• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE PENELITIAN

3.4 Analisis contoh

3.4.1 Pengukuran logam dalam air laut

Analisis logam berat terlarut dalam air laut menggunakan prosedur APHA, 1992 in Hutagalung et al., 1997. Sebanyak 250 ml contoh air yang telah diambil

ditambahkan HNO3 (1N) dan NaOH (1N) hingga pH sampel air menjadi 3,5 – 4

kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah polietilen. Dalam suasana asam, kandungan logam berat (kecuali Hg) yang terkandung dalam air laut bereaksi jika ditambah dengan amonium pirolidin ditiocarbonat (APDC) membentuk senyawa

kompleks organik yang tidak larut dalam fase air. Dengan penambahan pelarut organik (MIBK), senyawa kompleks logam berat-APDC larut dalam metil iso

butil keton (MIBK). Kompleks logam berat-APDC dipecah dengan HNO3 pekat,

sehingga terbentuk ion dan larut kembali ke dalam fase air. Fase air ditampung kemudian diukur konsentrasi logam beratnya. Analisis konsentrasi logam berat dalam air laut dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.4.2 Pengukuran logam dalam seston

Analisis logam berat dalam seston menggunakan prosedur APHA, 1992 in

Hutagalung et al., 1997. Kertas saring yang telah digunakan untuk menyaring 1L

air laut dikeringkan dalam oven selama 24 jam, kemudian digunakan untuk menghitung zat padat tersuspensi/TSS dan logam berat dalam seston. Destruksi contoh TSS dengan menggunakan aquaregia (campuran HCl dan HNO3 pekat 3 :

1) dan penambahan 1 ml HF pekat dan kemudian dipanaskan pada suhu 90 – 1000C selama 4 jam. Setelah larutan contoh dingin pada suhu kamar, larutan contoh dimasukkan ke dalam labu ukur polyethylene yang telah berisi campuran 5

ml asam borat dan dibilas dengan aquades teflon bombnya hingga volume

penepatan 25 ml. Larutan contoh dikocok-kocok dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian larutan contoh didekantasi menggunakan kertas saring nucleopore

ukuran ukuran pori 0,45 m. Larutan contoh yang telah didekantasi kemudian diukur dengan AAS menggunakan nyala udara asetilen. Analisis pengukuran logam berat dalam seston dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.4.3 Pengukuran logam dalam sedimen

Analisis logam berat total dalam sedimen menggunakan prosedur Bendell- Young et al. (1992) in Thomas dan Bendell-Young (1998), dimana nilai

konsentrasi hasil destruksi menggunakan aqua regia sebagai nilai yang mendekati

konsentrasi logam berat total dalam sedimen. Contoh sedimen (± 5 gram Berat basah) didestruksi menggunakan campuran HCl pekat dengan HNO3 pekat (3:1)

kemudian dipanaskan 850C dalam penangas selama 8 jam. Sampel sedimen

kemudian ditepatkan 25 ml dengan akuades dan disentrifuge pada 250 RPM dan diambil fase supernatannya untuk kemudian dihitung konsentrasinya dengan AAS (Lampiran 3).

3.4.4 Pengukuran logam berat dalam Anadara granosa

Analisis logam berat dalam tubuh Anadara granosa menggunakan metode

Parsons (1999). Namun sebelumnya, Anadara granosa dikelompokkan terlebih

dahulu ke dalam 3 ukuran panjang yaitu; ukuran kecil (< 2,5 cm), sedang (2,5 – 3cm) dan besar (3 – 5 cm) sebelum dilakukan analisis. Analisis hanya dilakukan pada jaringan (tissue) tubuhya. Sampel jaringan kerang yang di analisis

ditimbang dengan bobot ± 10 gram berat basah, kemudian sampel didestruksi dengan larutan 10 ml HNO3 pekat di dalam teflon bomb, kemudian ditentukan

konsentrasi logam dengan AAS. Analisis logam berat pada tubuh Anadara

granosa dapat dilihat pada Lampiran 4.

3.4.5 Ukuran butiran sedimen

Ukuran butiran sedimen ditentukan menggunakan alat ayakan mekanik. Ayakan yang dipergunakan memiliki ukuran bukaan 2 mm, 0,8 mm, 0,4 mm,

0,15 mm, dan 0,063 mm. Pengayakan dilakukan dengan metode pengayakan basah. Butiran sedimen diklasifikasi berdasarkan klasifikasi Wenworth, 1922 in

Wibisono, 2005. Klasifikasi ini memisahkan sedimen ke dalam fraksi ukuran butiran yang berbeda yaitu kerakal 8-16 mm, kerikil 2-8 mm, pasir (sand) 0,063-2

mm, lanau (silt) 0,004-0,063 mm, lumpur (mud) <0,063 dan lempung (clay)

<0,004 mm. Pada penelitian ini data grain size sedimen hanya didapatkan pada

fraksi kerikil, pasir dan lumpur (Lampiran 5).

