• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prospek Pengembangan Tanaman Hias Aglaonema Di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Prospek Pengembangan Tanaman Hias Aglaonema Di Kota Medan"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN HIAS

AGLAONEMA DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

OLEH:

NOVITA RAHMA PULUNGAN 030304011

SEP-AGRIBISNIS

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN HIAS

AGLAONEMA DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

OLEH:

NOVITA RAHMA PULUNGAN 030304011

SEP-AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Satia Negara Lubis,M.Ec.) (Dr. Ir. Rahmanta Ginting, MS) Ketua Anggota

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

RINGKASAN

NOVITA RAHMA PULUNGAN (030304011/sep/Agribisnis), judul skripsi “Prospek Pengembangan Tanaman Hias Aglaonema di Kota Medan”. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec. sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, MS sebagai anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga Oktober 2007. penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive dan pengambilan sampel dengan metode sensus. Petani sampel dalam penelitian ini sebanyak 14 orang. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

Dari hasil penelitian diperoleh:

1. perkembangan usahatani dan pemasaran tanaman hias aglaonema mengalami penurunan dilihat dari produksi, produktivitas, harga, dan permintaan pasar. Sedangkan perkembangan luas lahan konstan.

2. Berdasarkan analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglass dapat disimpulkan bahwa secara serempak faktor-faktor produksi berpengaruh nyata terhadap produksi/penerimaan usahatani tanaman hias aglaonema (H0 ditolak). Sedangkan secara parsial diketahui bahwa luas lahan dan

bibit yang berpengaruh secara nyata terhadap produksi/penerimaan usahatani tanaman hias aglaonema (H0 ditolak) sedangkan tenaga kerja,

dan pupuk tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi/penerimaan tanaman hias aglaonema (H0 diterima).

3. Besar keuntungan yang diperoleh petani dikategorikan tinggi karena pendapatan bersih yang diterima oleh petani lebih besar dari UMR yaitu Rp 59,956,203. Sedangkan tingkat keuntungan usahatani yang diperoleh adalah 1.27. Artinya usahatani tanaman hias aglaonema layak dikembangkan (prospeknya besar) di Kota Medan.

4. Tingkat pengembalian modal yang diperoleh petani adalah 29 %. Artinya dalam tiap tahun modal investasi petani dapat dikembalikan sebanyak persentase yang didapat. Dari hasil ini maka usahatani tanaman hias aglaonema di daerah penelitian layak untuk dikembangkan.

5. Masalah-masalah yang dihadapi petani antara lain modal terbatas, kurangnya seni dan hobby, persaingan dengan bunga plastik dan tanaman hias lainnya, serangan hama penyakit, pemasaran skala daerah, pengadaan bibit yang sulit diperoleh petani, maraknya aksi pencurian tanaman hias, permintaan pasar menurun.

(4)
(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lhokseumawe, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 28 November 1984. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Ahmad Rajab Pulungan dan Ibu Rosmawaty.

Pendidikan penulis diawali dengan menamatkan sekolah dasar di SD Negeri 1 Lhoseumawe pada tahun 1997. Dilanjutkan ke SLTP Negeri 12 Medan pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis menamatkan pendidikan ke SMU Swasta Josua Medan. Pada tahun 2003 penulis lulus seleksi masuk USU melaui jalur PMDK pada program studi Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian (SEP), Fakultas Pertanian.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ungkapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat kesempatan dan kesehatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Prospek Pengembangan Tanaman Hias Aglaonema di Kota Medan”. Dengan studi kasus di 7 kecamatan di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Lily Fauziah, MS selaku ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian dan terima kasih juga kepada Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh keluarga serta teman-teman yang telah memberikan motivasi dan dukungan baik moril maupun materiil dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat diterima oleh kita semua.

Medan, Februari 2008

(7)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka ... 8

2.2. Landasa Teori... 12

2.3. Kerangka Pemikiran... 15

2.4. Hipotesis Penelitian... 18

III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penetuan Daerah Penelitian ... 19

3.2. Metode Pengambilan Sampel... 19

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 20

3.4. Metode Analisis Data... 20

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional ... 24

IV. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL 4.1. Deskripsi Daerah Penelitian... 26

4.2. Karakteristik Petani Sampel... 29

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Perkembangan Usahatani (Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas) dan Pemasaran (Harga dan Potensi Pasar) ... 31

5.2. Analisis Pengaruh Faktor Produksi terhadap Produksi... 34

(8)

5.4. Masalah-masalah yang Dihadapi Petani dalam Pengembangan

Tanaman Hias Aglaonema ... 42

5.5. Strategi Pengembangan Tanaman Hias Aglaonema di Kota Medan di Masa yang Akan Datang ... 44

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 52

6.2. Saran... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(9)

DAFTAR TABEL

1. Perkembangan Luas Areal Panen Tanaman Hias di Indonesia Tahun 2001 – 2005... 3 2. Jumlah Sampel Petani Tanaman Hias Aglaonema di Kota medan ... 20 3. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di KotaMedan

Tahun 2005 ... 27 4. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Kota Medan

Tahun 2005 ... 28 5. Luas dan Jenis Penggunaan Tanah di Kota Medan Tahun 2005 ... 28 6. Karakteristik Sampel Petani Tanaman Hias Aglaonema Kota Medan ... 29 7. Rataan Perkembangan Usahatani Tanaman Hias Aglaonema di Kota

Medan Selama 3 Tahun... 31 8. Perkembangan Pemasaran Tanaman hias Agalonema di Kota Medan

Selama 3 Tahun... 33 9. Analisis Regresi Fungsi Produksi Cobb Douglas pada Usahatani

Tanaman Hias aglaonema ... 34 10.Rataan Biaya Produksi (Rp) Tanaman Hias Aglaonema selama 3 Tahun

... 37 12. Rataan Pendapatan Bersih (Rp) Usahatani Tanaman Hias Aglaonema

Selama 3 Tahun... 39 13. Rataan Tingkat Keuntungan Usahatani (R/C ratio) Tanaman Hias

Aglaonema Selama 3 Tahun ... 40 14. Rataan Tingkat Pengembalian Modal (ROI) Tanaman Hias Aglaonema

(10)

DAFTAR GAMBAR

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Karakteristik Petani Sampel... 56

2. Biaya Sarana Produksi Per Petani Tahun 2004... 57

3. Biaya Sarana Produksi Per Petani Tahun 2005... 58

4. Biaya Sarana Produksi Per Petani Tahun 2006... 59

5. Curahan Tenaga Kerja (OH) Per Petani Selama 3 Tahun... 60

6. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga dan Luar keluarga Per Petani Selama 3 Tahun... 61

7a. Penyusutan Alat Per Petani dalam 1 Tahun ... 62

b. Penyusutan Alat Per Petani dalam 1 Tahun ... 63

8a. Biaya Produksi Per Petani Selama 3 Tahun... 64

b. Biaya Produksi Per Petani Selama 3 Tahun... 65

9. Penerimaan, Biaya Produksi, dan Pendapatan Bersih Usahatani Tanaman Hias Aglaonema Per Petani Selama 3 Tahun... 66

10. Penerimaan, Biaya produksi, dan R/C ratio Per Petani Selama 3 Tahun... 67

11a. Modal Per Petani Selama 3 Tahun ... 68

b. Modal Per Petani Selama 3 Tahun ... 69

12. Modal, Pendapatan bersih, dan ROI Per Petani Selama 3 Tahun ... 70

13. Kecendrungan dan Fluktuasi Harga pada Pemasaran Aglaonema Per Petani Selama 3 Tahun... 71

14. Perkembangan Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Selama 3 Tahun 72 15. Analisis Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglass Usahatani Tanaman Hias Aglaonema ... 73

(12)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan yang penting dari keseluruhan nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada sektor pertanian atau produk nasional yang berasal dari pertanian (Mubyarto, 1994).

Akhir-akhir ini tanaman hortikultura mendapatkan perhatian besar dari pemerintah. Terbukti tanaman hortikultura dimasukkan dalam subsektor tanaman pangan, sehingga sekarang ini ada subsektor tanaman pangan dan hortikultura. Tanaman hortikultura memperoleh perhatian besar karena telah membuktikan dirinya sebagai komoditi yang dapat dipakai sebagai sumber pertumbuhan baru di sektor pertanian (Soekartawi, 1996).

Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat, merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan mengingat potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, ketersediaan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar internasional yang terus meningkat (Hanani, dkk, 2003).

(13)

Secara mikro, pentingnya hortikultura bukan saja mampu meningkatkan pendapatan dan pendapatan daerah produsen hortikultura, tetapi agribisnis atau agroindustri hortikultura ini pun mampu menyerap tenaga kerja, memunculkan industri baru, sehingga hortikultura diyakini dan mampu dijadikan sumber pertumbuhan di sektor pertanian (Soekartawi, 1994).

Indonesia mempunyai kekayaan alam yang tak ternilai banyaknya, termasuk berbagai jenis tanamannya. Di antara jenis-jenis tanaman tersebut, ada yang digolongkan ke dalam tanaman hias. Pada dasarnya, suatu tanaman disebut tanaman hias karena memiliki keindahan. Penilaian terhadap keindahan suatu tanaman memang sangat relatif. Akan tetapi, secara umum keindahan tanaman terletak pada kedua organnya, yaitu daun atau bunganya. Dari sinilah muncul istilah tanaman hias bunga dan tanaman hias daun (Annonimous, 1992).

Kebutuhan tanaman hias secara umum cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Besarnya minat masyarakat terhadap tanaman hias berkaitan erat dengan pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan, dan taraf hidup masyarakat. Pembangunan komplek perumahan, perkantoran, dan taman kota membuka

peluang untuk pengembangan usaha di bidang tanaman hias (Dinas Pertanian, 2005).

(14)

Tabel 1. Perkembangan Luas Areal Panen Tanaman Hias di Indonesia

Total 74.626.871 100

Sumber: Ditjen Hortikultura, 2006.

Pengembangan komoditas tanaman hias memperlihatkan hasil yang berfluktuasi, hal ini terlihat dari pertumbuhan luas areal panen yang turun naik setiap tahunnya. Tingkat pertumbuhan rata-rata luas areal panen cukup tinggi yaitu sebesar 20 %. Pada tahun 2002 luas areal panen mengalami peningkatan sangat tinggi sebesar 22.56 %. Bila dilihat dari tahun sebelumnya peningkatan terjadi sebesar 1.15%. Namun pada tahun 2003 luas areal panen tanaman hias mengalami penurunan yang sangat rendah sebesar 15.83 %.

Menurut Departemen Pertanian (2006) dalam kurun waktu 2001 – 2005 produksi hortikultura memperlihatkan perkembangan yang berfluktuasi setiap tahunnya dan cenderung meningkat, kecuali pada tahun 2002 perkembangan produksi cenderung menurun pada komoditas tanaman hias. Salah satu penyebab menurunnya tingkat produksi adalah karena penurunan luas areal panen. Namun demikian produktivitas tanaman hias untuk menghasilkan bunga mengalami peningkatan setiap tahunnya.

(15)

Untuk koleksi tanaman hias yang banyak diminati masyarakat, antara lain:

Anggrek, Aglaonema, Adenium, Anthurium, Phylondendron, Euforbia, Helikunia,

Mawar, Dracena, dan jenis tanaman hias berdaun indah lainnya (Dinas Pertanian, 2005).

Di kota Medan kolektor (hobbies) tanaman hias umumnya memanfaatkan lahan pekarangan untuk budidaya koleksinya sedangkan pengusaha tanaman hias rata-rata memiliki lahan untuk budidaya sekaligus tempat pemasaran tanaman hias bervariasi antara ± 400 m2 – 2,000 m2.

Menurut Dinas Pertanian (2005) dari luas lahan pekarangan 2,098 ha di Kota Medan (sesuai potensi pertanian Kota Medan tahun 2003) 1,533 ha dimanfaatkan untuk tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, dan tanaman obat keluarga (toga), 5.5 ha dimanfaatkan untuk tanaman hias, dan 14.2 ha dimanfaatkan untuk ternak sedangkan yang belum dimanfaatkan seluas 545 ha yang tersebar di 15 kecamatan masih berpotensi untuk pengembangan tanaman hias.

Saat ini tanaman hias yang menjadi trend di Kota Medan adalah aglaonema. Tanaman hias ini menjadi “buah bibir” dimana-mana dan setiap kali ada pameran menjadi salah satu primadona.

(16)

Di muka bumi ini sebenarnya banyak sekali tanaman hias mempesona, baik tanaman hias berupa daun tanpa bunga maupun tanaman hias yang berbunga. Namun, entah mengapa aglaonema mendapat gelar istimewa sebagai ratu tanaman hias. Hal ini mungkin karena sosoknya yang anggun, sehingga banyak orang “mempersonifikasikan” sebagai ratu. Menurut Subono dan Andoko (2005) disebut dengan ratu tanaman hias mungkin juga karena harganya yang relatif mahal dibandingkan dengan tanaman hias lainnya. Sebagai gambaran, aglaonema

Pride of Sumatera pada tahun 1998 terjual Rp 300,000 per helai daunnya. Kemudian pada tahun 2000, harga satu pot aglaonema terbaru berisi empat lembar daun mencapai Rp 12,000,000. Sedangkan pada tahun 2007 menurut Annonimous (2007) untuk aglaonema langka dijual berdasarkan jumlah daun yakni Rp 100,000 – Rp 200,000 per helainya.

Mencermati kecendrungan tersebut, dapat diketahui bahwa usahatani tanaman hias aglaonema memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui bagaimana prospek pengembangan tanaman hias aglaonema di Kota Medan.

1.2. Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini, masalah-masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

(17)

2. Apakah penggunaan faktor-faktor produksi (luas lahan, tenaga kerja, bibit, dan pupuk) berpengaruh nyata terhadap produksi di daerah penelitian? 3. Berapa besar dan tingkat keuntungan usahatani tanaman hias aglaonema di

daerah penelitian?

4. Berapa tingkat pengembalian modal usahatani tanaman hias aglaonema di daerah penelitian?

5. Apa saja masalah yang dihadapi dalam pengembangan usahatani tanaman hias aglaonema di daerah penelitian?

6. Bagaimana strategi pengembangan tanaman hias aglaonema di masa yang akan datang?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perkembangan usahatani tanaman hias aglaonema (luas lahan, produksi, dan produktivitas) dan pemasaran (harga dan permintaan pasar) di Kota Medan.

2. Untuk mengetahui penggunaan faktor-faktor produksi (luas lahan, tenaga kerja, bibit, dan pupuk) berpengaruh nyata terhadap produksi di daerah penelitian.

3. Untuk mengetahui besar dan tingkat keuntungan usahatani tanaman hias aglaonema di daerah penelitian.

(18)

5. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi dalam pengembangan usahatani tanaman hias aglaonema di daerah penelitian.

6. Untuk mengetahui strategi pengembangan tanaman hias aglaonema di masa yang akan datang.

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan bagi petani tanaman hias aglaonema.

2. Sebagai bahan informasi ilmiah bagi pihak-pihak yang membutuhkan. 3. Sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan.

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Sebenarnya aglaonema dan sri rezeki adalah tanaman yang sama, yaitu tanaman hias dengan nama ilmiah Aglaonema sp. Tanaman ini diperkirakan berasal dari Asia Tenggara, bahkan beberapa varietasnya berasal dari Indonesia.

Menurut Sutomo (2006) aglaonema berasal dari bahasa Yunani, yaitu aglos yang berarti sinar dan nema yang berarti benang. Dengan demikian, secara harfiah aglaonema berarti benang yang bersinar.

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman hias aglaonema diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisio : Magnoloiphyta Kelas : Liliopsida Ordo : Alismatales Suku : Araceae Marga : Aglaonema Species : Aglaonema sp (Annonimous, 2006a).

(20)

1. Jenis yang berukuran kecil - Aglaonema commutafum turbi

- Aglaonema costatum

2. Jenis yang berukuran sedang - Aglaonema commutafum

- Aglaonema pseudobractiatum

- Aglaonema roebelinii

3. Jenis yang berukuran besar - Aglaonema crispum

4. Jenis Hybrida

- Aglaonema commutafum varietas Pride of Sumatera

(Annonimous, 2006a).

