• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Skripsi Gizi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Skripsi Gizi"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kesehatan adalah hak dasar manusia dan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia, oleh karena itu kesehatan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya serta dilindungi dari ancaman yang merugikan. Sehubungan dengan hal tersebut diatas pemerintah RI telah melakukan langkah-langkah pembangunan bidang kesehatan sebagaimana tercantum dalam undang-undang kesehatan RI no.36 Tahun 2009 tentang pokok-pokok kesehatan yaitu untuk mewujudkan derajad kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan promosi kesehatan (Promotif), dan pencegahan penyakit (Preventif), penyembuhan penyakit (Kuratif), dan pemulihan penyakit (Rehabilitatif), yang dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan kesinambungan (Kementerian kesehatan, 2010).

(2)

antara lain cuaca, sanitasi, keadaan rumah, dan radiasi yang mempunyai kaitan erat dalam faktor perilaku, seperti kebiasaan atau perilaku buang air besar dan membuang sampah disembarang tempat. (Santoso, 1995).

Sanitasi lingkungan memiliki peran yang cukup dominan dalam penyediaan lingkungan yang mendukung kesehatan anak. Kebersihan, baik kebersihan perorangan maupun lingkungan. Lingkungan memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit. Akibat dari kebersihan yang kurang maka anak akan sering sakit, misalnya diare, cacingan, tifus abdominalis, hepatitis, malaria, dan demam berdarah. Kalau anak sering menderita sakit, maka tumbuh kembangnya pasti terganggu. (Soetjiningsih,1995).

Kekurangan gizi pada balita secara langsung dipengaruhi oleh asupan makanan dan penyakit infeksi sedangkan penyebab tidak langsung dipengaruhi oleh ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuh anak serta pelayanan dan kesehatan lingkungan (Soekirman, 2000).

Menurut Markum, (1991) status gizi keadaan gizi seseorang atau masyarakat sebagai hasil metabolisme dari zat-zat gizi yang di konsumsi tubuh karena itu ketersediaan zat gizi didalam tubuh menentukan status gizi apakah kurang, optimum atau baik.

(3)

keadaan tubuh dengan lingkungannya dan dilakukan pengukuran dengan membandingkan dengan standar yang ada.

Hasil Penelitian Lartiana (2006) dengan uji korelasi Spearman diperoleh hasil bahwa Ada hubungan antara sanitasi lingkungan keluarga dengan status gizi balita yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi sebesar 0,318 dengan p-value 0,033 (p-value 0,05).

Penelitian Wibowo (2007) hasil analisis chi square didapat hubungan antara kejadian ISPA pada balita dengan status gizi balita p= 0.003, OR= 0.233) dan Ventilasi p= 0.028, Or= 0.243. hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel yang diteliti terdapat hubungan kejadian ISPA pada balita.

Berdasakan Pemantauan status gizi balita Puskesmas Kampung Bali kota Bengkulu tahun 2009 dari 200 sampel balita yang diukur menurut BB/U, didapat balita yang mengalami status gizi buruk ada 2 balita, status gizi kurang ada 45 balita, status gizi baik ada 150 balita, sedangkan status gizi lebih ada 3 balita (Profil Puskesmas Kampung bali Tahun 2009).

Hasil regiztrasi kohort kesehatan balita di Puskesmas Kampung Bali tahun 2010 dari 95 balita yang berobat pada bulan April-Mei ditemukan 63 balita menderita ISPA, 5 balita menderita diare dan 27 balita menderita penyakit lain-lain (Demam, febris, alergi, muntah-muntah, campak, bisul, biang keringat, asma dan TBC).

(4)

rumah mereka yang kurang baik atau tidak memenuhi standar kesehatan yang mencakup langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga dan ruang tamu, ventilasi, sarana pembuangan asap dapur, pencahayaan serta sarana air bersih, sarana pembangan kotoran, sarana pembuangan air limbah dan sarana pembuangan sampah yang dapat mempengaruhi status gizi balita dengan demikian, peneliti tertarik meneliti masalah ini dengan judul “Hubungan Lingkungan Fisik Dalam Rumah Dan Kejadian ISPA Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu”.

1.2 Identifikasi masalah

Adapun faktor - faktor yang mempengaruhi status gizi balita adalah Asupan makanan, penyakit infeksi (ispa, diare, malaria dan lain-lain), Ketahanan pangan di keluarga, Pola pengasuh anak, Pelayanan kesehatan, Kesehatan lingkungan. Faktor lingkungan terbagi menjadi tiga yaitu : lingkungan fisik, biologis dan sosial. Dalam penelitian ini yang menjadi masalah untuk diteliti adalah lingkungan fisik, Kejadian ISPA dan status gizi.

1.3 Pembatasan masalah

(5)

1.4 Rumusan masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini, apakah ada hubungan antara lingkungan fisik dalam rumah dan kejadian ISPA dengan status gizi balita diwilayah kerja Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu.

