• Tidak ada hasil yang ditemukan

Logam dalam lingkungan perairan akan berasosiasi dengan berbagai ligan organik dan anorganik terlarut sebaliknya fraksi yang lain akan berasosiasi dengan bahan partikulat melalui proses adsorpsi, presipitasi, copresipitasi atau oleh proses

uptake oleh organisme plankton. Proses kimia, fisika dan biologi yang kompleks

menyebabkan fraksi utama dari logam akan masuk dan berasosiasi ke dalam sedimen perairan hal ini dapat dilihat pada gambar 1 (Tessier dan Campbell, 1987).

L-organisme L-teradsorpsi L-berasosiasi dengan Fe dan Mn oksida dan fase padat lainnya L: Logam

Sumber: Tessier dan Campbell, 1987

Gambar 1. Skema pembagian logam di lingkungan perairan Sedimen merupakan campuran kompleks hasil dari pelapukan dan erosi seperti alumosilikat dan besi, alumunium oksihidroksida dan sulfida, dan substansi yang dihasilkan oleh aktivitas biologi baik organik (mikroorganisme,

Kompleks organik Kompleks anorganik

L

Z+

L

Y+ L-organisme

detritus dan substansi humus) maupun inorganik (karbonat, fosfat, dan silikat) (Tessier, 1992 in Škvarla, 1998). Ketersediaan logam berat dalam sedimen dipengaruhi oleh hubungan logam - logam berat dengan satu atau lebih dari komponen penyusun sedimen, karenanya konsentrasi logam berat dalam fraksi sedimen memberikan gambaran tentang ketersediaan logam berat bagi biota.

Penentuan ketersediaan logam dalam fraksi sedimen telah banyak dikaji. Tessier et al (1979) membagi fraksi-fraksi di dalam sedimen yang menyebabkan berikatannya logam, diantaranya ;

1. Fraksi exchangeable ; Komponen utama pada fraksi ini muliputi lempung (clay), Oksigen hidrat dari besi dan mangan, dan asam humus. Fraksi ini memiliki mobilitas yang tinggi. Perubahan dari komposisi kation dapat menyebabkan terlepasnya logam (seperti di lingkungan estuari).

2. Fraksi yang berikatan dengan karbonat ; Logam dapat berasosiasi dengan karbonat. Fraksi ini mudah berubah dengan perubahan pH.

3. Fraksi berikatan dengan besi dan mangan oksida ; Terdiri dari logam yang diadsorpsi atau dilapisi oleh Fe-Mn oksida. Fraksi ini memiliki mobilitas yang relatif tinggi, tergantung pada perubahan kondisi redoks. Perubahan ini menyebabkan terlepasnya logam tetapi sebagian lagi mengendap jika terdapat mineral mineral sulfide. Bongkahan atau nodul mangan (Mn) dan besi (Fe) yang terbentuk di dasar laut adalah bentuk dari sedimen

hydrogeneous yang dihasilkan melalui reaksi kimia dalam air laut. 4. Fraksi yang berikatan dengan bahan organik ; Logam dapat berikatan

dengan berbagai bentuk bahan organik seperti organisme hidup, detritus, atau partikel mineral, dan lain sebagainya. Di bawah kondisi oksidasi

dalam perairan alami, bahan organik dapat terdegradasi dan terjadi pelepasan logam terlarut.

5. Fraksi residual ; Fase residual terdiri dari mineral utama atau kedua

(primary and secondary minerals) dimana logam berada pada struktur

kristal. Logam tidak akan berubah ke dalam bentuk terlarut pada jangka waktu tertentu di bawah kondisi normal.

Ketersediaan logam berat dalam sedimen sangat berkaitan erat dengan sifat-sifat dan ukuran sedimen. Sedimen yang mengandung jumlah mineral lempung (clay) dan bahan organik akan cenderung mengakumulasi logam lebih tinggi, karena senyawa-senyawa tersebut memiliki sifat mengikat logam (Tack et. al., 1997 in Arifin, 2006). Menurut Thomas dan Bendell –Young (1998 ) komponen hasil oksida besi dan magnesium dan bahan organik merupakan komponen geokimia yang paling penting dalam mengontrol pengikatan logam - logam berat dari sedimen estuari. Oleh karena itu, pengetahuan tentang pembagian logam-logam utama diantara tiga komponen sedimen ini (hasil oksida besi dan

magnesium dan bahan organik) sangat penting untuk mengestimasi ketersediaan logam-logam berat dalam sedimen.

