• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRESTASI SISWA ETNIS BATAK TOBA DESA SERDANG KECAMATAN BERINGIN DI SMA NEGERI 1 BATANGKUIS KABUPATEN DELI SERDANG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PRESTASI SISWA ETNIS BATAK TOBA DESA SERDANG KECAMATAN BERINGIN DI SMA NEGERI 1 BATANGKUIS KABUPATEN DELI SERDANG."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

PRESTASI SISWA ETNIS BATAK TOBA DESA SERDANG KECAMATAN BERINGIN DI SMA NEGERI 1 BATANG KUIS

KABUPATEN DELI SERDANG

Disusun Oleh :

IRWANSYAH NUR

NIM : 809525009

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Sains

Program Studi Antropologi Sosial

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

Irwansyah Nur,809525009: Prestasi Siswa Etnis Batak Toba desa Serdang Kecamatan Beringin Di SMA Negeri 1 Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang Penelitian ini mendeskripsikan apa saja faktor sosial budaya yang mempengaruhi Prestasi Siswa Etnis Batak Toba desa Serdang Kecamatan Beringin Di SMA Negeri 1 Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang. Bagaimana prestasi siswa etnis Batak Toba serta bagaimana peran orang tua atau keluarga dalam mendukung pendidikan anak-anaknya agar berprestasi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dari etnis Batak Toba Desa Serdang, Kecamatan Beringin tidak satupun yang berprestasi antara rangking 1-10 di setiap tingkatan kelas.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengembangannya metode deskriptif. Data-data dihimpun dari dokumen pihak sekolah SMA Negeri 1 Batang Kuis, melakukan observasi atau pengamatan terhadap prilaku siswa etnis Batak Toba di sekolah maupun di lingkungan pergaulan di luar sekolah serta dengan memanfaatkan literatur untuk menambah pengetahuan.

Anak-anak etnis Batak Toba yang ada di SMA Negeri 1 Batang Kuis yang berasal dari desa Serdang tidak menunjukkan adanya prestasi yang memuaskan. Faktor sosial budaya yang mempengaruhi rendahnya prestasi siswa etnik batak toba desa Serdang di SMA Negeri 1 Batang Kuis yaitu disebabkan oleh keadaan ekonomi atau kemiskinan, pola asuh orang tua yang kurang baik dalam mendidik dan mengawasi anak-anak, serta pendidikan orang tua yang rendah mengakibatkan ketidaktahuan orang tua tentang pendidikan anak-anaknya. Kemiskinan yang dihadapi keluarga etnis Batak Toba di desa Serdang tentu mempengaruhi prestasi belajar terutama dalam penyediaan fasilitas belajar seperti buku, alat tulis dan pemilihan sekolah serta kadang kala siswa kurang percaya diri akibat keadaan ekonomi keluarga. Pola asuh yang cenderung pembiaran anak sepulang dari sekolah dan tidak memperhatikan anak maka anak-anak akan cenderung menyimpang, dan lingkungan pergaulan yang cenderung tidak mencerminkan lingkungan berpendidikan. Lingkungan siswa yng kumuh, banyak pengangguran, dan anak terlantar sehingga siswa sulit mendapatkan teman belajar, diskusi, dan meminjam alat-alat belajar yang tidak dimilikinya.Tingkat prestasi siswa rendah dan bahkan tidak satupun dari keseluruhan siswa SMA Negeri 1 Batang kuis yang memiliki prestasi 1 sampai 10. Pola perilaku tidak begitu antusias dengan prestasi dan sekolah dan berpendapat bahwa tidak begitu penting prestasi yang penting dapat sekolah dan memiliki ijazah.

(5)

ABSTRACT

Irwansyah Nur, 809525009. Students performance of Batak Toba ethnic, Serdang village, Beringin district, at SMA Negeri 1 Batang Kuis, Deli Serdang regency. This research describe what are the socio-cultural factors that affecting the student performance of Batak Toba ethnic Serdang village, Beringin district, at SMA Negeri 1 Batang Kuis, Deli Serdang regency. How is the Batak Toba ethnic student performance, and how is their parents and family role to support the children’s education to be succeed. From the research result showed the student form Batak Toba ethnic at Serdang village Beringin district, no one achieve the 1-10 ranks in the every level.

This research used qualitative method with the development to the descriptive method. Datas collected from SMAN 1 Batangkuis, or observation to the student behavior of Batak Toba ethnic in the school and in the society neighborhood outside the school, also with using literature to increasing knowledge.

(6)

to have a good performance but the most important is could go to school and get the graduation certificate.

(7)

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

segala rahmat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

tesis yang berjudul : Prestasi Siswa Etnis Batak Toba Desa Serdang Kecamatan

Beringin Di SMA Negeri 1 Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang

Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk

memproleh gelar Magister Sains pada program studi Antropologi Pascasarjana

Universitas Negeri Medan. Penulis mengambil judul tersebut karena berdasarkan

pengalaman pribadi saat pernah mengajar di SMA Negeri 1 tersebut.

Penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai

pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itulah penulis

mengucapkan terima kasih kepada ibunda, istri tercinta Ririn Deswita serta anak –

anak tersayang Sabrina Nadhira dan M. Riwanda Firdaus Zain yang selalu berdoa

dalam tiap ibadah mereka serta memberikan dorongan dan motivasi agar selalu

semangat dalam menyelesaikan studi penulis. Juga terima kasih saya ucapkan

kepada :

1. Dr.phil. Ichwan Azhari, MS selaku pembimbing I dan juga sebagai

ketua Program Studi Antropologi Sosial dan Prof. Dr. Robert Sibarani,

M.Si selaku pembimbing tesis II serta Bapak Dr.Hidayat, M.Si selaku

sekretaris Program Studi Antropologi yang telah banyak memberikan

motivasi dan pemikiran-pemikiran yang berkualitas sejak awal

(8)

2. Dr.Deni Setiawan,M.Si, Dr.Hidayat,M.Si, dan Dr.Pujiati,M.Soc selaku

tim penguji yang memberikan arahan disaat seminar proposal tesis

sampai dengan sidang mempertahankan tesis demi kesempurnaan tesis

ini.