1.5 Tujuan penelitian 1.5.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan lingkungan fisik dalam rumah dan kejadian ISPA dengan status gizi balita diwilayah kerja Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu.

1.5.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi lingkungan fisik dalam rumah balita diwilayah kerja Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu.

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian ISPA pada bailta diwilayah kerja Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu.

3. Untuk mengetahui distribusi frekuensi status gizi balita diwilayah kerja Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu.

4. Untuk mengetahui hubungan antara lingkungan fisik dalam rumah dengan status gizi balita diwilayah kerja Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu.

(6)

1.6 Manfaat penelitian 1.6.1. Manfaat Teoritis

Dapat memperkaya konsep atau teori yang mendukung perkembangan ilmu Kesehatan masyarakat khususnya yang terkait dengan Hubungan Lingkungan fisik dalam rumah, kejadian ISPA dan status gizi balita.

1.6.2. Manfaat Praktis

Sebagai bahan informasi yang dapat menjadi masukan bagi lembaga atau orang tua dalam rangka meningkatkan status gizi balita.

1.7 Keaslian penelitian

Sejauh yang peneliti ketahui penelitian dengan judul hubungan lingkungan fisik dalam rumah dan kejadian ISPA dengan status gizi balita diwilayah kerja Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya tetapi ada penelitian yang menyangkut masalah lingkungan fisik dalam rumah dan kejadian diare dengan status gizi balita yaitu antara lain :

(7)
(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian gizi

Menurut Supariasa (2002) gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsinya secara normal melalui proses digesti, absorbsi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi.

Menurut Almatsir (2001) gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu untuk menyediakan energi, membangun dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh.

(9)

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia 1 tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak dibawah lima tahun (Muaris, 2006).

Menurut Hardiansyah, (1992) balita adalah anak yang berumur satu sampai lima tahun. Gizi kurang dapat menjadi masalah yang sangat serius jika terjadi pada anak-anak dapat menyebabkan terjadinya penghambatan pertumbuhan, perkembangan, daya tahan tubuh menurun perubahan prilaku karena adanya perusakan struktur jaringan otak.

2.1.2 Manfaat gizi

Menurut Kartasapoerta, (2002) manfaat gizi antara lain yaitu :

1. Untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan (tinggi badan dan berat badan) pada balita yang masih dalam masa pertumbuhan.

2. Untuk memelihara proses dan perkembangan (motorik, penglihatan dan pendengaran, berbicara, dan berbahasa) pada balita yang masih dalam masa perkembangan.

3. Untuk memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari seperti berlari, bermain, dan lain-lain.

(10)

2.1.3 Status gizi balita

Menurut Markum, (1991) status gizi keadaan gizi seseorang atau masyarakat sebagai hasil metabolisme dari zat-zat gizi yang di konsumsi tubuh karena itu ketersediaan zat gizi didalam tubuh menentukan status gizi apakah kurang, optimum atau baik.sedangkan menurut Almatsir, (2003) status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi.

Pendapat Supariasa, (2002) status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan atau perwujudan nutrisi dalam bentuk variable tertentu.

Jadi status gizi balita merupakan gambaran kesehatan seorang balita yang diperoleh dari pemakaian, penyerapan dan penggunaan bahan makanan baik kualitas dan kuantitas yang merupakan interaksi keadaan tubuh dengan lingkungannya dan dilakukan pengukuran dengan membandingkan dengan standar yang ada.

2.1.4 Istilah-istilah yang berhubungan dengan status gizi

Supariasa (2002), mengungkapkan bahwa ada beberapa istilah yang berhubungan dengan status gizi:

1. Gizi (Nutrition)

(11)

kehidupan pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi.

2. Keadaan gizi

Keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh.

3. Status gizi (Nutrition Status)

Ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.

4. Malnutrition (Gizi salah)

Keadaan patologi akibat kekurangan atau kelebihan secara relative maupun absolute satu atau lebih zat gizi.

Ada empat bentuk malnutrisi:

1. Under nutrition: kekurangan konsumsi pangan secara relative atau absolute untuk periode tertentu.

2. Specifik defisiensi: kekurangan zat gizi tertentu misalnya kekurangan vitamin A, yodium, Fe.

3. Over nutrition: kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu. 4. Imbalance: karena disposposi zat gizi.

5. Kurang Energi Protein

(12)

2.1.5 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi secara langsung

Menurut Supariasa, (2002) Penilaian status gizi secara langsung: 1. Antropometri

Pengertian secara umum, antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandangan gizi, maka antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

2. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

3. Biokimia

(13)

Penilaian status gizi secara tidak langsung: 1. Survei konsumsi makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. 2. Statistik vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital dengan menganalisis data beberapa statistic kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

3. Faktor ekologi

Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya serta jumlah makanan yang tersedia.