Sebagaimana umumnya tanaman monokotil atau berbiji tunggal, aglaonema memiliki akar serabut yang berfungsi sebagai pencari pakan di dalam tanah dan menopang tanaman. Akar aglaonema berwarna putih dan gemuk (berair) jika tanaman dalam kondisi sehat. Namun, jika dalam keadaan sakit, akar tanaman akan berwarna cokelat dan kurus

Banyak orang mengira aglaonema tidak memiliki batang alias berbatang semu karena dari luar hanya kelihatan pelepah yang saling menutup. Namun, sebenarnya aglaonema memiliki batang yang relatif pendek yang berwarna putih, hijau, atau merah. Batang aglaonema ini berbuku-buku, cenderung berair, dan tidak berkayu (Subono dan Andoko, 2005).

(21)

yang disebut red aglaonema yaitu Aglaonema rotundum yang kebetulan asli Sumatera. Panjang daun 20 – 30 cm dan lebarnya antara 10 -12 cm. Tangkai daun aglaonema relatif lebih kecil dibandingkan dengan luas permukaan daun. Tangkai tersebut berpelepah yang saling bertaut menutup batang tanaman, sehingga orang sering mengira aglaonema tidak memiliki batang (Wianta, 1990).

Bunga aglaonema memiliki penampilan yang kurang menarik dibandingkan dengan bunga-bunga tanaman lain yang berfungsi menarik serangga datang membantu penyerbukan. Bunga tersebut hanya berupa tangkai memanjang, seperti tongkol jagung yang ramping berwarna putih kekuningan. Serbuk sari atau bunga jantan terletak dibagian atas, sedangkan putik atau bunga betina terletak dibagian bawah dekat pangkal. Bunga aglaonema terbungkus seludang berwarna hijau pucat. Saat bunga belum matang, seludang dalam keaadan tertutup dan baru membuka ketika bunga betina telah matang. Sekitar 2 hari setelah bunga betina matang, bunga jantan juga menyusul matang (Prihmantoro, 1997).

Buah aglaonema berbentuk lonjong menyerupai buah melinjo, dengan warna hijau kemudian memutih, menguning, dan setelah matang menjadi merah (Sutomo, 2006).

Di habitat aslinya, perakaran aglaonema berada di tanah yang penuh humus, sehingga selain kaya unsur hara juga bersifat sangat porous. Kondisi seperti ini membuat tanaman tumbuh optimal dengan daun-daun yang subur dan berwarna cemerlang.

(22)

bervariasi antara satu jenis aglaonema dengan jenis lainnya (Subono dan Andoko, 2005).

Tanaman hias aglaonema dapat tumbuh pada sinar matahari yang sedang, penyiraman banyak, dan kelembapan tinggi (Prihmantoro, 1997).

Menurut Sudarmono (2003) jenis tanaman aglaonema ini membutuhkan

suhu lingkungan pada siang hari 750 F – 850 F sedangkan pada malam hari 650 F – 700 F.

Aglaonema tumbuh dengan baik di tempat yang memperoleh cahaya langsung atau di tempat yang teduh. Jika yang tersedia cahaya buatan memerlukan cahaya buatan ± 150 footcandles (Wianta, 1990).

Perbanyakan tanaman hias aglaonema dapat dilakukan dengan cara generatif dan cara vegetatif. Memperbanyak secara generatif adalah dengan cara memperbanyak diri dengan biji sedangkan secara vegetatif melalui setek batang, setek pucuk, pemisahan anakan/rumpun, dan cangkok (Dinas Pertanian, 2005).

Perawatan tanaman berhubungan erat dengan penampilan. Jika dirawat dengan baik dan benar aglaonema bisa tampil menawan. Tanaman terlihat kompak dengan daun-daun subur dan mengilap. Perawatan aglaonema meliputi:

- penyiraman - pemupukan - pemangkasan

(23)

2.2. Landasan Teori

Suatu usahatani dikatakan efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya; dan dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi, 1995a).

Produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasi berbagai input atau masukkan untuk mnghasilkan output. Hubungan teknis antara input dan output tersebut dalam bentuk persamaan, tabel atau grafik merupakan fungsi produksi. Jadi, fungsi produksi adalah suatu persamaan yang menunjukkan jumlah

maksimum output yang dihasilkan dengan kombinasi input tertentu (Joesron, dan Fathorrozi, 2003).

Sebagai proses produksi yang komersial, maka pemasaran pertanian merupakan syarat mutlak yang diperlukan dalam pembangunan pertanian. Pemasaran pertanian dapat menciptakan nilai tambah melalui guna tempat, guna bentuk, dan guna waktu. Dengan demikian pemasaran pertanian diangap memberikan nilai tambah yang dapat dianggap sebagai kegiatan produktif (Sudiyono, 2004).

Di dalam ilmu ekonomi kita kenal apa yang disebut fungsi produksi yaitu suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) degan faktor-faktor produksi (input). Dalam bentuk matematika sederhanan fungsi produksi ini dituliskan sebagai:

(24)

Dimana : Y adalah hasil produksi fisik x1, …, xn = faktor-faktor produksi

Dalam produksi pertanian, produksi fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus yaitu tanah, modal, dan tenaga kerja. Untuk dapat menggambarkan fungsi produksi secara jelas dan menganalisa peranan masing-masing faktor produksi maka dari sejumlah faktor-faktor produksi itu salah satu faktor produksi dapat dianggap variabel (berubah-ubah) sedangkan faktor-faktor produksi lainnya dianggap konstan (Mubyarto, 1994).

Biaya produksi dapat didefenisikan sebagai semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksikan perusahaan tersebut (Sukirno, 2002).

Biaya usahatani biasanya, diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Contoh biaya tetap antara lain: sewa tanah, pajak, alat pertanian, dan iuran irigasi. Contoh biaya tidak tetap antara lain biaya untuk sarana produksi (Soekartawi, 1995a).

Menurut Beattie and Taylor (1994) total biaya (TC) secara sederhana adalah biaya tidak tetap ditambah komponen biaya tetap, yakni:

TC = FC + VC

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut:

TRi = Yi . Pyi

Yaitu: TR = total penerimaan

(25)

Py = harga Y

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya, jadi: Pd = TR – TC

Dimana: Pd = pendapatan usahatani TR = total penerimaan TC = total biaya (Soekartawi, 1995a).

Studi kelayakan merupakan studi yang memberikan gambaran secara umum tentang prospek suatu komoditas dan memberikan gambaran khusus tentang permintaan pasar, peluang budidaya dalam satuan volume tertentu, modal,

lahan, tenaga kerja, peralatan yang diperlukan, dan analisis keuangan (Rahardi, 2003).

Dalam suatu usaha perlu melakukan analisis lingkungan (lingkungan luar dan lingkungan dalam) guna meramalkan perubahan lingkungan yang mempengaruhi usaha tersebut. Menurut Silalahi (2002), analisis lingkungan ini dapat dilakukan melalui apa yang dikenal sebagai analisis SWOT (akronim dari

(26)

Untuk mengembangkan strategi dalam perhitungan nilai SWOT, matriks dari faktor tersebut dapat disusun sebagai berikut:

MATRIKS SWOT

Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weaknesses) Peluang (Opportunities) Strategi S-O Strategi W-O

Ancaman (Threats) Strategi S-T Strategi W-T

- Strategi S-O : beranggapan bahwa peluang sesuai dengan kekuatan perusahaan.

- Strategi W-O : mencegah kelemahan menjadi peluang.

- Strategi S-T : mengidentifikasi cara-cara yang dapat digunakan perusahaan untuk mengurangi kelemahan dan ancaman dengan menggunakan kekuatannya.

- Strategi W-T : menetapkan rencana untuk tetap bertahan mengatasi kelemahan perusahaan dengan membuat sifat kelemahan yang rentan menjadi ancaman.

(Annonimous, 2006b)

2.3. Kerangka Pemikiran

(27)

kantor-kantor, hotel, dan rumah serta menjadi koleksi para penggemar tanaman hias.

