• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Munculnya Pekerja Anak di Dusun Amal Bakti Desa Pasar V Kebun Kelapa Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Munculnya Pekerja Anak di Dusun Amal Bakti Desa Pasar V Kebun Kelapa Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUNCULNYA PEKERJA ANAK DI DUSUN AMAL BAKTI DESA PASAR V KEBUN KELAPA

KECAMATAN BERINGIN KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Disusun oleh

Dede Nurcholis

100902046

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Lembar Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Dede Nurcholis

Nim : 100902046

Judul : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Munculnya Pekerja Anak di Dusun Amal Bakti Desa Pasar V Kebun Kelapa Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

Medan, Agustus 2015

PEMBIMBING

Drs. Bengkel, M.Si NIP 196301031989031003

Ketua Departemen

Hairani Siregar, S.Sos, MSP NIP 197109271998012001

Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

NAMA : DEDE NURCHOLIS

NIM : 100902046

ABSTRAK

(

Skripsi ini terdiri dari: 6 bab, 92 halaman, 38 kepustakaan, 7 tabel, dan lampiran

)

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial, dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Munculnya Pekerja Anak Di Dusun Amal Bakti Desa Pasar V Kebun Kelapa Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang”. Masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya pekerja anak.

Informan dari penelitian ini terbagi menjadi 2 yaitu informan utama yang terdiri dari 5 orang pekerja anak dan informan kunci yang terdiri dari 5 orang tua para pekerja anak. Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan dengan cara wawancara mendalam dan observasi. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan telah dianalisi bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan munculnya pekerja anak yaitu faktor ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, ketersediaan lapangan pekerjaan, dan motivasi diri.

Kesimpulan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan munculnya pekerja anak adalah faktor ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, ketersediaan lapangan pekerjaan, dan motivasi diri.

(4)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

NAME : DEDE NURCHOLIS

NIM : 100902046

ABSTRACT

(This thesis consists of: 6 chapters, 92 pages, 38 libraries, 7 tables, and attachments)

This thesis submitted in order to achieve a degree qualified Social Welfare, with the title "The Factors Affecting Emergence Child Labour at hamlet of Amal Bakti Village of Pasar V Kebun Kelapa Subdistrict of Beringin District of Deli Serdang". The problem addressed in this thesis are the factors that influence the emergence of child labour.

Informants of this research is divided into 2 there are main informants consisting of 5 child labours and key informants consisting of 5 parents of child labour. The method used is descriptive method with qualitative approach. The technique of collecting data through literature study and field studies by means of in-depth interviews and observation. The data obtained in this thesis were analyzed by qualitatively technique.

Based on the data that has been collected and has been analyzed that there are several factors affecting emergence of child labour is a factor of economic, social, cultural, educational, job availability, and self-motivation.

The conclusion that the factors affecting emergence of child labor is a factor of economic, social, cultural, educational, job availability, and self-motivation.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayahNya kepada penulis sehingga dapat memulai,

melaksanakan, dan menyelesaikan masa perkuliahan di Jurusan Ilmu

Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera

Utara (FISIP USU) dan atas izinNya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

Adapun yang menjadi judul skripsi ini adalah Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Munculnya Pekerja Anak Di Dusun Amal Bakti Desa Pasar V Kebun Kelapa Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.

Pada kesempatan ini, secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Orangtua penulis,Oman dan

Nurhayati yang dengan penuh cinta dan kasih sayang telah merawat, membesarkan, mendidik, mendukung, serta selalu berupaya memenuhi kebutuhan

penulis. Semoga apa yang penulis berikan ini dapat menambah kebanggaan bagi

kedua orang tua.

Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini dan yang telah

membantu penulis selama kuliah sampai penulis lulus, yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik.

2. Ibu Hairani Siregar, S.sos, M.Sp, selaku Ketua Departemen Ilmu

(6)

3. Bapak Drs. Bengkel, M.Si, selaku Dosen pembimbing yang telah

menyediakan waktu untuk membimbing, memberikan arahan dan

dukungan serta masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Husni Thamrin, S.Sos, M.SP, selaku dosen pembimbing akademik penulis yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan.

5. Kepada seluruh Dosen Depertemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Dosen

pengajar mata kuliah, yang telah memberikan materi kuliah selama penulis

menjalankan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara.

6. Kepada Kak Zuraidah yang telah banyak membantu penulis dalam

melengkapi segala berkas perkuliahan khususnya dalam penyelesaian

skripsi ini.

7. Kepada Kak Debby dan Bang Ria yang telah banyak membantu saya

dalam mengurus segala berkas untuk perkulihan.

8. Kepada adik tercinta Laila Farhanah dan Siti Fatinah yang selalu mendoakan dan memberikan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada para sahabat terdekat Dimas Alfisyahri, Iqbal Fazuani, Puri Nugraha, Arief Rahman Hakim Nanda Nugraha, Ferdian Erman, Intan Rahmadhani, Ria Adriana, dan Dwi Jayanti terima kasih yang luar biasa untuk dukungannya dalam segala proses penyelesaian skripsi ini termasuk memberikan semangat dan tak pernah bosan mengingatkan untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Kalian lebih dari sekedar sahabat bagiku, kalian adalah keluargaku. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian semua.

(7)

Rahma, Fauziah, Icha, Kristin, Desi Ginting, Sofian, dan semua nya yang tidak tersebutkan satu persatu. Terima kasih untuk kebersamaannya selama ini dan sukses untuk kita semua.

11.Kepada Lili Suryani yang telah banyak membantu penulis dalam

mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dan Nining yang sering mengingatkan tentang “veteran FISIP” yang memacu

semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

12.Kepada para staff KKSP Bang Jai, Pak Edong, Bang Jimy, Bang Maman,

Bang Samsul Bang Eko, Ocik, Kak Inong, Kak Susi, yang telah

memberikan dukungan baik semangat maupun bahan pustaka yang

dibutuhkan dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Kepada para alumni Smart Ekselensia Indonesia terkhusus alumni Smart

Medan yang selalu memberikan semangat dan doanya kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

14.Kepada semua pihak yang turut membantu dalam penulisan skripsi ini,

dan tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk

dukungannya.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dan bekerja keras dalam

menyusun skripsi ini. Namun, penulis menyadari masih banyak kekurangan dari

segi isi maupun penulisan dari skripsi ini, maka dari itu penulis mengharapkan

saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang

(8)

Medan, Agustus 2015

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 11

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 11

1.4 Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak ... 13

2.1.1 Pengertian Anak ... 13

2.1.2 Hak-Hak Anak ... 15

2.1.3 Konvensi Hak Anak ... 19

2.1.4 Perlindungan Anak ... 22

2.1.4.1 Pengertian Perlindungan Anak ... 22

2.1.4.2 Prinsip Perlindungan Anak ... 24

2.2 Pekerja Anak ... 26

2.2.1 Pengertian Pekerja Anak ... 26

2.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Pekerja Anak ... 28

(10)

2.2.4 Bentuk-Bentuk Pekerjaan Untuk Anak ... 34

2.2.5 Dampak-Dampak yang Dialami oleh Pekerja Anak ... 40

2.3 Kesejahteraan Anak ... 41

2.4 Kerangka Pemikiran ... 44

2.5 Definisi Konsep ... 46

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 48

3.2 Lokasi Penelitian ... 48

3.3 Informan ... 48

3.3.1 Informan Kunci ... 49

3.3.2 Informan Utama ... 49

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 49

3.5 Teknik Analisis Data ... 51

BAB IV DESKRIPSI LOKASI 4.1 Gambaran Umum Dusun Amal Bakti ... 52

4.1.1 Komposisi Penduduk ... 53

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Hasil Temuan ... 62

5.1.1 Informan Utama ... 62

5.1.2 Informan Kunci ... 76

5.2 Analisis Data ... 84

5.2.1 Faktor Ekonomi ... 85

5.2.2 Faktor Sosial ... 85

(11)

