• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Bivariat

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN - Skripsi Gizi (Halaman 42-48)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Analisis Bivariat

Untuk kepentingan analisis maka variabel status gizi dibagi menjadi dua kategori yaitu baik untuk status gizi yang baik dan kurang untuk status gizi buruk dan kurang.

4.3.1. Lingkungan Fisik Dalam Rumah Dengan Status Gizi

Hasil penelitian tentang lingkungan fisik dalam rumah dengan status gizi dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3.

Hubungan Lingkungan Fisik Dalam Rumah Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu

Lingkungan Fisik Dalam Rumah Status Gizi Total p value Kurang Baik n % n % N % Tidak Sehat 38 65,5 20 34,5 58 100 0,000 Sehat 27 17,2 130 82,8 157 100 Jumlah 65 30,2 150 69,8 215 100

Sumber: Hasil Penelitian, Mei 2010

Tabel 3 menunjukkan dari 58 responden dengan lingkungan fisik dalam rumah tidak sehat diperoleh 20 balita (34,5%) dengan status gizi baik dan 38 balita (65,5%) dengan status gizi kurang. Selanjutnya dari 157 balita dengan lingkungan fisik dalam rumah sehat diperoleh 130 balita (82,8%) dengan status gizi baik dan 27 balita (17,2%) dengan status gizi kurang.

Hasil uji chi square diperoleh p = 0,000 yang artinya p Value < 0,05 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lingkungan fisik dalam rumah dengan status gizi balita.

4.3.2.Kejadian ISPA Dengan Status Gizi

Hasil penelitian tentang Kejadian ISPA dengan status gizi dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4.

Hubungan Kejadian ISPA Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu

Kejadian ISPA Status Gizi Total p value Kurang Baik N % N % n % ISPA 54 31,8 116 68,2 170 100 0,442 Tidak ISPA 11 24,4 34 75,6 45 100 Jumlah 65 30,2 150 69,8 215 100

Sumber; Hasil Penelitian, Mei 2010

Tabel 4 menunjukkan dari 170 responden dengan kejadian ISPA diperoleh 116 balita (68,2%) dengan status gizi baik dan 54 balita (31,8%) dengan status gizi kurang. Selanjutnya dari 45 responden dengan kejadian tidak ISPA diperoleh 34 balita (75,6%) dengan status gizi baik dan 11 balita (24,4%) dengan status gizi kurang.

Hasil chi square diperoleh p = 0,442 yang artinya p Value > 0,05 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kejadian ISPA dengan status gizi.

4.4. Pembahasan

4.4.1. Hubungan Lingkungan Fisik Dalam Rumah Dengan Status Gizi Balita Berdasarkan hasil analisis data didapatkan ada hubungan antara lingkungan fisik dalam rumah dengan status gizi balita ( p < 0,05). Dimana balita yang hidup di lingkungan fisik rumah yang sehat mempunyai status gizi baik sebanyak 150 (69,8%) dan lebih banyak dibandingakan balita yang mengalami status gizi kurang sebanyak 65 orang (30,2%).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lartiana (2006) yang menyatakan ada hubungan antara sanitasi lingkungan keluarga dengan status gizi balita (p value < 0,05).

Hendrik L.Bloom dalam Azwar (1999) mengungkapkan bahwa lingkungan adalah salah satu faktor yang berperan mempengaruhi status kesehatan manusia. Penyakit akan timbul bila terjadi gangguan dari keseimbangan lingkungan oleh karena itu menjaga keseimbangan perlu diupayakan suatu upaya menjaga keseimbangan ekologi yang ada antara manusia dan lingkungannya agar dapat menjamin keadaan sehat manusia.

Kekurangan gizi pada balita secara langsung dipengaruhi oleh asupan makanan dan penyakit infeksi sedangkan penyebab tidak langsung dipengaruhi

oleh ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuh anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan (Soekirman, 2000).

Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup tersebut antara lain perumahan,pembuangan kotoran manusia, penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air limbah, kandang hewan ternak, dll (Notoatmojo,2007).