3. Drs. Darwin,MM yang telah banyak membantu dalam hal

dokumen-dokumen sekolah selaku kepala sekolah SMA Negeri 1 Batang Kuis,

serta rekan-rekan guru, staf administrasi serta siswa di SMA Negeri 1

Batang kuis.

4. Bapak Batara Harahap, sebagai Camat di Kecamatan Beringin yang

telah memberikan motivasi serta informasi data untuk kebutuan

penulis.

5. Bapak H. Habeahan, sebagai Kepala Desa Serdang, M. Yusuf Sitorus

selaku Kaur Umum desa Serdang serta para orang tua siswa dari desa

Serdang atas informasi dan data yang diberikan untuk keperluan

penulis.

6. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada seluruh

Bapak/Ibu Dosen di PPS Unimed, khususnya di Program Studi

Antropologi yang telah memberikan pengetahuan yang banyak selama

mengikuti perkuliahan. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada Bapak Tumpal Simarmata selaku ketua kelas, serta rekan-rekan

mahasiswa angkatan 2009 yang memberikan motivasi agar tesis ini

(9)

Medan, Maret 2014

(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI vii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1.Latar Belakang Masalah 1

1.2.Identifikasi Masalah 8

1.3.Perumusan Masalah 9

1.4.Tujuan Penelitian 9

1.5.Manfaat Penelitian 10

BAB II KAJIAN TEORI 12

2.1. Pengertian Kebudayaan 12

2.2. Pengertian Pendidikan 13

2.3.Pandangan Terhadap Pendidikan yang Multikultural 17

2.4.Konsep Kemiskinan 24

a. Defenisi Kemiskinan 24

b. Kebudayaan Kemiskinan 26

(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 34

3.1. Lokasi dan Jenis Penelitian 34

3.2. Objek Penelitian 35

3.3. Teknik Pengumpulan Data 35

3.4. Teknik Analisis Data 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….37

4.1.Letak Geografis……….37

4.2.Identitas dan Nilai Budaya Etnik Batak Toba………..40

4.3.Sejarah SMA N 1 Batang Kuis……….54

4.4.Faktor Sosial Budaya yang Mempengaruhi Prestasi……….59

4.5.Prestasi Belajar Siswa Etnis Batak Toba di Serdang………....76

4.6.Peran orang tua dalam mendukung anak………..89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 104

5.2. Saran 108

DAFTAR PUSTAKA

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah merupakan salah satu negara multikultural terbesar di

dunia, kebenaran dari pernyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio kultural

maupun geografis yang begitu beragam dan luas, selain itu, Indonesia termasuk

salah satu dari sekian puluh negara berkembang. Sebagai negara berkembang,

menjadikan pendidikan sebagai salah satu sarana strategis dalam upaya

membangun jati diri bangsa adalah sebuah langkah yang bagus, relatif tepat, dan

menjanjikan pendidikan yang layak dan kelihatannya tepat dan kompatibel untuk

membangun bangsa kita adalah dengan model pendidikan multikultural. Berkaitan

dengan hal ini, maka pendidikan multikultural menawarkan satu alternatif melalui

penerapan strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan

keragaman yang ada di masyarakat, khususnya yang ada pada siswa seperti

keragaman etnis,budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan, umur

dan ras.

Pendidikan multikultural sudah ada sejak bangsa Indonesia ini ada.

Falsafah bangsa Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika, suka gotong royong,

membantu, dan menghargai antar satu dengan yang lainnya. Dapat dilihat dalam

bangsa ini yang sarat dengan masuknya berbagai suku bangsa asing dan terus

berakulturasi dengan masyarakat pribumi. Misalnya etnis Cina, etnis Arab, etnis

Arya, etnis Erofa, etnis Afrika dan sebagainya. Semua suku itu ternyata secara

kultural telah mampu beradaptasi dengan suku-suku asli negara Indonesia.

(13)

suku Sunda. Proses adaptasi dan akulturasi yang berlangsung di antara suku-suku

tersebut dengan etnis yang datang kemudian itu, ternyata sebagian besar dilakukan

dengan damai tanpa adanya penindasan yang berlebihan. Proses inilah yang

dikenal dengan pendidikan multikultural. Hanya saja model pendidikan

multikultural ini semakin tereduksi dengan adanya kolonialisasi di bidang politik,

ekonomi, dan mulai merambah ke bidang budaya dan peradaban bangsa.

Pendidikan multikultural adalah pendidikan yang senantiasa menjunjung

tinggi nilai-nilai, keyakinan, heterogenitas, pluralitas dan keragaman, apapun

aspeknya dalam masyarakat. Dengan demikian, pendidikan multikultural yang

tidak menjadikan semua manusia sebagai manusia yang bermodel sama,

berkepribadian sama, berintelektual sama, atau bahkan berkepercayaan yang sama

pula.

Pendidikan yang sebenarnya bagi bangsa Indonesia bukanlah pendidikan

keterampilan belaka, melainkan pendidikan yang harus mengakomodir semua

jenis kecerdasan yang sering dikenal dengan nama kecerdasan ganda (multiple

intelligence).

