• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA

5.2 Analisis Data

Fenomena pekerja anak merupakan fenomena global yang tidak hanya terjadi di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Namun demikian, permasalahan pekerja anak di tiap-tiap negara berbeda derajat kualitas dan kuantitas permasalahannya yang semakin kompleks, sementara disisi lain perangkat perlindungannya masih lemah sehingga masalah pekerja anak semakin luas terjadi. Sumbangan pekerja anak untuk ekonomi keluarga memang tidak kecil. Diperkirakan pekerja anak rata-rata memberi sumbangan 20% bagi ekonomi keluarga.

Anak-anak yang masuk ke pasar kerja menjadi pekerja anak merupakan rasionalisasi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang dilanda kemiskinan. Hal ini menjadi legitimasi mempekerjakan anak-anak, bahkan dengan pekerjaan yang eksploitatif, upah murah dan pekerjaan yang berbahaya. Keberadaan pekerja anak ini dilematis. Disatu sisi anak-anak bekerja untuk memberikan kontribusi pendapatan bagi keluarga, namun mereka rentan dengan eksploitasi dan perlakuan salah.

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan oleh penulis, maka diperoleh beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya pekerja anak

yaitu faktor ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, ketersediaan lapangan pekerjaan, motivasi diri.

5.2.1 Faktor Ekonomi

Kondisi faktual banyaknya anak yang bekerja di sektor informal tidak dapat dilepaskan dari permasalahan ekonomi keluarga, berdasarkan informasi yang dihimpun dari hasil wawancara dengan anak yang bekerja tersebut diperoleh informasi bahwa semua responden yang bekerja di kilang batu bata menyatakan, bahwa sebenarnya alasan bekerja karena keinginan membantu orang tua untuk memperoleh tambahan penghasilan guna membantu membiayai kebutuhan keluarga, khususnya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.

Berdasarkan informasi yang diperoleh anak yang bekerja rata-rata berasal dari keluarga yang tidak atau kurang mampu secara ekonomi. Sebagaian besar anak-anak yang bekerja ini orang tuanya berpenghasilan kecil dan tidak menentu, dan kondisi demikianlah yang memaksa anak bekerja tanpa memilah dan memilih jenis dan resiko pekerjaan, dengan harapan yang penting dapat memperoleh tambahan penghasilan untuk membantu orang tua atau setidaknya untuk membantu mencukupi kebutuhan dirinya sendiri dan jika memungkinkan juga untuk membantu keluarganya.

5.2.2 Faktor Sosial

Faktor sosial dalam hal ini dimaksudkan sebagai lingkungan sosial anak yang bekerja di luar lingkungan keluarga, seperti teman, tetangga,

kerabat atau saudara dekat dari anak tersebut. Keterlibatan anak yang bekerja tidak sedikit yang disebabkan oleh adanya pengaruh teman-temanya, baik teman tetangga yang sebaya, maupun teman-teman yang sekolah yang lebih dulu bekerja untuk membantu orang tuanya mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya, di samping itu mereka juga mendapatkan uang saku untuk jajan. Melihat teman-temannya sukses dalam bekerja dan pekerjaan yang dilakukan menurut anak-anak yang bekerja dirasa tidak terlalu berat, tetapi menghasilkan uang banyak, maka hal tesebut merupakan daya tarik tersendiri untuk ikut bekerja seperti yang dilakukan teman-temannya itu. 5.2.3 Faktor Budaya

Anak yang bekerja untuk membantu keluarganya mencari nafkah dinilai sebagai bentuk kepekaan, empati dan tepo seliro seorang anak dalam melihat persoalan keluarga. Semakin banyak pengorbanan yang diberikan seorang anak kepada orang tuanya, maka semakin besar pula pahala yang didapatkan. Pameo-pameo demikian memang masih diyakini sebagai sebuah kebenaran oleh masyarakat terutama masyarakat pedesaan yang menyebabkan timbulnya dorongan terhadap anak yang dengan sendirinya akan sadar dan ikhlas melakukan pekerjaannya dengan senang hati, yaitu dengan mendapatkan label-label sebagai anak yang baik, rajin, saleh, berbakti kepada orang tua dan lain sebagainya. Seperti yang diungkapkan informan kunci yaitu bapak Nasib dalam penelitian ini adalah

Masalah si Rizky kerja ya tahu, ya orapopo malah baguskan bisa ngebantu orang tua. Ya biar si anak bisa terbiasa hidup mandiri dan itung-itung ngebantu orang tua, berbaktilah.