Aglaonema yang merupakan salah satu jenis tanaman hias daun yang juga diperkirakan memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan usahatani dan pemasaran, analisis usahatani, penggunaan faktor-faktor produksi, serta masalah-masalah yang ada dalam usahatani tersebut. Perkembangan usahatani dan pemasaran dapat dilihat dari luas areal, produksi, produktivitas, harga, dan potensi pasar.

Faktor produksi dan analisis usahatani sangat dibutuhkan agar dapat menilai kelayakan suatu usaha tersebut. Faktor produksi yang menunjang kegiatan usahatani aglaonema antara lain: luas lahan, tenaga kerja, bibit, dan pupuk. Berbagai faktor produksi ini perlu dikombinasikan hingga memperoleh produksi maksimum usahatani.

Dalam mengembangkan usahatani aglaonema biasanya terdapat beberapa masalah-masalah yang dihadapi oleh petani. Untuk itu diperlukan adanya srategi pengembangan guna dapat mengatasi masalah-masalah yang ada dan dapat diketahui prospek pengembangannya.

Dengan demikian prospek pengembangan usahatani tanaman hias aglaonema dapat diketahui.

(28)
(29)

2.4. Hipotesis Penelitian

(30)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja), yaitu di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara dengan alasan bahwa Kota Medan merupakan salah satu kota yang memiliki potensi lahan yang besar pada usahatani tanaman hias aglaonema.

3.2. Metode Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah “Metode Sensus”. Menurut Sudjana (1992) metode sensus terjadi apabila setiap anggota atau karakteristik yang ada di dalam populasi dikenai penelitian. Hal ini disebabkan populasi yang ada kurang dari 30.

(31)

Tabel 2. Jumlah Sampel Petani Tanaman Hias Aglaonema di Kota Medan

Sumber: Dinas Pertanian Kota Medan, 2006

3.3. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari petani melalui metode wawancara dengan menggunakan kuisioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.

3.4. Metode Analisis Data

Untuk identifikasi masalah 1 digunakan analisis deskriptif yaitu dengan melihat perkembangan usahatani (Luas lahan, produksi, dan produktivitas) dan pemasaran (harga dan permintaan pasar) tanaman hias aglaonema di Kota Medan.

Untuk hipotesis dan identifikasi masalah 2 digunakan metode analisis fungsi Cobb-Douglass, yaitu:

Logaritma persamaan diatas adalah:

(32)

dimana: = produksi

a = koefisien intercept atau konstanta X1 = luas lahan

Untuk menguji apakah variabel bebas yakni faktor produksi (Xi) berpengaruh

secara serentak atau bersama-sama terhadap variabel terikat (Y). Untuk pengujian ini digunakan uji F, yaitu:

(

)

Sedangkan untuk menguji apakah variabel bebas yakni faktor produksi (Xi)

(33)

Dengan kriteria: H0 diterima (H1 ditolak) apabila - tα/2≤ t0≤ tα/2

H0 ditolak (H1 diterima) apabila t0 > tα/2 atau t0< - tα/2

Dimana: H0 : tidak ada hubungan antara Xi dan Y

H1 : ada hubungan antara Xi dan Y

(Hasan, 2004).

Untuk identifikasi masalah 3 besarnya keuntungan usahatani dapat dianalisis dengan menggunakan tingkat pendapatan usahatani dengan rumus:

Pd = TR – TC

Dimana: Pd = Pendapatan atau keuntungan usahatani TR = Total penerimaan

TC = Total biaya

Dengan kriteria apabila pendapatan lebih besar dari UMR, yaitu Rp 820.000/bulan, maka dikategorikan tinggi.

Sedangkan tingkat keuntungan usahatani dianalisis dengan Return Cost Ratio (rasio R/C) atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematik, hal ini dituliskan sebagai berikut:

a = R/C R = Py.Y

C = FC+VC

a = {(Py.Y)/(FC+VC)} Dimana: R = Penerimaan

C = Biaya

(34)

FC= biaya tetap (fixed cost)

VC= biaya variabel (variable cost) Indikatornya adalah sebagai berikut:

- Bila R/C = 1 maka usaha itu tidak untung dan tidak rugi. - Bila R/C < 1 maka usaha itu rugi (prospeknya kecil). - Bila R/C > 1 maka usaha itu beruntung (prospeknya besar). (Soekartawi, 1995a)

Untuk identifikasi masalah 4 dianalisis dengan menggunakan metode

Return on Invesment (ROI)dengan rumus:

ROI = 100%

ROI : Tingkat pengembalian modal Pendapatan Bersih : Total penerimaan dikurangi biaya Total Asset : Jumlah modal yang dimiliki petani

Semakin kecil nilai ROI makin tidak efisien penggunaan modal tersebut (Soekartawi, 1995b).

Untuk identifikasi masalah 5 digunakan analisis deskriptif yaitu dengan melihat masalah yang muncul dalam pengembangan usahatani tanaman hias aglaonema.

Untuk identifikasi masalah 6 digunakan analisis deskriptif dan analisis SWOT untuk menetukan strategi guna mendukung prospek yang ada.

(35)

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional

3.5.1. Defenisi

1. Petani tanaman hias adalah petani yang saat ini sedang menanam tanaman hias aglaonema.

2. Usahatani adalah pengalokasian sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.

3. Produksi adalah tanaman hias yang dihasilkan oleh petani. Dimana dalam hal ini adalah tanaman hias aglaonema dalam pot.

4. Faktor produksi adalah berbagai input atau masukan yang digunakan dalam proses produksi untuk memperoleh output yang diinginkan.

5. Biaya produksi adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh petani selama proses produksi berlangsung samapi siap untuk dipasarkan.

6. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani dengan total biaya yang dikeluarkan dalam suatu usahatani.

7. Prospek usaha yaitu peluang-peluang dari pengembangan usahatani tanaman hias agalonema di masa yang akan datang.

(36)

3.5.2. Batasan Operaional

1. Tanaman hias adalah aglaonema (Aglaonema sp) jenis Pride of Sumatera

dengan jumlah daun 3 - 5.

2. Populasi adalah petani yang menanam tanaman hias aglaonema di daerah penelitian.

3. Waktu penelitian adalah tahun 2007.

(37)

IV. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

4.1.Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1. Luas dan Letak Geografis

Kota Medan merupakan salah satu dari 25 Daerah Tingkat II di Sumatera Utara dengan luas daerah sekitar 265,10 km2. Kota ini merupakan pusat pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah utara, selatan, barat, dan timur. Sebagian besar wilayah Kota Medan merupakan tempat pertemuan dua sungai yaitu sungai Babura dan sungai Deli. Kota Medan terletak antara: 20,27’ – 20,47’ LU dan 980,35’ – 980,44’ BT. Kota Medan terletak 2,5 – 37,5 m di atas permukaan laut.

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut stasiun Polonia pada tahun 2005 berkisar antara 23,2 0C – 24,10C dan suhu maksimum berkisar antara 30,60C – 33,90C serta menurut stasiun Sampali suhu minimumnya berkisar antara 23,60C – 24,80C dan suhu maksimum berkisar antara 30,00C – 33,40C.

(38)

4.1.2. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Kota Medan adalah 2.036.185 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 460.084 KK yang tersebar di setiap kecamatan di Kota Medan. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai jumlah dan persentase penduduk Kota Medan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di KotaMedan Tahun 2005

Laki-laki Perempuan

Jumlah Total 1.012.040 49,70 1.024.145 50,30 2.036.185

Sumber: BPS Sumatera Utara, 2006.

(39)

Tabel 4. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Kota

6. Lain-lain 367.332 79,84

Jumlah 460.084 100,00

Sumber: BPS Sumatera Utara, 2006

Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa mata pencaharian penduduk Kota Medan bervariasi jenisnya, yaitu pegawai negeri sebesar 18.670 orang (4,06 %), pegawai swasta sebesar 14.570 (3,17 %), TNI/POLRI sebesar 13.562 (2,95 %), tenaga pengajar sebesar 43.551 orang (9,46 %), Tenaga Kesehatan sebesar 2.339 orang (0,52 %), dan lainnya. Mata pencaharian lainnya merupakan gabungan dari berbagai macam pekerjaan yang tidak dapat disebutkan satu persatu sebesar 367.332 orang (79,48 %).