Pendidikan multikultural sebagai resistensi fanatisme yang mengarah pada

berbagai jenis kekerasan. Kekerasan muncul ketika saluran kedamaian sudah tidak

ada lagi. Kekerasan tersebut sebagai akibat dari akumulasinya berbagai persoalan

masyarakat yang tidak diselesaikan secara tuntas dan saling menerima.

Ketuntasan penyelesaian berbagai masalah masyarakat adalah prasyarat bagi

munculnya kedamaian. Fanatisme yang sempit juga bisa meyebabkan munculnya

(14)

sistem pemikiran baik di bidang pendidikan, politik, hukum, ekonomi, sosial,

budaya, dan aspek kehidupan lainnya.

Pertimbangan-pertimbangan itulah yang barang kali perlu dikaji dan

direnungkan ulang bagi subjek pendidikan di Indonesia. Inilah yang diharapkan

menjadi salah satu pilar kedamaian, kesejahteraan, kebahagian, dan keharmonisan

kehidupan masyarakat Indonesia.

Sudah sejak lama beberapa hasil studi menunjukkan bahwa budaya

organisasi sekolah yang sehat dan kuat berkorelasi sangat kuat dengan

peningkatan prestasi dan motivasi murid, produktivitas dan kepuasan kerja guru.

Begitu juga studi yang dilakukan Fyans, Jr. dan Maehr tentang pengaruh dari lima

dimensi budaya organisasi di sekolah yaitu : tantangan akademik, prestasi

komparatif, penghargaan terhadap prestasi, komunitas sekolah, dan persepsi

tentang tujuan sekolah menunjukkan survey terhadap 16310 siswa tingkat empat,

enam, delapan dan sepuluh dari 820 sekolah umum di Illionis, melalui budaya

organisasi sekolah yang kuat, mereka lebih termotivasi dalam belajarnya. Peterson

& Deal (1998) mengatakan pula pola budaya sejak lama memiliki dampak yang

kuat terhadap kinerja dan membentuk cara orang untuk berfikir, bertindak dan

merasakan.

Dengan demikian Pendidikan multikultural merupakan respon terhadap

perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak

bagi setiap kelompok. Dalam dimensi lain pendidikan multikultural merupakan

pengembangan kurikulum dan aktifitas pendidikan untuk memasuki berbagai

(15)

Pada konteks Indonesia, perbincangan tentang konsep pendidikan

multikultural semakin memperoleh momentum pasca runtuhnya rezim otoriter

militeristik orde baru karena hempasan badai reformasi. Era reformasi ternyata

tidak hanya membawa berkah bagi bangsa kita namun juga memberi peluang

meningkatnya kecenderungan primordialisme. Untuk itu, dirasakan kita perlu

menerapkan paradigma pendidikan multikultural untuk menangkal semangat

primordialisme. Paradigma pendidikan multikultural dalam konteks ini memberi

pelajaran kepada kita untuk memiliki apresiasi respek terhadap budaya dan

agama-agama orang lain. Atas dasar ini maka penerapan multikulturalisme

menuntut kesadaran dari masing-masing budaya lokal untuk saling mengakui dan

menghormati keanekaragaman budaya yang dibalut semangat kerukunan dan

perdamain. Paradigma multikultural secara implisit juga menjadi salah satu

concern dari pasal 4 UU No.20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Dalam

pasal itu dijelaskan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak

diskriminatif, dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural,

dan kemajemukan bangsa.

Penulis yang pernah menjadi guru di Kabupaten Deli Serdang, sebagai

seorang guru penulis merasakan adanya perbedaan prestasi belajar dan karakter

dari siswa-siswi yang terdiri dari beberapa suku. Dan hal ini menjadi

perbincangan oleh para guru di sekolah tempat penulis mengajar. Siswa-siswi

yang dari suku Batak Toba selalu menjadi permasalahan dengan kenakalannya

maupun kurang mampu dalam mengikuti mata pelajaran yang diajarkan. Dan

banyak diantara mereka yang harus tinggal kelas ataupun drop out dari sekolah

(16)

mereka adalah yang berdomisili di Desa Serdang, salah satu desa di Kecamatan

Beringin yang penduduknya dominan dari suku Batak Toba yang mempunyai

latar belakang ekonomi rendah. Mata pencaharian mereka sehari-hari kebanyakan

menjadi petani, apakah mengolah tanah sendiri maupun mengolah tanah orang

lain dengan mengambil upah. Selain itu ada juga yang berternak, berdagang,

menjadi pegawai dan lain-lain. Jika terjadi kenakalan siswa seperti perkelahian,

pencurian, bolos sekolah, melawan guru serta siswa yang prestasi belajarnya

sangat jelek, hampir selalu dilakoni oleh siswa-siswi dari etnis Batak Toba.

Hal ini bertolak belakang dengan yang penulis dapatkan dan dengar dalam

kehidupan sehari-hari tentang orang-orang dari suku Batak Toba yang terkenal

dengan kegigihannya dan berprestasi dalam bidang pendidikan. Seperti pada

sekolah-sekolah lain penulis mendengar bahwa siswa-siswi suku bangsa Batak

Toba jauh lebih menonjol prestasi belajarnya dibandingkan siswa-siswi dari suku

bangsa lainnya. Suku Batak Toba yang terkenal gigih dalam dalam usaha tidak

penulis dapatkan pada peserta didik. Simanjuntak (2009 : 142) dalam bukunya

menuliskan pandangan orang Batak Toba, kebudayaannya memiliki sistem nilai

budaya yang amat penting yang menjadi tujuan dan pandangan hidup mereka

secara turun menurun yakni kekayaan (hamoraon), banyak keturunan (hagabeon)

dan kehormatan (hasangapon). Banyak tokoh-tokoh nasional, pengusaha yang

terkenal, orang-orang yang sukses yang berasal dari etnis Batak Toba.