Begitu juga pernyataan yang dilontarkan oleh bapak Subur selaku orang tua Edy seperti berikut:

Saya setuju-setuju aja anak saya bekerja toh itu kemauan dia sendiri dan saya bangga karena masih anak-anak tapi sudah mau berbakti sama orang tuanya”.

5.2.4 Faktor Pendidikan

Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada informan kunci diperoleh data bahwa pendidikan mereka tergolong rendah yaitu lulusan sekolah dasar (SD) dan paling tinggi hanya lulusan SMP. Hal ini membuat orang tua cenderung berfikiran sempit terhadap masa depan anaknya sehingga tidak memperhitungkan pentingnya pendidikan yang tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan anaknya di masa mendatang.

Situasi tersebut mendorong anak untuk bekerja di usia dini, meskipun seharusnya kewajiban mereka hanyalah belajar dan bermain. Para orang tua cenderung lebih mendukung anaknya untuk bekerja dibandingkan fokus terhadap pendidikannya sehingga mereka seperti tidak mementingkan lagi anaknya bersekolah.

Hanya dengan mengizinkan anak-anak mereka bekerja saja itu sudah akan mengakibatkan dampak buruk terhadap si anak baik dalam bidang kesehatan maupun pola pikirnya. Meskipun ada sisi baiknya dalam hal membantu perekonomian keluarga. Bekerja di usia dini bisa menyebabkan anak-anak memiliki pola pikir bahwa bekerja lebih enak dan menguntungkan dibandingkan

dan memilih untuk bekerja saja sperti yang terjadi pada informan utama Agung Sucipto atau yang lebih dikenal dengan Subur.

5.2.5 Faktor Ketersediaan Lapangan Pekerjaan

Di samping itu dari faktor ekonomi juga sangat di pengaruhi oleh konteks ekonomi lokal, yang memberikan peluang bagi anak-anak untuk bekerja. Pada satu daerah tertentu memiliki karakteristik usaha yang hampir seragam, kenyataannya perekonomian lokal yang dilakukan dengan pengelolaan tradisional cenderung hanya bertumpu pada modal yang dimiliki dan berorientasi pada perolehan keuntungan yang sebesar-besarnya. Pada kondisi perekonomian yang demikian pengusaha tidak memikirkan bagaimana ketenagakerjaanya, dalam pengertian tidak memiliki sistem perburuhan yang cukup baik, misalnya mengenai hubungan antara majikan dengan pekerjanya, jaminan tenaga kerjanya, sebab seluruh perhatian dicurahkan untuk produksi. Berdasarkan dari jawaban informan dan pengamatan peneliti, standar keamanan bagi pekerja kilang batu bata sangat minim. Pekerjaan yang dilakukan manual tanpa dilengkapi dengan alat pengaman membuat para orang tua khawatir dengan kesehatan dan keselamatan anaknya.

Seperti halnya di kilang batu bata, masalah kesehatan dan keselamatan kerja tidak diperhatikan oleh pemilik kilang. Sebagai bukti perkerja batu bata termasuk anak-anak tidak diwajibkan untuk menggunakan alat pelindung seperti masker dan sepatu. Seperti halnya bagian mesin, para pekerja tidak menggunakan helm yang berdampak bisa

menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja seperti kepala bocor yang dikarenakan alat penghidup mesin terlontar ke arah kepala pekerja.

Di dusun Amal Bakti terdapat 20 kilang batu bata yang semuanya menampung anak untuk bekerja, yang sangat memungkinkan anak-anak bekerja selepas sekolah ataupun dari pagi hari sampai sore hari bagi anak-anak yang sudah tidak bersekolah. Anak-anak bisa bekerja membuat batu bata karena pekerjaan ini tidak memerlukan kemampuan khusus sehingga anak-anakpun sudah dapat mengerjakannya.

