• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Besar Keuntungan Usahatani

MATRIKS SWOT

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3. Analisis Finansial Tanaman Hias Agalonema

5.3.1. Analisis Besar Keuntungan Usahatani

Besar keuntungan usahatani dapat dilihat dari pendapatan bersih yang diperoleh petani. Dimana besarnya pendapatan bersih petani tergantung dari penerimaan dan biaya produksi selama 1 periode.

Biaya produksi pada usahatani tanaman hias aglaonema di Kota Medan terdiri dari: biaya sarana produksi, tenaga kerja, penyusutan, sewa lahan,

transportasi yang diukur dalam satuan rupiah. Berikut rataan biaya produksi usahatani tanaman hias aglaonema selama 3 tahun:

Tabel 10. Rataan Biaya Produksi (Rp) Tanaman Hias Aglaonema selama 3 Tahun

Uraian 2004 2005 2006 Rataan

Biaya Saprodi (Rp) 206.739.180 264.111.820 74.552.250 181.801.080 Biaya Tenaga Kerja (Rp) 8.344.290 8.344.290 8.344.290 8.344.290

Penyusutan Alat (Rp) 55.570 55.570 55.570 55.570

Sewa Lahan (Rp) 5.228.570 5.228.570 5.228.570 5.228.570 Transportasi (Rp) 3.342.860 3.342.860 3.342.860 3.342.860

Jumlah Biaya Produksi (Rp) 3.342.860 281.083.110 91.523.540 198.772.370

Sumber:Analisis Data Primer (Lampiran 8)

Untuk biaya sarana produksi terdiri dari biaya bibit, pupuk (pupuk NPK, NASA, B1, dan dekastar), dan biaya obat-obatan (matador dan perfektan). Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa rataan biaya sarana produksi selama 3 tahun adalah Rp 181.801.080 per petani. Dimana biaya produksi tertinggi terdapat pada tahun 2005 sebesar Rp 264.111.820 sedangkan biaya produksi yang terendah terdapat pada tahun 2006 sebesar Rp 74.552.250 per petani.

Untuk biaya tenaga kerja besarnya biaya didasarkan pada banyaknya orang yang bekerja. Dimana kegiatan yang dilakukan adalah pemeliharaan terhada tanaman hias aglaonema seperti: penyiraman tanaman, pemupukan, dan pengendalian hama penyakit. Dari tabel 10 diketahui bahwa rataan biaya tenaga kerja pada usahatani tanaman hias aglaonema dapat dikatakan konstan dari tahun ke tahun. Artinya tidak ada penambahan ataupun pengurangan biaya tenaga kerja secara signifikan. Rataan biaya tenaga kerja sebesar Rp 8.344.290 per petani.

Untuk biaya penyusutan, diukur dari total nilai penyusutan alat-alat pertanian yang digunakan pada usahatani tanaman hias aglaonema di Kota Medan yang nilainya dipengaruhi oleh harga beli dan pemakaian ekonomis (lamanya peralatan dipakai). Adapun alat-alat yang digunakan pada usahatani tanaman hias

aglaonema adalah gunting, cutter, sarung tangan, handsprayer, dan sprayer bag. Dari tabel 10 menunjukkan bahwa rataan biaya penyusutan selama 3 tahun per petani sebesar Rp 55.570. Dimana untuk setiap tahunnya tidak mengalami perubahan (konstan).

Sewa lahan merupakan biaya produksi yang dihitung berdasarkan luasnya lahan uasahatani. Rataan biaya sewa lahan selama 3 tahun dapat dilihat pada tabel 10. Dari tabel 10 diketahui bahwa rataan biaya sewa lahan selama 3 tahun per petani adalah Rp 5.228.570. Dimana untuk setiap tahunnya biaya sewa tetap (konstan). Artinya biaya sewa lahan tidak ada penambahan ataupun pengurangan untuk setiap tahunnya.

Dari tabel 10 juga dapat diketahui bahwa rataan biaya transportasi selama 3 tahun adalah Rp 3.342.860 per petani. Dimana biaya transportasi juga tidak mengalami perubahan untuk setiap tahunnya sehingga dapat dianggap tetap (konstan).

Untuk biaya produksi itu sendiri juga dapat dilihat pada tabel 10. Dari tabel 10 tersebut dapat diketahui bahwa rataan biaya produksi selama 3 tahun sebesar Rp 198.772.370 per petani. Dimana biaya produksi tertinggi terdapat pada tahun 2005 sebesar Rp 281.083.110 sedangkan biaya produksi terendah terdapat pada tahun 2006 Rp 91.523.540.