Kebanyakan dari mereka mempunya latar belakang ekonomi yang sangat susah

dan dengan usaha yang ulet mereka mencapai keberhasilan pada bidangnya

(17)

menelitinya. Sehingga penulis ingin meneliti lebih lanjut terhadap siswa-siswi

etnis Batak Toba tempat penulis mengajar.

Pembelajaran multikultural adalah kebijakan dalam praktik pendidikan

dalam mengakui, menerima dan menegaskan perbedaan dan persamaan manusia

yang dikaitkan dengan gender, ras, kelas, (Sleeter and Grant, 1988). Pendidikan

multikultural adalah suatu sikap dalam memandang keunikan manusia dengan

tanpa membedakan ras, budaya, jenis kelamin, seks, kondisi jasmaniah atau status

ekonomi seseorang (Skeel, 1995). Pendidikan multikultural (multicultural

education) merupakan strategi pendidikan yang memanfaatkan keberagaman latar

belakang kebudayaan dari para peserta didik sebagai salah satu kekuatan untuk

membentuk sikap multikultural. Strategi ini sangat bermanfaat,

sekurang-kurangnya bagi sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat membentuk

pemahaman bersama atas konsep kebudayaan, perbedaan budaya, keseimbangan,

dan demokrasi dalam arti yang luas (Liliweri, 2005). Pendidikan multukultural

didefinisikan sebagai sebuah kebijakan sosial yang didasarkan pada

prinsip-prinsip pemeliharaan budaya dan saling memiliki rasa hormat antara seluruh

kelompok budaya di dalam masyarakat. Pembelajaran multikultural pada dasarnya

merupakan program pendidikan bangsa agar komunitas multikultural dapat

berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang ideal bagi

bangsanya (Banks, 1993).

Dalam konteks yang luas, pendidikan multikultural mencoba membantu

menyatukan bangsa secara demokratis, dengan menekankan pada perspektif

pluralitas masyarakat di berbagai bangsa, etnis, kelompok budaya yang berbeda.

(18)

nilai-nilai demokrasi. Kurikulum menampakkan aneka kelompok budaya yang berbeda

dalam masyarakat, bahasa, dan dialek; dimana para pelajar lebih baik berbicara

tentang rasa hormat di antara mereka dan menunjung tinggi nilai-nilai kerjasama,

dari pada membicarakan persaingan dan prasangka di antara sejumlah pelajar

yang berbeda dalam hal ras, etnis, budaya dan kelompok status sosialnya.

Pembelajaran berbasis multikultural didasarkan pada gagasan filosofis

tentang kebebasan, keadilan, kesederajatan dan perlindungan terhadap hak-hak

manusia. Hakekat pendidikan multikultural mempersiapkan seluruh siswa untuk

bekerja secara aktif menuju kesamaan struktur dalam organisasi dan lembaga

sekolah. Pendidikan multikultural bukanlah kebijakan yang mengarah pada

pelembagaan pendidikan dan pengajaran inklusif dan pengajaran oleh propaganda

pluralisme lewat kurikulum yang berperan bagi kompetisi budaya individual.

Pembelajaran berbasis multikultural berusaha memberdayakan siswa

untuk mengembangkan rasa hormat kepada orang yang berbeda budaya, memberi

kesempatan untuk bekerja bersama dengan orang atau kelompok orang yang

berbeda etnis atau rasnya secara langsung. Pendidikan multikultural juga

membantu siswa untuk mengakui ketepatan dari pandangan-pandangan budaya

yang beragam, membantu siswa dalam mengembangkan kebanggaan terhadap

warisan budaya mereka, menyadarkan siswa bahwa konflik nilai sering menjadi

penyebab konflik antar kelompok masyarakat (Savage & Armstrong, 1996).

Pendidikan multikultural diselenggarakan dalam upaya mengembangkan

kemampuan siswa dalam memandang kehidupan dari berbagai perspektif budaya

yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap positif terhadap

(19)

Tujuan pendidikan dengan berbasis multikultural dapat diidentifikasi: (1)

untuk memfungsikan peranan sekolah dalam memandang keberadaan siswa yang

beraneka ragam; (2) untuk membantu siswa dalam membangun perlakuan yang

positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnis, kelompok keagamaan; (3)

memberikan ketahanan siswa dengan cara mengajar mereka dalam mengambil

keputusan dan keterampilan sosialnya; (4) untuk membantu peserta didik dalam

membangun ketergantungan lintas budaya dan memberi gambaran positif kepada

mereka mengenai perbedaan kelompok (Banks, dalam Skeel, 1995)

Di samping itu, pembelajaran berbasis multikultural dibangun atas dasar

konsep pendidikan untuk kebebasan (Dickerson, 1993; Banks, 1994); yang

bertujuan untuk: (1) membantu siswa atau siswa mengembangkan pengetahuan,

sikap dan keterampilan untuk berpartisipasi di dalam demokrasi dan kebebasan

masyarakat; (2) memajukan kekebasan, kecakapan, keterampilan terhadap lintas

batas-batas etnis dan budaya untuk berpartisipasi dalam beberapa kelompok dan

budaya orang lain.

1.2. Identifikasi masalah.

SMA Negeri 1 Batang Kuis memiliki siswa-siswi yang berasal dari

berbagai etnis atau suku bangsa, namun siswa dari etnis Batak Toba merupakan

dominan lebih sering bermasalah karena kenakalannya dan lebih rendah prestasi

belajarnya. Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, terdapat

juga faktor-faktor sosial budaya yang mempengaruhi suatu etnis untuk berprestasi.