5.2.4 Faktor Pendidikan ... 87

5.2.5 Faktor Ketersediaan Lapangan Pekerjaan ... 88

5.2.6 Faktor Motivasi Diri ... 89

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan ... 91

6.2 Saran ... 92

LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Spesifikasi Wilayah ... 53

Tabel 4.2 Data Jumlah Penduduk Desa Pasar V Kebun Kelapa

Kecamatan Beringin ... 54

Tabel 4.3 Data Anak-Anak di Desa Pasar V Kebun Kelapa

Kecamatan Beringin ... 54

Tabel 4.4 Data Tamatan Pendidikan di Desa Pasar V Kebun Kelapa

Kecamatan Beringin ... 55

Tabel 4.5 Data Etnis di Desa Pasar V Kebun Kelapa Kecamatan

Beringin ... 57

Tabel 4.6 Data Agama di Desa Pasar V Kebun Kelapa Kecamatan

Beringin ... 58

Tabel 4.7 Data Mata Pencaharian Pokok di Desa Pasar V Kebun Kelapa

(13)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

NAMA : DEDE NURCHOLIS

NIM : 100902046

ABSTRAK

(

Skripsi ini terdiri dari: 6 bab, 92 halaman, 38 kepustakaan, 7 tabel, dan lampiran

)

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial, dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Munculnya Pekerja Anak Di Dusun Amal Bakti Desa Pasar V Kebun Kelapa Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang”. Masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya pekerja anak.

Informan dari penelitian ini terbagi menjadi 2 yaitu informan utama yang terdiri dari 5 orang pekerja anak dan informan kunci yang terdiri dari 5 orang tua para pekerja anak. Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan dengan cara wawancara mendalam dan observasi. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan telah dianalisi bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan munculnya pekerja anak yaitu faktor ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, ketersediaan lapangan pekerjaan, dan motivasi diri.

Kesimpulan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan munculnya pekerja anak adalah faktor ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, ketersediaan lapangan pekerjaan, dan motivasi diri.

(14)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

NAME : DEDE NURCHOLIS

NIM : 100902046

ABSTRACT

(This thesis consists of: 6 chapters, 92 pages, 38 libraries, 7 tables, and attachments)

This thesis submitted in order to achieve a degree qualified Social Welfare, with the title "The Factors Affecting Emergence Child Labour at hamlet of Amal Bakti Village of Pasar V Kebun Kelapa Subdistrict of Beringin District of Deli Serdang". The problem addressed in this thesis are the factors that influence the emergence of child labour.

Informants of this research is divided into 2 there are main informants consisting of 5 child labours and key informants consisting of 5 parents of child labour. The method used is descriptive method with qualitative approach. The technique of collecting data through literature study and field studies by means of in-depth interviews and observation. The data obtained in this thesis were analyzed by qualitatively technique.

Based on the data that has been collected and has been analyzed that there are several factors affecting emergence of child labour is a factor of economic, social, cultural, educational, job availability, and self-motivation.

The conclusion that the factors affecting emergence of child labor is a factor of economic, social, cultural, educational, job availability, and self-motivation.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Negara berkembang seperti Indonesia secara berkelanjutan melakukan

pembangunan baik fisik maupun mental untuk mencapai tujuan negara yang

tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan

untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Agar tujuan negara dapat terlaksana dibutuhkan sumber daya manusia yang

mampu melaksanakannya dengan baik sehingga perlu dipersiapkan sejak dini.

Upaya peningkatan dan pengembangan kualitas generasi bangsa tidak dapat

dilepaskan dari upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya

dan anak pada khususnya, yang diwarnai dengan upaya pendalaman dibidang

pendidikan, kesehatan, dan intelektual.

Ironinya saat ini kesejahteraan bagi masyarakat sangat sulit didapat

terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Kesejahteraan yang

merupakan salah satu amanat dari Undang-Undang Dasar 1945 belum mampu

diwujudkan oleh negara, akibatnya masyarakat yang tidak mampu bersaing akan

terpinggirkan atau mengalami kemiskinan. Berdasarkan Berita Resmi Statistik,

Maret 2013 jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita

per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,07 juta orang

(11,37 persen), berkurang sebesar 0,52 juta orang dibandingkan dengan penduduk

(16)

Selama periode September 2012-Maret 2013, jumlah penduduk miskin di daerah

perkotaan berkurang 0,18 juta orang (dari 10,51 juta orang pada September 2012

menjadi 10,33 juta orang pada Maret 2013), sementara di daerah perdesaan

berkurang 0,35 juta orang (dari 18,09 juta orang pada September 2012 menjadi

17,74 juta orang pada Maret 2013) (http://www.bps.go.id).

Kemiskinan yang terjadi mengakibatkan tidak mampu terpenuhinya

kebutuhan dasar keluarga, sehingga seluruh anggota keluarga mau tidak mau

harus mengais rezeki untuk memenuhi kebutuhan tersebut tidak terkecuali

anak-anak. Orang tua sangat membutuhkan tenaga anak-anaknya untuk membantu

meningkatkan pendapatan rumah tangga. Asra (dalam Usman & Nachrowi, 2004:

101) mengemukakaan bahwa 35 persen orang tua akan mengalami penurunan

pendapatan rumah tangganya jika anak mereka berhenti bekerja. Imawan (dalam

Usman & Nachrowi, 2004: 101) menemukan bahwa 23,5 persen pendapatan

anak-anak yang bekerja diberikan untuk orang tuanya. Hal ini disebabkan anak-anak-anak-anak

membutuhkan pekerjaan justru karena keluarga ekonomi yang miskin. Hal

tersebut menjadi cikal bakal dari permasalahan anak yang terjadi di Indonesia

seperti anak jalanan, anak terlantar, anak terjerat dengan masalah hukum dan

buruh anak atau pekerja anak.

Fenomena pekerja anak merupakan fenomena global yang tidak hanya

terjadi di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Namun demikian,

permasalahan pekerja anak di tiap-tiap negara berbeda derajat kualitas dan

kuantitas permasalahannya yang semakin kompleks, sementara disisi lain

(17)

luas terjadi

(http://analisis-kontribusi-anak-bekerja-terhadap-pendapatan-keluarga-untuk-memperoleh-pendidikan-yang-layak-pdf.html).

Sumbangan pekerja anak untuk ekonomi keluarga memang tidak kecil.

Diperkirakan pekerja anak rata-rata memberi sumbangan 20% bagi ekonomi

keluarga. Angka ini muncul dalam sebuah laporan yang diungkap dalam

Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai masalah pemukiman

(Habitat II) di Turki tahun 1996, dengan jumlah sebesar itu wajar jika orang tua

dengan ekonomi pas-pasan merelakan anaknya mencari tambahan penghasilan

(www.Fokus No. 70 Volume. 02 Januari 2013).

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat, dari 6,5 juta

pekerja anak berusia 6-18 tahun, sebanyak 26 persen di antaranya bekerja di

lingkungan yang berbahaya bagi anak. Karena itu, 1,7 juta anak tersebut harus

diprioritaskan untuk ditarik dari tempat mereka bekerja, lalu disekolahkan

kembali. Mereka bekerja di jalanan, di pabrik yang berurusan dengan bahan

kimia, prostitusi, bahkan bekerja di sektor domestik sebagai pembantu rumah

tangga yaitu sebanyak 60 persen

(http://www.tempo.co/read/news/2012/06/04/173408068/17-Juta-Anak-Bekerja-di-Lingkungan-Berbahaya).

Berdasarkan sumber dari detik.com disebutkan bahwa kasus-kasus

pekerjaan yang terburuk bagi anak sudah cukup memprihatinkan. Data dari BPS

dan ILO pada bulan Februari 2010 disebutkan pada 2009 jumlah anak sebanyak

58,8 juta. Pada tahun 2008 pekerja anak di sektor perkebunan di Sumut mencapai

155.196 anak, sementara Dinas Sosial Sumut menemukan anak-anak berusia di

(18)

(Deli Serdang), Bukit Maraja (Simalungun), dan Warung Bebek (Serdang

Bedagai). Jumlah ini belum termasuk yang dijumpai di diskotik, dan pub yang

mencapai 500 orang, dan masih banyak anak-anak yang dilacurkan yang belum

terdata

(http://news.detik.com/read/2010/06/12/112038/1376912/10/ratusan-anak-berpawai-tolak-pekerja-anak?browse=frommobile).

