• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis bioekonomi dilakukan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan selar kuning yang optimal. Analisis bioekonomi menjadikan aspek ekonomi tidak hanya menjadi fokus utama, tetapi aspek biologi pun

diperhitungkan. Aspek ekonomi dapat menjadikan hasil analisis ini mudah dipahami oleh nelayan karena hasilnya menyajikan tingkat optimal manfaat atau keuntungan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang diterima oleh nelayan (Sobari et al. 2009). Kondisi ini dapat menjadikan pemanfaatan sumberdaya perikanan, khususnya perikanan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu termasuk di dalamnya Perairan Pulau Sebira, dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Pendapatan nasional per kapita yang selalu meningkat setiap tahunnya (BPS 2014) berpengaruh pada meningkatnya konsumsi ikan per kapita nasional (KKP 2013b). Kondisi ini dapat menggambarkan bahwa tingkat permintaan ikan juga meningkat. Meningkatnya permintaan ikan untuk dikonsumsi dapat berakibat pada peningkatan jumlah produksi ikan. Apabila produksi ikan meningkat, khususnya produk perikanan tangkap, maka akan berdampak pada kelestarian sumberdaya ikan di alam dan peningkatan upaya penangkapan. Kondisi sumberdaya ikan dapat terancam habis apabila upaya penangkapan yang dilakukan semakin meningkat tanpa memperhitungkan kelestarian dari sumberdaya ikan. Selain itu, peningkatan upaya penangkapan ikan juga berdampak pada peningkatan biaya untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan dan ramainya kegiatan penangkapan ikan di perairan (overfishing) yang belum tentu dapat meningkatkan jumlah keuntungan. Oleh karena itu, sangat penting dilakukannya analisis bioekonomi perikanan, yang dalam penelitian ini akan menganalisis mengenai kondisi pemanfaatan sumberdaya ikan selar kuning yang di Perairan Kepulauan Seribu.

Analisis bioekonomi membagi perikanan menjadi tiga rezim, yaitu

Maximum Sustainble Yield (MSY), Maximum Economic Yield (MEY), dan Open Access (OA). Rezim MSY dapat menyajikan tingkat pemanfaatan lestari sumberdaya ikan selar kuning berikut jumlah upaya yang sebaiknya dilakukan agar tetap dapat menjaga kelestarian sumberdaya dan keuntungan yang akan diperoleh. Analisis bioekonomi dalam rezim MEY dapat menyajikan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan selar kuning yang dapat menghasilkan keuntungan (rente ekonomi) yang maksimum. Keuntungan maksimum ini dapat dihasilkan dengan tingkat upaya penangkapan yang lebih kecil dari tingkat upaya

penangkapan pada rezim MSY karena selisish antara penerimaan dan biaya menghasilkan nilai yang paling besar. Pada rezim OA tingkat upaya sudah melebihi titik keseimbangan MSY. Hal ini dapat terjadi karena rente ekonomi yang positif menarik minat para nelayan untuk menambah input kegiatan perikanan sehingga secara agregat input (Effort) akan bertambah (Fauzi 2010a). Penambahan input yang melebihi titik keseimbangan pada OA akan menghasilkan rente ekonomi yang negatif. Karena anailisis bieokonomi perikanan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu dalam penelitian ini menggunakan dua kondisi data (data asli dan data terkoreksi), maka hasilnya juga akan disajikan dalam dua kondisi seperti yang dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8.

Tabel 7 Analisis bioekonomi perikanan selar kuning

MEY MSY OA Aktual

Upaya (Unit) 296.83 313.60 593.65 396.86 Hasil Tangkapan (ton) 252.55 253.28 51.29 168.26 Rente Ekonomi (Rp) 1 107 836 870.41 1 104 299 755.93 0.00 654 088 133.67

Sumber: Hasil penelitian (2014)

Tabel 8 Analisis bioekonomi perikanan selar kuning (terkoreksi)

MEY MSY OA Aktual

Upaya (Unit) 316.48 334.87 632.96 396.86 Hasil Tangkapan (ton) 262.57 263.37 54.68 193.09 Rente Ekonomi (Rp) 1 148 455 473.10 1 144 576 614.31 0.00 775 342 675.25

Sumber: Hasil penelitian (2014)

Tingkat upaya pada rezim MEY dalam Tabel 7 dan 8 diperoleh dengan menggunakan persamaan (4.12), yaitu berturut-turut sebesar 296 unit dan 316 unit, sedangkan jumlah hasil tangkapannya diperoleh dengan menggunakan persamaan (4.13), yaitu berturut-turut sebesar 252.55 ton dan 262.57 ton. Kegiatan penangkapan ikan selar kuning yang dikendalikan dalam rezim MEY pada Tabel 7 dan 8 menunjukkan bahwa rente ekonomi yang dihasilkan

merupakan rente ekonomi yang maksimum dengan tingkat upaya yang paling rendah, yaitu berturut-turtu sebesar Rp 1 107 836 870.41 per tahun dan Rp 1 148 455 473.10 per tahun. Rente ekonomi pada rezim MEY dihitung dengan menggunakan persamaan Biaya (TC = 421 783.63EMEY). Biaya yang diperlukan

untuk mencapai rente ekonomi yang maksimum tersebut adalah Rp 125 196 578.94 (data asli) dan Rp 133 487 027.18 (data terkoreksi), dengan nilai penerimaan (TR = 4 882 265.12hMEY) sebesar Rp 1 233 033 449.36 (data asli) dan

