• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Munculnya Pekerja Anak di Dusun Amal Bakti Desa Pasar V Kebun Kelapa Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Munculnya Pekerja Anak di Dusun Amal Bakti Desa Pasar V Kebun Kelapa Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Negara berkembang seperti Indonesia secara berkelanjutan melakukan pembangunan baik fisik maupun mental untuk mencapai tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Agar tujuan negara dapat terlaksana dibutuhkan sumber daya manusia yang mampu melaksanakannya dengan baik sehingga perlu dipersiapkan sejak dini. Upaya peningkatan dan pengembangan kualitas generasi bangsa tidak dapat dilepaskan dari upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan anak pada khususnya, yang diwarnai dengan upaya pendalaman dibidang pendidikan, kesehatan, dan intelektual.

(2)

Selama periode September 2012-Maret 2013, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,18 juta orang (dari 10,51 juta orang pada September 2012 menjadi 10,33 juta orang pada Maret 2013), sementara di daerah perdesaan berkurang 0,35 juta orang (dari 18,09 juta orang pada September 2012 menjadi 17,74 juta orang pada Maret 2013) (http://www.bps.go.id).

Kemiskinan yang terjadi mengakibatkan tidak mampu terpenuhinya kebutuhan dasar keluarga, sehingga seluruh anggota keluarga mau tidak mau harus mengais rezeki untuk memenuhi kebutuhan tersebut tidak terkecuali anak-anak. Orang tua sangat membutuhkan tenaga anak-anaknya untuk membantu meningkatkan pendapatan rumah tangga. Asra (dalam Usman & Nachrowi, 2004: 101) mengemukakaan bahwa 35 persen orang tua akan mengalami penurunan pendapatan rumah tangganya jika anak mereka berhenti bekerja. Imawan (dalam Usman & Nachrowi, 2004: 101) menemukan bahwa 23,5 persen pendapatan anak-anak yang bekerja diberikan untuk orang tuanya. Hal ini disebabkan anak-anak-anak-anak membutuhkan pekerjaan justru karena keluarga ekonomi yang miskin. Hal tersebut menjadi cikal bakal dari permasalahan anak yang terjadi di Indonesia seperti anak jalanan, anak terlantar, anak terjerat dengan masalah hukum dan buruh anak atau pekerja anak.

(3)

luas terjadi (http://analisis-kontribusi-anak-bekerja-terhadap-pendapatan-keluarga-untuk-memperoleh-pendidikan-yang-layak-pdf.html).

Sumbangan pekerja anak untuk ekonomi keluarga memang tidak kecil. Diperkirakan pekerja anak rata-rata memberi sumbangan 20% bagi ekonomi keluarga. Angka ini muncul dalam sebuah laporan yang diungkap dalam Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai masalah pemukiman (Habitat II) di Turki tahun 1996, dengan jumlah sebesar itu wajar jika orang tua dengan ekonomi pas-pasan merelakan anaknya mencari tambahan penghasilan (www.Fokus No. 70 Volume. 02 Januari 2013).

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat, dari 6,5 juta pekerja anak berusia 6-18 tahun, sebanyak 26 persen di antaranya bekerja di lingkungan yang berbahaya bagi anak. Karena itu, 1,7 juta anak tersebut harus diprioritaskan untuk ditarik dari tempat mereka bekerja, lalu disekolahkan kembali. Mereka bekerja di jalanan, di pabrik yang berurusan dengan bahan kimia, prostitusi, bahkan bekerja di sektor domestik sebagai pembantu rumah

tangga yaitu sebanyak 60 persen

(http://www.tempo.co/read/news/2012/06/04/173408068/17-Juta-Anak-Bekerja-di-Lingkungan-Berbahaya).

(4)

(Deli Serdang), Bukit Maraja (Simalungun), dan Warung Bebek (Serdang Bedagai). Jumlah ini belum termasuk yang dijumpai di diskotik, dan pub yang mencapai 500 orang, dan masih banyak anak-anak yang dilacurkan yang belum terdata (http://news.detik.com/read/2010/06/12/112038/1376912/10/ratusan-anak-berpawai-tolak-pekerja-anak?browse=frommobile).

Keseluruhan anak berusia 5-17, sekitar 58,8 juta, 4,05 juta atau 6,9 persen di antaranya termasuk dalam kategori anak yang bekerja. Dari jumlah keseluruhan anak yang bekerja, 1,76 juta atau 43,3 persen merupakan pekerja anak. Dari jumlah keseluruhan pekerja anak berusia 5-17, 48,1 juta atau 81,8 persen bersekolah, 24,3 juta atau 41,2 persen terlibat dalam pekerjaan rumah, dan 6,7 juta atau 11,4 persen tergolong sebagai „idle‟, yaitu tidak bersekolah, tidak membantu

di rumah dan tidak bekerja

(5)

faktual masyarakat, potensi yang dimiliki dan tingkat kemajuan masyarakat

(http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_120565.pdf).

