• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsentrasi Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam Air, Seston, Kerang dan Fraksinasinya dalam Sedimen di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsentrasi Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam Air, Seston, Kerang dan Fraksinasinya dalam Sedimen di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

KONSENTRASI KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu)

DALAM AIR, SESTON, KERANG DAN FRAKSINASINYA

DALAM SEDIMEN DI PERAIRAN DELTA BERAU,

KALIMANTAN TIMUR

Oleh: Ardi Afriansyah

C64104063

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

KONSENTRASI KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu)

DALAM AIR, SESTON, KERANG DAN FRAKSINASINYA

DALAM SEDIMEN DI PERAIRAN DELTA BERAU,

KALIMANTAN TIMUR

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Juni 2009

(3)

RINGKASAN

ARDI AFRIANSYAH. Konsentrasi Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam Air, Seston, Kerang dan Fraksinasinya dalam Sedimen di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur. Dibimbing oleh TRI PRARTONO dan ZAINAL ARIFIN.

Penelitian dengan topik geokimia logam berat dalam sedimen dan

ketersediaannya pada biota bentik ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi Cd dan Cu dalam sedimen, air, seston, dan kerang, serta mengkuantifikasi

karakteristik geokimia Cd, dan Cu dalam sedimen di perairan Delta Berau, Kalimantan Timur.

Pengambilan contoh sedimen, air, dan biota dilakukan pada 25 - 30 April 2008 di perairan Delta Berau, Kalimantan Timur dan dianalisis di Laboratorium

Pencemaran dan Laboratorium Geologi P2O-LIPI pada Mei 2008-Januari 2009. Contoh sedimen dikumpulkan dari 21 stasiun dimulai dari sungai, muara, hingga laut, sedangkan sampel air hanya dikumpulkan dari 6 stasiun di daerah muara dan laut.

Metode yang digunakan untuk analisis logam berat total dan fraksinasi logam berat Cd, dan Cu sedimen yaitu prosedur ekstraksi secara simultan. Sedimen diukur konsentrasi logam beratnya pada fraksi-fraksi sedimen berupa easily

reducuble (logam-logam yang berasosiasi dengan Mn oksida), easily

reducible+reducible (logam-logam yang berasosiasi dengan Mn+Fe oksida),

organik, dan residual.

Nilai kualitas perairan Delta Berau yaitu suhu perairan: 26,3 0C – 29,7 0C, salinitas: 0 - 30, pH: 6,46 – 8,02, DO: 4,34 mg/l – 6,4 mg/l. Konsentrasi logam Cu terlarut berkisar antara ttd – 0,001 mg/l, sedangkan untuk Cd berkisar antara 0,0005 mg/l – 0,001 mg/l. Konsentrasi logam Cu dalam seston berkisar 18,667 –

104,388 µg/g dan Cd berkisar <0,002 µg/g – 23,048 µg/g. Konsentrasi total Cu dalam sedimen berkisar antara 1,575 µg/g – 34,112 µg/g BK, total Cd berkisar antara 0,022 µg/g - 0, 125 µg/g BK, sedangkan TOM berkisar 0,9-19,8%. Tipe sedimen umumnya lebih didominasi oleh fraksi lumpur, kemudian diikuti pasir, dan sedikit dijumpai adanya kerikil. Konsentrasi logam berat Cd umumnya banyak dijumpai dalam fraksi organik dan easy reducible, hanya sebagian kecil

terdapat dalam fraksi reducible dan residual, Sedangkan konsentrasi logam Cu

banyak dijumpai dalam fraksi residual, dan hanya sedikit dijumpai pada fraksi organik, reducible maupun easy reducible.

(4)

KONSENTRASI KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu)

DALAM AIR, SESTON, KERANG DAN FRAKSINASINYA

DALAM SEDIMEN DI PERAIRAN DELTA BERAU,

KALIMANTAN TIMUR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh: Ardi Afriansyah

C64104063

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(5)

© Hak cipta milik Ardi Afriansyah, tahun 2009

Hak cipta dilindungi

(6)

Judul : KONSENTRASI KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu) DALAM AIR, SESTON, KERANG DAN FRAKSINASINYA DALAM SEDIMEN DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR

Nama : Ardi Afriansyah NRP : C64104063

Disetujui,

Pembimbing I

Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc NIP. 19600727 198603 1 005

Pembimbing II

Dr. Ir. Zainal Arifin, M.Sc NIP. 19590914 198503 1 002

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 19610410 198601 1 002

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T atas berkat dan karunia-Nya sehingga

skripsi dengan judul “Konsentrasi Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam Air,

Seston, kerang dan Fraksinasinya dalam Sedimen di Perairan Delta Berau,

Kalimantan Timur” dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan bagian kegiatan

riset kompetitif LIPI Nasib Kontaminan Logam di Delta Berau tahun 2008.

Pengukuran logam berat total dalam sedimen belum dapat menerangkan

pengaruh logam berat tersebut terhadap biota bentik. Dengan mengetahui

kandungan logam berat dalam fraksi - fraksi sedimen, dapat memberikan indikasi

apakah keberadaan logam berat dalam sedimen tersebut berbahaya terhadap

kehidupan biota akuatik. Skripsi ini memberikan pengetahuan sampai sejauh

mana keberadaan bahan pencemar logam berat dalam komponen ekosistem di

perairan Delta Berau.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna, namun demikian hasil

penelitian dapat memberikan informasi tentang karakteristik logam dalam

sedimen dan peran yang terlibat.

Bogor, Juni 2009

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Atas terselesaikannya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah S.W.T atas rahmat dan Kasih-Nya, sehingga penulis dapat

menghadapi segala permasalahan yang dihadapi.

2. Ayah dan Ibu beserta Kakak dan Adik penulis atas kasih sayang,

dukungan, dan doanya.

3. Dosen pembimbing skripsi, Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc. atas segala bantuan

dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Dosen pembimbing skripsi, Dr. Ir. Zainal Arifin, M.Sc. atas perhatian,

bimbingan, saran, dan kritik mengenai penelitian ini.

5. Peneliti di Laboratorium Pencemaran P2O-LIPI: Abdul Rozak, A.Md,

Dra. Endang Rochyatun (alm.), Lestari, S.Si, Taufik Kaisupy, dan Triyoni

Purbonegoro, S.Si atas bimbingan dan bantuan yang diberikan kepada

penulis.