Analisis ukuran butiran sedimen dikerjakan pada gabungan sampel dari 3 kali ulangan tiap masing-masing stasiun yang dilakukan di Laboratorium Geologi, P2O- LIPI. Hasil analisis butiran sedimen dapat dilihat pada Lampiran 11.

3.4.6 Analisis fraksinasi logam berat dalam sedimen

Analisis pengukuran logam berat dalam fraksi sedimen menggunakan metode ekstraksi secara simultan yang dikembangkan Bendell-Young et al. (1992) in

Thomas dan Bendell-Young (1998) seperti pada Gambar 9 dan Lampiran 7. Prosedur ekstraksi secara simultan menghitung konsentrasi logam berat yang secara operasional dibagi kedalam komponen-komponen geokimia sedimen:

easily reducible (berasosiasi dengan fase sedimen mangan oksida); easily

reducible+reducible (berasosiasi dengan fase sedimen mangan oksida dan besi

oksida); organik (fraksi sedimen yang berikatan dengan bahan organik); dan aqua

regia (mendekati konsentrasi logam berat total dalam sedimen).

Sebanyak 4,5 – 6 gram berat basah contoh sedimen diambil untuk mengukur konsentrasi logam berat pada setiap fraksi sedimen tersebut. Ekstraksi logam pada fraksi easily reducible menggunakan 10 ml 0,1N NH2OH HCl in 0.01N

0.1N NH2OH HCl in 25% HOAc dengan pemanasan pada suhu 950C selama 6

jam, sedangkan ekstraksi logam pada fraksi organik dengan menggunakan 20 ml 1N NH4OH ke dalam contoh sedimen kemudian dibiarkan selama seminggu

(Gambar 3).

Pada penelitian ini, dilakukan beberapa modifikasi terhadap metode Bendell- Young et al., 1992 in Thomas and Bendell-young, 1998, analisis bahan organik

total (TOM) pada sedimen yang dinyatakan dengan persentase lost on ignition

(%LOI) dianalisis menurut APHA (1992) yaitu dengan pembakaran sampel

sedimen pada suhu 500oC selama 4 jam, dapat dilihat pada Lampiran 5.

Selain itu, terdapat perbedaan terhadap penentuan klasifikasi logam berat dalam fraksi resistan dan non-resistan berdasarkan metode yang digunakan Thomas dan Bendell-young (1998). Pada metode Thomas dan Bendell-young, fraksi reducible dan easy reducible termasuk ke dalam fraksi non-resistan (dapat

diserap oleh biota), sedangkan fraksi organik dan residual termasuk ke dalam resistan (tidak dapat diserap oleh biota). Pada penelitian ini fraksi organik termasuk ke dalam fraksi non-resistan, dengan alasan tahapan destruksi pada fraksi organik tidak menggunakan asam kuat (HNO3/HCl) seperti pada prosedur

menurut Bendell-Young dan Harvey (1992). Perbedaan klasifikasi fraksi resistan dan non-resistan dapat dilihat pada Tabel 7.

Sumber : Bendell-Young et al., 1992 in Thomas dan Bendell-Young, 1998

Gambar 3. Skema analisis fraksinasi geokimia logam berat pada sedimen

Tabel 7. Perbedaan klasifikasi fraksi resistan dan non resistan antara yang digunakan dalam skripsi dengan Thomas dan Bendell-Young (1998)

Fraksi sedimen Thomas dan Bendell-

Young (1998) Skripsi Non resistan (dapat

diserap oleh biota)

Easily Reducible Reducible

Easily Reducible Reducible

Organik Resistan (tidak dapat

diserap oleh biota)

Organik

Residual

Residual

Contoh sedimen (4,5 – 6 gram) gram % LOI Acid extractable Mn oxides Sentrifuge pada 6500 RPM,

pipet bagian supernantan Organik Bakar pada 600oC, selama 1 jam Aqua Regia 3:1 campuran cHCl:cHNO3 pada 70oC selama8 jam Easily Reducible+ Reducible 0.1N NH2OH HCl in 25% HOAc pada 95oC selama Mn+Fe oxides Keringkan pada 60 oC, 24 jam Easily Reducible 0.1N NH2OH HCl in 0.01N HNO3 selama0.5 jam Organik 1N NH4OH selama 1 minggu Ukur Cd, Cu dengan AAS

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait