• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Alokasi Ekonomi Terbaik ( the best

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.5 Metode Pengumpulan Data

3.6.5 Analisis Valuasi Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir

3.6.5.3 Analisis Alokasi Ekonomi Terbaik ( the best

Dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, basis pengambilan keputusan kebijakan alokasi sumberdaya akan lebih tepat jika didasarkan pada aliran ekonomi neoklasik dan paradigma ekonomi kelembagaan. Pandangan neoklasik menekankan

berdasarkan kriteria pareto optimum. Dalam hal ini alokasi pemanfaatan sumberdaya dapat meningkatkan benefit kepada satu individu dan memberikan dampak pada turunnya benefit kepada individu lainnya (Kusumastanto 2000). Oleh karena itu basis pengambilan keputusan diantara berbagai opsi pemanfaatan sumberdaya harus didasarkan pada aspek efisiensi optimum.

Sementara itu aliran ekonomi kelembagaan berfokus pada kepentingan individu dan publik dimana satu sama lain tidak dapat saling terpisah. Hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan publik merupakan bagian dari pemikiran tentang kesejahteraan individu dan sosial, hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Pada sisi lain pendekatan ekonomi kelembagaan mengutamakan pendefinisian property right dan rule of the game terhadap keseluruhan stakeholders. Sebagai akibatnya, pendekatan ini bukan saja menawarkan kelebihannya pada pendalaman memahami persoalan secara holistik, tetapi juga pada pencapaian tujuan-tujuan sosial.

Atas dasar dua aliran pemikiran pengelolaan sumberdaya alam tersebut, selanjutnya Kusumastanto (2002) menyatakan bahwa dalam pemanfaatan alokasi ekonomi terbaik itu perlu disertai instrumen kebijakan yang saling komplementer dan integratif antar sektor, berdampak sistemik terhadap perekonomian, efektif secara ekonomi dan kelembagaan serta harus membangun kemandirian ekonomi rakyat. Oleh karena itu the best economic allocation pada pemanfaatan sumberdaya hutan mangrove diusulkan pada opsi pemanfaatan rendah emisi CO2, memberikan keuntungan secara ekonomi dan mampu menyediakan lapangan kerja untuk kesejahteraan masyarakat setempat.

Terdapat dua opsi pemanfaatan kawasan TNS, yang terbagi pada dua skenario model BAU dan model CC adalah sebagai berikut:

1. Skenario model BAU :

1) Opsi Pemanfaatan : “Konservasi Mangrove” (KM)

2) Opsi Pemanfaatan: “Shrimp Sylvofishery (Sylfish) atau tambak udang. 2. Skenario model CC :

1) Opsi Pemanfaatan : “Mangrove Carbon Crediting” (MCC)

2) Opsi Pemanfaatan: “Shrimp Sylvofishery (Sylfish) atau tambak udang.

Opsi pemanfaatan mangrove sustainable management pada skenario model

carbon crediting, dirancang berbasis perdagangan karbon dengan mekanisme REDD+. Sementara itu, opsi pemanfaatan “Sylfish” (sylvofishery) yaitu areal yang sudah diokupasi masyarakat diusulkan tetap dipertahankan untuk tambak udang (shrimp sylvofishery). Tujuannya adalah untuk menghindari konflik dengan masyarakat

setempat. Namun demikian, dalam opsi pemanfaatan “Sylfish” ini dilakukan pengaturan pengurangan luasan secara berkala dalam setiap tahunnya.

Selanjutnya terhadap kedua opsi pemanfaatan tersebut dianalisis secara komparatif berdasarkan kriteria-kriteria:

- Tingkat serapan karbon terestrial (carbon sink) dan emisi karbon yang dilepaskan (carbon source) serta reduksi emisi berdasarkan persamaan-persamaan (3.9), persamaan (3.10), persamaan (3.11), persamaan (3.12), persamaan (3.13) dan persamaan (3.14).

- Tingkat penyerapan tenaga kerja sektor berdasarkan persamaan (3.22), persamaan (3.23) dan persamaan (3.24).

- Tingkat NPV berdasarkan persamaan (3.25), persamaan (3.26) dan persamaan (3.27).

