahwa secara individu variabel jumlah penduduk negara asal wisatawan terhadap aliran investasi yang masuk dan keluar (inward-outward) adalah positif tidak signifikan memengaruhi (nilai-p (8705) > alpha 5 persen). Hal ini menunjukan populasi asal wisman tidak memengaruhi besarnya aliran investasi (inward-outward). Begitu juga dengan hasil estimasi (Tabel 10) menjelaskan bahwa harga riil pariwisata Indonesia di negara asal wisatawan dan nilai tukar riil adalah negatif dan memengaruhi secara signifikan (taraf nyata 2.46 persen dan 4.25 persen < alpha 5 persen) terhadap aliran investasi (inward-outward). Hal ini menunjukkan jika harga pariwisata Indonesia di negara asal wisatawan meningkat dan terjadi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap USD akan menurunkan besarnya arus investasi (inward-outward) sebesar koefisien perubahannya.

Menurut Ishikawa (2012), dampak perubahan tingkat/nilai tukar dengan investasi bersifat uncertainty (tidak pasti). Pengaruh tingkat kurs yang berubah pada investasi dapat langsung lewat beberapa saluran, perubahan kurs tersebut akan berpengaruh pada dua saluran, sisi permintaan dan sisi penawaran domestik. Dalam jangka pendek, penurunan tingkat nilai tukar akan mengurangi investasi melalui pengaruh negatifnya pada absorbsi domestik atau yang dikenal dengan expenditure reducing effect. Karena penurunan tingkat kurs ini akan menyebabkan nilai riil aset masyarakat yang disebabkan kenaikan tingkat harga- harga secara umum dan selanjutnya akan menurunkan permintaan domestik masyarakat. Gejala diatas pada tingkat perusahaan akan direspon dengan penurunan pada pengeluaran / alokasi modal pada investasi. Sedangkan pada sisi penawaran, pengaruh aspek pengalihan pengeluaran (expenditure switching) akan perubahan tingkat kurs pada investasi relatif tidak menentu. Penurunan nilai tukar mata uang domestik akan menaikkan produk-produk impor yang diukur dengan mata uang domestik dan dengan demikian akan meningkatkan harga barang- barang yang diperdagangkan/barang-barang ekspor (traded goods) relatif terhadap barang-barang yang tidak diperdagangkan (non traded goods), sehingga didapatkan kenyataan nilai tukar mata uang domestik akan mendorong ekspansi investasi pada barang-barang perdagangan tersebut.

Model Aliran Keluar (Outflow) Barang/Jasa Pariwisata Indonesia

Model ini menggambarkan adanya keterkaitan antara besarnya nilai barang/jasa pariwisata yang keluar dari Indonesia ke negara asal wisatawan dengan faktor jarak ekonomi, GDP per kapita negara asal wisatawan, populasi negara asal wisatawan, nilai tukar riil, harga riil pariwisata Indonesia di negara

asal wisatawan, harga riil pariwisata negara pesaing, barang/jasa yang keluar periode sebelumnya, dan travel warning Indonesia. Hasil uji asumsi klasik yang dilakukan (uji Chow dan Hausman) pada Lampiran 6, maka metode Fixed Effect/LSDV adalah metode yang akan dipakai dalam melakukan analisis.

Berdasarkan hasil uji Chow (Lampiran 6) maka hasil estimasi menggunakan metode fixed effect/LSDV, dimana H0 : PLS dan H1 : LSDV dengan nilai-p (0.000)< alpha 5 persen (two- tailed) sehingga Ho ditolak dan Hi diterima . Hasil estimasi pada metode LSDV juga menunjukkan bahwa jarak ekonomi, GDP per kapita negara asal wisatawan, populasi negara asal wisatawan, nilai tukar riil, harga riil pariwisata Indonesia dan negara pesaing, dan outflow tahun sebelumnya merupakan variabel yang signifikan berpengaruh terhadap aliran keluar barang/jasa pariwisata Indonesia.