Dari banyaknya masalah yang dihadapi, diperkirakan sebagai faktor penyebab

rendahnya prestasi belajar siswa maka penulis mencoba mengidentifikasikannya

(20)

miskin Etnis Batak Toba di Desa Serdang Kecamatan Beringin Kabupaten

DeliSerdang.

1.3. Rumusan Masalah

Dilandasi dengan hal tersebut, rumusan permasalahan yang ingin diteliti

adalah:

1. Apakah faktor sosial budaya yang mempengaruhi prestasi siswa SMA

Negeri 1 Batang Kuis Pada Komunitas Miskin Etnis Batak Toba di Desa

Serdang Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang?

2. Bagaimana prestasi belajar siswa etnis Batak Toba di SMA Negeri 1

Batang Kuis ?

3. Bagaimana peran orang tua ataupun keluarga dalam mendukung

anak-anaknya untuk lebih giat dan berprestasi dalam belajar ?

1.4.Tujuan Penelitian.

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang

ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui faktor-faktor sosial budaya yang mempengaruhi prestasi

siswa etnis Batak Toba di SMA Negeri 1 Batang Kuis Pada Komunitas

Miskin Etnis Batak Toba di Desa Serdang Kecamatan Beringin

Kabupaten DeliSerdang.

2. Mendiskripsikan tentang prestasi belajar siswa etnis Batak Toba di

SMA Negeri 1 Batang Kuis.

3. Mengetahui bagaimana peranan orang tua ataupun keluarga dalam

mendukung anak-anaknya untuk lebih giat dan berprestasi dalam

(21)

1.5.Manfaat Penelitian:

Adapun yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Kegunaan Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan berguna dan bermanfaat bagi guru-guru

untuk memahami latarbelakang sosial ekonomi dari siswa yang

beragam etnis.

b. Hasil penelitian ini bermanfaat untuk masyarakat maupun lembaga

terkait serta sekolah dalam rangka menangani masalah anak dalam

pendidikannya.

2. Kegunaan teoritis

a. Secara teoritis diharapkan memperkaya khasanah antropologi dalam

rangka memahami nilai-nilai budaya etnis Batak Toba dalam rangka

pendidikan anak-anaknya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi rujukan dalam penelitian lebih

lanjut dan mendalam terhadap prestasi anak etnis Batak Toba

c. Diharapkan dapat menjadi sarana yang mendeskripsikan bagaimana

pola kebudayaan termasuk sosial ekonomi etnis Batak Toba dalam

(22)

1

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

SMA Negeri 1 Batang Kuis memiliki siswa-siswi yang berasal dari

berbagai etnis atau suku bangsa, namun siswa dari etnis Batak Toba merupakan

dominan lebih sering bermasalah misalnya kenakalannya dan lebih rendah prestasi

belajarnya. Berdasarkan hasil temuan dan analisis maka saya menyimpulkan :

1. Faktor sosial budaya yang paling berpengaruh terhadap prestasi siswa etnis

Batak Toba dari desa Serdang tersebut rendah seperti kemiskinan, pola

asuh orang tua dan pendidikan rendah serta lingkungan pergaulan yang

kurang baik. Data wawancara dengan warga etnis Batak Toba di desa

Serdang menunjukkan bahwa rata-rata orang tua anak-anak tersebut

bekerja membanting tulang di sawah dan di ladang. Dalam kondisi miskin

tersebut tentu akan berpengaruh terhadap kehidupan anak baik dalam

lingkungan sekolah maupun di rumah.

Dengan sosial ekonomi yang rendah seperti masyarakat etnis Batak

Toba di desa Serdang tentu tidak akan mampu untuk menyediakan fasilitas

belajar yang baik seperti buku, alat tulis hingga pemilihan tempat sekolah

yang lebih berkualitas. Anak-anak tentu saja tidak dapat disekolahkan ke

jenjang yang lebih tinggi lagi, karena sebagian orang tua siswa sudah

kewalahan menyekolahkan anaknya meskipun masih setingkat SMA

seperti saat ini. Meskipun demikian, tidak ada salahnya jika anak-anak

(23)

2 Tetapi realitanya tidak seperti itu, orang tua yang tamat SMP, bekerja ke

sawah dan ladang, anak-anak tidak dilibatkan, tetapi sore hari berkumpul

di kedai tuak yang kadang bergabung dengan anaak-anaknya. Tentu jika

kondisi demikian maka kemiskinan akan terus menimpa mereka karena

kurang gigih dalam merubah nasibnya.

Pendidikan orang tua yang rendah rata-rata hanya setingkat SMP

tentu berbeda pola pikirnya dengan yang sudah tamat SMA bahkan yang

sarjana. Motivasi untuk pendidikan yang lebih baik sangat kurang, hal ini

terbukti dengan kehadiran para orang tua pada kegiatan-kegiatan di

sekolah yang melibatkan para orang tua. Orang tua siswa tidak banyak

yang peduli terhadap kegiatan anaknya di sekolah. Seolah-olah orang tua

sudah menggantungkan harapannya kepada para guru tanpa memberikan

didikan yang bermanfaat pada anak-anak di lingkungan keluarga.

Interaksi antar siswa etnis Batak Toba di SMA Negeri Batang Kuis

dengan siswa lainnya juga berlangsung kurang efektif. Pada umumnya

mereka bergaul dan berinteraksi yang hanya cendrung dengan sesama

siswa yang berasal dari Desa Serdang saja. Kecendrungan kurangnya

interaksi ini terlihat dari keengganan mereka bergaul dengan etnis Batak

dari desa lain maupun etnis lainnya yang ada disekolah tersebut, seperti

etnis Jawa, Melayu, Minang Kabau mapun etnis lainnya. Namun

kebersamaan mereka dengan sesama etnis Batak Toba yang dari Desa

(24)

3 mereka sering bersama-sama melakukan pengeroyokan apabila salah satu

dari teman mereka diganggu oleh suku/etnis lainnya.