3.6.6 Pendekatan Sistem Dinamik

Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu bahwa untuk mencari solusi terbaik dalam menganalisis dinamika ekosistem pesisir yang kompleks adalah dengan pendekatan sistem dinamik. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi berbagai elemen penyusun sistem, memahami prosesnya serta memprediksi berbagai kemungkinan keluaran sistem pada jalur waktu (time path). Untuk memudahkan dalam penyusunan pemodelan sistem dinamik ini, maka diperlukan tahapan pendekatan sistem serta tahapan pemodelan.

3.6.6.1 Tahapan Pendekatan Sistem

Dalam pelaksanaan metode pendekatan sistem diperlukan tahapan kerja yang sistematis. Prosedur analisis sistem meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut : analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem, validasi model dan implementasi. Tahapan pendekatan sistem dinamik secara diagramatik disajikan pada Gambar 20.

a. Analisis Kebutuhan.

Dalam konteks penelitian ini, proses pentahapan pendekatan sistem dimulai dengan penyusunan database hasil penelitian lapangan, selanjutnya data ini akan amerepresentasikan keragaan tata guna lahan di luar kawasan (FA) serta di dalam kawasan TNS (melalui analisis SIG) maupun keragaan masyarakat pesisir. Dalam

memiliki kepentingan terhadap sumberdaya alam, baik terhadap hutan lahan kering di FA maupun hutan mangrove di TNS. Dua entitas ini merupakan satu kesatuan komunitas (stakeholder) yang sama-sama berkepentingan terhadap kawasan pesisir TNS. Stakeholder tentunya memiliki serangkaian kebutuhan-kebutuhan serta berbagai pandangan terhadap sumberdaya alam. Oleh karena itu sejumlah kebutuhan tersebut perlu dieksplorasi secara obyektif. Kebutuhan para stakeholders ini pada umumnya adalah menyangkut area hutan, baik kebutuhan yang direncanakan (planed deforestation) seperti RUTR maupun yang tidak direncanakan (unplaned deforestation) seperti perambahan hutan.

Gambar 20 Tahapan pendekatan sistem dinamik Simulasi Model Implikasi Kebijakan Identifikasi Sistem Analisis Kebutuhan Formulasi Permasalahan A

Tata Guna Lahan di Frontier Area dan di TNS Keragaan Masyarakat di Frontier Area Stakeholder Analisis SIG Mulai Data Base No No No No Yes A Yes Pemodelan Sistem Validasi Model Memuaskan Implementasi Memuaskan

b. Formulasi Permasalahan.

Pada umumnya pengusahaan sumberdaya pesisir berhubungan dengan beragam variasi dari aktivitas pembangunan, dampak lingkungan dan polusi serta problematika pengelolaan pesisir lainnya. Secara dimensional hal ini akan sangat mempengaruhi eksistensi sumberdaya pada masa kini dan pada masa yang akan datang. Atas dasar pemikiran itulah maka disusun suatu pendekatan paradigma pembangunan dengan menggunakan pemodelan sistem dinamik yang mendorong disusunnya penelitian ini dengan suatu perumusan masalah sebagai berikut : Adanya konversi hutan lahan kering di FA secara terencana (planned deforestation) berdasarkan kebijakan RUTR maupun secara tidak terencana (unplanned deforestation) seperti perambahan hutan untuk tambak dan pemanfaataan lainnya (di dalam kawasan TNS) maupun adanya

illegal logging di luar kawasan TNS (FA). Kondisi hutan lahan kering dan hutan mangrove di kawasan ini telah mengalami deforestasi dan degradasi.

Kecenderungan deforestasi dan degradasi sumberdaya hutan tersebut diprediksi dapat menimbulkan potensi emisi CO2 di masa yang akan datang. Selain itu juga diprediksi terjadi pencemaran limbah domestik berbagai aktifitas di upland area

serta pendangkalan habitat teluk sekitar TNS akibat proses sedimentasi Sungai Sembilang, serta beberapa sungai kecil: Benu, Ngirawang, Air Tawar, Solok Buntu serta Bakarendo.

c. Identifikasi Sistem.

Konsep identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan sebab akibat antara berbagai kebutuhan dan masalah yang harus dipecahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini sering digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal-loop).