Rp 1 281 942 500.28 (data terkoreksi). Rente ekonomi pada rezim MEY yang diperoleh pada Tabel 8 (data terkoreksi) lebih besar dari yang ditunjukkan pada Tabel 7 (data asli). Hal ini dapat dijelaskan dengan jumlah produksi pada rezim MEY berdasarkan data terkoreksi yang jumlahnya lebih besar walaupun di sisi lain tingkat upayanya juga lebih besar dari yang diperoleh berdasarkan data asli.

Kegiatan penangkapan ikan yang lestari (MSY) dalam Tabel 7 dan 8 dapat menghasilkan rente ekonomi berturut-turut sebesar Rp 1 104 299 755.93 per tahun dan Rp 1 144 576 614.31 per tahun. Tingkat upaya pada rezim ini diperoleh dengan menggunakan persamaan (4.8), yaitu sebesar 313 unit (data asli) dan 334 unit (data terkoreksi), sedangkan jumlah hasil tangkapannya diperoleh dengan menggunkan persamaan (4.9), yaitu sebesar 253.28 ton (data asli) dan 263.37 ton (data terkoreksi). Walaupun hasil tangkapan sebesar 253.28 ton dan 263.37 ton yang dikendalikan dalam rezim MSY ini lebih besar dari hasil tangkapan pada rezim MEY, rente ekonomi yang dihasilkan tetap lebih kecil dari rente ekonomi rezim MEY. Kondisi ini disebabkan oleh jumlah unit alat tangkap yang beroperasi pada rezim MSY lebih banyak dibandingkan pada rezim MEY, sehingga menyebabkan total biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar dari kegiatan penangkapan ikan selar kuning dalam rezim MEY.

Jumlah unit alat tangkap yang beroperasi yang melebihi jumlah unit alat tangkap pada rezim MSY dapat berpengaruh pada jumlah hasil tangkapan yang akan diperoleh, rente ekonomi, dan kelestarian sumberdaya ikan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu. Kondisi ini termasuk ke dalam rezim OA seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7 dan 8. Jumlah unit alat tangkap yang beroperasi dalam rezim ini dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan (4.15) yang jumlahnya mencapai 593 unit per tahun (data asli) dan 632 unit per tahun (data terkoreksi).

Hal ini berpengaruh pada produktivitas alat tangkap yang akan menurun dan jumlah hasil tangkapan yang semakin sedikit dibandingkan dengan rezim lainnya. Jumlah hasil tangkapan diperoleh dengan menggunakan persamaan (4.16), yaitu sebesar 51.29 ton (data asli) dan 54.68 ton (data terkoreksi). Hasil kedua rente ekonomi yang dihasilkan dalam rezim ini menghasilkan nilai nol ( = 0) karena besar nilai penerimaannya sama dengan besar nilai biaya yang dikeluarkan untuk menangkap ikan. Besar nilai penerimaan (TR = 4 882 265.12hOA)dalam rezim ini

adalah Rp 250 393 157.88 (data asli) dan Rp 266 974 054.37 (data terkoreksi), serta besar nilai biaya (TC = 421 783.63EOA) yang dikeluarkan adalah Rp 250 393

157.88 (data asli) dan Rp 266 974 054.37 (data terkoreksi).

Gambar 17 dan 18 merupakan gambar yang diperoleh dengan software Maple 12 (Lampiran 7 dan 8) yang menunjukkan hubungan kuadratik antara upaya penangkapan alat tangkap payang dan jumlah hasil tangkapan ikan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu. Data upaya penangkapan dan hasil tangkapannya merupakan data yang disajikan dalam Tabel 7 dan 8. Data time series (aktual) dari tahun 2007-2013 juga ditambahkan ke dalam Gambar 17 dan 18 untuk menggambarkan kondisi perikanan yang sebenarnya yang akan dibahas pada subbab berikutnya.

Sumber: Hasil penelitian (2014)

Gambar 17 Hubungan kuadratik antara upaya penangkapan alat tangkap payang dan jumlah hasil tangkapan ikan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu Hasil tangkapan (ton)

Effort (Unit) 252.55 ton MEY 296.83 unit MSY 313.60unit 253.28 ton OA 593.65 unit 51.29 ton 2011 2013 2009 2010 2007 2008 2012 Aktual Rata-rata

Keterangan:

: Rezim MEY : Rezim OA

: Rezim MSY

Sumber: Hasil penelitian (2014)

Gambar 18 Hubungan kuadratik antara upaya penangkapan alat tangkap payang dan jumlah hasil tangkapan ikan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu

(terkoreksi) Keterangan:

: Rezim MEY : Rezim OA

: Rezim MSY

Dokumen terkait