2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi

Menurut Soekirman (2000), Kekurangan gizi pada balita secara langsung dipengaruhi oleh asupan makanan dan penyakit infeksi sedangkan penyebab tidak langsung dipengaruhi oleh ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuh anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. 1. Asupan makanan dan penyakit infeksi

(14)

diserang diare akhirnya menderita KEP. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik daya tahan tubuhnya dapat melemah dalam keadaan demikian mudah diserang penyakit kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terserang KEP.

2. Ketahanan pangan di keluarga

Terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain) harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi kesehatan.

3. Pola pengasuh anak

Berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberikan kasih sayang, dan sebagainya.

4. Pelayanan kesehatan

Terkait dalam imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, pendidikan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas, dll.

5. Kesehatan lingkungan

(15)

pembuangan sampah, pembuangan air limbah, kandang hewan ternak, dll (Notoatmojo,2007).

Sanitasi lingkungan memiliki peran yang cukup dominant dalam penyediaan lingkungan yang mendukung kesehatan anak. Kebersihan, baik kebersihan perorangan maupun lingkungan. Lingkungan memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit. Akibat dari kebersihan yang kurang maka anak akan sering sakit, misalnya ispa, diare, cacingan, tifus abdominalis, hepatitis, malaria, dan demam berdarah. Kalau anak sering menderita sakit, maka tumbuh kembangnya pasti terganggu (Soetjiningsih,1995).

6. Perilaku kesehatan

Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup: berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berfikir, persepsi dan emosi, juga merupakan perilaku manusia (Notoatmodjo, 2007).

7. Pola Makan

(16)

8. Jumlah anggota keluarga

keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari anggota-anggotanya; ayah,ibu dan anak. Jika jumlah anggota keluarga sedikit maka lebih mudah memenuhi kebutuhan makannya begitu juga sebaliknya.

9. Pekerjaan

Pekerjaan adalah melakukan sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah mata pencaharian.

2.1.7 Ciri-ciri Anak Sehat

Menurut Departemen Kesehatan RI (1993), dalam Soegeng 1995, ciri-ciri anak sehat adalah:

1. Tumbuh dengan baik yang dapat dilihat dari naiknya berat badan dan tinggi badan secara teratur dan professional

2. Tingkat perkembangannya sesuai tingkat umur 3. Tampak aktif/gesit dan gembira

4. Mata bersih dan bersinar 5. Nafsu makan baik

6. Bibir dan lidah tampak segar 7. Pernafasan tidak berbau

(17)

2.1.8 Kejadian ISPA

2.1.8.1 Pengertian ISPA

Ispa merupakan singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut, dari istilah bahasa Inggris Acute Respitratory Infektions (ARI).

Istilah ISPA meliputi tiga unsur yaitu infeksi, saluran peranpasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut. (Indah, 2005).

a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

b. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan peura.

Dimana ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah, yaitu:

1. Saluran pernapasan bagian atas (Upper Respiratory Airway) dengan fungsi utama sebagai:

a. Air Conduction (Penyalur Udara), sebagai yang meneruskan udara yang menuju saluran napas bagian bawah untuk pertukaran gas.

(18)

c. Warming, filtrasi dan humidifikasi yaitu sebagai yang menghangatkan, menyaring dan member kelembaban udara yang diinspirasi (dihirup).

2. Saluran pernapasan bagian bawah (Lower Airway) yang secara umum terbagi menjadi dua komponen ditinjau dari fungsinya, yaitu: a. Saluran udara konduktif, sering sebagai percabangan trakheobronkhialis (tracheobronchial tree) yang terdiri atas trachea, bronkus dan bronkhiolus.

b. Saluran respiratorius terminal (kadangkala disebut dengan acini), yang berfungsi sebagai penyalur (kondisi) gas masuk dan keluar dari satuan respiratorius terminal (saluran pernapasan paling ujung), yang merupakan tempat pertukaran gas yang sesungguhnya.

c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA peroses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

(19)

2.1.8.2 Tanda dan Gejala

Sebagian besar anak dengan infeksi saluran nafas bagian atas memberikan gejala yang sangat penting yaitu bentuk. Infeksi saluran pernapasan bagian bawah memberikan beberapa tanda lainya seperti nafas yang cepat dan retraksi tanda lainnya dengan mudah (Harsono dkk, 1994). Selain batuk gejala ISPA lebih dari 38,5% dan disertai sesak nafas (PD PERSI, 2002). Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi tiga golongan yaitu (Suyudi, 2002).

1. ISPA ringan bukan pneumonia 2. ISPA sedang, pneumonia 3. ISPA berat, pneumonia berat 2.1.8.3 Pencegahan ISPA

Keadaan gizi dan keadaan lingkungan merupakan hal yang penting bagi pencegahan ISPA. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah :

1. Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik 2. Mengusahakan kekebalan anak dengan imunisasi 3. Menjaga keberhasilan perorangan dan lingkungan 4. Pengobatan segera.

2.1.9 Kesehatan Lingkungan

(20)

mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia. (Notoatmodjo, 2007).

Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang mempelajari dinamika hubungan interaktif antara sekelompok manusia atau masyarakat dengan berbagai perubahan komponen lingkungan hidup manusia yang diduga dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat dan mempelajari upaya untuk penanggulangan dan pencegahannya.

Sanitasi lingkungan adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan usaha individu atau masyrakat untuk mengotrol dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapt mengancam kelansungan hidup manusia Candra (2006).

Hendrik L.Bloom dalam Azwar (1999) mengungkapkan bahwa lingkungan adalah salah satu factor yang berperan mempengaruhi status kesehatan manusia. Penyakit akan timbul bila terjadi gangguan dari keseimbangan lingkungan oleh karena itu menjaga keseimbangan perlu diupayakan suatu upaya menjaga keseimbangan ekologi yang ada antara manusia dan lingkungannya agar dapat menjamin keadaan sehat manusia disebut upaya kesehatan lingkungan.

Faktor lingkungan ada tiga yaitu lingkungan fisik, biologis, dan sosial. a. Faktor fisik antara lain :

(21)

2. Sanitasi. Kebersihan yang kurang baik lingkungan maupun perorangan dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang anak karena anak mudah mendapat infeksi.

3. keadaan rumah. Rumah perlu cukup ventilasi agar pertukaran udara baik sinar matahari perlu untuk kesehatan pula. Penghuni yang banyak kurang menjamin kesehatan.

b. Faktor biologis, antara lain : 1. Ras atau suku bangsa. 2. Jenis kelamin

3. Umur dan lain-lain. c. Faktor sosial

1. Stimulasi 2. Motivasi belajar 3. Sekolah

4. Kualitas interaksi anak dan orang tua.

2.1.10 Keadaan lingkungan fisik dalam rumah

(22)

sebagian besar waktunya. Bahkan bayi, anak-anak, orang tua, dan orang sakit menghabiskan hampir seluruh waktunya di rumah. Rumah sehat dan nyaman merupakan sumber inspirasi penghuninya untuk berkarya sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya.

Faktor-faktor resiko lingkungan pada bangunan rumah yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit maupun kecelakaan antara lain: ventilasi, pencahayaan, kepadatan hunian ruang tidur, kelembaban ruang, kualitas udara ruang, binatang penular penyakit, air bersih, limbah rumah tangga, sampah serta prilaku penghuni dalam rumah.

Upaya pengendalian faktor resiko yang mempengaruhi timbulnya ancaman dan melindungi keluarga dari dampak kualitas lingkungan perumahan dan rumah tinggal yang tidak sehat, telah di atur dalam Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.

2.1.11 Perumahan Sehat

Kriteria rumah sehat menurut Depkes 2002, secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut.

(23)

2. Memenuhi kebutuhan fsikologis antara lain: privacy yang cukup, komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah. 3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni

rumah dengan penyediaan air bersih pengelolaan tinja dan air limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan miniman dari pencemaran, di samping pencahayaan dan penghawaan yang cukup.

4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cendrung membuat penghuninya jatuh tergelincir.

Menurut Depkes RI (2002), indikator rumah yang dinilai adalah komponen rumah yang terdiri dari: langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, dan ruang tamu, ventilasi, sarana pembuatan asap, dapur, dan pencahayaan serta sarana sanitasi antara lain: sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran, sarana pembuangan air limbah, dan sarana pembuangan sampah.

Komponen yang harus dimiliki rumah sehat adalah:

(24)

2. Lantai kedap air dan tidak lembab, tinggi minimum 10 cm dari perkarangan dan 25 cm dari badan jalan, bahan kedap air, untuk rumah panggung dapat terbuat dari papan atau anyaman bambu.

3. Memiliki jendela dan pintu yang berfungsi sebagai ventilasi dan masuknya sinar matahari dengan luas minimum 10% luas lantai.

4. Dinding rumah kedap air yang berfungsi untuk mendukung atau menyangga atap, menahan angin dan air hujan, melindungi dari panas dan debu dari luar serta menjaga kerahasiaan privacy penghuninya. 5. Langit-langit untuk menahan dan menyerap panas terik matahari,

minimum 2,4 lantai, bisa dari bahan papan, anyamana bambu, triplek, atau gipsum.

6. Atap rumah yang berfungsi sebagai penahan panas sinar matahari, serta melindungi masuknya debu, angin dan air hujan (Depks RI, 2001).

Adapun aspek konstruksi atau komponen rumah yang memenuhi syarat rumah sehat adalah: (Entjang, 1993)

1. Langit-langit

(25)

ruangan antara yang berguna sebagai penyekat sehingga panas atas tidak mudah menjalar ke dalam ruangan di bawahnya.