6. Prof. Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M.Sc. sebagai dosen penguji dan Dr. Ir.

Henry M. Manik, M.T. sebagai Koordinator Program Pendidikan ITK,

FPIK IPB

7. Adimulyo Nugroho atas kerjasamanya selama analisis dan proses

pengolahan data, serta seluruh teman-teman di Departemen Ilmu dan

(9)

DAFTAR ISI

2.5 Fraksinasi logam berat dalam sedimen ... 16

3 METODE PENELITIAN ... 22

4.1 Kualitas perairan Delta Berau ... 31

4.2 Konsentrasi Cd dan Cu terlarut ... 39

4.3 Konsentrasi Cd dan Cu dalam seston ... 41

(10)

4.5 Kandungan bahan organik total (Total Organic Matter / TOM)

dalam sedimen ... 44

4.6 Konsentrasi Cd dan Cu dalam sedimen ... 45

4.7 Konsentrasi Cd dan Cu dalam fraksi sedimen ... 47

4.7.1 Konsentrasi Cd dalam fraksi sedimen ... 47

4.7.2 Konsentrasi Cu dalam fraksi sedimen ... 50

4.8 Hubungan bahan organik total (Total Organic Matter / TOM) dengan konsentrasi Cd dan Cu dalam sedimen ... 54

4.9 Hubungan antara persentase lumpur (mud) dengan konsentrasi Cd dan Cu dalam sedimen ... 57

4.10 Konsentrasi Cd dan Cu dalam Anadara granosa ... 58

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1 Kesimpulan ... 61

5.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

LAMPIRAN ... 67

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Konsentrasi Cd dan Cu (ppm) pada beberapa perairan di Indonesia ... 9

2. Konsentrasi Cd dan Cu (ppm) pada sedimen di beberapa Perairan di

Indonesia ... 12

3. Kandungan beberapa logam berat pada biota bentik (ppm) di Perairan

Semarang dan Kuala Tungkal ... 15

4. Hubungan antara ukuran butiran sedimen (µm) dan konsentrasi Cd dan Cu (µg/g) ... 19

5. Kandungan Mn- Fe dan beberapa logam pada fraksi-fraksi laut dalam,

satuan µg/g ... 20

6. Alat dan bahan penelitian yang digunakan di lapangan dan di

laboratorium... 23

7. Perbedaan klasifikasi fraksi resistan dan non resistan antara yang digunakan dalam skripsi dengan Thomas dan Bendell-Young (1998) ... 30

8 Persentase pembagian logam berat dalam fraksi sedimen easily reducible

(ER), reducible (RED), organic (ORG), residual (RES), resistan (RES),

dan non-resistan (ER+RED+ORG). Nilai diperoleh dari rata-rata semua

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema pembagian logam di lingkungan perairan ··· 16

2. Peta lokasi penelitian dan penentuan stasiun perairan Delta Berau,

Kalimantan Timur April 2008··· 23

3. Skema analisis fraksinasi logam berat dalam sedimen ··· 30

4. Nilai suhu perairan (0C) pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 32

5. Sebaran spasial suhu (0C) di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 32

6. Kedalaman perairan (m) pada stasiun pengamatan menurut zonasi di

perairan Delta Berau, April 2008 ··· 33

7. Sebaran spasial kedalaman (m) perairan Delta Berau, April 2008 ··· 34

8. Nilai salinitas pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 35

9. Sebaran spasial salinitas di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 35

10.Nilai pH pada stasiun pengamatan menurut zonasinya di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 36

11.Sebaran spasial pH di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 36

12.Kadar oksigen terlarut (mg/l) pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 37

13.Sebaran spasial oksigen terlarut (mg/l) di Perairan Delta Berau, April 2008 ··· 38

14.Nilai padatan tersuspensi total (TSS) pada stasiun pengamatan

berdasarkan zonasi di Perairan Delta Berau, April 2008 ··· 39

15.Sebaran spasial TSS (mg/l) di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 39

16.Konsentrasi Cd dan Cu terlarut (mg/l) pada stasiun pengamatan

menurut zonasi di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 41

17.Konsentrasi Cd dan Cu (µg/g) dalam seston pada stasiun pengamatan

(13)

18.Tipe sedimen pada stasiun pengamatan Perairan Delta Berau, April

2008 ··· 43

19.Persentase kandungan bahan organik total dalam sedimen pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 45

20.Konsentrasi Cd total (µg/g) dalam sedimen pada stasiun pengamatan

berdasarkan zonasinya di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 47

21.Konsentrasi Cu total (µg/g) dalam sedimen pada stasiun pengamatan

berdasarkan zonasinya di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 47

22.Konsentrasi Cd (µg/g) dalam fraksi sedimen pada stasiun pengamatan

berdasarkan zonasi di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 49

23.Persentase Cd pada fraksi sedimen (%) pada stasiun pengamatan

berdasarkan zonasi di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 50

24.Konsentrasi Cu (µg/g) dalam fraksi sedimen pada stasiun pengamatan

berdasarkan zonasi di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 51

25.Persentase Cu pada fraksi sedimen (%) pada stasiun pengamatan

berdasarkan zonasi di perairan Delta Berau, April 2008 ··· 52

26.Hubungan keberadaan kandungan bahan organik dengan Cd (µg/g) dalam fraksi non-resistan (a) dan total sedimen (b) ··· 56

27.Hubungan keberadaan kandungan bahan organik dengan Cu (µg/g) dalam fraksi non-resistan (a) dan total sedimen (b) ··· 56

28.Hubungan antara persentase lumpur (mud) dengan konsentrasi Cd (µg/g)

dalam sedimen ··· 58

29.Hubungan antara persentase lumpur (mud) dengan konsentrasi Cu (µg/g)

dalam sedimen ··· 58

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

5. Prosedur analisis ukuran butiran sedimen (Rahayuningsih, 2007) ··· 72

6. Prosedur analisis kandungan bahan organik total (TOM) dalam sedimen (APHA, 1992) ··· 73

7. Prosedur analisis fraksinasi logam Cd dan Cu dalam sedimen (Young

et al., 1992 in Thomas dan Young, 1998 ) ··· 74

8. Nilai beberapa parameter kualitas air, kedalaman menurut posisi stasiun pengamatan di Delta Berau, Kalimantan Timur, April 2008 ··· 76

9. Konsentrasi Cd dan Cu terlarut pada perairan Delta Berau, April 2008 ·· 76

10.Konsentrasi Cd dan Cu dalam seston di Perairan Delta Berau, April 2008 ··· 77

11.Hasil analisis butiran (grain size analisis) sedimen Perairan Delta Berau

Kalimantan Timur, April 2008 ··· 78

12.Nilai persentase tekstur sedimen dan tipe sedimen pada Perairan Delta Berau, April 2008 ··· 80

13.Bahan organik total (TOM) dalam sedimen perairan Delta Berau April 2008, yang ditunjukkan dengan persentase bahan organik yang hilang dalam pembakaran 500 oC selama 4 jam ··· 81

14.Konsentrasi Cd dan Cu (µg/g) dalam Total sedimen Perairan Delta Berau, April 2008 ··· 82

15.Konsentrasi Cd dan Cu (µg/g) dalam fraksi sedimen ··· 83

16.Nilai konsentrasi Cu dan Cd dalam Anadara granosa (µg/g) di perairan

(15)

17.Rangkuman data hasil penelitian di Delta Berau ··· 85

(16)

1. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Ekosistem perairan pesisir merupakan daerah yang memiliki potensi

sumberdaya yang sangat besar, sehingga wilayah itu cepat berkembang menjadi

pusat perekonomian. Perairan Delta Berau merupakan salah satu contoh wilayah

pesisir yang telah menjadi daerah pusat perekonomian diantaranya mencakup

industri tambang batu bara, kegiatan hutan (logging), industri pulp (Julianery,

2001).