4.1.3. Penggunaan Tanah

Luas dan penggunaan tanah di Kota Medan dapat dilihat pada tabel 5 berikut:

Tabel 5. Luas dan Jenis Penggunaan Tanah di Kota Medan Tahun 2005

No. Uraian Jumlah (Ha) %

1. Pemukiman 9.623,13 36,30

2. Perkebunan 821,81 3,10

3. Lahan Jasa 503,69 1,90

4. Sawah 1.617,11 6,10

5. Perusahaan 1.113,42 4,20

6. Kebun Campuran 11.956,01 45,10

7. Industri 397,65 1,50

8. Hutan Rawa 477,18 1,80

Total 26.510,00 100,00

(40)

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa luas dan penggunaan tanah di Kota Medan digunakan untuk pemukiman, perkebunan, lahan jasa, sawah, perusahaan, kebun campuran, industri, dan hutan rawa. Kebun campuran merupakan lahan yang paling luas digunakan di Kota Medan sebesar 11.956,01 ha (45,10 %) sedangkan lahan yang sempit digunakan untuk industri sebesar 397,65 ha (1.50 %).

4.2. Karakteristik Petani Sampel

Karakteristik petani sampel dalam penelitian ini digambarkan oleh luas lahan, umur, pendidikan, pengalaman bertani tanaman hias, dan jumlah tanggungan. Karakteristik petani tanaman hias agalonema dapat dilihat pada tabel 6 berikut:

Tabel 6. Karakteristik Sampel Petani Tanaman Hias Aglaonema Kota Medan

Medan

No. Uraian Satuan

Tertinggi Terendah Rataan

1. Luas Lahan m2 200 24 104,57

2. Umur Tahun 59 30 46

3. Pendidikan Tahun 17 12 12

4. Pengalaman Bertani Tahun 17 5 10

5. Jumlah Tanggungan orang 5 1 3

Sumber: Analisa Data Primer (lampiran 1)

Dari tabel 6 di atas dapat dilihat rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh petani tanaman hias agalonema di Kota Medan adalah 104.57 m2. Hal ini menunjukkan bahwa petani tanaman hias aglaonema belum mempunyai lahan yang luas untuk mengembangkan usahatani tanaman hias aglaonema tersebut.

(41)

pada usia produkitf sehingga sangat potensial untuk mengembangkan usahatani tanaman hias aglaonemanya.

Pendidikan rata-rata petani tanaman hias aglaonema di Kota Medan adalah 12 tahun. Pendidikan 12 tahun menunjukkan pendidikan rata-rata petani adalah setingkat SMU. Sedangkan pengalaman bertani tanaman hias sudah cukup lama, sehingga ada kemungkinan dapat meningkatkan produksi aglaonema tersebut. Hal ini karena berpengaruh pada keahlian dan pengetahuan di dalam mengatasi masalah-masalah budidaya tanaman hias tersebut.

(42)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Perkembangan Usahatani (Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas) dan Pemasaran (Harga dan Permintaan Pasar)

5.1.1. Analisis Perkembangan Usahatani

Perkembangan usahatani yang akan dilihat adalah luas lahan yang dimiliki oleh petani, produksi tanaman hias aglaonema, dan produktivitasnya. Berikut data yang menyajikan perkembangan usahatani tanaman hias agalonema di Kota Medan selama 3 tahun.

Tabel 7. Rataan Perkembangan Usahatani Tanaman Hias Aglaonema di Kota Medan Selama 3 Tahun

USAHATANI

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 14)

Dari data di atas dapat diketahui bahwa luas lahan untuk tanaman hias aglaonema dapat dikatakan konstan dari tahun ke tahun. Artinya tidak ada penambahan atau pengurangan luas lahan secara signifikan. Rataan perkembangan lusa lahan tanaman hias di Kota Medan adalah 104,57 m2 (33,33 %). Dengan Luas lahan per petani sampelnya adalah 24 – 200 m2.

(43)

dengan produksi sebesar 2.513,14 pot (42,82 %) sedangkan yang terendah pada tahun 2006 yaitu sebesar 1.388,57 pot (23,66 %).

Perkembangan produktivitas usahatani tanaman hias agalaonema di Kota Medan dapat dilihat pada tabel 7 di atas. Seperti halnya produksi, produktivitas usahatani tanaman hias aglaonema di Kota Medan juga mengalami penurunan dari tahun 2005 ke tahun 2006 sebesar 21,34 % dan peningkatan terjadi pada tahun 2004 ke tahun 2005 sebesar 11,18 %. Produktivitas terendah sebesar 15,46 pot/m2 (22,83 %) dan tertinggi 29,91 pot/m2 (44,17 %). Penurunan produksi disebabkan oleh permintaan pasar yang semakin menurun sehingga produktivitas juga menurun.

5.1.2. Analisis Perkembangan Pemasaran

Pemasaran merupakan penghubung antara kebutuhan-kebutuhan masyarakat dengan produsen kebutuhan. Pemasaran tanaman hias aglaonema di Kota Medan biasanya pembeli dapat langsung membeli ke produsennya karena disini petani bertindak sekaligus sebagai penjual, sehingga saluran pemasaran untuk tanaman hias di Kota Medan pendek.

(44)

Tabel 8. Perkembangan Pemasaran Tanaman hias Agalonema di Kota Medan Selama 3 Tahun.

PEMASARAN

Total 375,000 100 5,868.85 100

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 13)

Dari tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa harga tanaman hias aglaonema mengalami penurunan pada tahun 2006. Harga tanaman hias aglaonema pada tahun 2006 sebesar Rp 75.000 per pot (20 %) sedangkan pada tahun 2004 dan 2005 konstan yaitu Rp 150.000 per pot (40 %). Meskipun terjadi penurunan harga tetapi harga tanaman hias aglaonema tersebut masih dikategorikan mahal dibandingkan tanaman hias lainnya. Harga aglaonema yang dijual oleh petani biasanya dihitung perdaun dan menurut jenis tanaman hias aglaonema tersebut. Harga Rp 75.000 – Rp 150.000 per pot merupakan harga aglaonema paling murah pada tahunnya dimana dalam 1 pot hanya terdiri dari 3 – 5 daun saja dan merupakan jenis yang sudah banyak di pasaran yaitu Pride of Sumatera.

(45)

5.2. Analisis Pengaruh Faktor Produksi terhadap Produksi

Dalam suatu usahatani faktor-faktor produksi akan senantiasa mempengaruhi produksi tanaman. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produksi suatu usahatani maka dapat dilakukan dengan uji fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi Produksi Cobb-Douglas merupakan aplikasi dari analisis regresi yang menjelaskan hubungan sebab-akibat.

Berikut ini data analisis Cobb-douglas:

Tabel 9. Analisis Regresi Fungsi Produksi Cobb Douglas pada Usahatani Tanaman Hias aglaonema

Variabel Koefisien regresi thitung Signifikan

Intercept

Sumber: Analisis Data primer(Lampiran 15)

Berdasarkan tabel 9 diatas, persamaan regresi yang terbentuk adalah sebagai berikut:

log Y = 1,252 + 0,148 log X1 – 0,046 log X2 + 0,769 log X3 + 0,015 log X4 dimana : Y = Produksi/penerimaan

X1 = Luas lahan

X3 = Tenaga kerja

X4 = Bibit

(46)

Dari persamaan regresi di atas maka dapat ditarik suatu analisis sebagai berikut: 1. Secara serempak diperoleh Fhitung sebesar 165,443 sedangkan Ftabel sebesar

3,86. Hal ini berarti Fhitung > Ftabel yang menunjukkan bahwa keempat variabel

berpengaruh nyata terhadap produksi dan penerimaan usahatani tanaman hias aglaonema (H0 ditolak).

2. Secara parsial diperoleh:

- thitung X1 sebesar 2,984 sedangkan ttabel sebesar 2,14. Hal ini berarti thitung >

ttabel, yang menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa luas

lahan akan mempengaruhi tingkat produksi/penerimaan diterima (H0

ditolak), karena adanya pengaruh yang nyata dari penggunaan luas lahan terhadap produksi/penerimaan usahatani.