5.2.6 Faktor Motivasi diri

Dari beberapa responden mengungkapkan bahwa alasan mereka bekerja adalah untuk lebih meningkatkan kemandiriannya, tidak tergantung lagi dengan orang tua dalam hal pemenuhan kebutuhannya, selain itu bisa membeli apa yang mereka inginkan. Penyebab seorang anak bekerja disebabkan oleh faktor daya tarik yang ditawarkan oleh pemilik usaha atau kegiatan produksi tersebut. Dikatakan lebih lanjut, bahwa dengan bekerja terbukti anak-anak dapat memiliki penghasilan dan bahkan memiliki otonomi untuk mengelola uang yang diperolehnya secara mandiri.

Meskipun uang ini biasanya tidak dipakai sepenuhnya oleh anak itu, karena sebagian diberikan kepada orang tuanya, tetapi bagi mereka setidaknya merasa memiliki hak atas uang yang diperolehnya.

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya pekerja anak di dusun Amal Bakti telah membuktikan bahwa kondisi rumah yang permanen yaitu dengan kontruksi pondasi, dinding batu bata, atap genteng, dan

lantai keramik yang dimiliki oleh keluarga para pekerja anak di dusun Amal Bakti tidak menjamin bahwa mereka tidak miskin.

Fakta menarik yang didapat adalah mereka membangun rumah yang permanen dan tergolong bagus seperti rumah keluarga yang mampu dalam ekonomi dengan cara bergotong royong. Jika ada salah satu warga di dusun Amal Bakti ingin membangun rumah maka warga yang lain akan ikut serta membantu membeli bahan-bahan bangunan yang dibutuhkan, jadi para warga patungan untuk mendirikan rumah tersebut. Gotong royong seperti ini dikenal dengan istilah sambatan.

Warga yang dibantu dalam mendirikan rumahnya maka dia berkewajiban ikut serta dalam gotong royong atau sambatan ketika ada warga lain (yang telah membantunya membangun rumah) akan mendirikan rumah. Kewajiban itu tidak secara tertulis, hanya berupa norma dan budaya yang dianut oleh sebagian masyarakat dusun Amal Bakti.

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, peneliti memberikan kesimpulan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya pekerja anak di Dusun Amal Bakti Desa Pasar V Kebun Kelapa Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang, yaitu:

a. Faktor ekonomi dimana sebagaian besar anak yang bekerja di sektor informal seperti bekerja sebagai pembuat batu bata menyatakan bahwa sebenarnya alasan bekerja karena keinginan untuk memperoleh tambahan penghasilan guna membantu membiayai kebutuhan keluarga, khususnya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.

b. Faktor sosial dimana adanya pengaruh teman-teman yang lebih dulu bekerja untuk membantu orang tuanya mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya.

c. Faktor budaya dimana anak akan diberikan label-label baik ketika memberikan sesuatu untuk keluarga sehingga menyebabkan timbulnya dorongan terhadap anak yang dengan sendirinya akan sadar dan ikhlas melakukan pekerjaannya demi membantu orang tua.

d. Faktor pendidikan dimana ketika orang tua memiliki tingkat pendidikan yang rendah maka cenderung berfikiran sempit terhadap masa depan anaknya sehingga tidak memperhitungkan pentingnya pendidikan yang tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan anaknya di masa mendatang. Situasi tersebut

e. Faktor ketersediaan lapangan pekerjaan menjadi sumber lokal yang dapat menjadi lahan pekerjaan bagi anak

f. Motivasi diri dimana keinginan anak untuk meningkatkan kemandiriannya, tidak tergantung lagi dengan orang tua dalam hal pemenuhan kebutuhannya, selain itu bisa membeli apa yang mereka inginkan. Dengan bekerja terbukti anak-anak dapat memiliki penghasilan dan bahkan memiliki otonomi untuk mengelola uang yang diperolehnya secara mandiri.