2. Dinding

Adapun syarat-syarat untuk dinding antara lain: (a) dinding harus tegak lurus agar dapat memikul berat sendiri, benan tekanan angin dan bilas sebagai dinding pemikul harus pula dapat memikul beban di atasnya; (b) dinding harus terpisah dari pondasi oleh suatu lapisan air rapat air sekurang-kurangnya 15 cm dibawah permukaan tanah sampai 20 cm di atas lantai bangunan agar tanah tidak dapat meresap naik ke atas sehingga dinding tembok terhindar dari basah dan lembab dan tampak bersih dan tidak berlumut; (c) lubang jendela dan pintu pada dinding bila lebarnya lebarnya kurang dari 1 cm dapat diberikan susunan batu tersusun tegak di atas lubang harus dipasang balok lantai dari beton bertulang atau kayu awet untuk memperkuat berdirinya tembok setengah bata di gunakan rangka pengkaku yang terdiri dari plester-plester atau balok beton bertulang setiap luas 12 m.

3. Lantai

(26)

pasir, semen, dan kapur; (b) lantai papan. Pada umumnya lantai papan dipakai di daerah basah atau rawan; (c) lantai ubin adalah lantai yang terbanyak digunakan pada bangunan perumahan karena lantai ubin murah/tahan lama, dapat mudah dibersihkan dan tidak dapat mudah dirusak rayap.

4. Pembagian Ruangan/Tata Ruangan

a. Setiap harus mempunyai bagian ruangan yang sesuai dengan fungsinya. Penataan ruang dalam rumah harus disesuaikan dengan persyaratan kesehatan kesehatan rumah, misalnya pemisahan kamar tidur, dapat dan ruangan lainnya, jumlah kamar tidur yang cukup seluruh anggota keluarga, jendela yang dibuka pada siang hari agar cahaya matahari dapat masuk dan udara dapat berputar sehingga akan memperkecil resiko penularan penyakit infeksi

(27)

5. Ventilasi

Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar kedalam suatu ruangan dan pengeluaran udara kotoran suatu ruangan tertutup baik alamiah maupun secara buatan. Ventilasi harus lancar diperlukan untuk menghindari pengarh buruk yang dapat merugikan kesehatan manusia pada suatu ruangan yang tertutup atau kurang ventilasi.

Dengan adanya ventilasi silang (cross ventilation) akan terjamin adanya gerak udara yang lancar dalam ruang kediaman. Caranya ialah dengan memasukkan kedalam ruangan udara yang bersih dan segar melalui jendela atau lubang angin di dinding, sedangkan udara kotor dikeluarkan melalui jendela/lubang angin di dinding yang herhadapan.

(28)

Ketentuan luas jendela/lubang angin tersebut hanya sebagai pedoman yang umum dan untuk daerah tertentu, harus disesuaikan dengan keadaan iklim daerah tersebut. Untuk daerah pegunungan yang berhawa dingin dan banyak angin, maka luas jendela/lubang angin dapat dikurangi sampai dengan 1/20 dari luas ruangan. Sedangkan untuk daerah pantai laut dan daerah rendah yang berhawa panas dan basah, maka jumlah luas bersih jendela, lubang angin harus diperbesar dan dapat mencapai 1/5 dari luar lantai ruangan.

Jika ventilasi alamiah untuk pertukaran udara dalam ruangan kurang memenuhi syarat, sehingga udara dalam ruangan akan berbau pengap, maka diperlukan suatu sistem pembaharuan udara mekanis. Untuk memperbaiki keadaan udara dalam ruangan, sistem mekanis ini harus bekerja terus menerus selama ruangan yang dimaksud digunakan. Alat mekanis yang biasa digunakan/dipakai untuk sistem pembaharuan udara mekanis adalah kipas angin (ventilating, fan atau exhauster), atau air conditioning.

6. Pencahayaan

(29)

a. Pencahayaan alamiah

Pencahayaan alamiah diperoleh dengan maksudnya sinar matahari ke dalam ruangan melalui jendela, celah-celah atau bagian ruangan yang terbuka. Sinar sebaiknya tidak terhalang oleh bangunan, pohon-pohon maupun tembok pagar yang tinggi. Kebutuhan standar cahaya alami yang memenuhi syarat kesehatan untuk kamar keluarga dan kamar tidur menurut WHO 60-120 Lux. Suatu cara untuk menilai baik atau tidaknya penerangan alam yang terdapat dalam rumah, adalah sebagai berikut: 1) baik, bila jelas membaca koran dengan huruf kecil; 2) cukup, bila samar-samar bila membaca huruf kecil; 3) kurang, bilahanya huruf besar yang terbaca; dan 4) buruk, bila sukar membaca huruf besar.

Pemenuhan kebutuhan cahaya untuk penerangan alamiah sangat ditentukan oleh letak dan lebar jendela. Untuk memperoleh jumlah cahaya matahari pada pagi hari secara optimal sebaiknya jendela kamar tidur menghadapi ke timur.