Hasil estimasi pada metode LSDV ini juga diketahui bahwa pengaruh variabel independent (jarak ekonomi, GDP per kapita negara asal wisatawan, populasi negara asal wisatawan, nilai tukar riil, harga riil pariwisata Indonesia dan negara pesaing, dan outflow tahun sebelumnya secara bersama-sama memengaruhi aliran keluar (outflow) barang/jasa pariwisata Indonesia dengan F- statistik yang diperoleh sebesar 53.23 pada taraf nyata 5 persen > F- Tabel sebesar 3.84 sehingga H0 ditolak dan Hi di terima. Hal tersebut berarti bahwa secara bersama-sama variabel independen tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel aliran keluar barang/jasa pariwisata Indonesia. Sedangkan koefisien determinasi (R-squared) yang diperoleh sebesar 0.848 menunjukkan bahwa kemampuan variabel jarak ekonomi, GDP per kapita negara asal wisatawan, populasi negara asal wisatawan, nilai tukar riil, harga riil pariwisata Indonesia dan negara pesaing, dan outflow tahun sebelumnya dalam menjelaskan variasi dari variabel aliran keluar barang/jasa pariwisata Indonesia adalah sebesar 84.8 persen, sedangkan sisanya yaitu sebesar 15.2 persen variasi variabel aliran keluar (outflow) barang/jasa pariwisata Indonesia dijelaskan oleh faktor lain diluar pengamatan seperti biaya transportasi, biaya produksi, promosi, tarif/bea keluar barang/jasa, keamanan, dan kualitas barang/jasa.

Tabel 11 menunjukan bahwa secara individu variabel jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara asal wisatawan (DISTijt) menunjukan pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap nilai outflow barang/jasa. Kondisi ini menunjukan bahwa dengan semakin berkurangnya jarak ekonomi (dinyatakan dengan tingkat aksesabilitas dan mobilitas barang/jasa yang keluar) antara Indonesia ke negara asal wisatawan akan menaikan besarnya nilai outflow barang/jasa pariwisata Indonesia sebesar koefisien perubahannya. Hubungan yang negatif tersebut dibuktikan pada data nilai outflow barang/jasa pariwisata pada tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 18 persen dibandingkan nilai outflow barang/jasa pariwisata tahun 2011 atau dari 7,694 miliar tahun 2011 menjadi 8,994 miliar USD di tahun 2012 (Lampiran 3).

Hasil estimasi Tabel 11 juga menjelaskan bahwa adanya pengaruh negatif dan signifikan (taraf nyata 0.02 persen < alpha 5 persen) antara GDP per kapita negara asal wisatawan terhadap outflow barang/jasa pariwisata Indonesia. Hal ini berarti dengan adanya kenaikan GDP per kapita negara asal wisatawan justru menurunkan outflow barang/jasa pariwisata Indonesia sebesar koefisien perubahannya. Secara empiris dapat dijelaskan bahwa seharusnya dengan kenaikan GDP per kapita negara asal wisatawan justru akan menaikan outflow

barang/jasa. Sebagai negara berkembang yang masih belum mampu meminimalisasikan penggunaan barang/jasa impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi wisatawan terutama pada jenis barang/jasa yang memiliki ketentuan standar internasional yang akan dikonsumsi oleh wisatawan dimana sebagian besar terjadi dan merupakan keharusan pada transaksi pariwisata.

Tabel 11 Hasil estimasi gravity model aliran keluar (outflow) barang/jasa pariwisata Indonesia

Variabel Koefisien t-stat Prob.

Jarak ekonomi -0.517714 -3.8923 0.0002

GDP perkapita negara wisatawan -4.94085 -3.0094 0.0032 Populasi negara wisatawan 1.088042* 0.8976 0.3711

Nilai tukar riil -1.861213 -4.1692 0.0001

Harga riil pariwisata Indonesia -0.456932 -3.1997 0.0017 Harga riil pariwisata negara

pesaing 1.35468 2.7765 0.0063

Outflow periode sebelumnya 0.078847 3.0279 0.003 Travel warning Indonesia -0.036554* -0.4023 0.6881

Adj. R 0.832

F-statistik 53.23

Keterangan: Two side test hypothesis Ho :  = o , Hi :  > o atau Hi :  < o (*) taraf nyata > 0.15 (two tailed)