6.2Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan, peneliti memberikan saran sebagai berikut:

a. Pemerintah melalui pemerintah daerah seharusnya segera mewujudkan kesejahteraan masyarakat, sehingga kebutuhan ekonomi masyarakat tercukupi yang secara otomatis akan berdampak pada pengurangan pekerja anak

b. Pemberi kerja harus sungguh memperhatikan tentang ketentuan yang melarang mempekerjakan anak, tidak hanya berorientasi pada keuntungan dengan mengabaikan keselamatan dan perlindungan anak

c. Sosialisasi kepada keluarga tentang hak-hak anak dan hal-hal yang tidak boleh diperuntukkan untuk anak-anak

DAFTAR PUSTAKA

Damanik, Sehat. 2006. Outsourcing dan Perjanjian Kerja Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jakarta: DSS Publishing

Gosita, Arif. 2004. Relevansi Victimologi dengan Pelayanan Terhadap Para Korban Perkosaan. Jakarta: PT. Intermesa

Herlina, Apong, dkk. 2003. Perlindungan Anak. Jakarta: Harapan Prima Huraerah, Abu. 2012. Kekerasan Terhadap Anak. Bandung: Nuansa Cendekia Ihromi. T. O. 1999. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Irwanto. 2007. Perlindungan Anak, prinsip dan persoalan mendasar. Bandung: Nuansa

James and Prout, Allans. 1997. Constructions and Reconstructions Childhood: Contemporary Issues In the Sociology Study of Childhood

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bandung: Rosda Karya

Nurdin. 1989. Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: Grafiti

Prinst, Darwin. 1997. Hukum Anak Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial. Medan: PT. Grasindo

Monoratama

Sukroni, Achmad. 2009. Pekerja Anak Di Indonesia. Jakarta: PT.Sigma Sarana Sumornugroho. 1989. Sistem Intervensi Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta: PT:

Harindita, Cetak ke 2

Suparlan, Y.B. 1983. Kamus Istilah Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pengarang

Supatmi dan Puteri, Ni Made, Mimik. 1999. Masalah Perlindungan Anak (Kumpulan Karangan). Jakarta: Akademika Pressisindo

Suyanto, Bagong. 2010. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana

Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2008. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana

Usman Hardius, Nachrowi Djalal. 2004. Pekerja Anak di Indonesia Kondisi, Determinan dan Eksploitasi (Kajian Kuantitatif). Jakarta: Gramedia Widiasrama

Sumber Lain

Badan Pusat Statistik, 2008 (Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan). Kepmenakertrans Nomor Keputusan 235/Men/2003 tentang jenis-jenis pekerjaan

yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

Konvensi ILO Nomor 138 mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja

Konnvensi ILO Nomor 182 mengenai pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak kedalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pengertian Konveksi Hak Anak, 2004. Unicef

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

Sumber Online

http://www.bps.go.id, diakses tanggal 21 Oktober 2014 Pukul 18.37 WIB

http://analisis-kontribusi-anak-bekerja-terhadap-pendapatan-keluarga-untuk-memperoleh-pendidikan-yang-layak-pdf.html/-diakses-tanggal-08-Oktober 2014 pukul 19.47 WIB

www.Fokus No. 70 Volume. 02 Januari 2013/ diakses tanggal 18 oktober 2014 Pukul 13.39 WIB

http://www.tempo.co/read/news/2012/06/04/173408068/17-Juta-Anak-Bekerja-di-Lingkungan-Berbahaya/ diakses tanggal 20 oktober 2014 Pukul 15.24 WIB).

http://news.detik.com/read/2010/06/12/112038/1376912/10/ratusan-anak-berpawai-tolak-pekerja-anak?browse=frommobile/ diakses tanggal 20 oktober 2014 Pukul 15.35 WIB).

http://www.ilo.org/jakarta/info/public/pr/WCMS_122351/lang--en/index.html/ diakses tanggal 02 september 2014 Pukul 10.46 WIB).