Namun demikian, di sisi lain berbagai kegiatan yang ada khususnya bidang

industri telah memberikan dampak yang negatif seperti penurunan kualitas air

khususnya logam berat. Berdasarkan hasil penelitian terakhir yang dilakukan di

perairan Delta Berau menunjukkan bahwa kegiatan industri telah membawa

dampak terhadap peningkatan jumlah kadar logam berat di perairan tersebut

dimana kandungan logam berat umumnya lebih tinggi terdapat pada sedimen

(Arifin et al., 2006).

Disamping kegiatan industri, perairan Delta Berau memiliki potensi sumber

daya perairan seperti ikan, kerang, udang maupun jenis biota lain yang banyak

dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Menurut Julianery (2001) budidaya laut

di Perairan Delta Berau diperkirakan mempunyai potensi sebesar 2.500 hektar

dengan potensi penangkapan sebesar 35.000 ton per tahun. Selain itu, daerah

perairan Delta Berau merupakan tempat bagi penyu hijau (Chelonia mydas) untuk

bertelur. Produksi telur penyu yang dihasilkan dari daerah ini 94,9 ton dengan

(17)

Keberadaan sumberdaya perikanan yang berada di perairan terkontaminasi

logam berat dapat menurunkan nilai penting sumberdaya tersebut karena

memiliki peluang terkontaminasi. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa

organisme perairan dapat mengakumulasi logam berat. Menurut Suprijanto

(1998) Pb dan Hg terdeteksi pada jaringan lunak Anadara granosa di perairan

Semarang dengan konsentrasi masing-masing berkisar antara 10,3492 – 40,2414

mg/kg dan 0,01748 – 0,31898 mg/kg yang hidup pada perairan yang

mengandung logam berat dengan konsentrasi Hg dan Pb masing-masing 0,0002

- 0,0004 mg/l dan 0,0086-0,0091 mg/l.

Akumulasi logam berat dalam perairan ke dalam tubuh organisme telah

banyak diungkapkan dalam berbagai pustaka dan peneliti. Namun proses

akumulasi kadar logam berat belum begitu jelas karena berbagai macam faktor

yang mempengaruhinya seperti rute logam berat ke dalam tubuh organisme dapat

melalui absorpsi makanan, adsorpsi air melalui insang, keberadaan partikel,

mobilitas logam antara partikel di udara dan air. Disamping itu, beberapa faktor

penting lain adalah spesiasi logam dalam air yang juga berperan penting dalam

mekanisme “sink dan source” logam dalam air.

Penelitian ini mencoba mengidentifikasi konsentrasi logam pada masing-masing

komponen abiotik seperti air, seston dan sedimen di Delta Berau serta konsentrasi

Cd dan Cu pada tiap fraksi sedimen (organik, mangan oksida dan besi oksida)

yang dapat menduga ketersediaan logam bagi biota (bioavailability).

(18)

1.2Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1.Mengukur konsentrasi Cd dan Cu pada air, sedimen dan kerang di perairan

Delta Berau, Kalimantan Timur.

2.Mengkaji karakteristik geokimia Cd dan Cu dalam sedimen perairan Delta

(19)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Logam Berat

Logam merupakan unsur alam yang diperoleh dari laut, erosi batuan,

vulkanisme dan sebagainya (Clark, 1986). Golongan logam umumnya memiliki

daya hantar dan daya panas yang tinggi. Berdasarkan densitasnya, golongan

logam dibagi atas dua golongan, yaitu golongan logam ringan (light metal) yang

mempunyai densitas < 5 g/cm3, sedangkan logam berat (heavy metal) mempunyai

densitas > 5 g/cm3 (Hutagalung et al., 1997).

Menurut Darmono (1995) sifat logam berat sangat unik, tidak dapat

dihancurkan secara alami dan cenderung terakumulasi dalam rantai makanan

melalui proses biomagnifikasi. Pencemaran logam berat ini menimbulkan

berbagai permasalahan diantaranya: 1) berhubungan dengan estetika (perubahan

bau, warna dan rasa air); 2) berbahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang; 3)

berbahaya bagi kesehatan manusia; 4) menyebabkan kerusakan pada ekosistem.

Karakteristik logam berat menurut Palar (2004) adalah sebagai berikut:

1. Memiliki spesifikasi gravitasi yang sangat besar (4 gr/cm3)

2. Mempunyai nomor atom 23-34 dan 40-50 serta unsur lantanida dan

aktanida.

3. Mempunyai respon biokimia (spesifik) pada organism hidup.

2.1.1 Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) adalah salah satu logam berat dengan penyebaran yang

sangat luas di alam, logam ini bernomor atom 48, berat atom 112,40 dengan titik

(20)

sebagai greennocckite (CdS) yang ditemui bersamaan dengan senyawa spalerite

(ZnS). Kadmium merupakan logam lunak (ductile) berwarna putih perak dan

mudah teroksidasi oleh udara bebas dan gas amonia (NH3) (Palar, 2004)..

Kadmium bervalensi dua (Cd2+) adalah bentuk terlarut stabil dalam

lingkungan perairan laut pada pH dibawah 8,0. Kadar Cd di perairan alami

berkisar antara 0,29-0,55 ppb dengan rata-rata 0,42 ppb. Dalam lingkungan alami

yang bersifat basa, kadmium mengalami hidrolisis, teradsorpsi oleh padatan

tersuspensi dan membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik. Di perairan

alami, Cd membentuk ikatan kompleks dengan ligan baik organik maupun

anorganik, yaitu Cd2+, Cd(OH)+, CdCl+, CdSO4, CdCO3 dan Cd organik (Sanusi,

2006).

2.1.2 Tembaga (Cu)

Tembaga atau copper (Cu) umumnya berbentuk kristal dan memiliki warna

kemerahan. Dalam tabel periodik unsur kimia, tembaga memiliki nomor atom

(NA) 29 dan memiliki bobot atau berat atom (BA) 63,546 (Palar, 2004).