Pekerja Anak memiliki sifat dan kebutuhan yang spesifik, maka mereka memerlukan perlindungan khusus pula agar tetap eksis berpartisipasi dalam pembangunan. Perlindungan khusus yang diberikan kepada pekerja anak diarahkan untuk mengurangi dan atau menghilangkan pengaruh buruk dari pekerjaan yang dilakukan anak, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, sosial dan intelektualnya.

Anak-anak yang masuk ke pasar kerja menjadi pekerja anak merupakan rasionalisasi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang dilanda kemiskinan. Hal ini menjadi legitimasi mempekerjakan anak-anak, bahkan dengan pekerjaan yang eksploitatif, upah murah dan pekerjaan yang berbahaya. Keberadaan pekerja anak ini dilematis. Disatu sisi anak-anak bekerja untuk memberikan kontribusi pendapatan keluarga, namun mereka rentan dengan eksploitasi dan perlakuan salah. Pada kenyataannya, sulit untuk memisahkan antara partisipasi anak dan eksploitasi anak.

(6)

keluarganya. Dengan kata lain, tidak ada mobilitas vertical sang anak dalam perjalanan hidupnya (http://pekerja-anak-bermasalah-sejak-definisi.html).

Berbagai pekerjaan digeluti oleh anak yang bersekolah, putus sekolah, bahkan ada yang tidak sempat bersekolah. Kebutuhan anak yang seharusnya dipenuhi oleh orang tua adalah mendapatkan pendidikan dan juga mempunyai waktu yang cukup untuk bermain dalam masa perkembangan fisik dan mentalnya serta mendapatkan kasih sayang dari orangtua. Kemampuan fisik anak masih terbatas sesuai dengan pertumbuhannya. Pada prinsipnya anak tidak boleh bekerja, namun dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan anak boleh bekerja demi kepentingan dan kondisi tertentu seperti pekerjaan ringan, pekerjaan dalam rangka bagian kurikulum dan pendidikan dan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minat anak.

Ironinya saat ini banyak anak yang bekerja bukan dalam konteks pembelajaran sebagaimana undang-undang Nomor 13 tahun 2003, namun mereka melakukan pekerjaan berat dan mengancam kehidupan dalam segala aspek. Anak yang bekerja tidak mendapatkan kesempatan untuk memperoleh hak-hak sebagaimana mestinya, seperti mendapatkan kasih sayang, pendidikan, dan bermain.

(7)

180 derajat baik dari segi kasih sayang, pengawasan, jam bermain serta pola pikir anak.

Data Sakernas tahun 2009 menunjukkan bahwa rata-rata jam kerja bagi pekerja anak adalah 27 jam. Ini berarti bahwa separuh dari mereka bekerja sedikitnya 27 jam dalam seminggu.Terlihat terlalu tinggi untuk jenis pekerjaan yang „aman/safe' bagi anak-anak. Pekerja anak yang memiliki jam kerja relatif rendah, 1-20 jam, adalah sekitar 36 persen. Sebaliknya, mereka yang memiliki jam kerja lebih dari 45 yang cukup tinggi, hampir 22 persen untuk laki-laki dan 29 persen untuk perempuan (Sukroni, 2009: 32)

Di daerah perkotaan anak-anak yang bekerja dalam jangka waktu 20 jam per minggu kurang dari 50%, sedangkan di daerah pedesaan lebih dari 50%. Sebagian besar pekerja anak di perkotaan bekerja selama 21-35 jam per minggu. Satu hal yang kiranya perlu menjadi perhatian bahwa 29% pekerja anak di perkotaan ternyata mempunya jam kerja yang sangat panjang, yaitu lebih dari 40 jam per minggu (Nachrowi, 2004: 34)

(8)

Faktor-faktor yang mempengaruhi adanya pekerja anak dapat dilihat dalam perspektif yang lengkap, yaitu dengan melihat dua sisi yang berbeda seperti sisi penawaran dan sisi permintaan. Meskipun, masyarakat menyediakan tenaga kerja anak, tetapi jka tidak ada perusahaan yang mempekerjakannya, sudah pasti pekerja anak tidak muncul. Demikian pula sebaliknya, bila permintaan terhadap pekerja anak tinggi, tetapi masyrakat tidak menyediakan maka pekerja anak juga tidak muncul (Nachrowi, 2004: 4).