Sanitasi lingkungan memiliki peran yang cukup dominan dalam penyediaan lingkungan yang mendukung kesehatan anak. Kebersihan, baik kebersihan perorangan maupun lingkungan. Lingkungan memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit. Akibat dari kebersihan yang kurang maka anak akan sering sakit, misalnya ispa, diare, cacingan, tifus abdominalis, hepatitis, malaria, dan demam berdarah. Kalau anak sering menderita sakit, maka tumbuh kembangnya pasti terganggu (Soetjiningsih,1995).

Dalam penelitian ditemukan 20 balita (34,5%) yang tinggal di lingkungan fisik dalam rumah tidak sehat namun status gizinya baik dan Anak balita yang tinggal di lingkungan fisik dalam rumah yang sehat ditemukan 27 balita (17,2%) dengan status gizi tidak baik. Pola asuh pemberian makanan akan mempengaruhi status gizi balita, bila pola asuh pemberian makananya baik maka status gizi balita akan membaik begitu juga sebaliknya (Ruhana, 2008).

Pola asuh anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberikan kasih sayang, dan sebagainya (Soekirman, 2000).

4.5.2 Hubungan Kejadian ISPA Dengan Status Gizi Balita

Berdasarkan hasil analisis data didapatkan tidak ada hubungan antara kejadian ISPA dengan status gizi balita ( p > 0,05). Dalam penelitian ditemukan 116 orang (68,2%) yang mengalami kejadian ISPA dengan status gizi baik lebih sedikit dibandingkan yang mengalami kejadian ISPA dengan status gizi kurang ditemukan 54 0rang (31,8).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Desni (2009) yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan, lama menderita dan frekuensi kejadian ISPA dengan status gizi pada anak balita.

Dalam penelitian ditemukan penyakit infeksi selain ISPA yaitu diare, penyakit diare dapat mempengaruhi status gizi balita (Mediasari, 2009). Gejala penyakit ini berbahaya dan dapat menyebabkan kematian pada anak-anak kecil terutama penderita didapatkan kurang gizi. Gizi kurang dan diare sering dihubungkan satu sama lain, walaupun diakui bahwa sulit menentikan kelainan yang mana yang terjadi lebih dahulu, gizi kurang, diare atau sebaliknya.

Keadaan gizi yang baik merupakan faktor penting dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal, namun dalam kenyataanya sampai saat ini didalam masyarakat masih terdapat penderita berbagai tingkat kekurangan gizi. Masalah

gizi tersebut merupakan refleksi konsumsi energi dan zat-zat gizi lain yang belum mencukupi kebutuhan tubuh. Kebutuhan zat gizi tubuh dapat diperoleh dari makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral dalam makanan (Alisjahbana,dkk 1985 dalam Ayu, 2009).

Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi tiga golongan yaitu (Suyudi, 2002) ISPA ringan (bukan pneumonia), ISPA sedang (pneumonia) dan ISPA berat (pneunomia berat). Keadaan ini kemungkinan dikarenakan penyakit ISPA yang di alami balita termasuk dalam kategori ringan sehingga tidak mempengaruhi status gizi balita.

Tidak hanya ISPA yang mempengaruhi status gizi balita namun ada faktor penyakit infeksi lain seperti Tuberculosis, Diare, Malaria, dan Demam berdarah. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian yang terjadi pada bayi dan anak terutama sering terjadi pada negara berkembang termasuk Indonesia. Bahkan dalam keadaan kekurangan gizi seseorang akan lebih rentan terhadap infeksi (Juwitasari, 2008).

Balita yang tidak mengalami kejadian ISPA 11 orang (24,4%) dengan status gizi kurang, hal ini kemungkinan balita yang tidak mengalami ISPA tersebut memiliki lingkungan fisik dalam rumah yang kurang sehat sehingga dapat mempengaruhi status gizi balita.

BAB V

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN - Skripsi Gizi (Halaman 42-48)

Dokumen terkait