Keseluruhan anak berusia 5-17, sekitar 58,8 juta, 4,05 juta atau 6,9 persen

di antaranya termasuk dalam kategori anak yang bekerja. Dari jumlah keseluruhan

anak yang bekerja, 1,76 juta atau 43,3 persen merupakan pekerja anak. Dari

jumlah keseluruhan pekerja anak berusia 5-17, 48,1 juta atau 81,8 persen

bersekolah, 24,3 juta atau 41,2 persen terlibat dalam pekerjaan rumah, dan 6,7 juta

atau 11,4 persen tergolong sebagai „idle‟, yaitu tidak bersekolah, tidak membantu

di rumah dan tidak bekerja

(http://www.ilo.org/jakarta/info/public/pr/WCMS_122351/lang--en/index.html).

Isu tentang pekerja anak sangat erat kaitannya dengan hak asasi manusia

dan tidak hanya bersifat nasional tetapi bersifat internasional. Masyarakat

internasional telah menaruh perhatian serius terhadap masalah pekerja anak. Hal

ini terbukti dengan terwujudnya kesepakatan internasional yang dituangkan dalam

berbagai konvensi, antara lain Konvensi ILO Nomor 138 mengenai Usia

Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja dan Konnvensi ILO Nomor 182

mengenai pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan

terburuk untuk anak. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi kedua konvensi

tersebut dan telah mengadopsi substansinya kedalam Undang-Undang Nomor 13

tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Selanjutnya pemerintah juga telah

(19)

faktual masyarakat, potensi yang dimiliki dan tingkat kemajuan masyarakat

(http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_120565.pdf).

Pekerja Anak memiliki sifat dan kebutuhan yang spesifik, maka mereka

memerlukan perlindungan khusus pula agar tetap eksis berpartisipasi dalam

pembangunan. Perlindungan khusus yang diberikan kepada pekerja anak

diarahkan untuk mengurangi dan atau menghilangkan pengaruh buruk dari

pekerjaan yang dilakukan anak, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang

secara optimal baik fisik, mental, sosial dan intelektualnya.

Anak-anak yang masuk ke pasar kerja menjadi pekerja anak merupakan

rasionalisasi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang dilanda

kemiskinan. Hal ini menjadi legitimasi mempekerjakan anak-anak, bahkan dengan

pekerjaan yang eksploitatif, upah murah dan pekerjaan yang berbahaya.

Keberadaan pekerja anak ini dilematis. Disatu sisi anak-anak bekerja untuk

memberikan kontribusi pendapatan keluarga, namun mereka rentan dengan

eksploitasi dan perlakuan salah. Pada kenyataannya, sulit untuk memisahkan

antara partisipasi anak dan eksploitasi anak.

Kenyataan ini menyebabkan anak-anak tersebut semakin terkungkung

dalam dunia kerja yang penuh dengan ketidakpastian. Efek lebih lanjut adalah

ketidakpastian anak dalam menghadapi masa depan. Pendidikan yang rendah dan

kepribadian yang belum matang akan membuat mereka tidak memiliki posisi

(20)

keluarganya. Dengan kata lain, tidak ada mobilitas vertical sang anak dalam

perjalanan hidupnya (http://pekerja-anak-bermasalah-sejak-definisi.html).

Berbagai pekerjaan digeluti oleh anak yang bersekolah, putus sekolah,

bahkan ada yang tidak sempat bersekolah. Kebutuhan anak yang seharusnya

dipenuhi oleh orang tua adalah mendapatkan pendidikan dan juga mempunyai

waktu yang cukup untuk bermain dalam masa perkembangan fisik dan mentalnya

serta mendapatkan kasih sayang dari orangtua. Kemampuan fisik anak masih

terbatas sesuai dengan pertumbuhannya. Pada prinsipnya anak tidak boleh

bekerja, namun dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan anak boleh bekerja demi kepentingan dan kondisi tertentu seperti

pekerjaan ringan, pekerjaan dalam rangka bagian kurikulum dan pendidikan dan

pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minat anak.

Ironinya saat ini banyak anak yang bekerja bukan dalam konteks

pembelajaran sebagaimana undang-undang Nomor 13 tahun 2003, namun mereka

melakukan pekerjaan berat dan mengancam kehidupan dalam segala aspek. Anak

yang bekerja tidak mendapatkan kesempatan untuk memperoleh hak-hak

sebagaimana mestinya, seperti mendapatkan kasih sayang, pendidikan, dan

bermain.

Indonesia tidak mengatur bagaimana sistem jam kerja pada pekerja anak,

faktanya pekerja anak bekerja relatif panjang tanpa pengawasan dan sangat

menganggu jam bermain dan belajar anak. Namun sebagai tuntutan anak harus

bekerja dan mengorbankan hak-hak mereka sebagai anak dan juga bisa dilihat

(21)

180 derajat baik dari segi kasih sayang, pengawasan, jam bermain serta pola pikir

anak.

Data Sakernas tahun 2009 menunjukkan bahwa rata-rata jam kerja bagi

pekerja anak adalah 27 jam. Ini berarti bahwa separuh dari mereka bekerja

sedikitnya 27 jam dalam seminggu.Terlihat terlalu tinggi untuk jenis pekerjaan

yang „aman/safe' bagi anak-anak. Pekerja anak yang memiliki jam kerja relatif rendah, 1-20 jam, adalah sekitar 36 persen. Sebaliknya, mereka yang memiliki

jam kerja lebih dari 45 yang cukup tinggi, hampir 22 persen untuk laki-laki dan 29

persen untuk perempuan (Sukroni, 2009: 32)

Di daerah perkotaan anak-anak yang bekerja dalam jangka waktu 20 jam

per minggu kurang dari 50%, sedangkan di daerah pedesaan lebih dari 50%.

Sebagian besar pekerja anak di perkotaan bekerja selama 21-35 jam per minggu.

Satu hal yang kiranya perlu menjadi perhatian bahwa 29% pekerja anak di

perkotaan ternyata mempunya jam kerja yang sangat panjang, yaitu lebih dari 40

jam per minggu (Nachrowi, 2004: 34)

Menurut penelitian ILO di Kotamadya Bandung, lebih dari setengah (60,2

%) pekerja anak harus bekerja sekitar 40 jam per minggu atau sekitar 7 - 10 jam

per hari dengan waktu kerja antara jam 7-8 atau sampai jam 4-5 sore. Bahkan di

Bekasi dan Tangerang pekerja anak bisa bekerja sampai 14 jam per hari. Melihat

jadwal kerja yang begitu padat tentu saja tidak memungkingkan seorang

pekerja/buruh anak untuk mendapatkan pendidikan, kurangnya waktu istirahat

(22)

Faktor-faktor yang mempengaruhi adanya pekerja anak dapat dilihat

dalam perspektif yang lengkap, yaitu dengan melihat dua sisi yang berbeda seperti

sisi penawaran dan sisi permintaan. Meskipun, masyarakat menyediakan tenaga

kerja anak, tetapi jka tidak ada perusahaan yang mempekerjakannya, sudah pasti

pekerja anak tidak muncul. Demikian pula sebaliknya, bila permintaan terhadap

pekerja anak tinggi, tetapi masyrakat tidak menyediakan maka pekerja anak juga

tidak muncul (Nachrowi, 2004: 4).

Dusun Amal Bakti merupakan salah satu dusun di kabupaten Deli

Serdang, dimana banyak pekerja anak yang bekerja sebagai pembuat batu bata.

Pekerja anak tersebut bekerja membuat batu bata dimulai ketika mereka pulang

sekolah sekitar jam 1 hingga jam 5 sore atau setengah hari. Pekerja anak

tergantung pada faktor cuaca, mereka hanya dapat bekerja pada saat cuaca panas,

sebaliknya pada saat hujan mereka tidak dapat bekerja karena tanah yang menjadi

bahan baku pembuatan batu bata menjadi terlalu lunak. Mereka dapat

menghasilkan lebih banyak batu bata ketika tanah yang digunakan untuk membuat

batu bata tersebut lembut, yaitu tidak terlalu lunak dan tidak juga keras.