Keberadaan unsur tembaga di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam

bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau

sebagai senyawa padat dalam bentuk mineral (Palar, 2004). Tembaga (Cu) di

perairan alami terdapat dalam bentuk partikulat, koloid dan terlarut. Fase terlarut

merupakan Cu2+ bebas dan ikatan kompleks, baik dengan ligan inorganik,

terutama (CuOH+, Cu2(OH)22+) maupun organik. Ikatan Cu kompleks dengan

ligan organik, terutama adalah oleh material humus. Ikatan kompleks Cu yang

(21)

dalam kolom air laut stabilitasnya paling rendah (Moore dan Ramamoorthy, 1984

in Sanusi, 2006).

2.2 Logam Berat dalam Air

Logam dalam perairan biasanya terikat oleh senyawa lain sehingga berbentuk

molekul dan jarang dijumpai dalam bentuk berbentuk ion tersendiri. Ikatan ini

dapat berupa garam organik, seperti senyawa metil, etil, fenil maupun garam

anorganik berupa oksida, klorida, sulfida, karbonat, hidroksida dan sebagainya.

Bentuk ion dari garam tersebut biasanya banyak ditemukan dalam air dan

kemudian bersenyawa atau diserap dan selanjutnya tertimbun dalam tanaman dan

hewan air (Darmono, 1995).

Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan tidak

terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk komplek dengan

senyawa organik dan anorganik, sedangkan logam berat yang tidak terlarut

merupakan partikel-partikel yang berbentuk koloid dan senyawa kelompok metal

yang teradsorbsi pada partikel-partikel yang tersuspensi (Razak, 1980 in Erlangga

2007). Logam berat yang dilimpahkan ke perairan, baik di sungai ataupun laut

akan dipindahkan dari badan airnya melalui beberapa proses yaitu : pengendapan,

adsorbsi dan absorbsi oleh organisme perairan. Logam berat mempunyai sifat

yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan

bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi

dibandingkan dalam air (Harahap, 1991).

Menurut Bryan (1976) dan Connel dan Miller (1995) secara umum sumber –

(22)

1. Logam berat yang masuk ke perairan laut secara alami, berasal dari tiga

sumber yaitu:

a) Masukkan dari daerah pantai (coastal supply) yang berasal dari

sungai-sungai dan hasil abrasi pantai oleh aktivitas gelombang.

b) Masukkan dari laut dalam (deep sea supply) meliputi logam –

logam yang dibebaskan oleh aktivitas gunung berapi di laut dan

logam-logam yang dibebaskan dari partikel/sedimen-sedimen dari

proses kimiawi.

c) Masukkan dari lingkungan dekat daerah pantai, termasuk logam –

logam dari atmosfer sebagai partikel – partikel debu.

2. Sumber buatan manusia (man – made) adalah:

a) Limbah dan buangan industri.

b) Limbah cair perkotaan.

c) Aktivitas perkapalan (pelayaran).

d) Aktivitas pertanian.

e) Cairan limbah rumah tangga.

f) Aktivitas pertambangan.

g) Perikanan budi daya.

Kelarutan logam dalam air pada prinsipnya di atur oleh 1) pH; 2) Jenis dan

kepekatan ligan dan zat-zat pengkhelat; 3) Keadaan oksidasi komponen mineral

dan lingkungan redoks sistem tersebut (Leckie dan James, 1974 in Connel dan

Miller, 1995). Pada umumnya partikel yang mengendap mempunyai ukuran 100

µm, partikel yang yang larut adalah yang berukuran kurang dari 1 µm (Tinsley,

(23)

logam dan spesies lainnya dalam larutan air (Leckie dan James, 1974; Stumm dan

Morgan, 1970 in Connel dan Miller, 1995) dapat dijelaskan sebagai berikut ;

1. Reaksi hidrolisis ion-ion logam; sebagian besar ion-ion logam yang paling

mudah berpindah (seperti Th4+, Fe3+, dan Cr3+) merupakan yang paling mudah

dihidrolisis dalam larutan air.

2. Pengompleksan ion-ion logam. Ion-ion logam juga bereaksi dengan zat-zat

pengompleks organik dan anorganik yang ada dalam air baik dari sumber alamiah

maupun sumber pencemaran. Ligan pengompleks anorganik yang dominan

meliputi meliputi Cl-, SO

4-2, HCO3-, F-, sulfida dan spesies fosfat. Reaksi ini

mirip dengan reaksi hidrolisis ion-ion logam dalam hal terbentuknya ion

kompleks yang larut dan tidak larut, bergantung pada kepekatan logam dan ligan

serta pH.

Logam dalam perairan juga dapat berikatan dengan zat-zat organik alamiah

atau buatan dengan jalan :1) Atom karbon yang menghasilkan zat organologam;

2) Gugus karboksil yang membentuk garam dari asam organik; 3) Atom donor

elektron seperti O, N, S, P dan sebagainya yang membentuk kompleks koordinasi.

Kandungan logam berat dalam perairan dipengaruhi oleh parameter fisika

seperti arus, suhu, salinitas dan kimiawi yaitu, padatan tersuspensi dan derajat

keasaman (pH). Pada umumnya faktor oseanografi yang paling berperan dalam

penyebaran bahan pencemar adalah arus, pasang surut, gelombang dan keadaan

bathimetri perairan (Uktolseya, 1991 in Suryanto, 2003).

Dalam air laut, kadar logam berat berkisar antara 10-5-10-2 ppm. Kadar

tersebut akan meningkat bila limbah perkotaan, pertambangan, pertanian dan

(24)

unsur logam berat terutama yang bersifat esensial seperti Cu dan Zn dibutuhkan

oleh biota perairan untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, tetapi bila

jumlahnya berlebihan maka akan bersifat racun (Phillips, 1980 in Suryanto,

2003). Konsentrasi logam berat Cd dan Cu pada beberapa perairan di Indonesia

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Konsentrasi Cd dan Cu (ppm) pada beberapa perairan di Indonesia

Lokasi Konsentrasi Logam penelitian Tahun Sumber Cd (ppm) Cu (ppm)

Perairan Batu Ampar, P. Batam

0,0283-0,0305

(0,0293±0,0010) (0,0287±0,0076) 0,0167-0,0367

1983,

September (1990) Razak 0,0009-0,0038

(0,0026±0,0016) (0,0027±0,0026) 0,0005-0,0070 0,0009-0,0052

(0,0035±0,0019) (0,0016±0,0012) ttd-0,0028

Perairan Sekupang, P.