2. Prestasi belajar siswa etnis Batak Toba di SMA Negeri 1 Batang Kuis.

Prestasi belajar siswa Etnis Batak Toba yang berasal dari Desa

Serdang jauh di bawah dari etnis lain, maupun dari etnis Batak Toba yang

berasal dari desa lain ( etnis Batak Toba yang ukan berasal dari desa

Serdang. Ini diperoleh dari data hasil ujian harian atau bulanan siswa di

SMA Negeri Batang Kuis. Bahkan diantara siswa masih didapati yang

sulit berbahasa Indonesia.

Perolehan prestasi siswa dari kelompok etnis batak di SMA Negeri

1 Batang Kuis yang berasal dari desa Serang sangat susah dijumpai dan

bahkan dapat di kategorikan tidak pernah meraih prestasi belajar yang

memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi belajar siswa pada

setiap semesternya, rata-rata siswa yang memperoleh prestasi adalah

anak-anak diluar dari komunitas etnis batak yang berasal dari desa Serdang.

Dari 31 siswa etnis Batak Toba yang berprestasi, keseluruhan siswa ini

tidak satupun berasal dari siswa etnis Batak Toba Desa Serdang yang

mendapat nilai 10 orang terbaik. Maka penulis dapat menyimpulkan

bahwa siswa dari kelompok etnis Batak Toba yang berasal dari Desa

Serdang Kecamatan Beringin Kabupaten DeliSerdang tingkat prestasinya

rendah dan bahkan tidak satupun dari keseluruhan siswa SMA Negeri 1

(25)

4 Pola perilaku tidak begitu antusias dengan prestasi dan sekolah itu

sangat gampang kita temukan di SMA ini. Dimana para siswa kelompok

etnis Batak Toba ini berpendapat bahwa tidak begitu penting prestasi yang

penting dapat sekolah dan kelak memiliki ijazah.

3. Peran keluarga dalam memotivasi anak

Berdasarkan data dari lapangan, maka sepertinya harapan para

orang tua jaman dahulu terhadap anak-anaknya sudah berbeda dengan

harapan para orang tua yang berada di Serdang Kecamatan Batang Kuis.

harapan yang begitu besar disertai usaha yang gigih tentu akan menjadikan

anak sampai pada tujuan. Namun berdasarkan data yang dihimpun

menunjukkan orang tua di desa Serdang yang kurang berperan aktif

memotivasi pendidikan anak-anaknya. Hal ini dapat dilihat ketika

kegiataan anak-anak di rumah bersama orang tua meminum tuak. Tentu

saja dengan kebiasaan seperti ini anak-anak tidak bersemangat di sekolah

karena ada anggapan orang tua mereka pun tidak marah kalau anaknya

juga ikut-ikutan dengan tingkah orang tua yang minum-minum tuak di

kedai tuak.

Orang tua berperan besar dalam mendukung anak-anak mereka.

Latar belakang orang tua atau keluarga seperti pekerjaan, dan pendidikan

orang tua sangat mempengaruhi perhatian dan dukungan mereka terhadap

(26)

5

2. Saran

Bagi sekolah pendidikan merupakan usaha dan tanggung jawab bersama

baik sekolah, orang tua, dan masyarakat, oleh karena itu penanganannya pun tidak

dapat dibebankan kepada salah satu pihak.Pihak sekolah khususnya, hendaknya

memberikan pelayanan yang baik bagi para siswanya. Guru sebagai orang yang

terlibat langsung dalam proses belajar mengajar di kelas adalah yang lebih bagi

para siswanya. Dikelas adalah yang lebih baik mengetahui perkembangan belajar

siswa dan orang yang berpengaruh dalam pencapaian prestasi siswa.Dengan

pemahaman dan posisi tersebut, guru dapat membantu siswa dengan menciptakan

atau menggunakan strategi yang mendorong siswa untuk dapat merealisasikan

kemampuannya masing-masing. Selain itu juga hal-hal yang tak kalah penting

yang perlu dilakukan oleh pihak sekolah terutama guru adalah sebagai berikut :

1. Dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa pihak sekolah

sebaiknya melibatkan keluarga siswa, di samping itu berusaha untuk

mengungkapkan lebih jauh prestasi belajar yang dicapai siswa dengan

segala permasalahannya yang berkaiatan dengan kesulitan belajar di

rumah.

2. Memberikan pengajaran remedial dan jam tambahan (les)

3. Membentuk kelompok belajar dengan pengawasan guru

4. Menggunakan metode belajar yang bervariasi dengan harapan siswa

dapat mengembangkan aktivitas dan kreatif dalam belajarnya.

5. Bagi orang tua dengan adanya pengaruhnya kesulitan belajar di rumah

(27)

6 bimbingan keluarga kepada siswa yang menghadapi kesulitan dalam

belajarnya.

Ada beberapa alternatif usaha yang dapat dilaksanakan oleh keluarga adalah :

1. Memberikan perhatian dan menciptakan suasana lingkungan rumah

yang nyaman untuk belajar

2. Menyediakan perhatian dan menciptakan fasilitas belajar yang

mendukung terhadap kelancaran dan keberhasilan belajar, misalnya

waktu, tempat dan perlengkapan.