Apabila luas jendela melebihi 20% dapat menimbulkan kesilauan dan panas, sedangkan sebaliknya kalau terlalu kecil dpat menimbulkan suasana gelap dan gengap.

b. Pencahayaan buatan

(30)

penerangan tersebut dapat menumbuhkan suasan rumah yang lebih menyenangkan. Lampu Flouresen (neon) sebagai sumber cahaya dapat memenuhi kebutuhan penerangan karena pada kuat penerangan yang relatif rendah mampu menghasilkan cahaya yang baik bila dibandingkan dengan penggunaan lampu pijar. Bila ingin menggunakan pampu pijar sebaiknya dipilih warna putih dengan dikombinasikan beberapa lampu neon.

Dilihat dari aspek sarana sanitasi, maka beberapa sarana lingkungan yang berkaitan dengan perumahan sehat adalah sebagai berikut:

1. Sarana Air Bersih

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak (Per Men Kes No. 416/MENKES/Per/IX/1990). Air minum adalah air yang syaratnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung dimimum yang berasal dari penyediaan air minum (Dep Kes RI, 1994).

syarat tersebut terdiri dari: a. Syarat Fisik

Yaitu air yang tidak berwarna, tidak berbau, jernih dengan suhu sebaiknya dibawah suhu udara sehingga menimbulkan rasa nyaman.

b. Syarat Kimia

(31)

KMNO4 : di dalam standar kualitas tertentu maksimal angka permanganat

adalah 10mg/liter. Penyimpangan standar kualitas tersebut akan mengakibatkan timbulnya bau tidak sedap dan dapat menyebabkan sakit perut.

c. Syarat bakteriologis

Air tidak boleh mengandung suatu mikroorganisme. Penyakit-penyakit sering menular dengan perantara air adalah penyakit yang tergolong dalam golongan ”water diseases” yaitu: Cholera, Paracholera Eltor, Thypus abdominalis, Dysentrian bacillaris, Hiptatitis infectiosa, Poliomylitis

anterior accuta, penyakit-penyakit karena cacing. Karena mikroorganisme kelaur bersama faeces penderita, maka disyaratkan air rumgah tangga tidak boleh dikotori feaces manusia.

2. Jamban (sarana pembuangan kotoran)

(32)

3. Pembuangan Air Limbah (SPAL)

Air limbah adalah air yang tidak mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia ataupun hewan, dan lazimnya karena hasil perbuatan manusia.

4. Sarana pembuangan sampah (tempat sampah) adalah tempat penampungan sampah sementara di rumah tangga dalam keadaan tertutup dan memenuhi syarat kesehatan yang dimiliki responden.

2.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan studi literature dapat dikemukakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi status gizi balita, faktor-faktor tersebut antara lain asupan makanan dan penyakit infeksi, ketahanan pangan di keluarga, pola asuh anak, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan fisik, biologis, dan sosial. Dari faktor tersebut yang akan diteliti adalah Kejadian ISPA dan Lingkungan fisik dalam rumah. Secara skematik kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel independen Variabel dependen

Gambar 1.Kerangka konsep Penelitian Kejadian ISPA

Status gizi balita Lingkungan fisik dalam

(33)

2.3 Hipotesis

Ha : Ada hubungan antara lingkungan fisik dalam rumah dengan status gizi balita di wilayah kerja puskesmas Kampung Bali.

Ho : Tidak ada hubungan antara lingkungan fisik dalam rumah dengan status gizi balita di wilayah kerja puskesmas Kampung Bali.

Ha : Ada hubungan antara Kejadian ISPA dengan status gizi balita di wilayah kerja puskesmas Kampung Bali.

(34)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan rancangan penelitian

Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan rancangan cross sectional

yaitu variabel dependen dan independen dikumpulkan pada waktu yang bersamaaan (Notoatmodjo, 2005).

3.2 Tempat dan waktu

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Bali KOTA Bengkulu dan waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2010.

3.3 Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi Operasional

(35)

Lingkungan

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoadmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan ibu yang memiliki balita yang menetap di wilayah kerja Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu yang berjumlah 464 balita.

3.4.2 Sampel

(36)

n = 214,81 n = 215

Di Puskesmas Kampung Bali terdapat 8 posyandu, karena menggunakan Stratified Random Sampling maka 215 : 8 = 26,87. Sehingga masing-masing posyandu diambil 27 balita.

3.5 Metode Pengumpulan Data 3.5.1 Data Primer

Data primer adalah data dari responden melalui pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kuesioner dan pengukuran status gizi balita.

3.5.2 Data Skunder

(37)

3.6 Metode Analisis Data

3.6.1 Metode pengolahan Data

Data terkumpul kemudian data tersebut diolah dan dianalisis dengan tahapan berikut :

1. Editing

Kegiatan ini dilakukan untuk meneliti setiap kuesioner yang telah diisi oleh responden mengenai kelengkapan pengisian, sehingga data yang terkumpul lengkap dan jelas.

2. Coding

Pada tahap ini dilakukan kegiatan pemberian kode setiap jawaban yang telah terkumpul pada setiap pertanyaan dalam kuesioner.

3. Tabulating

Setelah dilakukan editing dan coding maka dilakukan pemindahan data dalam tabel.