Batam

0,0246-0,0269

(0,0260±0,0010) (0,0467±0,0049) 0,0417-0,0516

1983,

<0,001 <0,001-0,002 2005, Juni

Anindita

(0,001) 2004, Januari Sianingsih (2005)

Perairan Laut Banda

0,0006-0,0032 0,0018-0,0105 2006, Juli

Hamzah (2006)

Delta Berau

(25)

2.3 Logam Berat dalam Sedimen

Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami

pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang

hidup di perairan tersebut. Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat

bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen

sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibanding dalam air

(Hutagalung, 1991)

Mengendapnya logam berat bersama-sama dengan padatan tersuspensi

akan mempengaruhi kualitas sedimen di dasar perairan dan juga perairan

sekitarnya. Kekuatan ionik yang terdapat di air laut disebabkan adanya berbagai

kandungan anion dan kation pada air laut, sehingga memungkinkan terjadinya

proses koagulasi (penggumpalan) senyawa logam berat yang ada dan

memungkinkan terjadinya proses sedimentasi (pengendapan). Jika kapasitas

angkut sedimen cukup besar, maka sedimen di dasar perairan akan terangkat dan

terpindahkan. Sesuai teori gravitasi, apabila partikulat memiliki massa jenis lebih

besar dari massa jenis air laut maka partikulat akan mengendap di dasar laut atau

terjadi proses sedimentasi (Erlangga, 2007).

Menurut Greaney (2005), ada 3 kemungkinan mekanisme logam masuk dan

diikat oleh sedimen serta bahan tersuspensi :

1. Proses adsorpsi fisika- kimia dari kolom perairan.

2. Proses uptake oleh bahan organik atau organisme

Akumulasi fisik dari bahan partikulat yang banyak mengandung logam oleh

(26)

Adsorpsi fisika-kimia secara langsung dari kolom perairan terjadi melalui

berbagai cara. Adsorpsi secara fisik biasanya terjadi ketika bahan partikulat

secara langsung mengabsorpsi logam berat dari kolom perairan. Adsorpsi secara

biologi dan kimia lebik kompleks prosesnya dari pada adsorpsi secara fisik karena

dikontrol oleh banyak faktor seperti pH dan oksidasi.

Kelarutan logam dalam air dikontrol oleh pH air. Kenaikan pH menurunkan

kelarutan logam dalam air, karena kenaikan pH mengubah kestabilan dari bentuk

karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan

air, sehingga akan mengendap membentuk lumpur (Palar, 2004). Selain itu,

kenaikan suhu air laut dan penurunan pH akan mengurangi adsorpsi senyawa

logam berat pada partikulat. Suhu air laut yang lebih dingin akan meningkatkan

adsorpsi logam berat ke partikulat untuk mengendap di dasar laut. Pada saat suhu

air laut naik, senyawa logam berat akan melarut di air laut karena penurunan laju

adsorpsi ke dalam partikulat. Logam yang memiliki kelarutan yang kecil akan

ditemukan di permukaan air laut selanjutnya dengan perpindahan dan waktu

tertentu akan mengendap hingga ke dasar laut, artinya logam tersebut hanya akan

berada di dekat permukaan air laut dalam waktu yang sesaat saja untuk kemudian

mengendap lagi. Hal ini ditentukan antara lain oleh massa jenis air laut, viskositas

(kekentalan) air laut, temperatur air laut, arus serta faktor-faktor lainnya

(Erlangga, 2007).

Daya larut logam berat dapat menjadi lebih tinggi atau lebih rendah

tergantung pada kondisi lingkungan perairan. Pada daerah yang kekurangan

oksigen, misalnya akibat kontaminasi bahan-bahan organik, daya larut logam

(27)

Zn,Cu, Cd, Pb, Hg dan Ag akan sulit terlarut dalam kondisi perairan yang anoksik

(Ramlal, 1987 in Erlangga 2007). Logam berat yang terlarut dalam air akan

berpindah ke dalam sedimen jika berikatan dengan materi organik bebas atau

materi organik yang melapisi permukaan sedimen, dan penyerapan langsung oleh

permukaan partikel sedimen (Wilson, 1988 in Erlangga 2007).

Logam berat mempunyai sifat yang mudah terikat oleh bahan organik dan

selanjutnya mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen, maka kadar

logam berat dalam sedimen umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan di kolom

perairan (Harahap, 1991). Kandungan logam berat pada sedimen umumnya

rendah pada musim kemarau dan tinggi pada musim penghujan. Penyebab

tingginya kadar logam berat dalam sedimen pada musim penghujan kemungkinan

disebabkan oleh tingginya laju erosi pada permukaan tanah yang terbawa ke

dalam badan sungai, sehingga sedimen dalam sungai yang diduga mengandung

logam berat akan terbawa oleh arus sungai menuju muara dan pada akhirnya

terjadi proses sedimentasi (Bryan, 1976). Tabel di bawah ini menunujukkan

konsentrasi logam Cd dan Cu dalam sedimen di beberapa Perairan di Indonesia.

Tabel 2. Konsentrasi Cd dan Cu (ppm) pada sedimen di beberapa Perairan di Indonesia

Lokasi Konsentrasi logam Tahun Sumber Cd (ppm) Cu (ppm)

Perairan Teluk Jakarta

0,90-2,66

(1,75±0,62) (27,6±13,5) 7,6-52,6

1990, Juni Hutagalung (1994)

ttd-0,011 1,884-5,983 September 1998, Nanty (1998) 1,625-6,073 1998, Juli Nanty (1998) Perairan Teluk

Jakarta 0,007-0,277 (0,109)

(28)

4,792-2.3 Logam Berat pada Biota Bentik

Logam yang ada pada perairan suatu saat akan turun dan mengendap pada

dasar perairan, membentuk sedimentasi, hal ini akan menyebabkan organisme

yang mencari makan di dasar perairan (udang, rajungan, dan kerang) akan

memiliki peluang yang besar untuk terpapar logam berat yang telah terikat di

dasar perairan dan membentuk sedimen (Rahman, 2006). Akumulasi logam berat

dalam sedimen dalam jumlah banyak dapat berperan sebagai sumber kontaminan

logam untuk kolom air diatasnya ketika tidak ada lagi input ke dalam ekosistem

(Fadhlina, 2008).

Bahan pencemar (racun) masuk ke tubuh organisme melalui

proses absorpsi. Absorpsi merupakan proses perpindahan racun dari tempat

pemejanan atau tempat absorpsinya ke dalam sirkulasi darah. Absorpsi, distribusi

dan ekskresi bahan pencemar tidak dapat terjadi tanpa transpor melintasi

membran. Proses transportasi dapat berlangsung dengan 2 cara : transpor pasif

(yaitu melalui proses difusi) dan transpor aktif (yaitu dengan sistem transport

khusus, dalam hal ini zat lazimnya terikat pada molekul pengemban) (Hutagalung,

1997).