3. Mengadakan kerjasama dengan pihak sekolah khususnya guru kelas

(28)

1 DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhamad. 2003. Teologi Pluralis-Multikultural: Menghargai Kemajemukan

Menjalin Kebersamaan. Jakarta. Penerbit Buku Kompas. Bandung :

Penerbit Mandar Maju.

Annette, Lareau. 2003. Unequal Childhoods: Race, Class, and Family Life. University of

California Press

Apple, M. & Zenk, C., 1996. American realities: Poverty, economy, and

education.Cultural

Politics and Education. 68-90.

Bangsa Batak Toba di Desa Parparean Taput, http ://www, Bangso Batak.

Penerbit Tulus Jaya.

Banks, J.A. 1991. “Multicultural Education: Its Effects on Studies’ Racial and

Gender Role Attitude” In Handbook of Research on Sociel Teachng and

Learning. New York: MacMillan.

Banks, J.A. 1992. “Multicultral Education: Historical Development, Dimentions

and Practice” In Review of Research in Education, Vol 19, edited by L

Darling-Hammond, Washington, D.C.: American Educational Research

Association.

Banks, J. A. 1993. “Multicultural Educatian: Historical Development,

Dimentions and Practrice” In Review of Research in Education, vol. 19,

edited by L. Darling- Hammond. `Washington, D.C.: American

Educational Research Association.

Banks, J. A. 1993. “Multicultural Education: Its Effects on Studies’ Racial abd

Gender Role Attitude” In Handbook of Research on Social Teaching and

Learning. New York.: MacMillan.

Banks, J. A. 1994b. Multiethnic Education: Theory and Practice, 3rd ed. Boston: Allyn and Boston

Benedict, Ruth. 1962, Pola Pola Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Rakyat

Bennett,C. & Spalding,E. 1992. “Teaching the Social Studies: Multiple

Approaches for Multiple Perspectives”. In Theory and Reseach in Social

Education. XX:3(263-292).

(29)

2

by the Study Group on the National Assessment of Student Achievement.

Bogard, K. 2005. Affluent adolescents, depression, and drug use: The role of

adults in their lives. Adolescence, 40, 281-306.

Boushey, Heather and Weller, Christian. 2005. Inequality Matters: The Growing

Economic Divide in America and its Poisonous Consequences.. “What the

Numbers Tell Us.” Pp 27-40. Demos.

Bredekamp, S., & Rosegrant, T. 1992. Reaching potentials: Introduction. In S. Bredekamp & T. Rosegrant (Eds.), Reaching potentials: appropriate

curriculum and assessment for young children (Vol. 1, pp. 2-8).

Washington, DC: National Association for the Education of Young Children.

Budi, Santono S. 2010. Sekolah Alternatif, Mengapa Tidak?. Jogjakarta: Diva Press

Byrnes, D.A. 1988. “Children and Prejudice”. Social Education. 52 (267-271).

Casanova, F. P., Garcia-Linares, M.C., Torre, M.J., & Carpio, M.V., 2005.

Influence Of Family And Socio-Demographic Variables On Students With Low Academic Achievement. Educational Psychology. 25(4). 423-435.

Cerita Sekolah Alam Depokhttp://munifchatib.wordpress.com/2009/10/24/

Christle, A., Jovilette,K., Nelson, M.C., 2007 School Characteristics Related to

High School Dropout Rates. Remedial and Special Education, 28(6)

325-339

Crnic, K., & Lamberty G. 1994, April. Reconsidering school readiness:

Conceptual and applied perspectives. Early Education and Development

5(2), 99-105. Available

online:http://readyweb.crc.uiuc.edu/library/1994/crnic1.html

Danandjaja, J, 1989, Kebudayaan Petani Desa Trunyam di Bali. Jakarta: UI Press

Danim, Sudarwan, 2003 Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Yogyakarta :

Deporter, Bobby, 1999. Quantum Teaching. Bandung : CV Kaifa. Djambatan.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2004. Pedoman Pengintegrasian

qPembelajaran BerbasisBudaya.

Doni Koesoema, A. 2007. Tiga Matra Pendidikan Karakter. Dalam Majalah

(30)

3 Economyprofessor.6 April 2008.

http:www.economyprofessor.com/incomehypothesis.php

Farris, P. J. & Cooper, S. M. 1994. Elementary Social Studies: a Whole language

Approach. Iowa: Brown&Benchmark Publishers.

Farris,P.J.&Cooper,S.M.1994.Elementary Social Studies: a Whole language Approach. Iowa: Brown&Benchmark Publishers.

Fortos,M. 1949, The Web of Kinship Among the Tallensi. London: Oxford University Press.Govt. of Pakistan. 2008 National Center for Educational Statistics. Islamabad, Statistical

Fred Luthan. 1995. Organizational Behavior. Singapore: McGraw-Hill.

Fyans, Jr. dan Maehr.https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/27/budaya-organisasi-di-sekolah/

Division.H.Jeanve , Sociology of Education, New Jersey, Englewood Cliffs. Psychological Bulletin, Vol 91(3), May 1982.

Gultom, 1992, Pustaha Batak : CV Tulus Jaya

Hartoto, 2001. Pendidikan Rekreasi Prinsip Dan Metode. Jakarta Pusat : Direktorat

Haviland, William A, 1985. Antropologi jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Hay Group. “Intervention: Managerial Style & Organizational Climate

Assessment”. (http://www. hayresourcesdirect. haygroup.com/

Misc/style_climate_intervention.asp.) 2003

Hutagalung, W.M. 1991. Pustaha Batak, tarombo dohot turi-turian ni

Ihromi, T.O. 2006. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Illich, Ivan. 2008. Bebaskan Masyarakat Dari Belenggu Sekolah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Indratno, A.F.T. 2008. Kurikulum yang Mencerdaskan : Visi 2030 dan

Pendidikan Alternatif. Jakarta : Erlangga.