Mayoritas pekerja anak sebagai pembuat batu bata di dusun Amal Bakti

disebabkan lingkungan yang sangat memungkinkan anak untuk bekerja karena di

desa tersebut terdapat banyak kilang batu bata yang menerima pekerja tanpa

melihat usia dan tidak memerlukan kemampuan khusus. Selain itu tawaran kerja

dari pemilik kilang batu bata dan ajakan teman-teman sepermainan juga menjadi

(23)

Sistem kerja yang digunakan pekerja anak di kilang batu bata yaitu sistem

harian dan borongan. Sistem harian artinya anak-anak bekerja dan digaji sesuai

dengan banyak batu bata yang dihasilkan, sedangkan borongan artinya anak-anak

bekerja secara berkelompok yang terdiri dari 6-9 orang untuk menghasilkan batu

bata sebanyak 15.000-25.000 buah.

Pendapatan rata-rata pekerja anak di kilang batu bata dengan sistem harian

sekitar Rp.60.000-Rp.70.000 jika full day dan Rp.30.000 jika bekerja setengah hari, sedangkan upah untuk anak-anak yang memilih sistem borongan sekitar

Rp.70.000-Rp.90.000. Penghasilan dengan sistem borongan memang lebih besar,

namun tanggung jawab mereka lebih besar pula, mereka harus menyelesaikan

belasan ribu bahkan puluhan ribu batu bata dalam sehari sehingga mereka harus

bekerja dengan cepat. Berbeda dengan sistem harian, dengan sistem ini anak-anak

tidak terbebani dengan hasil minimal batu bata dalam sehari sehingga mereka bisa

bekerja lebih santai. Adapun penghasilan yang diperoleh dari membuat batu

sebagian diberikan kepada orang tua dan sebagian lagi dipergunakan untuk

memenuhi kebutuhan si anak tersebut.

Tidak semua pekerja anak memiliki sifat peduli dengan ekonomi orang tua

mereka. Faktanya di dusun Amal Bakti sebagian kecil anak menyalahgunakan

penghasilan yang mereka dapat dengan melakukan perbuatan menyimpang seperti

berjudi, balap liar dan seks bebas. Hal ini tidak dapat diawasi karena orang tua

yang bekerja seharian penuh jarang berkumpul dengan anak-anak mereka, jarang

berkomunikasi dan tidak mengetahui aktivitas anak mereka di lingkungan

masyarakat. Orang tua mengetahui informasi anak mereka dari masyarakat

(24)

Permasalahan yang dilihat peneliti adalah apa yang menjadi faktor

munculnya pekerja anak pembuat batu bata yaitu anak-anak yang bekerja selepas

pulang sekolah. Beberapa teori menjelaskan bahwa faktor utama munculnya

pekerja anak adalah faktor ekonomi keluarga yang rendah, namun hasil pra

observasi peneliti melihat rumah keluarga anak-anak yang bekerja tergolong

permanen yaitu dengan konstruksi pondasi, dinding batu bata, atap genteng, dan

lantai keramik. Sekilas dapat disimpulkan dengan keadaan rumah tersebut tidak

tergolong miskin. Berkaca dari hal tersebut peneliti ingin menggambarkan lebih

detail faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya pekerja anak. Sehubungan

dengan hal tersebut maka untuk dapat mengetahui apa yang menyebabkan

munculnya pekerja anak perlu dilakukan kajian lebih lanjut. Berdasarkan uraian

yang telah dipaparkan pada latar belakang masalah, maka peneliti tertarik untuk

meneliti faktor-faktor penyebab munculnya pekerja anak yang hasilnya akan

dituangkan dalam penelitian berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Munculnya Pekerja Anak Di Dusun Amal Bakti Desa Pasar V Kebun Kelapa

Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut “apa faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya

pekerja anak di Dusun Amal Bakti Desa Pasar V Kebun Kelapa Kecamatan

(25)

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi munculnya pekerja anak di Dusun Amal Bakti Desa Pasar V

Kebun Kelapa Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.

1.3.2 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam

rangka:

a. Memperkaya wawasan serta pengetahuan mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi munculnya pekerja anak.

b. Mengembangkan kemampuan berfikir penulis melalui karya ilmiah dan

penelitian ini.

c. Menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam menanggulangi masalah

pekerja anak.

1.4Sistematika Penelitian

Sitematika penulisan secara garis besarnya dikelompokkan dalam enam bab,

dengan urutan sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan

(26)

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang teori teori yang mendukung dalam penelitian,

kerangka pemikiran dan definisi konsep.

BAB III: METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, unit analisis

dan informan, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN\

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian dan

data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.

BAB V: ANALISIS DATA

Bab ini berisikaan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil

penelitian serta analisis pembahasannya.

BAB VI: PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran yang

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anak

2.1.1 Pengertian Anak

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam

dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak adalah

penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis, dan

mempunyai ciri dan sifat khusus yang diharapkan dapat menjamin kelangsungan

eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Anak perlu mendapat kesempatan

seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik secara fisik,

mental, maupun sosial, dan mempunyai akhlak yang mulia (Herlina, 2003:4).

Secara umum dikatakan anak adalah seorang yang dilahirkan dari

perkawinan antar seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak

menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak pernah

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. Anak juga merupakan cikal bakal

lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa

dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Anak adalah aset bangsa.

Masa depan bangsa dan negara dimasa yang akan datang berada ditangan anak

sekarang. Semakin baik kepribadian anak sekarang maka semakin baik pula

kehidupan masa depan bangsa. Begitu pula sebaliknya, apabila kepribadian anak

tersebut buruk maka akan bobrok pula kehidupan bangsa yang akan datang. Pada

umumnya orang berpendapat bahwa masa kanak-kanak merupakan masa yang

(28)

seringkali dianggap tidak ada akhirnya, sehingga mereka tidak sabar menunggu

saat yang didambakan yaitu pengakuan dari masyarakat bahwa mereka bukan lagi

anak-anak tapi orang dewasa.

Menurut the Minimum Age Convention nomor 138 (1973), pengertian anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Sebaliknya, dalam Convention on the rights of the Child (1989) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres nomor 39 tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka

yang berusia 18 tahun ke bawah. Sementara itu, UNICEF mendefinisikan anak

sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun. Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 04 tahun 1979 tentang Kesejahtaraan Anak,

menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum

menikah. Sedangkan Undang-undang Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun

(Huraerah, 2006: 31).

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk pada saat

dalam kandungan. Anak merupakan mahkluk sosial, yang membutuhkan

pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya, anak juga

mempunyai perasaan, pikiran, kehendak tersendiri yang kesemuanya itu

merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada

tiap-tiap fase perkembangan pada masa kanak-kanak (anak). Perkembangan pada suatu

fase merupakan dasar bagi fase selanjutnya. Menurut Konvensi Hak Anak pasal 1,

anak berarti setiap manusia yang berusia dibawah delapan belas tahun kecuali,

berdasarkan undang undang yang berlaku untuk anak-anak, kedewasaan telah

(29)

Pengakuan terhadap anak secara internasional dilakukan oleh Perserikatan

Bangsa Bangsa (PBB) melalui suatu konvensi pada tahun 1989 (UNICEF).

Prinsip-prinsip yang dianut dalam konveksi hak anak adalah

a. Non Diskriminasi, artinya semua hak yang diakui dan terkandung dalam

KHA (Konvensi Hak Anak) harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa

pembedaan apapun. Prinsip ini merupakan pencerminan dari prinsip

universalitas HAM

b. Yang terbaik bagi anak (Best Interests Of The Child), artinya dalam semua tindakan yang menyangkut anak, maka apa yang terbaik bagi anak haruslah

menjadi pertimbangan yang utama.

c. Kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Survival And Development), artinya bahwa hak hidup yang melekat pada diri setiap anak harus diakui

dan bahwa hak anak atas kelangsungan hidup dan perkembangannya harus

dijamin. Prinsip ini mencerminkan prinsip indivisibility HAM

d. Penghargaan terhadap pendapat anak (respect for the views of the child), maksudnya bahwa pendapat anak, terutama yang menyangkut hal-hal yang

mempengaruhi kehidupannya, perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan

keputusan.