Sumber: data diolah, 2014

Hasil estimasi Tabel 11 menunjukkan bahwa harga riil pariwisata Indonesia di negara-negara asal wisman negatif sangat berpengaruh secara signifikan (taraf nyata 0.17 persen < alpha 5 persen) terhadap outflow barang/jasa pariwisata Indonesia. Kondisi ini berarti apabila harga pariwisata Indonesia di negara-negara asal wisatawan naik sebesar 1 persen maka besarnya nilai outflow pariwisata akan turun sebesar koefisien perubahannya. Sebaliknya dengan harga pariwisata negara pesaing, yang mana dari hasil estimasi menunjukkan bahwa harga pariwisata negara pesaing sangat berpengaruh positif secara signifikan (taraf 0.63 persen < 5 persen) terhadap outflow barang/jasa pariwisata Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa pariwisata Indonesia masih merupakan substitusi dari pariwisata negara lain, sehingga harga yang terbentuk pun berupa harga subtitusi. Dengan kata lain apabila harga negara pesaing meningkat, maka wisatawan cenderung akan memilih produk pariwisata Indonesia. Sebaliknya pada saat harga pariwisata Indonesia meningkat maka wisatawan akan cenderung memilih barang/jasa dari negara lain (pesaing).

Adapun variabel nilai tukar riil secara signifikan sangat berpengaruh negatif (taraf nyata 0.01 persen < 5 persen) terhadap besarnya outflow pariwisata yang artinya apabila nilai tukar mengalami depresiasi sebesar 1 persen akan meningkatkan besarnya nilai outflow pariwisata sebesar`koefisien perubahannya. Jatuhnya mata uang domestik terhadap mata uang asing menyebabkan barang- barang yang berasal dari luar negeri (impor) akan lebih mahal dibandingkan dengan barang-barang di dalam negeri, dan ini juga yang mendorong terjadinya peningkatan pada outflow barang dan jasa.

Dilain pihak, variabel populasi negara asal tidak berpengaruh positif secara signifikan wisatawan (nilai-p (0.3711) > alpha 5 persen) terhadap dengan outflow barang/jasa pariwisata Indonesia, sedangkan outflow pariwisata tahun sebelumnya signifikan berpengaruh positif terhadap besarnya outflow barang/jasa pariwisata Indonesia (taraf nyata 0.03 persen < alpha 5 persen). Adapun besarnya koefisien peubah masing-masing 1.08 untuk populasi dan 0.07 untuk besarnya outflow pariwisata tahun sebelumnya. Ini berarti dengan kenaikan pada populasi dan nilai outflow pariwisata tahun sebelumnya sebesar 1 persen akan meningkatkan outflow barang/jasa pariwisata sebesar koefisien perubahannya.

Besarnya populasi terhadap outflow barang/jasa menunjukan bahwa semakin besarnya populasi suatu negara merupakan potensi market/pasar bagi suatu barang dan jasa. Bahkan menurut Alguacil (2002) populasi yang besar merupakan suatu potensi bagi suatu negara dalam melakukan penetrasi pasar ke luar negeri. Ini berarti besarnya potensi pasar/market yang dimiliki oleh suatu negara menjadi latar belakang bagi suatu perusahaan negara lain untuk masuk ke tersebut.

Selain itu juga, hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel travel warning pariwisata Indonesia positif tidak berpengaruh secara signifikan (nilai-p (0.6881) > alpha 5 persen) terhadap aliran barang/jasa yang keluar (outflow) . Hal ini menunjukan bahwa dengan adanya travel warning tidak akan memengaruhi aliran keluar barang/jasa pariwisata Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa kebijakan travel warning yang pada umumnya diberlakukan oleh negara-negara asal wisatawan ke suatu negara tujuan wisata berkaitan dengan tingkat keamanan di negara/daerah tujuan wisata tertentu. Adapun tingkat keamanan dan keselamatan di negara tujuan wisata akan memengaruhi daya saing pariwisata di negara tujuan wisata tersebut termasuk di Indonesia. Berdasarkan hasil penilaian World Economic Forum tahun 2011, tingkat keamanan dan keselamatan di Indonesia berada pada peringkat ke-72 (diatas Malaysia dan Singapura yang berada pada peringkat ke 94, dan Thailand yang berada pada peringkat ke-94). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa dalam masalah keamanan dan keselamatan, Indonesia memiliki daya saing yang lebih unggul dibanding dengan negara-negara tetangga tersebut (Lampiran 10).