- thitung X2 sebesar -0,898 sedangkan ttabel sebesar 2,14. Hal ini berarti thitung <

ttabel, yang menunjukkan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap

produksi/penerimaan usahatani tanaman hias aglaonema, artinya menurut analisa ini tenaga kerja tidak begitu mempengaruhi produksi/penerimaan. Jadi, hipotesis yang menyatakan bahwa penggunaan tenaga kerja akan mempengaruhi tingkat produksi/penerimaan secara nyata ditolak (H0

diterima).

- thitung X3 sebesar 13,942 sedangkan ttabel sebesar 2,14. Hal ini berarti thitung

> ttabel, menunjukkan penggunaan bibit berpengaruh nyata terhadap

(47)

mempengaruhi tingkat produksi/penerimaan secara nyata diterima (H0

ditolak).

- thitung X4 sebesar 0,149 sedangkan ttabel sebesar 2,14. Hal ini berarti thitung <

ttabel, yang menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan pemakaian

pupuk dalam usahatani aglaonema akan mempengaruhi tingkat produksi/penerimaan usahatani tanaman hias aglaonema dapat ditolak (H0

diterima).

3. Nilai R2 sebesar 0,987 menunjukkan bahwa sebanyak 98,7 % adanya keeratan hubungan antara semua variabel dependen (luas lahan, tenaga kerja, bibit, dan pupuk) terhadap tingkat produksi/penerimaan.

5.3. Analisis Finansial Tanaman Hias Agalonema

Analisis finansial suatu usahatani diperlukan untuk mengetahui sejauh mana keadaan keuangan dari usahatani yang nantinya akan berkaitan dengan prospek pengembangan usahatani tersebut di masa mendatang. Aspek finansial yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah besar keuntungan usahatani, tingkat keuntungan usahatani (R/C ratio), dan tingkat pengembalian modal (Return on Investment).

5.3.1. Analisis Besar Keuntungan Usahatani

Besar keuntungan usahatani dapat dilihat dari pendapatan bersih yang diperoleh petani. Dimana besarnya pendapatan bersih petani tergantung dari penerimaan dan biaya produksi selama 1 periode.

(48)

transportasi yang diukur dalam satuan rupiah. Berikut rataan biaya produksi usahatani tanaman hias aglaonema selama 3 tahun:

Tabel 10. Rataan Biaya Produksi (Rp) Tanaman Hias Aglaonema selama 3 Tahun

Uraian 2004 2005 2006 Rataan

Biaya Saprodi (Rp) 206.739.180 264.111.820 74.552.250 181.801.080 Biaya Tenaga Kerja (Rp) 8.344.290 8.344.290 8.344.290 8.344.290

Penyusutan Alat (Rp) 55.570 55.570 55.570 55.570

Sewa Lahan (Rp) 5.228.570 5.228.570 5.228.570 5.228.570 Transportasi (Rp) 3.342.860 3.342.860 3.342.860 3.342.860

Jumlah Biaya Produksi (Rp) 3.342.860 281.083.110 91.523.540 198.772.370

Sumber:Analisis Data Primer (Lampiran 8)

Untuk biaya sarana produksi terdiri dari biaya bibit, pupuk (pupuk NPK, NASA, B1, dan dekastar), dan biaya obat-obatan (matador dan perfektan). Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa rataan biaya sarana produksi selama 3 tahun adalah Rp 181.801.080 per petani. Dimana biaya produksi tertinggi terdapat pada tahun 2005 sebesar Rp 264.111.820 sedangkan biaya produksi yang terendah terdapat pada tahun 2006 sebesar Rp 74.552.250 per petani.

Untuk biaya tenaga kerja besarnya biaya didasarkan pada banyaknya orang yang bekerja. Dimana kegiatan yang dilakukan adalah pemeliharaan terhada tanaman hias aglaonema seperti: penyiraman tanaman, pemupukan, dan pengendalian hama penyakit. Dari tabel 10 diketahui bahwa rataan biaya tenaga kerja pada usahatani tanaman hias aglaonema dapat dikatakan konstan dari tahun ke tahun. Artinya tidak ada penambahan ataupun pengurangan biaya tenaga kerja secara signifikan. Rataan biaya tenaga kerja sebesar Rp 8.344.290 per petani.

(49)

aglaonema adalah gunting, cutter, sarung tangan, handsprayer, dan sprayer bag. Dari tabel 10 menunjukkan bahwa rataan biaya penyusutan selama 3 tahun per petani sebesar Rp 55.570. Dimana untuk setiap tahunnya tidak mengalami perubahan (konstan).

Sewa lahan merupakan biaya produksi yang dihitung berdasarkan luasnya lahan uasahatani. Rataan biaya sewa lahan selama 3 tahun dapat dilihat pada tabel 10. Dari tabel 10 diketahui bahwa rataan biaya sewa lahan selama 3 tahun per petani adalah Rp 5.228.570. Dimana untuk setiap tahunnya biaya sewa tetap (konstan). Artinya biaya sewa lahan tidak ada penambahan ataupun pengurangan untuk setiap tahunnya.

Dari tabel 10 juga dapat diketahui bahwa rataan biaya transportasi selama 3 tahun adalah Rp 3.342.860 per petani. Dimana biaya transportasi juga tidak mengalami perubahan untuk setiap tahunnya sehingga dapat dianggap tetap (konstan).

Untuk biaya produksi itu sendiri juga dapat dilihat pada tabel 10. Dari tabel 10 tersebut dapat diketahui bahwa rataan biaya produksi selama 3 tahun sebesar Rp 198.772.370 per petani. Dimana biaya produksi tertinggi terdapat pada tahun 2005 sebesar Rp 281.083.110 sedangkan biaya produksi terendah terdapat pada tahun 2006 Rp 91.523.540.

(50)

terdapat pada tahun 2006 sebesar Rp 104.142.860. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa tinggi rendahnya penerimaan dipengaruhi oleh harga jual dan jumlah produksi. Semakin mahal harga jual tanaman hias aglaonema dan semakin banyak jumlah produksi maka semakin besar pula penerimaan usahatani tanaman hias aglaonema yang diperoleh petani. Begitu juga sebaliknya.

Dari penerimaan dikurangi dengan biaya produksi maka di dapat pendapatan bersih. Rataan pendapatan bersih yang diperoleh petani tanaman hias aglaonema selama 3 tahun dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 11. Rataan Pendapatan Bersih (Rp) Usahatani Tanaman Hias Aglaonema Selama 3 Tahun.

Uraian 2004 2005 2006 Rataan

Penerimaan (Rp) 295,071,430 376,971,430 104,142,860 258,728,573 Biaya Produksi (Rp) 223,710,460 281,083,110 91,523,540 198,772,370

Jlh Pend. Bersih (Rp) 71,360,970 95,888,320 12,619,320 59,956,203

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 9)

(51)

5.3.2. Analisis Tingkat Keuntungan Usahatani (R/C ratio)

Kelayakan usahatani tanaman hias aglaonema dapat diukur dengan menggunakan analisis rasio R/C. Rasio R/C merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. Rataan rasio R/C dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 13. Rataan Tingkat Keuntungan Usahatani (R/C ratio) Tanaman Hias Aglaonema Selama 3 Tahun.

Uraian 2004 2005 2006 Rataan

R/C 1,32 1,34 1,15 1,27

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 10)

Dari tabel 13 diketahui pada tahun 2004 tingkat keuntungan usahatani (R/C ratio) adalah 1,32. Artinya setiap modal Rp 100 yang dikeluarkan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 132. Pada tahun 2005 tingkat keuntungan usahatani terjadi peningkatan yaitu 1,34. Artinya setiap modal Rp 100 yang dikeluarkan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 134. Sedangkan pada tahun 2006 tingkat keuntungan usahatani mengalami penurunan yaitu 1,15 yang artinya setiap modal Rp 100 yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 115.

(52)

besar) dan akan berkembang jika petani mampu mengelola usahatani tanaman hias aglaonema dengan menemukan penyilangan-penyilangan baru (menciptakan warna-warna daun yang cantik/species yang baru) terhadap tanaman hias agalonema muncul lagi dan konsumsi terhadap aglaonema meningkat yang dapat membuat harga jualnya akan naik serta keuntungan yang diperoleh petani semakin meningkat.