Penerimaan merupakan hasil perkalian jumlah produksi dalam satuan pot dengan harga jual yang berlaku di Kota Medan. Rataan penerimaan yang diperoleh petani selama 3 tahun adalah Rp 258.728.573 per petani (lihat tabel 11). Dimana penerimaan tertinggi yang diterima oleh petani terdapat pada tahun 2005 sebesar Rp 376.971.430. Sedangkan penerimaan terendah yang diperoleh petani

terdapat pada tahun 2006 sebesar Rp 104.142.860. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa tinggi rendahnya penerimaan dipengaruhi oleh harga jual dan jumlah produksi. Semakin mahal harga jual tanaman hias aglaonema dan semakin banyak jumlah produksi maka semakin besar pula penerimaan usahatani tanaman hias aglaonema yang diperoleh petani. Begitu juga sebaliknya.

Dari penerimaan dikurangi dengan biaya produksi maka di dapat pendapatan bersih. Rataan pendapatan bersih yang diperoleh petani tanaman hias aglaonema selama 3 tahun dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 11. Rataan Pendapatan Bersih (Rp) Usahatani Tanaman Hias Aglaonema Selama 3 Tahun.

Uraian 2004 2005 2006 Rataan

Penerimaan (Rp) 295,071,430 376,971,430 104,142,860 258,728,573 Biaya Produksi (Rp) 223,710,460 281,083,110 91,523,540 198,772,370

Jlh Pend. Bersih (Rp) 71,360,970 95,888,320 12,619,320 59,956,203

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 9)

Dari tabel 11 dapat diketahui pendapatan bersih pada tahun 2004 dikategorikan tinggi yaitu Rp 71.360.970. Hal ini karena pendapatan bersih per petani untuk setiap bulan lebih besar dari Upah Minimum Regional (Rp 820.000) sebesar Rp 5.946.747,5. Pada tahun 2005 pendapatan bersih petani mengalami peningkatan yaitu Rp 95.888.320 per petani dan setiap bulan petani memperoleh pendapatan bersihsebesar Rp 7.990.693,33 sehingga dikategorikan tinggi karena lebih besar dari Upah Minimum Regional. Pada tahun 2006 pendapatan bersih petani mengalami penurunan yaitu Rp 12.619.320 per petani dan setiap bulan petani memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 1.051.610. Pendapatan bersih yang diterima pada tahun 2006 masih dikategorikan tinggi walaupun tidak begitu besar pendapatannya jika dilihat dari tahun-tahun sebelumnya, tetapi masih diatas Upah Minimum Regional.

5.3.2. Analisis Tingkat Keuntungan Usahatani (R/C ratio)

Kelayakan usahatani tanaman hias aglaonema dapat diukur dengan menggunakan analisis rasio R/C. Rasio R/C merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. Rataan rasio R/C dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 13. Rataan Tingkat Keuntungan Usahatani (R/C ratio) Tanaman Hias Aglaonema Selama 3 Tahun.

Uraian 2004 2005 2006 Rataan

R/C 1,32 1,34 1,15 1,27

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 10)

Dari tabel 13 diketahui pada tahun 2004 tingkat keuntungan usahatani (R/C ratio) adalah 1,32. Artinya setiap modal Rp 100 yang dikeluarkan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 132. Pada tahun 2005 tingkat keuntungan usahatani terjadi peningkatan yaitu 1,34. Artinya setiap modal Rp 100 yang dikeluarkan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 134. Sedangkan pada tahun 2006 tingkat keuntungan usahatani mengalami penurunan yaitu 1,15 yang artinya setiap modal Rp 100 yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 115.

Tingkat keuntungan usahatani yang diperoleh petani untuk setiap tahun lebih besar dari 1 (R/C ratio > 1). Artinya penerimaan lebih besar dari biaya produksi. Tingkat keuntungan yang diperoleh petani untuk setiap tahun walaupun di atas 1, namun skalanya masih sangat rendah. Sedangkan biaya yang akan dipenuhi oleh petani begitu banyak. Selain itu, permintaan konsumen akan tanaman hias aglaonema semakin berkurang yang dikarenakan “trend” tanaman hias aglaonema telah beralih ke tanaman hias lainnya. Namun begitu usahatani tanaman hias agalonema tetap layak untuk dikembangkan (memiliki prospek

besar) dan akan berkembang jika petani mampu mengelola usahatani tanaman hias aglaonema dengan menemukan penyilangan-penyilangan baru (menciptakan warna-warna daun yang cantik/species yang baru) terhadap tanaman hias agalonema muncul lagi dan konsumsi terhadap aglaonema meningkat yang dapat membuat harga jualnya akan naik serta keuntungan yang diperoleh petani semakin meningkat.

Dokumen terkait