Ukuran partikel sedimen (grain size) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsentrasi dan proses adsorpsi logam berat dalam sedimen. Afinitas logam berat umumnya lebih besar pada sedimen yang berukuran lebih halus (Penny, 1984 dan Gaw, 1997 in Parera 2004) sehingga konsentrasi logam berat lebih besar pada permukaan sedimen yang memiliki ukuran partikel lebih kecil (Penny, 1984; Gaw, 1997; Burden, 2002 in Parera 2004). Menurut Bernhard (1981 in Erlangga 2007) konsentrasi logam berat tertinggi terdapat dalam sedimen

yang berupa lumpur, tanah liat, pasir berlumpur dan campuran dari ketiganya dibandingkan dengan yang berupa pasir murni. Tabel 4 menunjukkan hubungan konsentrasi logam berat Cu, Pb dan Zn terhadap ukuran butiran sedimen. Tabel 4. Hubungan antara ukuran butiran sedimen (µm) dan konsentrasi logam

Cu, Pb dan Zn (µg/g) Ukuran butiran sedimen

(µm) Konsentrasi logam (µg/g) Cu Pb Zn 1-10 39 78 1067 11-30 43 60 623 31-60 28 41 479 61-150 23 27 308

Sumber: Gaw (1997 in Parera 2004)

Faktor lain yang mempengaruhi kandungan logam berat adalah kandungan bahan organik. Gaw (1997 in Parera 2004) menemukan hubungan yang positif antara kandungan materi organik dengan konsentrasi logam berat dalam sedimen walaupun bahan organik bukan merupakan faktor utama yang mengatur

konsentrasi logam berat dalam sedimen khususnya di daerah estuari. Keberadaan bahan organik mampu mengikat 5-20 % atau lebih dari kandungan logam dalam sedimen (Campbell et al., 1988).

Mangan oksida dan besi oksida dalam sedimen mempengaruhi kandungan dan asosiasi logam berat dalam sedimen. Besi oksida yang hidrous, mangan dan alumunium terutama Fe dan Mn oksida pada keadaan dapat mengoksidasi, dapat menyerap atau mengkopresipitasi kation dan anion dari larutan dan dapat menyerap logam-logam dalam air terutama logam runutan. Dalam keadaan reduksi logam yang terserap dapat diremobilisasi kembali ke larutan dan bertindak sebagai sumber logam dalam perairan, namun logam yang terikat oleh fraksi

sedimen akan mengalami diagenesis melibatkan peningkatan bobot molekul dan hilangnya gugus fungsi. Terbentuknya cadangan logam berat dalam sedimen perairan umumnya relatif stabil dan kurang reaktif, namun demikian mobilisasi dapat terjadi melalui proses mikrobial (Connel dan Miller, 1995). Menurut Campbell et al. (1988) keberadaan mangan dan besi oksida dalam sedimen mampu mengikat logam 10-50 % bahkan lebih dari total logam dalam sedimen walaupun fraksi Mangan dan besi oksida tersebut jarang sekali ditemukan banyak sebagai material penyusun sedimen terrigenous. Kandungan logam pada beberapa fraksi sedimen laut dalam dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan Mn- Fe dan beberapa logam pada fraksi-fraksi laut dalam, satuan µg/g

Logam laut dalam Karbonat Lempung (c

lay) pada Laut dalam

Atlantik

Lempung (clay) Pada laut dalam

Pasifik Bongkahan (nodul-nodul) besi-mangan Cr 11 86 77 10 Cu 30 130 570 3300 Pb 9 45 162 1500 Zn 35 130 - 3500 Mn 1000 4000 12500 220000 Fe 9000 82000 65000 140580 Sumber: Chester (1990)

Pembagian logam berat logam dalam sedimen bergantung pada banyak faktor diantaranya; lingkungan dan konsentrasi ligan di perairan, konsentrasi padatan subsrat, Eh, pH. Perbedaan faktor lingkungan seperti pengadukan sedimen anoksik atau proses acidifikasi di kolom perairan dapat merubah pembagian logam di sedimen (Tessier dan Campbell, 1987). Pembagian logam berat dalam air dan sedimen juga sangat dipengaruhi kondisi redoks selain keberadaan bahan organik serta faktor lingkungan lainnya.

pH merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses spesiasi logam berat, kelarutan dari mineral, transport dan kemampuan logam berat dapat diserap oleh organisme. pH berpengaruh terhadap kemampuan daya larut logam berat dan proses adsorpsi-desorpsi. Kebanyakan logam berat (mineral hydroxide) memiliki kelarutan yang sangat rendah di bawah kondisi pH perairan alami, karena aktivitas ion hydroxide secara langsung berhubungan dengan pH,

kelarutan mineral logam hydroxide akan bertambah seiring dengan penurunan pH, dan kemudian logam berat yang terlarut sangat potensial dapat dimanfaatkan dalam proses biologi saat kondisi pH turun (Salomon, 1995 in John dan Leventhal, 1995).

Faktor lain yang mempengaruhi proses spesiasi logam berat adalah temperatur. Pada lingkungan perairan, reaksi kimia sangat sensitif terhadap perubahan temperatur. Temperatur juga dapat mempengaruhi kuantitas logam berat yang diserap organisme, karena rata-rata proses biologi akan meningkat dua kali pada tiap kenaikan temperatur 100C. Kenaikan temperatur mempengaruhi tingkat pemasukan dan pengeluaran logam berat, bioakumulasi mungkin meningkat atau tidak (Luoma, 1983 in John dan Leventhal, 1995).

Dokumen terkait