Menurut Simkiss dan Mason (1983) bahwa logam-logam ringan seperti Na, K,

Ca dan Mg merupakan logam dalam kelompok kelas A yang keterlibatan ion

logamnya dalam makhluk hidup menyangkut proses fisiologis. Logam berat yang

dimasukkan dalam kelas B merupakan logam-logam yang terlibat dalam

proses-proses enzimatik dan menimbukan polusi misalnya Zn, Cd, Hg dan Pb. Aktivitas

dari logam kelas A masuk ke dalam tubuh hewan biasanya dengan cara difusi

(29)

Faktor lingkungan yang mempengaruhi absorbsi logam berat yaitu konsentrasi

logam berat, salinitas, suhu bentuk fisika kimia logam tersebut (Bayne, 1976 in

Ningtyas, 2002). Sementara faktor yang mempengaruhi laju absorbsi logam berat

pada biota yaitu, konsentrasi logam berat dalam tubuh, ukuran organisme,

pertumbuhan, kondisi fisiologi, seks dll. Logam berat masuk ke dalam jaringan

tubuh biota menurut Simkiss dan Mason (1983) secara umum melalui tiga cara:

1. Endositas

Endositas adalah pengambilan partikel dari permukaan sel dengan membentuk

wahana perpindahan oleh membran plasma. Proses endositas sepertinya

berperan dalam pengambilan logam berat dalam bentuk tidak terlarut.

2. Diserap dari air

Kandungan logam berat dalam jaringan tubuh biota 90% berasal dari

penyerapan oleh sel epitel insang. Insang diduga sebagai organ yang

menyerap logam berat dalam air.

3. Diserap dari makanan dan sedimen

Penyerapan logam dari makanan dan sedimen oleh biota tergantung pada

strategi makanan dan life histories dari biota yang diamati. Pada jenis filter

feeder penyerapan tersebut bukan dari larutan seperti yang dijelaskan di atas,

tetapi makanan dan partikel yang tersarng.

Logam berat merupakan logam yang berperan dalam proses enzimatik. Jenis

logam ini masuk ke dalam jaringan melalui ikatan dengan protein (ligand

binding). Pasangan ion logam dalam air laut akan berbentuk (LCl)0, (LCO3)0,

(LSO4)0, (LCl2)0, dan (LCl3)- yang ikatan ionnya bergantung pada pH air.

(30)

menyebabkan membran menjadi ligan protein dalam sel agar logam dapat

berikatan. Logam berat lebih reaktif terhadap ikatan ligan dibandingkan dengan

logam lainnya sehingga dalam sistem metaloenzim akan mengganggu proses

metabolisme sel (Darmono, 1995).

Menurut Darmono (1995) sebagian dari logam berat bersifat essensial bagi

organisme air untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, antara lain dalam

pembentukan haemosianin dalam sistem darah dan enzimatik pada biota. Akan

tetapi bila jumlah dari logam berat masuk ke dalam tubuh dengan jumlah berlebih,

maka akan berubah fungsi menjadi racun bagi tubuh (Palar, 2004). Berikut ini

adalah konsentrasi logam berat pada tubuh biota Anadara granosa pada beberapa

Perairan di Indonesia

Tabel 3. Kandungan beberapa logam berat pada biota bentik di Perairan Semarang dan Kuala Tungkal

Lokasi Jenis biota Jenis logam Konsentrasi (ppm) Tahun Pustaka

(10,712±2,524) 1996, Juli Damaiyanti (1999)

(7,860±2,022) 1996, Juli Damaiyanti (1999)

(5,326±4,091) 1996, Juli Damaiyanti (1999) 5,602-5,857

(5,730±0,128 Nopember 1996, Perairan

Semarang Anadara sp. Hg 0,017-0,319 1997, Juli-September

(31)

2.3 Fraksinasi Logam Berat dalam Sedimen

Logam dalam lingkungan perairan akan berasosiasi dengan berbagai ligan

organik dan anorganik terlarut sebaliknya fraksi yang lain akan berasosiasi dengan

bahan partikulat melalui proses adsorpsi, presipitasi, copresipitasi atau oleh proses

uptake oleh organisme plankton. Proses kimia, fisika dan biologi yang kompleks

menyebabkan fraksi utama dari logam akan masuk dan berasosiasi ke dalam

sedimen perairan hal ini dapat dilihat pada gambar 1 (Tessier dan Campbell,

1987).

L-organisme L-teradsorpsi L-berasosiasi dengan Fe dan Mn oksida dan fase padat lainnya L: Logam

Sumber: Tessier dan Campbell, 1987

Gambar 1. Skema pembagian logam di lingkungan perairan

Sedimen merupakan campuran kompleks hasil dari pelapukan dan erosi

seperti alumosilikat dan besi, alumunium oksihidroksida dan sulfida, dan

substansi yang dihasilkan oleh aktivitas biologi baik organik (mikroorganisme, Kompleks

organik

Kompleks anorganik

L

Z+

L

Y+

(32)

detritus dan substansi humus) maupun inorganik (karbonat, fosfat, dan silikat)

(Tessier, 1992 in Škvarla, 1998). Ketersediaan logam berat dalam sedimen

dipengaruhi oleh hubungan logam - logam berat dengan satu atau lebih dari

komponen penyusun sedimen, karenanya konsentrasi logam berat dalam fraksi

sedimen memberikan gambaran tentang ketersediaan logam berat bagi biota.

Penentuan ketersediaan logam dalam fraksi sedimen telah banyak dikaji.

Tessier et al (1979) membagi fraksi-fraksi di dalam sedimen yang menyebabkan

berikatannya logam, diantaranya ;

1. Fraksi exchangeable ; Komponen utama pada fraksi ini muliputi lempung

(clay), Oksigen hidrat dari besi dan mangan, dan asam humus. Fraksi ini

memiliki mobilitas yang tinggi. Perubahan dari komposisi kation dapat

menyebabkan terlepasnya logam (seperti di lingkungan estuari).

2. Fraksi yang berikatan dengan karbonat ; Logam dapat berasosiasi dengan

karbonat. Fraksi ini mudah berubah dengan perubahan pH.

3. Fraksi berikatan dengan besi dan mangan oksida ; Terdiri dari logam yang

diadsorpsi atau dilapisi oleh Fe-Mn oksida. Fraksi ini memiliki mobilitas

yang relatif tinggi, tergantung pada perubahan kondisi redoks. Perubahan

ini menyebabkan terlepasnya logam tetapi sebagian lagi mengendap jika

terdapat mineral mineral sulfide. Bongkahan atau nodul mangan (Mn) dan

besi (Fe) yang terbentuk di dasar laut adalah bentuk dari sedimen

hydrogeneous yang dihasilkan melalui reaksi kimia dalam air laut.

4. Fraksi yang berikatan dengan bahan organik ; Logam dapat berikatan

dengan berbagai bentuk bahan organik seperti organisme hidup, detritus,

(33)

dalam perairan alami, bahan organik dapat terdegradasi dan terjadi

pelepasan logam terlarut.

5. Fraksi residual ; Fase residual terdiri dari mineral utama atau kedua

(primary and secondary minerals) dimana logam berada pada struktur

kristal. Logam tidak akan berubah ke dalam bentuk terlarut pada jangka

waktu tertentu di bawah kondisi normal.