5.3.3. Analisis Tingkat Pengembalian Modal (ROI)

ROI (Return on Invesment) digunakan untuk melihat tingkat efisien dari modal yang telah dikeluarkan. ROI merupakan besar pendapatan bersih dibagi dengan besar modal yang dikeluarkan dalam usahatani. Yang termasuk modal adalah nilai tanah, sarana produksi, dan peralatan yang telah digunakan petani. Sedangkan pendapatan bersih merupakan selisih antara penerimaan dan biaya produksi.

Untuk melihat tingkat pengembalian modal (ROI) tanaman hias aglaonema dapat dilihat pada tabel 14 berikut:

Tabel 14. Rataan Tingkat Pengembalian Modal (ROI) Tanaman Hias

Aglaonema selama 3 Tahun

Uraian 2004 2005 2006 Rataan

ROI (%) 34 36 17 29

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 20)

(53)

Dengan demikian usahatani tanaman hias agalaonema layak atau prospektif dikembangkan karena diketahui bahwa rata-rata petani sampel dapat mengembalikan modal usahanya untuk setiap tahun.

5.4. Masalah-masalah yang Dihadapi Petani dalam Pengembangan

Tanaman Hias Aglaonema

Dalam pengembangan usahatani tanaman hias aglaonema di daerah penelitian, banyak ditemukan berbagai masalah yang dihadapi oleh petani, baik itu masalah internal maupun eksternal. Dimana masalah ini dapat menjadi penghambat bagi pengembangan usahatani tanaman hias aglaonema yang menyebabkan kurangnya pendapatan yang diperoleh petani.

Dibawah ini akan diuraikan masalah-masalah apa saja yang dihadapi oleh petani adalah sebagai berikut:

1. Modal Terbatas

Modal merupakan salah satu masalah yang menghambat dalam pengembangan usahatani tanaman hias aglaonema. Modal yang dimiliki petani umumnya adalah modal sendiri, tetapi ada juga beberapa petani yang pernah meminjam modal. Alasan sebagian petani tidak mau meminjam modal adalah karena bunga yang ditawarkan terlalu besar, sehingga sulit untuk mengembalikannya. Akibat terbatasnya modal menyebabkan pemeliharaan yang dilakukan kurang optimal.

2. Kurangnya seni dan hobby

(54)

perawatannya sedangkan untuk menghasilkan produksi aglaonema yang bagus dan cantik mereka tidak dapat melakukan penyilangan sendiri.

3. Persaingan dengan bunga plastik dan tanaman hias lainnya

Masyarakat sekarang cenderung beralih ke bunga plastik karena disamping harganya murah, bunga plastik juga tahan lama. Persaingan tidak hanya di bunga plastik, untuk tanaman hias lainnya juga menjadi persaingan aglaonema. Tanaman hias yang menjadi saingan tidak hanya yang harga murah saja tetapi harga yang tinggi dari aglaonema juga menjadi incaran para pengoleksi aglaonema.

4. Serangan hama penyakit

Serangan hama penyakit yang sering terjadi adalah busuk akar dan daun yang disebabkan oleh cuaca yang buruk yaitu hujan. Sedangkan untuk tumbuhnya jamur biasanya disebabkan oleh luas lahan yang sempit yang dimiliki oleh petani tanaman hias aglaonema. Karena dengan lahan yang sempit tempat akan menjadi lembab sehingga jamur mudah tumbuh.

5. Pemasaran Skala Daerah

Untuk pemasaran tanaman hias aglaonema di Kota Medan masih bersifat skala daerah. Dan juga bila ada pameran juga masih bersifat skala daerah. Berbeda dengan Jakarta yang pemasaran dan pameran sudah bersifat skala nasional. 6. Pengadaan bibit

(55)

7. Maraknya aksi pencurian tanaman hias

Pencurian tanaman hias sering terjadi pada setiap petani. Mahalnya harga tanaman hias aglaonema membuat orang menjadi ”gelap mata” dan tergiur untuk melakukan aksi pencurian.

8. Permintaan pasar menurun

Permintaan pasar terhadap tanaman hias aglaonema saat ini sedang mengalami penurunan. Menurut petani tanaman hias itu ibarat “mode”, selalu saja muncul tanaman-tanaman baru sehingga tanaman lama tersebut tergantikan karena

trendnya mulai memudar. Oleh karena itu, aglaonema telah tergantikan oleh tanaman yang lainnya yang saat ini lagi trend.

5.5. Strategi Pengembangan Tanaman Hias Aglaonema di Kota Medan di Masa yang Akan Datang

Dari hasil analisis dan pembahasan masalah dapat ditarik kesimpulan bahwa usahatani tanaman hias aglaonema di Kota Medan mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan. Namun untuk itu harus tetap melihat bagaimana strategi pengembangan tanaman hias aglaonema di masa yang akan datang guna mempertahankan prospek tersebut.

(56)

dengan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) yang akhirnya dapat menentukan beberapa strategi.

Berikut ini analisis SWOT usahatani tanaman hias agalonema di Kota Medan:

5.5.1. Faktor Internal

1. Kekuatan

- Tanaman hias aglaonema memiliki warna daun mempesona dan beraneka ragam sehingga membuat pembeli tertarik walaupun dengan harga yang mahal.

- Tanaman hias agalonema dapat dengan mudah tumbuh dengan adanya pengaturan cahaya dan temperatur.

- Harga tanaman hias aglaonema mahal

Harga tanaman hias aglaonema bervariasi sesuai jenisnya yang dihitung perlembar daun. Semakin banyak daunnya semakin mahal harga aglaonema tersebut. Harga aglaonema untuk saat ini mengalami penurunan. Walaupun begitu jika dibandingkan dengan tanaman hias lainnya agalonema memiliki harga yang mahal.

- Tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh petani tinggi.

Tingkat pendidikan dan pengalaman petani tinggi sehingga dapat menambah pengetahuan petani dalam melakukan usahatani tanaman hias aglaonema tersebut.

2. Kelemahan

(57)

- Modal yang dimiliki petani terbatas sedangkan kebutuhan dalam pengembangan usahatani tanaman hias aglaonema besar.

- Pengadaan bibit yang sulit diperoleh petani sehingga petani harus ke Jakarta atau ke Thailand untuk memperoleh bibit tersebut.

- Kurangnya seni dan hobi para petani dalam perawatan dan memproduksi tanaman hias agalonema itu sendiri.

5.5.2. Faktor Eksternal

1. Peluang

- Saluran pemasaran yang pendek.

Pembeli dapat langsung menjumpai petani tanaman hias aglaonema sehingga pembeli dapat berkonsultasi dalam hal perawatan dan pemeliharaannya.

- Trend tanaman hias rental

Pada saat ini perusahaan-perusahaan sering menyewa tanaman hias dari

nursery untuk memperindah dan menyejukkan kantornya. Tanaman hias yang disewakan adalah tanaman hias indoor (tanaman hias yang dapat hidup di dalam ruangan). Untuk itu tanaman hias aglaonema memiliki peluang untuk disewakan ke perusahaan.

2. Ancaman

- Adanya persaingan dari bunga plastik dan tanaman hias lainnya.

- Serangan hama penyakit yang akan menambah besarnya biaya produksi sehingga pendapatan petani berkurang.

(58)

- Permintaan pasar tanaman hias aglaonema mengalami penurunan.

5.5.3. Penentuan Strategi

(59)

Gambar 2. Penentuan Strategi dengan Matriks SWOT

Kekuatan (S) Kelemahan (W) Internal

Peluang (O) Strategi SO Strategi WO

1.Saluran pemasaran

Ancaman (T) Strategi ST Strategi WT

1.Persaingan bunga koran, radio, dinas terkait

untuk menambah pengetahuan tentang tanaman hias aglaonema (W3, T1, T2).

(60)

5.5.4. Strategi SO

Strategi pengembangan usahatani tanaman hias agalonema di Kota Medan dengan menggunakan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada, yaitu dengan memperluas jaringan pemasaran dengan tujuan agar produksi tanaman hias agalonema dapat selalu ditampung oleh pasar. Tidak hanya untuk penjualannya saja tetapi juga dalam tanaman hias aglaonema yang disewakan perusahaan.