2.1.2 Hak-Hak Anak

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak Bab II

(30)

a. Hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan

Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan

berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan

khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. Yang dimaksud

dengan asuhan adalah berbagai upaya yang dilakukan kepada anak-anak

yang tidak mempunyai orang tua dan terlantar, anak terlantar dan anak yang

mengalami masalah kelainan yang bersifat sementara sebagai pengganti

orang tua atau keluarga agar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar,

baik secara rohani, jasmani maupun sosial.

b. Hak atas pelayanan

Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan

kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa

untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.

c. Hak atas pemeliharaan dan perlindungan

Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa

dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.

d. Hak atas perlindungan lingkungan hidup

Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang

dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan

perkembangannya dengan wajar.

e. Hak mendapat pertolongan pertama

Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama-tama

(31)

f. Hak memperoleh asuhan

Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan

olehnegara atau orang atau badan lain. Dengan demikian anak yang tidak

mempunyai orang tua itu dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik

jasmani, rohani maupun sosial.

g. Hak memperoleh bantuan

Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam

lingkungankeluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.

h. Hak diberi pelayanan dan asuhan

Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan

asuhan yangbertujuan mendorong guna mengatasi hambatan yang terjadi

dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya.

i. Hak memperoleh pelayanan khusus

Anak cacat berhak memperoleh pelayan khusus untuk mencapai

tingkatpertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dan

kesanggupannya.

j. Hak mendapat bantuan dan pelayanan

Anak berhak mendapat bantuan dan pelayanan yang bertujuan

mewujudkan kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak, tanpa

membedakan jenis kelamin, agama, pendidikan dan kedudukan sosial

(Prinst, 1997: 57).

Adapun hak-hak dasar anak menurut Undang-undang Nomor 23 tahun

(32)

a. Hak untuk hidup layak

Setiap anak berhak untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan

terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar mereka termasuk makanan, tempat

tinggal dan perawatan kesehatan

b. Hak untuk berkembang

Setiap anak berhak untuk tumbuh kembang secara wajar tanpa

halangan. Mereka berhak untuk mengetahui identitasnya, mendapatkan

pendidikan, bermain, beristirahat, bebas mengemukakan pendapat, memilih

agama, mempertahankan keyakinan, dan semua hak yang memungkinkan

mereka berkembang secara maksimal sesuai potensinya.

c. Hak untuk mendapat perlindungan

Setiap anak berhak untuk mendapat perlindungan dari perlakuan

diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran,

kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah.

d. Hak untuk berperan serta

Setiap anak berhak untuk berperan aktif dalam masyarakat termasuk

kebebasan untuk berekspresi, kebebasan untuk berinteraksi dengan orang

lain dan menjadi anggota suatu perkumpulan.

e. Hak untuk memperoleh pendidikan

Setiap anak berhak memperoleh pendidikan minimal tingkat dasar.

Bagi anak yang terlahir dari keluarga yang tidak mampu dan yang tinggal di

daerah terpencil, pemerintah berkewajiban untuk bertanggung jawab untuk

(33)

2.1.3 Konvensi Hak Anak

Konsep tentang perlindungan Anak pertama kali dicetuskan pasca

berakhirnya perang dunia ke-1 yang merupakan respon dari berbagai penderitaan

yang kebanyakan dialami oleh kaum perempuan dan anak akibat peperangan.

Pada saat itu beberapa aktivis perempuan menggelar aksi untuk meminta

perhatian dunia agar peduli akan nasib perempuan dan anak- anak yang menjadi

korban perang. Pada tahun 1923 seorang aktivis perempuan berkebangsaan

Inggris bernama Eglantyne Jebb merumuskan dan menyuarakan 10 Hak Dasar

yang harus dipenuhi dan dimiliki oleh Anak yaitu:

a. Hak untuk memiliki Nama (identitas)

b. Hak Mendapatkan makanan (asupan gizi yang layak)

c. Hak Bermain

d. Hak Rekreasi

e. Hak Kebangsaan

f. Hak Mendapat Persamaan (non diskriminasi)

g. Hak Perlindungan

h. Hak Pendidikan

i. Hak Kesehatan

j. Hak untuk Berperan Dalam pembangunan.

Pada tahun 1924 kesepuluh Hak Dasar Anak tersebut dideklarasikan dan

diadopsi secara internasional oleh Liga Bangsa-Bangsa yang dikenal dengan

Deklarasi Jenewa. Setelah berakhirnya Perang Dunia II tepatnya pada tanggal 10

Desember 1948 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi

(34)

(DUHAM). Peristiwa yang diperingati setiap tahun sebagai Hari Hak Azasi

Manusia (HAM) Sedunia tersebut menandai perkembangan penting dalam sejarah

HAM. Beberapa hal yang menyangkut hak khusus bagi anak-anak tercakup pula

dalam deklarasi ini. Pada tahun 1959 Majelis Umum PBB kembali mengeluarkan

pernyataan mengenai hak anak sekaligus merupakan deklarasi internasional kedua

di bidang hak khusus bagi anak-anak. Selanjutnya perhatian dunia terhadap

eksistensi bidang hak ini semakin berkembang.

Tahun 1979 bertepatan dengan saat dicanangkannya Tahun Anak

Internasional, pemerintah Polandia mengajukan usul disusunnya perumusan suatu

dokumen yang meletakkan standar internasional bagi pengakuan terhadap hak-hak

anak dan bersifat mengikat secara yuridis. Inilah awal mula dibentuknya Konvensi

Hak Anak. Tahun 1989 rancangan Konvensi Hak Anak diselesaikan dan pada

tahun itu juga tanggal 20 November naskah akhir tersebut disahkan dengan suara

bulat oleh Majelis Umum PBB. Rancangan inilah yang hingga saat ini dikenal

sebagai Konvensi Hak Anak (KHA). Pada 2 September 1990 KHA mulai

diberlakukan sebagai hukum internasional. Indonesia meratifikasi KHA pada 25

September 1990 melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.

Konvensi Hak Anak memberikan definisi bahwa ”Anak” adalah manusia

yang berumur di bawah 18 tahun dan memiliki hak-hak yang harus di penuhi

seperti hak untuk hidup, hak tumbuh berkembang, perlindungan dan partisipasi.

Hak-hak tersebut tidak dapat diabaikan dan semestinya harus dipenuhi oleh

lingkungan dimana anak berdomisili dan berinteraksi sebagai mahluk sosial.

Konvensi Hak Anak lahir dari sebuah kesadaran bahwa sesuai kodratnya anak

(35)

perawatan dan perlindungan yang khusus dari orang dewasa agar fisik dan

mentalnya dapat bertumbuh dengan baik. Tujuan Konvensi Hak Anak adalah agar

anak sebagai individu mampu memainkan peranan yang konstruktif dalam

masyarakat. Hal ini di tegaskan dalam mukadimah KHA paragraf ke-7 yaitu : ”...anak harus sepenuhnya di persiapakan untuk menjalani kehidupannya

baik sebagai pribadi yang utuh maupun masyarakat”.