http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_120565.pdf, diakses tanggal 02 September 2014 Pukul 20.05 WIB

http://pekerja-anak-bermasalah-sejak-definisi.html/ diakses tanggal 19 Oktober 2014 pukul 22.03 WIB

http;//Pekerja-anak<<erka.html/ diakses tanggal 21 Oktober 2014 Pukul 15.35 WIB

http://analisis-situasi-pekerja-anak.or.id/diakses tanggal 22 Oktober 2014 Pukul 11.12 WIB

http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro-bangkok/@ilo-jakarta/documents/publication/wcms_120565.pdf/ diakses tanggal 05 Februari 2015 Pukul 21.00 WIB

Pedoman Wawancara I. Informan Utama a. Identitas Informan 1. Nama : 2. Jenis Kelamin : 3. Anak ke : 4. Usia : 5. Agama : 6. Suku : 7. Pendidikan : 8. Alamat :

9. Pekerjaan Orang tua :

b. Daftar Pertanyaan

1. Sejak kapan anda mulai bekerja sebagai pembuat batu bata? 2. Apa alasan Anda menjadi pembuat batu bata?

3. Berapa hari Anda bekerja dalam seminggu?

4. Berapa jam dalam sehari Anda bekerja sebagai pembuat batu bata? 5. Bagaimana sistem kerja di tempat Anda bekerja?

6. Berapa pendapatan yang Anda peroleh sebagai pembuat batu bata? 7. Digunakan untuk apa pendapatan yang Anda peroleh dari membuat

batu bata?

9. Apakah Anda pernah bekerja selain di tempat pembuatan batu bata? 10. Apa kegiatan yang Anda lakukan setelah selesai bekerja sebagai

pembuat batu bata?

11. Kapan waktu bermain Anda? 12. Kapan waktu belajar Anda?

13. Apakah orang tua atau keluarga Anda mengetahui pekerjaan Anda? Apabila tahu, apa tanggapan mereka?

14. Apakah Anda pernah makan bersama keluarga? Jika pernah, seberapa sering Anda makan bersama keluarga?

15. Apakah Anda pernah berekreasi bersama keluarga? Jika pernah, seberapa sering Anda berekreasi bersama keluarga?

16. Pada saat bekerja apakah Anda mendapatkan edukasi?

17. Bagaimana hubungan Anda dengan sesama anak pekerja batu bata? 18. Pada saat Anda mendapatkan penghasilan dari membuat batu bata

apakah Anda harus memberi uang atau “setoran” kepada seseorang atau sekelompok orang?

19. Bagaimana kondisi kesehatan Anda setelah dan sebelum bekerja sebagai pembuat batu bata?

II. Informan Kunci a. Identitas Informan 1. Nama : 2. Jenis Kelamin : 3. Status di Keluarga : 4. Usia : 5. Agama : 6. Suku : 7. Pendidikan terakhir : 8. Pekerjaan : 9. Alamat : b. Daftar pertanyaan

1. Apakah Anda mengetahui anak Anda bekerja sebagai pembuat batu bata? Jika Anda mengetahuinya, apa tanggapan Anda?

2. Apa alasan Anda mengizinkan anak Anda bekerja sebagai pembuat batu bata?

3. Apakah anak Anda bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga? 4. Berapa pendapatan yang Anda peroleh dalam sebulan?

5. Apakah anak Anda memberikan gajinya kepada Anda? Jika iya digunakan untuk apa?

1. 2.

3. 4.

5.

Gambar 1. Informan Utama: 1. Agung Sucipto (17), 2. Edy Setiawan (16), 3. Rizki Febriawan (16), 4. Wisnu Aditya (15), 5. Pratama Aji Saputra (16)

1. 2.

3. 4.

Gambar 2. Informan Kunci: 1. Yatin (42), 2. Linda Pujiarti (37), Nasib (46), 4. Subur (41)

1. 2.

3. 4.

5.

Gambar 3. Rumah Informan: 1. Agung Sucipto, 2. Edy Setiawan, 3. Rizky Febriawan, 4. Wisnu Aditya, 5. Pratama Aji Saputra

Dokumen terkait