(31)

4 Irmawati, 2009. Motivasi Berprestasi Dan Pola Pengasuhan Anak Pada Suku

Irmawati. net. Diakses tanggal 15 Januari 2010. Jakarta : Djambatan. Jenderal Olahraga.

Joan Gaustad. School Displine

(http://eric.uoregon.edu/publication/digests/digest078.html) . ERIC Digest 78. December 1992.

K. Garna, Judistira, 1992. Teori-Teori Perubahan Sosial. Bandung : Program Jakarta : UI Press

Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah

Pertama . Jakarta

Koentjaraningrat, 1987. Sejarah Teori Antropologi I. UI-Press: Jakarta

Koentjaraningrat, 1998. Pengantar Antropologi I. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Koentjaraningrat, 2004. Manusia Dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan

Koentjaraningrat, 2004. Pengantar Antropologi II. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Lewis, Oscar. 1988. Kisah Lima Keluarga .Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Liddle, R. W. 1970. Ethnicity, Party, And National Integration: An Indonesian

Case Study. New Haven: Yale University Press.

Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konflik :Komunikasi Lintas Budaya

Masyarakat Multikultur.LKiS Pelangi Aksara.Yogyakarta.

Lubis, Mochtar, 1985. Transformasi Budaya Untuk Masa Depan. Jakarta: Inti Idayu Press

Luthan, Fred. 1995. Organizational Behavior. Singapore: McGraw-Hill.

Mahfud. Choirul. 2009. Pendidikan Multikultural. Yongyakarta: Pustaka Pelajar.

McClelland, 1987, Irmawati, 2009. Motivasi Berprestasi Dan Pola Pengasuhan

anak Pada Suku

Bangsa Batak Toba di Desa Parparean Taput. Pascasarjana Universitas

Padjadjaran Pelajar. Penerbit PT. Inti Idayu Press. Pustaka Pelajar.

(32)

5 Morgan, C. T., King, R. A., Weisz, J. R., dan Schopler, J. 1986. Introduction to

Psychology (7th ed.), Singapura: McGraw Hill International Book Co.

Nainggolan,Togar. 2006. Batak Toba di Jakarta. Medan: Bina Media Perintis.

Peterson, K. D. & Deal, T. E. 1998. How Leaders Influence The Culture Of

Schools. Educational Leadership.

Sairin, Sjafri dan Semedi, Pujo. 2002. Pengantar Antropologi Ekonomi. Yogyakarta : PustakaPelajar.

Sajogyo. 1982. Bunga Rampai perekonomian Desa. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Savage, T. V.,& Armstrong, D. G. 1996. Effective Teaching in Elementary Social

Studies. Ohio: Prentice Hall.

Sihombing, TM. 1986. Filsafat Batak. Jakarta : Balai Pustaka.

Simanjuntak, B.A.2003. Hukum dan Kemajemukan Budaya, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Simanjuntak, B.A.2009. Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sitanggang, Hilderia, 1990. Isi dan kelengkapan rumah tangga tradisional

menurut tujuan, fungsi dan kegunaan suku bangsa Batak Toba, Daerah TapanuliUtara, Sumatera Utara. Jakarta: Direktorat Sejarah Dan Nilai

Tradisional.

Sjahrir, Kartini. 1983. Asosiasi Klan Orang Batak Toba di Jakarta. Jakarta LP3ES.

Skeel, D.J. 1995. Elementary Social Studies: Challenge for Tomorrow”s World. New York: Harcourt Brace College Publishers.

Sumardjo, Jakob, 2002. Arkeologi Budaya Indonesia, Pelacakan Hermeneutis – Historis Terhadap Artefak-Artefak Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta:

Qalam.

Surya, Moh.1995. Nilai-Nilai Kehidupan (makalah) . Kuningan : PGRI PD II Kuningan h. 3-8 Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. 2002. Kurikulum

Berbasis Kompetensi. Jakarta : Depdiknas,

(33)

6

Pelly,Usman. 1994. Urbanisasi dan adaptasi: Peranan misi budaya Minangkabau

dan Mandailing. Pustaka LP3ES Indonesia.

Peterson, K.D. & Deal, T.E. 1998. How leaders influence the culture of schools.

Educational Leadership.

Referensi

Dokumen terkait

Angin pasat yang arahnya tetap, dapat menimbulkan arus tetap yang disebut arus khatulistiwa dan bergerak ke arah barat. Ada lima arus khatulistiwa, yaitu satu di Lautan Hindia, dua

Mengidentifk asi berbagai keuntungan dari penggunaan teknologi informasi dan komunikasi Keuntungan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi  Mengamati keuntungan

 Explain strategies for involving service customers effectively to increase satisfaction, quality,

report text and a descriptive text. Setelah mendapatkan jawaban awal dari peserta, maka kemudian fasilitator dapat melanjutkan dengan paparan materi yang ada, ataupun

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Daftar Pendek ( Short List ) Nomor : 05/PBJ-Kons/KS-4/08/2012 tanggal 11 Mei 2012 dengan ini diumumkan Hasil Evaluasi Seleksi Sederhana Penyedia

Bagi peserta yang berkeberatan atas penetapan pemenang pelelangan tersebut di atas diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan kepada Panitia

Memikirkan hal-hal seperti kebutuhan hidup dan biaya sekolah anak inilah yang membuat tekanan darah saya naik dan kalau sudah punya masalah seperti ini, saya dan suami

Kerukunan dan keharmonisan rumah tangga sangat diperlukan dan dibutuhkan seorang anak untuk perkembang dan hidup menjadi lebih baik, kerena keluarga merupakan satu-satunya tempat