Model Aliran Masuk (Inflow) Barang/Jasa Pariwisata Indonesia

Model ini menggambarkan adanya keterkaitan antara besarnya nilai barang/jasa pariwisata yang masuk (inflow) dari Indonesia ke negara asal wisatawan dengan faktor jarak ekonomi antara negara asal wisman ke Indonesia (sebagai proxy), GDP per kapita negara asal wisatawan, nilai tukar riil antara USD dan mata uang domestik, harga riil pariwisata Indonesia di negara asal wisatawan, inflow dari negara asal wisatawan ke Indonesia pada tahun sebelumnya, nilai investasi pariwisata yang masuk ke Indonesia, dan travel warning Indonesia. Berdasarkan uji asumsi klasik yang dilakukan (uji Chow dan Hausman) pada Lampiran 6, maka metode metode random effect sebagai dasar melakukan analisis. Terlihat bahwa pada metode aliran inflow ini faktor jarak ekonomi (DISTjt), GDP per kapita negara asal wisatawan (GDPXjt), harga pariwisata negara pesaing (PRICEkt), harga pariwisata Indonesia di negara asal wisatawan (PRICEit), dan inflow barang/jasa pariwisata Indonesia pada tahun sebelumnya (IFit-1) merupakan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan.

Secara bertahap, estimasi model aliran masuk (inflow) barang/jasa pariwisata Indonesia menggunakan uji Chow dan uji Hausman. Tahap pertama berdasarkan hasil uji Chow (Chow-test), diketahui F-statistik = 47.16 pada taraf nyata 5 persen > F-Tabel = 3,84, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai-p (0.000) < alpha 5 persen (two- tailed) maka H0 ditolak dan Hi diterima (diketahui HO: PLS dan Hi: LSDV). Hal ini berarti dalam penelitian ini model yang terpilih adalah LSDV (fixed effect method). Selain itu dalam hipotesa awal (H0) menyatakan bahwa tidak adanya heterogenitas dalam data panel, sedangkan hipotesa alternatif (Hi) menyatakan terdapat heterogenitas dalam data panel, dan berdasarkan hasil uji Chow disimpulkan bahwa metode fixed effect/LSDV yang akan dipilih.

Setelah tahap uji Chow dilakukan maka tahap selanjutnya yang harus dilakukan adalah menguji metode fixed effect (LSDV) dan metode random effect (REM) dengan menggunakan uji Hausman (Hausman test). Uji Hausman diperoleh F-statistik = 69.86 > F-Tabel = 3.84 pada taraf nyata 5 persen, dimana Ho: LSDV, Hi : REM dengan nilai –p (0.0000) < alpha 5 persen sehingga Ho di tolak dan Hi di terima (Ho adalah metode yang digunakan adalah fixed effect (LSDV) dan Hi adalah metode yang dipakai yang adalah Random Effect. Berdasarkan hasil uji Hausman ini metode Random Effect yang akan digunakan dalam estimasi model aliran inflow barang/jasa pariwisata Indonesia. Hasil estimasi pada metode Random Effect tersebut menunjukkan bahwa pengaruh variabel independent (jarak ekonomi, GDP per kapita negara asal wisatawan Indonesia, harga riil pariwisata Indonesia di negara asal wisatawan , inflow tahun sebelumnya, harga pariwisata negara pesaing, investasi fisik pariwisata yang tersedia di Indonesia, dan dummy travel warning di Indonesia) secara bersama- sama memengaruhi aliran masuk (inflow) barang/jasa pariwisata Indonesia

Hasil estimasi Tabel 12 diperoleh koefisien determinasi (R-squared) sebesar 0.717 yang menunjukkan bahwa variasi variabel jarak ekonomi, GDP per kapita negara asal wisatawan, populasi negara asal wisatawan, nilai tukar riil, harga pariwisata Indonesia dan negara pesaing, dan outflow tahun sebelumnya terhadap variabel aliran keluar barang/jasa pariwisata Indonesia dapat menjelaskan 71.7 persen variabel aliran masuk (inflow) barang/jasa pariwisata

Dokumen terkait