Sistem struktural masyarakat, anak seringkali dianggap sebagai pelaksana

dari keputusan yang ditetapkan oleh orang dewasa karena masih belum memiliki

kapasitas untuk mandiri. Anak hanya dianggap sebagai konsumen dari budaya

yang telah dikembangkan oleh orang dewasa. Agar proses menuju kematangan

sebagai seorang individu diperlukan tindakan sosialisasi dari orang-orang dewasa

sekitarnya. Sehubungan dengan konsep pemaknaan anak (children), pada masa kanak-kanak (childhood) beberapa ahli sosiologi seperti Jenks serta James dan Prout menyatakan ada beberapa ciri-ciri paradigma tentang anak yaitu:

a. Masa kanak-kanak (childhood) dipahami sebagai sebuah konstruksi sosial. Pandangan ini memilki perbedaan dan kematangan biologis yang

memandang bahwa masa kanak-kanak sebagai sebuah gambaran natural dan

universal. Memandang childhood sebuah komponen struktural dan kultural

yang khusus dari berbagai masyarakat.

b. Childhood merupakan sebuah variabel dari analisis sosial. Hal ini tidak bisa terlepas dari variabel lain seperti gender, kelas dan etinisitas. Analisis

(36)

c. Hubungan sosial anak. Hubungan sosial anak dan budaya merupakan studi

yang berguna dalam hak (right) anak, bebas dari perspektif dan kepentingan orang dewasa (adults).

d. Anak merupakan dan harus dipandang sebagai subjek yang aktif dalam

konstruksi dan determinasi dari kehidupan sosial mereka sendiri, kehidupan

di seputar mereka dan dari masyarakat dimana mereka tinggal. Anak

bukanlah subjek pasif dari struktur dan proses sosial

e. Childhood merupakan sebuah fenomena dalam kaitan dengan mana hermeneutik ganda dari ilmu pengetahuan sosial merupakan pernyataan

yang benar atau tajam (acutely). Untuk menyatakan sebuah paradigma baru dari sosiologi, childhood juga perlu ikut terlibat dalam proses rekonstruksi childhood dalam masyarakat (James, Prout, & Allans, 1997: 8).

2.1.4 Perlindungan Anak

2.1.4.1 Pengertian Perlindungan Anak

Anak yang ada dalam kandungan perempuan dianggap sebagai telah

dilahirkan. Bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya atau berarti bayi

dalam kandungan ibu haruslah telah dianggap sebagai insan atau individu demi

perlindungan dilakukan orang tua sedini mungkin, yaitu sejak anak dalam

kandungam baik secara adat maupun agama telah dilakukan atau dibiasakan oleh

sebagian besar rakyat Indonesia.

Perlindungan anak adalah suatu hasil interaksi karena adanya interelasi

antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi. Oleh sebab itu apabila kita

(37)

tidak tepat maka kita harus memperhatikan fenomena mana yang relevan yang

mempunyai peran penting dalam terjadinya kegiatan perlindungan anak (Gosita,

2004: 12).

Perlindungan anak menjelaskan segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan

berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan serta

mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Undang-Undang Nomor

23 tahun 2003 pasal 1 ayat 2).

Konsep perlindungan anak mencakup dalam empat kelompok

permasalahan yaitu perlindungan aspek sosial budaya, ekonomi, politik atau

hukum dan pertahanan keamanan. Dalam aspek sosial budaya, tidak boleh ada

paksaan atas anak yang berdalih adat istiadat atau tradisi yang menganggu atau

menghambat pertumbuhan si anak menjadi manusia berkualitas. Dalam aspek

ekonomi tidak ada pekerja anak atau buruh anak yang bekerja tidak sesuai dengan

persyaratan kerja bagi anak-anak. Aspek politik atau hukum tidak boleh ada

peraturan perundangan yang mengindahkan harkat dan martabat anak dalam

penghukuman serta perlakuan terhadap anak bermasalah harus selalu diutamakan

kepentingan pertumbuhan dan perkembangan anak sebagai manusia yang baik.

Sedangkan dalam aspek pertahanan keamanan, anak harus dilindungi dari

penyalahgunaan di dalam segala bentuk kejahatan seperti prostitusi dan

(38)

2.1.4.2Prinsip Perlindungan Anak

Adapun 4 prinsip mengenai perlindungan anak meliputi:

a. Anak yang tidak dapat berjuang sendiri.

Salah satu prinsip yang digunakan dalam perlindungan anak sebagai

modal utama kelangsungan hidup manusia, bangsa dan keluarga, untuk itu

haknya harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi diri sendiri

hak-haknya, banyak pihak yang mempengaruhi kehidupannya. Negara dan

masayarakat berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak

anak.

b. Kepentingan terbaik anak (the best interest of the child).

Demi kepentingan terbaik anak merupakan filsafah utama dibalik

konvensi hak anak adalah bahwa anak juga setara, sebagai manusia mereka

memiliki nilai melekat yang sama seperti orang dewasa. Penegasan tentang

hak anak menyoroti penekanan bahwa masa kanak-kanak sangat berharga

bagi anak belakangan ini bukan semata-mata periode pelatihan untuk

menuju kekehidupan manusia dewasa. Adanya gagasan bahwa anak-anak

memiliki setara mungkin terdengar seperti kebenaran yang tidak dapat

disangkal lagi tetapi sesungguhnya merupakan pemikiran radikal yang sama

sekali dihargai pada saat ini.

Perlindungan anak dapat diselenggarakan dengan baik dengan

menganut prinsip yang menyatakan kepentingan terbaik anak harus

dipandang sebagai of promount importance (memperoleh prioritas tertinggi) dalam setiap keputusan yang menyangkut anak. Tanpa prinsip ini

(39)

Prinsip the best interest of the child digunakan karena dalam banyak hal anak sebagai korban disebabkan ketidaktahuan karena usia

perkembangannya.

The best interest of the child merupakan salah satu prinsip yang terkandung dalam KHA sebagaimana telah diadopsi dalam prinsip-prinsip

penyelengggaraan perlindungan anak selain dari non diskriminasi, hak

untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan serta penghargaan

terhadap pendapat anak. Kepentingan yang terbaik bagi anak dalam semua

tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah,

masyarakat, badan legislatif dan badan yudikatif maka kepentingan terbaik

bagi anak harus menjadi pertimbangan utama (Penjelasan Pasal 2

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002).

c. Ancangan daur kehidupan (Life-Circleapproach)

Perlindungan anak mengacu pada pemahaman perlidungan harus

dimulai sejak dini dan terus menerus. Janin yang berada dalam kandungan

perlu dilindungi dengan gizi, termasuk yodium dan kalsium yang abaik

melalui ibunya. Jika ia lahir maka diperlukan air susu ibu dan pelayanan

kesehatan primer dengan memberikan pelayanan imunisasi dan lain-lain,

sehingga anak terbebas dari berbagai kemungkinan cacat dan penyakit.

d. Lintas sektoral

Nasib anak tergantung dari berbagai faktor mikro maupun makro yang

langsung maupun tidak langsung. Kemiskinan, perencanaan kota dan segala

penggusuran, sistem pendidikan yang menekankan hapalan dan

(40)

sebagainya tidak dapat ditangani oleh sektor, terlebih keluarga atau anak itu

sendiri. Perlindungan terhadap anak adalah perjuangan yang membutuhkan

sumbangan semua orang di semua tingkatan (Irwanto, 1997: 4).

2.2. Pekerja Anak

2.2.1 Pengertian Pekerja Anak

Pekerja anak diartikan sebagai anak yang harus melakukan pekerjaan yang

menghalangi mereka bersekolah dan membahayakan kesehatan, fisik dan

mentalnya (Damanik, 2006). Pekerja anak juga diartikan sebagai anak yang aktif

bekerja, yang membedakannya dengan anak yang pasif bekerja, karena tidak

semua pekerjaan yang dilakukan oleh anak dapat menjadikan anak sebagai

pekerja.

Pekerja anak merupakan suatu realitas sosial yang perlu disikapi secara

bijaksana. Istilah pekerja anak seringkali menimbulkan perdebatan. Departemen

Tenaga Kerja dan Transmigrasi menggunakan istilah anak-anak yang terpaksa

bekerja untuk menyebutkan pekerja anak. Biro Pusat statistic menggunakan istilah

pekerja anak sebagai anak-anak yang aktif secara ekonomi, tepatnya bahwa

pekerja anak adalah anak yang melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh

atau membantu memperoleh pendapatan. Sedangkan definisi pekerja anak

menurut Organisasi Buruh Internasioanl (The International Labour Organization) ILO adalah anak yang bekerja pada semua jenis pekerjaan yang membahyakan

atau menganggu fisik, mental, intelektual dan moral

(41)

Pekerja anak, buruh atau anak-anak yang terpaksa bekerja adalah

istilah-istilah untuk menggabungkan profil anak-anak yang kurang beruntung, anak-anak

dari keluarga miskin yang dalam masa kanak-kanaknya terpaksa tidak dapat

menikmati waktu bermain secara cukup dan bahkan terlantar kelangsungan

pendidikannya bahkan perkembangan moral juga tidak mendapat perhatian yang

cukup karena berbenturan dengan waktu bekerja.