5.5.5. Strategi WO

Strategi pengembangan usahatani tanaman hias aglaonema di Kota Medan dengan meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang yang ada, yaitu: 1. Mengikuti pameran dan lomba tanaman hias yang berskala internasional

Bertujuan agar dapat menarik pelanggan dari luar daerah kota Medan bahkan luar negeri sehingga dapat petani dapat meningkatkan produksi. Sejalan dengan itu meningkat juga pendapatan petani.

2. Inisiatif kredit untuk menambah modal

Pada umumnya usaha skala besar membutuhkan modal yang besar. Tetapi dapat mengecilkan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani, sehingga dapat meningkatkan pendapatan keluarga.

3. Meminta pemerintah untuk menyediakan pengadaan bibit

(61)

4. Mengikuti pelatihan untuk menambah kreatifitas

Bertujuan agar petani dapat menambah pengetahuan mengenai penyilangan dan perbanyakan aglaonema yang baik sehingga dapat memproduksi bibit sendiri.

5.5.6. Strategi ST

Strategi pengembangan usahatani tanaman hias aglaonema di Kota Medan dengan menggunakan seluruh kekuatan untuk mengatasi ancaman yang ada, yaitu: 1. Memanfaatkan pengetahuan petani untuk memberikan sentuhan kreativitas

agar tanaman hias agalonema tetap menarik

Bertujuan agar konsumen tetap menyenangi tanaman hias aglaonema dengan menciptakan warna-warna yang tetap mempesona.

2. Menggunakan pengetahuan yang ada dalam memberantas serangan hama dan penyakit

Bertujuan agar produksi yang dihasilkan optimal sehingga keuntungan yang diperoleh petani maksimal.

3. Membuat rumah kasa dan penjagaan diperketat

Pembuatan rumah kasa ditujukan untuk menghindari aksi pencurian. Selain itu, juga memenuhi syarat pertumbuhan untuk mengatur cahaya dan temperatur. Penjagaan diperketat juga ditujukan untuk menghindari hilangnya tanaman hias aglaonema yang petani miliki.

5.5.7. Strategi WT

(62)

pengetahuan tentang tanaman hias aglaonema. Informasi yang perlu dicari adalah mengenai penyilangan, perbanyakan, perawatan, dan pemeliharaan tanaman hias agalonema tersebut. Dengan begitu petani dapat menambah pengetahuannya yang dapat berguna bagi produksi tanaman hias aglaonema tersebut sehingga akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani.

(63)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Perkembangan usahatani dilihat dari produksi dan produktivitas mengalami penurunan sedangkan dari luas lahan konstan. Perkembangan pemasaran (harga dan permintaan pasar) tanaman hias aglaonema mengalami penurunan. 2. Penggunaan faktor-faktor produksi (luas lahan, tenaga kerja, bibit, dan pupuk)

berpengaruh secara nyata terhadap produksi/penerimaan.

3. Besar keuntungan yang diperoleh petani dikategorikan tinggi yaitu Rp 59.956.203 per petani. Sedangkan tingkat keuntungan usahatani yang

diperoleh adalah 1,27 (prospek besar).

4. Tingkat pengembalian modal yang diperoleh petani adalah 29 %.

5. Masalah-masalah yang dihadapi antara lain modal terbatas, kurangnya seni dan hobby, persaingan dengan bunga plastik dan tanaman hias lainnya, serangan hama penyakit, pemasaran skala daerah, pengadaan bibit yang sulit diperoleh petani, maraknya aksi pencurian tanaman hias, permintaan pasar menurun.

(64)

6.2. Saran

1. Kepada Petani

Agar menjajaki pasar nasional dan ekspor bekerjasama dengan eksportir tanaman hias aglaonema di Kota Medan serta mengikuti pameran dan perlombaan tanaman hias yang berskala internasional.

2. Kepada Pemerintah

Pemerintah diharapkan agar mendukung petani tanaman hias aglaonema dengan pengadaan bibit tanamn hias aglaonema dan membantu petani dalam melakukan pemasaran ekspor.

3. Kepada Peneliti

(65)

DAFTAR PUSTAKA

Annonimous, 1992. Hidroponik Tanaman Hias. Penebar Swadaya, Jakarta. , 1998. Tanaman Hias Indoor Populer. Penebar Swadaya, Jakarta.

Beattie, B.R. dan C.R. Taylor, 1994. Ekonomi Produksi. Penerjemah: Dr. Soeratno Josohardjono, MEc. UGM-Press, Yogyakarta.

Dinas Pertanian, 2005. Profil Tanaman Hias. Medan.

Departemen Pertanian, 2006. Analisis dan Evaluasi Pengembangan Komoditas Hortikultura Unggulan. Jakarta.

Hanani, N, J.B. Ibrahim, dan M. Purnomo, 2003. Strategi Pembangunan Pertanian. Lappera Pustaka Utama, Yogyakarta.

Hasan, I, 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Bumi Aksara, Jakarta. Joesron, T.S. dan M. Fathorrozi, 2003. Teori Ekonomi Mikro Dilengkapi

Beberapa Bentuk Fungsi Produksi. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Mubyarto, 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta.

Prihmantoro, 1997. Tanaman Hias Daun. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rahardi, R, 2003. Cerdas Beragrobisnis: Mengubah Rintangan Menjadi Peluang Berinvestasi. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Silalahi, U, 2002. Pemahaman Praktis Asas-asas Manajemen. Mandar Maju, Bandung.

Soekartawi, 1994. Pembangunan Pertanian. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. , 1995a. Analisis Usahatani. UI-Press, Jakarta.

(66)

, 1996. Manajemen Agribisnis Bunga Potong. UI-Press, Jakarta.

, 1999. Agribisnis: Teori dan Aplikasinya. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Subono, M dan A. Andoko, 2005. Meningkatkan Kualitas Aglaonema Sang Ratu Pembawa Rezeki. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Sudiyono, A, 2004. Pemasaran Pertanian. UMM-Press, Malang. Sudjana, 1992. Metoda Statistika. Tarsito, Bandung.

Sukirno, 2002. Pengantar Teori Mikroekonomi. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Sutomo, B, 2006. Aglaonema: Tanaman Hias Daun Pembawa Hoki.

http://www.bernas.co.id .

Gambar

Tabel 1.  Perkembangan Luas Areal Panen Tanaman Hias di Indonesia   Tahun 2001 – 2005
Tabel 2. Jumlah Sampel Petani Tanaman Hias Aglaonema di Kota Medan
Tabel 3. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di KotaMedan Tahun 2005
Tabel 5. Luas dan Jenis Penggunaan Tanah di Kota Medan Tahun 2005 No. Uraian Jumlah (Ha) %
+7

Referensi

Dokumen terkait

antara permintaan dan penawaran terhadap produk-produk Cresh. Selanjutnya masalah yang dihadapi oleh Cresh adalah jaringan distribusi yang selama ini berjalan dalam usaha

Penelitian ini tentang Prospek Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Hias di Kota Pekanbaru penelitian ini telah dilaksanakan pada 27 Februari - 23 Maret 2016 ditempat pembudidayaan

Bahwasanya melalui Uji F merupakan uji keberartian hubungan secara serentak dapat diketahui bahwa hubungan antara keuntungan usahatani tanaman hias mawar

Besar kecilnya penerimaan dalam usahatani diperoleh petani dari

Penelitian ini tentang Prospek Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Hias di Kota Pekanbaru penelitian ini telah dilaksanakan pada 27 Februari - 23 Maret 2016 ditempat pembudidayaan

Berdasarkan hasil penelitian keanekaragaman jenis tanaman hias yang telah dilakukan di kawasan Taman Beringin Kota Medan, ditemukan 13 tanaman hias, yaitu hanjuang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada keeratan hubungan antara modal dengan pendapatan usaha pedagang tanaman hias dan bernilai positif cukup, ada keeratan hubungan antara

Pada umumnya, kerugian yang dihadapi petani yang menerapkan sistem usahatani tanaman-ternak adalah berkurangnya alokasi waktu untuk ternak sebagai akibat dari semakin