Untuk ketepatan dalam mengidentifikasi sistem, diperlukan pembatasan sistem dari lingkungan sistem (fisik dan non-fisik/konseptual). Lingkungan sistem yaitu semua elemen-elemen yang mempengaruhi sistem secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan, sedangkan batas sistem yaitu yang membatasi sistem dari lingkungannya. Dengan demikian, pembatasan sistem ini memerlukan simplifikasi diagram lingkar sebab akibat (causal loop) antar variabel yang akan dimodelkan. Diagram alir sebab akibat (causal-loop)disajikan pada Gambar 21.

Setelah dilakukan identifikasi terhadap variabel-variabel yang terlibat, kemudian ditentukan hubungan yang logis antar variabel tersebut. Dari hubungan itu dapat

dibangun hubungan umpan balik (causal loop) untuk semua variabel dalam pengusahaan sumberdaya pesisir yang membentuk rantai terbuka. Dalam hal ini penelitian dilakukan di alam (lingkungan), sehingga dapat dikatakan membentuk sebuah rantai terbuka, karena sumberdaya alam secara alamiah dapat merespon efek negatif dan membentuk pertahanan diri untuk proses pemulihan menuju keseimbangan alam berdasarkan mekanisme carrying capacity.

Sementara itu, pembatasan secara fisik meliputi batas wilayah penelitian, sedangkan batas konseptual merupakan batas permasalahan yang difokuskan pada interaksi antar sub sistem utama. Terdapat tiga sub-sistem utama, yaitu (1) Sub-sistem Lingkungan, terdiri dari penggunaan area hutan di luar kawasan (FA) maupun di dalam kawasan TNS, (2) Sub-sistem Ekonomi, yaitu aktivitas konsesi pengelolaan TNS melalui IUPJL, (3) Sub-sistem Sosial, yaitu jumlah populasi penduduk yang mempengaruhi tekanan terhadap penggunaan lahan, baik di FA maupun di dalam kawasan TNS. Ketiga variabel tersebut merupakan variabel pendukung (state variable)

-

+ + + + + +

-

+

-

-

-

-

-

-

-

+ + + + + + + + + + + +

-

-

-

-

Hutan FA Agric di FA Penduduk Mangrove TNS Tambak APL

Def dan Deg SD Pesisir IUPJL TNS Emisi CO2 Carbon Offset Carbon Crediting Pajak & retribusi PDRB Income per kapita In migrasi

Gambar 21 Simplifikasi diagram lingkar sebab-akibat (causal-loop) model dinamik pengelolaan sumberdaya pesisir berkelanjutan berbasis REDD+

Trans& settlement

dalam membangun model konseptual, berinteraksi satu sama lain dengan variabel lainnya (non-state variable) membentuk hubungan sebab akibat (causal loop) negatif maupun positif. Seluruh variabel yang berinteraksi ini membentuk suatu aliran yang dapat mempengaruhi net carbon offset.

Sebagaimana disajikan pada gambar causal loop tersebut di atas menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk memerlukan lahan, baik untuk kebutuhan pangan (agriculture) maupun settlement (transmigrasi dan pemukiman), sehingga dapat mengurangi (negation) luas hutan di FA (termasuk hutan pada APL) maupun luas hutan di TNS. Demikian selanjutnya kecenderungan ini dapat meningkatkan deforestasi dan degradasi hutan yang dapat menyebabkan tingkat emisi CO2 di udara semakin tinggi. Tingkat emisi CO2 selanjutnya dapat mereduksi net carbon offset.

Variabel net carbon offset merupakan jumlah emisi CO2 terhindarkan antara emisi CO2 yang dilepas ke udara dengan emisi CO2 yang dapat disekuestrasi oleh tanaman. Selanjutnya jumlah net carbon offset ini merupakan komoditas yang diperdagangkan, sehingga hal ini dapat mempengaruhi secara positif tingkat carbon crediting, yang selanjutnya dapat mempengaruhi pemegang konsesi IUPJL. Apabila konsesi IUPJL menguntungkan, maka hal ini dapat meningkatkan kualitas ekosistem TNS, maupun share terhadap ekonomi wilayah semakin tinggi melalui pajak dan retribusi.