Secara yuridis formal, berbagi Negara di dunia mengikuti batasan usia

pekerja anak dengan semangat variatif. Dalam konteks pekerja anak, Konvensi

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang hak anak (The United Nations Convention on the Rights of the Child) yang diratifikasi dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 36 tahun 1990 dan Konvensi ILO Nomor 182

mengenai pelarangan dan tindakan segera untuk penghapusan pekerja terburuk

untuk anak, yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 01 tahun 2001

menjelaskan bahwa batas usia anak adalah belum berusia 18 tahun. Menurut

Undang-Undang Kesejahteraan Anak yaitu Undang-Undang Nomor 04 tahun

1979 anak adalah orang yang belum berusia 21 tahun dan belum pernah kawin.

Undang-Undang Pengadilan Anak Nomor 03 tahun 1997 menetapkan anak

sebagai seseorang yang belum mencapai usia 18 tahun

(http://Pekerja-anak<<erka.html).

Pekerja anak melakukan pekerjaan tertentu sebagai aktivitas rutin harian

dan jam kerjanya relatif panjang. Ini menyebabkan mereka tidak dapat bersekolah,

tidak memiliki waktu yang cukup untuk bermain dan beristirahat dan secara tidak

langsung aktivitas tersebut berbahaya bagi kesehatan anak. Pekerja anak

(42)

masa depan Negara kehilangan generasi terdidik. Belum lagi tekanan mental pada

anak-anak yang bisa mengarah kepada masalah kriminal. Dengan demikian

membiarkan anak bekerja dan tidak sekolah, sama dengan tidak memberikan

bekal yang bermanfaat bagi kehidupan masa depan karena anak adalah

anak-anak bangsa yang akan menjadi sumber daya manusia dimasa mendatang (Prinst,

1997: 87).

Dalam Modul Penanganan Pekerja Anak yang disusun oleh Departemen

Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI menyebutkan bahwa pekerja anak memiliki

ciri-ciri sebagai berikut :

a. Bekerja setiap hari

b. Tereksploitasi

c. Terganggu waktu sekolahnya atau tidak sekolah lagi

d. Terganggu kesehatannya

e. Bekerja dalam waktu yang panjang

f. Bekerja untuk ikut memenuhi kebutuhan keluarga

(http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro-bangkok/@ilo-jakarta/documents/publication/wcms_120565.pdf)

2.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Pekerja Anak

Keterlibatan anak dalam dunia kerja tidaklah terjadi dengan sendirinya,

melainkan disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor penyebab tersebut ada

yang berasal dari dalam diri anak maupun karena pengaruh lingkungan terdekat

dengan anak. Secara garis besar faktor penyebab ini dapat dikelompokkan dalam

(43)

a. Faktor Intern

Faktor intern merupakan faktor yang berasal dari dalam diri anak yang

mendorong anak untuk melakukan aktivitas tertentu dan menghasilkan

uang. Dengan hasil yang diperoleh anak akan menjadi senang dan dorongan

tersebut akan terpuaskan. Adapun faktor intern yang menyebabkan anak

memilih menjadi pekerja anak antara lain kemiskinan yang dialami orang

tua, adanya budaya dan tradisi yang memandang anak wajib melakukan

pekerjaan sebagai bentuk pengabdian kepada orang tua, relatif sulitnya

akses ke pendidikan serta tersedianya pekerjaan yang mudah diakses tanpa

membutuhkan persyaratan tertentu.

b. Faktor Ekstern

Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar diri anak. Faktor

inilah yang menjadi alasan bagi dunia kerja untuk menerima anak bekerja.

Anak dipandang sebagai tenaga kerja yang murah dan cenderung tidak

banyak menuntut. Pekerja anak dipandang tidak memiliki kemampuan yang

memadai baik secara fisik maupun kemampuan. Dengan demikian para

pengusaha akan cenderung memilih anak karena upah yang diberikan akan

cenderung lebih murah daripada orang dewasa. Disamping itu anak lebih

patuh dan penurut terhadap intruksi yang diberikan oleh orang dewasa

(http;//Pekerja-anak<<erka.html).

Selain faktor tersebut, penyebab anak bekerja dapat dilihat dari beberapa

(44)

a. Faktor Ekonomi

Kemiskinan menyebabkan ketidakmampuan keluarga dalam

memenuhi kebutuhan pokok. Ditemukan juga munculnya kesadaran di

tingkat anak-anak untuk tidak melanjutkan sekolah karena ketidakmampuan

orang tua untuk membayar biaya pendidikan. Akibatnya mereka tidak

memiliki aktivitas (menganggur) sehingga anak berusaha untuk berkegiatan,

terlebih lagi jika kegiatan tersebut dapat menghasilkan uang. Kondisi ini

menyebabkan anak dengan kesadaran sendiri atau dipaksa oleh keluarga

untuk bekerja, sehingga kebutuhan pokoknya dapat terpenuhi dan

membantu keluarga dalam mencari nafkah.

Terdapat beberapa profil rumah tangga miskin yaitu:

a. Sosial Demografi yang meliputi rata-rata jumlah anggota rumah tangga,

persentase wanita sebagai kepala rumah tangga, rata-rata usia kepala

rumah tangga dan pendidikan kepala rumah tangga.

b. Kemampuan membaca dan menulis, tingkat pendidikan

c. Sumber penghasilan utama

d. Tempat tinggal (perumahan) yang dilihat dari luas lantai, jenis lantai,

jenis atap, jenis dinding, jenis penerangan, sumber air, jenis jamban,

status pemilikan rumah tinggal (Sub Direktorat Analisis Statistik: 2008).

Kemiskinan tidak hanya dilihat dari satu sisi saja, tetapi terdapat

beberapa aspek yang disebut kelompok atau keluarga miskin, yaitu:

1. Hidup dibawah garis kemiskinan dimana tidak memiliki faktor produksi

sendiri sehingga tidak memiliki kemampuan untuk mempertahankan

(45)

2. Tidak memiliki peluang untuk memperoleh asset produksi dengan

kekuatan sendiri dimana hanya cukup untuk konsumsi

3. Tingkat pendidikan yang rendah, keluarga miskin rata-rata memiliki

tingkat sosial ekonomi rendah yang memiliki jumlah anak lebih besar

4. Setengah menganggur dimana untuk terjun ke sektor formal agak tertutup

rapat karena rendahnya pendidikan dan keterampilan rendah, akibatnya

mereka masuk ke sektor-sektor informal atau tidak bekerja sama sekali

(Siagian, 2012: 21-23).

b. Faktor Sosial

Ketidakharmonisan hubungan antar anggota keluarga dan pengaruh

pergaulan dengan teman merupakan faktor yang menyebabkan anak menjadi

pekerja anak. Bagi anak, bekerja bukan sekedar kegiatan mencari nafkah

untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, tetapi juga sebagai palampiasan atas

ketidakharmonisan hubungan diantara anggota keluarga. Selain itu

pekerjaan dan teman-teman di tempat bekerja merupakan tempat yang dapat

dijadikan tempat bergantung bagi anak.

c. Faktor Budaya

Adanya pandangan dari sebagian masyarakat yang lebih menghargai

anak yang bekerja merupakan bentuk pengabdian kepada orang tua.

Sebagian besar orang tua beranggapan bahwa memberi pekerjaan kepada

anak merupakan upaya proses belajar menghargai kerja dan tanggung

jawab. Selain dapat melatih dan memperkenalkan anak kepada kerja,

(46)

d. Faktor Pendidikan

Berawal dari pendidikan orangtua yang rendah, adanya keterbatasan

ekonomi dan tradisi maka banyak orangtua mengambil jalan pintas agar

anaknya berhenti sekolah dan lebih baik bekerja dengan alasan :

1) Wanita tidak perlu sekolah tinggi-tinggi

2) Biaya pendidikan mahal

3) Sekolah tinggi akhirnya jadi pengangguran

Tingkat pendidikan yang rendah dan ketidakberdayaan ekonomi,

orang tua cenderung berpikiran sempit terhadap masa depan anaknya

sehingga tidak memperhitungkan manfaat sekolah yang lebih tinggi dapat

meningkatkan kesejahteraan anak dimasa datang. Situasi tersebut yang

mendorong anak untuk bekerja.

e. Faktor ketersediaan lapangan pekerjaan

Tersedianya sumber lokal yang dapat menjadi lahan pekerjaan bagi

anak, pola rekruttmen yang mudah dan anak merupakan tenaga kerja yang

murah dan mudah diatur, kurangnya pengetahuan masyarakat terutama

orang tua tentang hak-hak anak serta masih diskriminatifnya cara pandang masyarakat Indonesia atas “keberadaan” seorang anak

(http://analisis-situasi-pekerja-anak.or.id).