Ketersediaan logam berat dalam sedimen sangat berkaitan erat dengan

sifat-sifat dan ukuran sedimen. Sedimen yang mengandung jumlah mineral lempung

(clay) dan bahan organik akan cenderung mengakumulasi logam lebih tinggi,

karena senyawa-senyawa tersebut memiliki sifat mengikat logam (Tack et. al.,

1997 in Arifin, 2006). Menurut Thomas dan Bendell –Young (1998 ) komponen

hasil oksida besi dan magnesium dan bahan organik merupakan komponen

geokimia yang paling penting dalam mengontrol pengikatan logam - logam berat

dari sedimen estuari. Oleh karena itu, pengetahuan tentang pembagian

logam-logam utama diantara tiga komponen sedimen ini (hasil oksida besi dan

magnesium dan bahan organik) sangat penting untuk mengestimasi ketersediaan

logam-logam berat dalam sedimen.

Ukuran partikel sedimen (grain size) merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi konsentrasi dan proses adsorpsi logam berat dalam sedimen.

Afinitas logam berat umumnya lebih besar pada sedimen yang berukuran lebih

halus (Penny, 1984 dan Gaw, 1997 in Parera 2004) sehingga konsentrasi logam

berat lebih besar pada permukaan sedimen yang memiliki ukuran partikel lebih

kecil (Penny, 1984; Gaw, 1997; Burden, 2002 in Parera 2004). Menurut Bernhard

(34)

yang berupa lumpur, tanah liat, pasir berlumpur dan campuran dari ketiganya

dibandingkan dengan yang berupa pasir murni. Tabel 4 menunjukkan hubungan

konsentrasi logam berat Cu, Pb dan Zn terhadap ukuran butiran sedimen.

Tabel 4. Hubungan antara ukuran butiran sedimen (µm) dan konsentrasi logam Cu, Pb dan Zn (µg/g)

Ukuran butiran sedimen (µm)

Faktor lain yang mempengaruhi kandungan logam berat adalah kandungan

bahan organik. Gaw (1997 in Parera 2004) menemukan hubungan yang positif

antara kandungan materi organik dengan konsentrasi logam berat dalam sedimen

walaupun bahan organik bukan merupakan faktor utama yang mengatur

konsentrasi logam berat dalam sedimen khususnya di daerah estuari. Keberadaan

bahan organik mampu mengikat 5-20 % atau lebih dari kandungan logam dalam

sedimen (Campbell et al., 1988).

Mangan oksida dan besi oksida dalam sedimen mempengaruhi kandungan dan

asosiasi logam berat dalam sedimen. Besi oksida yang hidrous, mangan dan

alumunium terutama Fe dan Mn oksida pada keadaan dapat mengoksidasi, dapat

menyerap atau mengkopresipitasi kation dan anion dari larutan dan dapat

menyerap logam-logam dalam air terutama logam runutan. Dalam keadaan

reduksi logam yang terserap dapat diremobilisasi kembali ke larutan dan bertindak

(35)

sedimen akan mengalami diagenesis melibatkan peningkatan bobot molekul dan

hilangnya gugus fungsi. Terbentuknya cadangan logam berat dalam sedimen

perairan umumnya relatif stabil dan kurang reaktif, namun demikian mobilisasi

dapat terjadi melalui proses mikrobial (Connel dan Miller, 1995). Menurut

Campbell et al. (1988) keberadaan mangan dan besi oksida dalam sedimen

mampu mengikat logam 10-50 % bahkan lebih dari total logam dalam sedimen

walaupun fraksi Mangan dan besi oksida tersebut jarang sekali ditemukan banyak

sebagai material penyusun sedimen terrigenous. Kandungan logam pada beberapa

fraksi sedimen laut dalam dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan Mn- Fe dan beberapa logam pada fraksi-fraksi laut dalam, satuan µg/g

Logam laut dalam Karbonat Lempung (c

lay)

Pembagian logam berat logam dalam sedimen bergantung pada banyak faktor

diantaranya; lingkungan dan konsentrasi ligan di perairan, konsentrasi padatan

subsrat, Eh, pH. Perbedaan faktor lingkungan seperti pengadukan sedimen

anoksik atau proses acidifikasi di kolom perairan dapat merubah pembagian

logam di sedimen (Tessier dan Campbell, 1987). Pembagian logam berat dalam

air dan sedimen juga sangat dipengaruhi kondisi redoks selain keberadaan bahan

(36)

pH merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses spesiasi logam

berat, kelarutan dari mineral, transport dan kemampuan logam berat dapat diserap

oleh organisme. pH berpengaruh terhadap kemampuan daya larut logam berat

dan proses adsorpsi-desorpsi. Kebanyakan logam berat (mineral hydroxide)

memiliki kelarutan yang sangat rendah di bawah kondisi pH perairan alami,

karena aktivitas ion hydroxide secara langsung berhubungan dengan pH,

kelarutan mineral logam hydroxide akan bertambah seiring dengan penurunan pH,

dan kemudian logam berat yang terlarut sangat potensial dapat dimanfaatkan

dalam proses biologi saat kondisi pH turun (Salomon, 1995 in John dan

Leventhal, 1995).

Faktor lain yang mempengaruhi proses spesiasi logam berat adalah

temperatur. Pada lingkungan perairan, reaksi kimia sangat sensitif terhadap

perubahan temperatur. Temperatur juga dapat mempengaruhi kuantitas logam

berat yang diserap organisme, karena rata-rata proses biologi akan meningkat dua

kali pada tiap kenaikan temperatur 100C. Kenaikan temperatur mempengaruhi

tingkat pemasukan dan pengeluaran logam berat, bioakumulasi mungkin

(37)

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini merupakan kegiatan program penelitian tentang fate kontaminan

logam di Delta Berau yang dilakukan oleh bagian Dinamika Laut, Pusat Penelitian

Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI). Penelitian

meliputi pengambilan contoh dan pengukuran data di lapangan dan analisis di

Laboratorium. Pengambilan contoh air, sedimen dan biota dilakukan di Perairan

Delta Berau, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur pada tanggal 25-30 April 2008

oleh tim peneliti P2O-LIPI. Analisis laboratorium yang meliputi pengukuran

konsentrasi logam dalam air, kerang, sedimen dan seston dilakukan pada bulan

Mei 2008 hingga Januari 2009 di Laboratorium Pencemaran P2O-LIPI, Jakarta

Utara.

3.2 Alat dan bahan

Penelitian ini menggunakan alat dan bahan yang digunakan di lapangan dan di

laboratorium yang secara rinci disajikan pada Tabel 6

3.3 Teknik pengambilan data 3.3.1 Penentuan stasiun pengamatan

Stasiun pengambilan contoh ditentukan berdasarkan sumber polutan, yaitu

daerah hulu dan mulut-mulut muaranya dan mewakili seluruh perairan delta.