Dusun Amal Bakti merupakan salah satu dusun di kabupaten Deli Serdang, dimana banyak pekerja anak yang bekerja sebagai pembuat batu bata. Pekerja anak tersebut bekerja membuat batu bata dimulai ketika mereka pulang sekolah sekitar jam 1 hingga jam 5 sore atau setengah hari. Pekerja anak tergantung pada faktor cuaca, mereka hanya dapat bekerja pada saat cuaca panas, sebaliknya pada saat hujan mereka tidak dapat bekerja karena tanah yang menjadi bahan baku pembuatan batu bata menjadi terlalu lunak. Mereka dapat menghasilkan lebih banyak batu bata ketika tanah yang digunakan untuk membuat batu bata tersebut lembut, yaitu tidak terlalu lunak dan tidak juga keras.

(9)

Sistem kerja yang digunakan pekerja anak di kilang batu bata yaitu sistem harian dan borongan. Sistem harian artinya anak-anak bekerja dan digaji sesuai dengan banyak batu bata yang dihasilkan, sedangkan borongan artinya anak-anak bekerja secara berkelompok yang terdiri dari 6-9 orang untuk menghasilkan batu bata sebanyak 15.000-25.000 buah.

Pendapatan rata-rata pekerja anak di kilang batu bata dengan sistem harian sekitar Rp.60.000-Rp.70.000 jika full day dan Rp.30.000 jika bekerja setengah hari, sedangkan upah untuk anak-anak yang memilih sistem borongan sekitar Rp.70.000-Rp.90.000. Penghasilan dengan sistem borongan memang lebih besar, namun tanggung jawab mereka lebih besar pula, mereka harus menyelesaikan belasan ribu bahkan puluhan ribu batu bata dalam sehari sehingga mereka harus bekerja dengan cepat. Berbeda dengan sistem harian, dengan sistem ini anak-anak tidak terbebani dengan hasil minimal batu bata dalam sehari sehingga mereka bisa bekerja lebih santai. Adapun penghasilan yang diperoleh dari membuat batu sebagian diberikan kepada orang tua dan sebagian lagi dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan si anak tersebut.

(10)

Permasalahan yang dilihat peneliti adalah apa yang menjadi faktor munculnya pekerja anak pembuat batu bata yaitu anak-anak yang bekerja selepas pulang sekolah. Beberapa teori menjelaskan bahwa faktor utama munculnya pekerja anak adalah faktor ekonomi keluarga yang rendah, namun hasil pra observasi peneliti melihat rumah keluarga anak-anak yang bekerja tergolong permanen yaitu dengan konstruksi pondasi, dinding batu bata, atap genteng, dan lantai keramik. Sekilas dapat disimpulkan dengan keadaan rumah tersebut tidak tergolong miskin. Berkaca dari hal tersebut peneliti ingin menggambarkan lebih detail faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya pekerja anak. Sehubungan dengan hal tersebut maka untuk dapat mengetahui apa yang menyebabkan munculnya pekerja anak perlu dilakukan kajian lebih lanjut. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang masalah, maka peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor penyebab munculnya pekerja anak yang hasilnya akan dituangkan dalam penelitian berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Munculnya Pekerja Anak Di Dusun Amal Bakti Desa Pasar V Kebun Kelapa Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut “apa faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya

(11)

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya pekerja anak di Dusun Amal Bakti Desa Pasar V Kebun Kelapa Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.

1.3.2 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam rangka:

a. Memperkaya wawasan serta pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya pekerja anak.

b. Mengembangkan kemampuan berfikir penulis melalui karya ilmiah dan penelitian ini.

c. Menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam menanggulangi masalah pekerja anak.

1.4Sistematika Penelitian

Sitematika penulisan secara garis besarnya dikelompokkan dalam enam bab, dengan urutan sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

(12)

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang teori teori yang mendukung dalam penelitian, kerangka pemikiran dan definisi konsep.

BAB III: METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, unit analisis dan informan, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN\

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.

BAB V: ANALISIS DATA

Bab ini berisikaan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian serta analisis pembahasannya.

BAB VI: PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Keunt ungan (kerugian) dari perubahan nilai aset keuangan dalam kelompok t ersedia unt ukc.

Application of insecticides in general significantly increased the population of bacteria, actinomycetes and fungi in soil (Table 2) with HCH having the most pronounced effect

[r]

(1991) have shown that patterns of litter decay and enzyme activities are highly correlated, so the activity levels of enzymes responsible for the degradation of par- ticular

The focus of this study was to assess the utility of high spatial resolution WV-2 imagery for identifying and mapping urban tree species in this area, with particular attention to

ISPRS Annals of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume II-2/W2, 2015 Joint International Geoinformation Conference 2015, 28–30 October 2015,

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Daftar Pendek ( Short List ) Nomor : 05/PBJ-Kons/KS-4/08/2012 tanggal 11 Mei 2012 dengan ini diumumkan Hasil Evaluasi Seleksi Sederhana Penyedia

Bagi peserta yang berkeberatan atas penetapan pemenang pelelangan tersebut di atas diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan kepada Panitia