Faktor-faktor yang menjadi penyebab anak-anak bekerja dapat ditinjau

dari dua sisi, yaitu penawaran (supply) dan permintaan (demand). Sisi penawaran ditunjukkan untuk melihat faktor-faktor yang melatarbelakangi masyarakat yang

(47)

menunjukkan faktor-faktor yang mendukung pengusaha memutuskan untuk

menggunakan pekerja anak sebagai faktor produksi (Nachrowi, 2004: 100).

Dari sisi penawaran, menurut berbagai penelitian yang dilakukan di dalam

maupun luar negeri, kemiskinan merupakan faktor utama yang membuat

anak-anak masuk ke pasar tenaga kerja. ILO dan UNICEF (1994) menyebutkan bahwa

kemiskinan merupakan akar permasalahan terdalam dan faktor utama anak-anak

terjun ke dunia kerja. Bencana alam, buta huruf, ketidakberdayaan, kurangnya

pilihan untuk bertahan hidup, serta kemiskinan orangtua yang membuat semakin

buruknya keadaan yang dihadapi oleh keluarga sehingga mereka merasa terpaksa

meletakkan anaknya ke dunia kerja.

Fenomena pekerja anak di Indonesia merupakan masalah serius karena

mengancam kualitas kehidupan anak, hak-hak mereka dan masa depan mereka

sekaligus masa depan bangsa. Oleh karena itulah pekerja anak merupakan salah

satu kategori anak-anak yang perlu mendapat perlindungan khusus. Konvensi ILO

Nomor 138 (disahkan Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2000) mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja menyatakan

bahwa usia minimum bagi anak untuk diperbolehkan bekerja adalah 15 tahun jika

pekerjaan itu tidak mengganggu kesehatan, keselamatan, pendidikan, dan

pertumbuhannya. Sementara usia minimum untuk diperbolehkan bekerja atau

melakukan pekerjaan yang berbahaya tidak boleh kurang dari 18 tahun. Namun

ternyata masih banyak anak berusia kurang dari 15 tahun yang harus bekerja di

(48)

2.2.3 Teori Pengerahan Tenaga Kerja

Di Sektor Produksi (menghasilkan suatu barang), rumah tangga pedesaan di

Indonesia menerapkan pola nafkah ganda (pengerahan tenaga kerja) yang

merupakan sebuah strategi survival (strategi bertahan hidup) dimana keseluruan

anggota rumah tangga terlibat untuk mencari nafkah dari berbagai sumber baik

dalam kegiatan usaha sendiri ataupun buruh. Bagi rumah tangga miskin pola

nafkah ganda merupakan sebuh strategi untuk bertahan hidup dimana

pemanfaatan alokasi tenaga kerja rumah tangga baik pria, wanita, dewasa maupun

anak-anak yang bekerja di sektor-sektor produksi atau non produksi (Ihromi,

1999: 242).

2.2.4 Bentuk-Bentuk Pekerjaan Untuk Anak

Bentuk-bentuk pekerjaan untuk anak menurut ILO (International Labour Organization) Nomor 138 adalah

a. Bentuk-bentuk pekerjaan yang diperbolehkan untuk anak

Pada prinsipnya anak tidak boleh bekerja, dikecualikan untuk kondisi

dan kepentingan tertentu anak diperbolehkan bekerja, sebagaimana diatur

dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Bentuk pekerjaan tersebut antara lain:

1. Pekerjaan Ringan

Anak yang berusia 13 sampai dengan 15 tahun diperbolehkan

melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan

dan kesehatan fisik, mental dan sosial. Pengusaha yang mempekerjakan

(49)

a. Ijin tertulis dari orang tua atau wali

b. Perjanjian kerja antara Pengusaha dan Orang tua atau Wali

c. Waktu kerja maksimal 3 jam

d. Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu sekolah

e. Perlindungan K3 (Kesehatan dan keselamatan kerja)

f. Adanya hubungan kerja yang jelas

g. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku

2. Pekerjaan dalam rangka bagian kurikulum pendidikan atau pelatihan

Anak dapat melakukan pekerjaan yang merupakan bagian dari

kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang

berwenang dengan ketentuan:

a. Usia paling sedikit 14 tahun.

b. Harus memenuhi syarat :

1) Diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan

serta mendapat bimbingan dan pengawasan dalam melaksanakn

pekerjaan

2) Diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja

3. Pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minat.

Untuk mengembangkan bakat dan minat anak dengan baik, anak

perlu diberikan kesempatan untuk menyalurkan bakat dan minatnya.

Untuk menghindarkan terjadinya eksploitasi terhadap anak, pemerintah

telah mengesahkan kebijakan berupa Kepmenakertrans Nomor Kep.

115/Men/VII/2004 tentang Perlindungan bagi anak yang melakukan

(50)

Dalam Kepmenakertrans tersebut dijelaskan bahwa pekerjaan

untuk mengembangkan bakat dan minat, harus memenuhi kriteria:

a. Pekerjaan tersebut bisa dikerjakan anak sejak usia dini

b. Pekerjaan tersebut diminati anak

c. Pekerjaan tersebut berdasarkan kemampuan anak

d. Pekerjaan tersebut menambahkan kreativitas dan sesuai dengan dunia

anak

Dalam mempekerjakan anak untuk mengembangkan bakat dan minat

yang berumurkurang dari 15 tahun, Pengusaha wajib memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

1. Membuat perjanjian kerja secara tertulis dengan orang tua / wali yang

mewakili anak dan memuat kondisi dan syarat kerja sesuai dengan

ketentuan yang berlaku

2. Mempekerjakan diluar waktu sekolah

3. Memenuhi ketentuan waktu kerja paling lama 3 ( tiga ) jam sehari dan 12

(dua belas) jam seminggu.

4. Melibatkan orang tua atau wali di lokasi tempat kerja untuk melakukan

pengawasan langsung.

5. Menyediakan tempat dan lingkungan kerja yang bebas dari peredaran dan

penggunaan narkotika, perjudian, minuman keras, prostitusi dan hal-hal

sejenis yang memberikan pengaruh buruk terhadap perkembangan fisik,

mental dan sosial anak.

b. Bentuk-Bentuk Pekerjaan Yang Dilarang Untuk Anak

Gambar

Tabel 4.1
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) karakteristik pekerja anak di lihat dari segi biologis, sosial, dan ekonomi di Desa Perbarakan dan (2) faktor- faktor

Faktor sosial budaya yang mempengaruhi rendahnya prestasi siswa etnik batak toba desa Serdang di SMA Negeri 1 Batang Kuis yaitu disebabkan oleh keadaan ekonomi atau

1. Kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhan – kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial.. Institusi, bidang kegaiatan yang melibatkan lembaga

Anak-anak yang bekerja mencari nafkah mempunyai kaitan erat dengan kaitan sosial ekonomi keluarga atau masyarakat, pada umumnya Negara berkembang seperti Indonesia

kasus demikian anak akan ikut bekerja untuk menunjang ekonomi keluarga,. bahkan ada fenomena dimana anak melakukan suatu pekerjaan

bangsa, negara, dan dunia. Definisi sosial pada dasarnya bisa diartikan sebagai kemasyarakatan. Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan yang menghadirkan orang lain dalam.

Pekerja Anak di Indonesia Kondisi, Determinan dan Eksploitasi (Kajian Kuantitatif), Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

Berapa kira-kira pendapatan yang anda peroleh sebagai pekerja batu bata?. Apa alasan utama anda melakukan