3.6.2 Metode analisis data 1. Analisis univariat

(38)

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variable bebas (independent) dengan variable terikat (dependent) digunakan analisis uji chi-square dengan menggunakan rumus :

Keterangan : X2 = Nilai pada distribusi Chi-Square 0 = Nilai hasil pengamatan

E = Nilai yang diharapkan . Dengan kriteria :

 Jika significannya (P) ≤ α (0,05), maka Ho ditolak. Kesimpulannya

terdapat hubungan antara variabel independen dan dependen.

 Jika significannya (P) > α (0,05), maka Ho diterima. Kesimpulannya tidak

(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Letak Geografis

Puskesmas Kampung Bali adalah salah satu Puskesmas induk dalam wilayah kerja Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu, yang beralamat di Jalan Bali Rt 02 Kelurahan Kampung Bali.

Wilayah kerja Puskesmas Kampung Bali ini meliputi empat wilayah kelurahan yaitu:

1. Kelurahan Kampung Bali seluas :1,84 Km2

2. Kelurahan Bajak seluas : 3,46 Km2

3. Kelurahan Tengah Padang seluas : 7, 5 Km2

4. Kelurahan Pintu Batu seluas : 0,111Km2 Luas seluruh empat kelurahan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Kampung Bali ini adalah 1,391 Km2.

Adapun batas wilayah Kampung Bali adalah:

(40)

Wilayah kerja Puskesmas Kampung Bali yang meliputi empat kelurahan terdiri dari delapan posyandu yaitu:

1. Posyandu Mawar dan posyandu Melati di kelurahan Kampung Bali 2. Posyandu Flamboyan dan posyandu Zakat Indah di kelurahan Bajak 3. Posyandu Harapan Bunda dan posyandu Bhakti Ibu dikelurahan

Tengah Padang

4. Posyandu Panda I dan posyandu Panda II di kelurahan Pintu Batu. 4.1.2 Jumlah Penduduk

(41)

4.2Analisis Univariat

Distribusi frekuensi Lingkungan Fisik Dalam Rumah, Kejadian ISPA dan Status Gizi responden dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi

Lingkungan Fisik Dalam Rumah, Kejadian ISPA dan Status Gizi

No Karakteristik Total

-Tidak ISPA 17045 79,120,9

3 Status Gizi

Sumber : Hasil Penelitian, Mei 2010

(42)

4.3 Analisis Bivariat

Untuk kepentingan analisis maka variabel status gizi dibagi menjadi dua kategori yaitu baik untuk status gizi yang baik dan kurang untuk status gizi buruk dan kurang.

4.3.1. Lingkungan Fisik Dalam Rumah Dengan Status Gizi

Hasil penelitian tentang lingkungan fisik dalam rumah dengan status gizi dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3.

Hubungan Lingkungan Fisik Dalam Rumah Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu

Lingkungan

Tidak Sehat 38 65,5 20 34,5 58 100

0,000

Sehat 27 17,2 130 82,8 157 100

Jumlah 65 30,2 150 69,8 215 100

Sumber: Hasil Penelitian, Mei 2010

(43)

Hasil uji chi square diperoleh p = 0,000 yang artinya p Value < 0,05 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lingkungan fisik dalam rumah dengan status gizi balita.

4.3.2.Kejadian ISPA Dengan Status Gizi

Hasil penelitian tentang Kejadian ISPA dengan status gizi dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4.

Hubungan Kejadian ISPA Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu

ISPA 54 31,8 116 68,2 170 100

0,442

Tidak ISPA 11 24,4 34 75,6 45 100

Jumlah 65 30,2 150 69,8 215 100

Sumber; Hasil Penelitian, Mei 2010

(44)

Hasil chi square diperoleh p = 0,442 yang artinya p Value > 0,05 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kejadian ISPA dengan status gizi.

4.4. Pembahasan

4.4.1. Hubungan Lingkungan Fisik Dalam Rumah Dengan Status Gizi Balita Berdasarkan hasil analisis data didapatkan ada hubungan antara lingkungan fisik dalam rumah dengan status gizi balita ( p < 0,05). Dimana balita yang hidup di lingkungan fisik rumah yang sehat mempunyai status gizi baik sebanyak 150 (69,8%) dan lebih banyak dibandingakan balita yang mengalami status gizi kurang sebanyak 65 orang (30,2%).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lartiana (2006) yang menyatakan ada hubungan antara sanitasi lingkungan keluarga dengan status gizi balita (p value < 0,05).

Hendrik L.Bloom dalam Azwar (1999) mengungkapkan bahwa lingkungan adalah salah satu faktor yang berperan mempengaruhi status kesehatan manusia. Penyakit akan timbul bila terjadi gangguan dari keseimbangan lingkungan oleh karena itu menjaga keseimbangan perlu diupayakan suatu upaya menjaga keseimbangan ekologi yang ada antara manusia dan lingkungannya agar dapat menjamin keadaan sehat manusia.

(45)

oleh ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuh anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan (Soekirman, 2000).

Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup tersebut antara lain perumahan,pembuangan kotoran manusia, penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air limbah, kandang hewan ternak, dll (Notoatmojo,2007).

Sanitasi lingkungan memiliki peran yang cukup dominan dalam penyediaan lingkungan yang mendukung kesehatan anak. Kebersihan, baik kebersihan perorangan maupun lingkungan. Lingkungan memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit. Akibat dari kebersihan yang kurang maka anak akan sering sakit, misalnya ispa, diare, cacingan, tifus abdominalis, hepatitis, malaria, dan demam berdarah. Kalau anak sering menderita sakit, maka tumbuh kembangnya pasti terganggu (Soetjiningsih,1995).

(46)

Pola asuh anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberikan kasih sayang, dan sebagainya (Soekirman, 2000).

4.5.2 Hubungan Kejadian ISPA Dengan Status Gizi Balita

Berdasarkan hasil analisis data didapatkan tidak ada hubungan antara kejadian ISPA dengan status gizi balita ( p > 0,05). Dalam penelitian ditemukan 116 orang (68,2%) yang mengalami kejadian ISPA dengan status gizi baik lebih sedikit dibandingkan yang mengalami kejadian ISPA dengan status gizi kurang ditemukan 54 0rang (31,8).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Desni (2009) yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan, lama menderita dan frekuensi kejadian ISPA dengan status gizi pada anak balita.

Dalam penelitian ditemukan penyakit infeksi selain ISPA yaitu diare, penyakit diare dapat mempengaruhi status gizi balita (Mediasari, 2009). Gejala penyakit ini berbahaya dan dapat menyebabkan kematian pada anak-anak kecil terutama penderita didapatkan kurang gizi. Gizi kurang dan diare sering dihubungkan satu sama lain, walaupun diakui bahwa sulit menentikan kelainan yang mana yang terjadi lebih dahulu, gizi kurang, diare atau sebaliknya.

(47)

gizi tersebut merupakan refleksi konsumsi energi dan zat-zat gizi lain yang belum mencukupi kebutuhan tubuh. Kebutuhan zat gizi tubuh dapat diperoleh dari makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral dalam makanan (Alisjahbana,dkk 1985 dalam Ayu, 2009).

Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi tiga golongan yaitu (Suyudi, 2002) ISPA ringan (bukan pneumonia), ISPA sedang (pneumonia) dan ISPA berat (pneunomia berat). Keadaan ini kemungkinan dikarenakan penyakit ISPA yang di alami balita termasuk dalam kategori ringan sehingga tidak mempengaruhi status gizi balita.

Tidak hanya ISPA yang mempengaruhi status gizi balita namun ada faktor penyakit infeksi lain seperti Tuberculosis, Diare, Malaria, dan Demam berdarah. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian yang terjadi pada bayi dan anak terutama sering terjadi pada negara berkembang termasuk Indonesia. Bahkan dalam keadaan kekurangan gizi seseorang akan lebih rentan terhadap infeksi (Juwitasari, 2008).

(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang ” Hubungan Lingkungan Fisik Dalam Rumah Dan Kejadian ISPA Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu”, dapat disimpulkan :

1. Lingkungan Fisik Dalam Rumah Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu adalah Sehat 157 Rumah (73,0%) dan tidak sehat 58 rumah (27,0%).

2. Kejadian ISPA pada balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu adalah ISPA 170 balita (79,1%) dan tidak ISPA 45 balita (20,9%) 3. Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu

adalah baik 150 balita (69,8%), status gizi kurang 62 balita (28,8%) dan status gizi buruk 3 balita (1,4%).

4. Ada hubungan lingkungan fisik dalam rumah dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu (P < 0,05).

(49)

1.2 Saran

1. Kepada para ibu agar dapat memelihara kebersihan lingkungan fisik dalam rumah mereka agar status gizi balita tetap membaik.

Gambar

Gambar 1.Kerangka konsep Penelitian
Tabel 1. Definisi Operasional
Tabel 2. Distribusi Frekuensi
Tabel 3 menunjukkan dari 58 responden dengan lingkungan fisik dalam
+2

Referensi

Dokumen terkait

For example, if you have an existing session open with two windows, you could script tmux at some point in time to execute a shell command to target the results into one of the panes

Maka terdapat pengaruh yang signifikan dan positif kecerdasan integral dalam kegiatan menghafal Al-Qur’an terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas VIII SMP

Universitas Sumatera

For other rows, transform Pivot Column to leaving basic variable column... Divide Right Side value by

(1) Peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja dan dirawat pada fasilitas pelayanan kesehatan yang belum menjalin kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan, karena di

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Group Investigation berbantu permainan ular tangga dapat meningkatkan keterampilan guru dan hasil belajar siswa pada mata

[r]

Moeslem Millionair, Life is changeable that we have to improve every time, Life is competition so we have to fight every moment not for our self but also for our family and