Selanjutnya hasil identifikasi sistem ini diinterpretasikan ke dalam konsep

“kotak gelap” (black box) dan dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu : (1) peubah

input, (2) peubah output, dan (3) parameter-parameter yang membatasi struktur sistem. Diagram input-ouput sistem pengelolaan sumberdaya pesisir TNS disajikan pada Gambar 22.

Peubah input terdiri dari dua macam, yaitu yang berasal dari luar sistem (input eksogen) atau input lingkungan, dan yang berasal dari dalam sistem (input endogen). Input eksogen dalam hal ini adalah peraturan dan perundangan, kebijakan pemerintah, serta iklim mikro di kawasan pesisir TN Sembilang dan sekitarnya.

Input endogen terdiri dari dua macam yaitu input yang terkendali dan input tidak terkendali. Input terkendali dapat divariasikan selama operasi untuk menghasilkan perilaku sistem sesuai dengan yang diharapkan. Variabel input terkendali dalam kasus ini terdiri dari konversi hutan yang direncanakan (planned deforestation), laju natalitas serta manajemen pengelolaan kawasan pesisir TNS. Sedangkan input tak terkendali terdiri dari variabel-variabel konversi hutan yang tidak direncanakan (unplanned

Peubah output terdiri dari dua macam yaitu output yang dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki. Output dikehendaki merupakan hasil dari adanya pemenuhan kebutuhan yang telah ditentukan secara spesifik pada tahap analisis kebutuhan, sedangkan output tidak dikehendaki merupakan hasil sampingan atau dampak yang ditimbulkan bersama-sama dengan output dikehendaki. Parameter rancangan sistem adalah parameter yang mempengaruhi input sampai proses transformasi menjadi output. Parameter rancangan sistem cenderung konstan, namun apabila terjadi perubahan kondisi lingkungan, dalam beberapa hal dapat diubah untuk memperbaiki kemampuan sistem agar tetap berjalan baik.

Gambar 22 Diagram input-output sistem pengelolaan sumberdaya pesisir berkelanjutan berbasis REDD+

INPUT TERKENDALI

 Konversi hutan yang direncanakan (planned deforestation)

 Laju natalitas

 Efisiensi pengelolaan kawasan TNS

OUTPUT TAK DIKEHENDAKI

 Deforestasi dan degradasi hutan

Payment for Ecosystem Services rendah

 Distribusi hasil PES pada masy. rendah

 Emisi CO2 tinggi

PARAMETER RANCANG BANGUN

Carrying capacity carbon offset thd tambak

 Keseimbangan biomassa dan emisi CO2

 OCC terhadap kelayakan ekonomi

MANAJEMEN PENGENDALIAN SUMBERDAYA PESISIR INPUT LINGKUNGAN

 Peraturan & perundangan

 Kebijakan pemerintah

 Iklim mikro

INPUT TAK TERKENDALI

 Konversi hutan yang tidak direncanakan (unplanned deforestation), perambahan, pemukiman liar

 Laju inmigrasi

 Fluktuasi harga karbon internasional

OUTPUT DIKEHENDAKI

 Rencana tata ruang integratif

Payment for Ecosystem Services tinggi

 Distribusi hasil PES pada masyarakat tinggi

 Net Carbon Offset tinggi

SISTEM PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR BERKELANJUTAN BERBASIS REDD+

Dalam pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal, yaitu: (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah; dan (2) dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan rasional. Setelah diketahui semua faktor penting yang ada serta struktur model kuantitatif telah dibuat, kemudian proses selanjutnya adalah penyusunan pemodelan sistem, validasi model, implementasi model serta simulasi model.

Proses simulasi model merupakan suatu teknik penunjang keputusan. Proses simulasi ini merupakan aktivitas dimana pengkaji dapat menarik kesimpulan- kesimpulan tentang perilaku dari suatu sistem, melalui penelaahan perilaku model yang selaras dimana hubungan sebab-akibatnya sama dengan sistem yang sebenarnya. Untuk mendapatkan kesimpulan atau implikasi kebijakan hasil yang optimal, maka proses simulasi dapat diintegrasikan dengan variabel lainnya yang dianggap penting dan menunjang keputusan dalam hal ini adalah hasil deliniasi tata guna lahan.