Penentuan geografis stasiun pengambilan contoh menggunakan Global

Positioning System (GPS) yang kemudian diplotkan ke dalam peta (Gambar 2).

Contoh sedimen yang diambil sebanyak 21 stasiun meliputi daerah yang mewakili

(38)

Tabel 6. Alat dan bahan penelitian yang digunakan di lapangan dan di laboratorium

Alat

Lapangan Laboratorium

GPS Garmin 60 XL Timbangan digital Satorius

Van Dorn Water Sampler, Smith McIntyre Grab

pH/mV/oC Meter Cyherscan

Waterproof , corong pisah DO meter YSI 55 dan refraktometer,

Cubitainer 1L, Kertas saring dan Vacum pump, Ice Box

Centrifuge, Hot plate, Oven,

Tanur/furnace , AAS, Varian Spectra AA 20 plus

Bahan

Lapangan Laboratorium

Aquades, HNO3 APDC, MIBK, HNO3 Aqua Regia,

Larutan HF, Asam Borat HNO3

0,1 N NH2OH HCl in 0,01 N HNO3,

0,1 N NH2OH HCl in 25% HOAc,

Aqua regia, NH4OH

(39)

3.3.2 Pengambilan data di lapangan

Pengambilan data dilakukan melalui pengukuran secara langsung di Perairan

Delta Berau. Pengukuran data di lapangan meliputi suhu air laut (oC), salinitas,

oksigen terlarut (DO, mg/L), dan derajat keasaman perairan (pH) dengan

menggunakan DO meter digital dan refraktometer. Pengambilan sampel air

dilakukan pada kedalaman 1 meter sebanyak 3 kali ulangan.

3.3.3 Pengambilan contoh air

Pengambilan contoh air laut untuk pengukuran Total Suspended Solid (TSS)

dan logam berat dilakukan dengan menggunakan Van Dorn Water Sampler yang

terbuat dari bahan organik PolyVinyl Clorida (PVC) dan memiliki kapasitas 2 liter

sebanyak 1 liter yang diambil dari kedalaman 1 meter dari permukaan air. Contoh

air untuk analisa logam berat disaring dengan nucleopore dengan ukuran pori 0,45

µm yang sebelumnya telah direndam dalam HCl 6 N selama seminggu, dibilas

dengan akuades dan ditimbang berat kosongnya. Contoh seston diambil dari

kertas saring nucleopore yang dipakai untuk menyaring contoh air laut sebanyak 1

liter. Kertas saring nucleopore yang telah digunakan dimasukkan dalam plastik

bersegel dan diberi label. Air yang telah disaring kemudian dimasukkan ke dalam

botol cubitainer 1 liter dan diawetkan dengan menambahkan HNO3 65% (pH < 2)

sebanyak 1 ml . Contoh air dan seston kemudian dimasukkan ke dalam ice box

dengan suhu < 4ºC untuk dianalisis lebih lanjut di laboratorium, kemudian

disimpan dalam ice box untuk dianalisis kandungan logam berat lebih lanjut di

(40)

3.3.4 Pengambilan contoh sedimen

Contoh sedimen diambil dengan menggunakan Smith Mcintyre Grab yang

terbuat dari stainless steel pada lapisan permukaan sedimen dengan kedalaman

0-5 cm. Contoh sedimen diambil sebanyak tiga kali ulangan pada setiap stasiun

yang kemudian dikumpulkan (dikomposit) menjadi satu. Contoh kemudian

dimasukkan ke dalam wadah yang terbuat dari polietilen yang terlebih dahulu

dibersihkan dengan perendaman dalam 6 N HNO3 dan dibilas tiga kali dengan air

suling bebas ion kemudian disimpan dalam ice box.

3.3.5 Pengambilan contoh biota Anadara granosa

Pengambilan contoh biota Anadara granosa dilakukan dengan menggunakan

cawuk Smith McIntyre yang memiliki bukaan mulut 0,05 m2. Contoh sedimen

yang didapatkan kemudian ditempatkan ke dalam ayakan bermata saringan 500

m dan dibilas in situ dengan air laut hingga relatif bersih dari lumpur. Residu

sedimen tersebut kemudian dimasukkan kedalam kantung plastik yang telah diberi

label dan difiksasi dengan campuran formalin 10%. Biota Anadara granosa

kemudian dibekukan sampai analisis berikutnya.

3.4 Analisis contoh

3.4.1 Pengukuran logam dalam air laut

Analisis logam berat terlarut dalam air laut menggunakan prosedur APHA,

1992 in Hutagalung et al., 1997. Sebanyak 250 ml contoh air yang telah diambil

ditambahkan HNO3 (1N) dan NaOH (1N) hingga pH sampel air menjadi 3,5 – 4

kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah polietilen. Dalam suasana asam,

kandungan logam berat (kecuali Hg) yang terkandung dalam air laut bereaksi jika

(41)

kompleks organik yang tidak larut dalam fase air. Dengan penambahan pelarut

organik (MIBK), senyawa kompleks logam berat-APDC larut dalam metil iso

butil keton (MIBK). Kompleks logam berat-APDC dipecah dengan HNO3 pekat,

sehingga terbentuk ion dan larut kembali ke dalam fase air. Fase air ditampung

kemudian diukur konsentrasi logam beratnya. Analisis konsentrasi logam berat

dalam air laut dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.4.2 Pengukuran logam dalam seston

Analisis logam berat dalam seston menggunakan prosedur APHA, 1992 in

Hutagalung et al., 1997. Kertas saring yang telah digunakan untuk menyaring 1L

air laut dikeringkan dalam oven selama 24 jam, kemudian digunakan untuk

menghitung zat padat tersuspensi/TSS dan logam berat dalam seston. Destruksi

contoh TSS dengan menggunakan aquaregia (campuran HCl dan HNO3 pekat 3 :

1) dan penambahan 1 ml HF pekat dan kemudian dipanaskan pada suhu 90 –

1000C selama 4 jam. Setelah larutan contoh dingin pada suhu kamar, larutan

contoh dimasukkan ke dalam labu ukur polyethylene yang telah berisi campuran 5

ml asam borat dan dibilas dengan aquades teflon bombnya hingga volume

penepatan 25 ml. Larutan contoh dikocok-kocok dan dibiarkan selama 24 jam,

kemudian larutan contoh didekantasi menggunakan kertas saring nucleopore

ukuran ukuran pori 0,45 m. Larutan contoh yang telah didekantasi kemudian

diukur dengan AAS menggunakan nyala udara asetilen. Analisis pengukuran

(42)

3.4.3 Pengukuran logam dalam sedimen

Analisis logam berat total dalam sedimen menggunakan prosedur

Bendell-Young et al. (1992) in Thomas dan Bendell-Young (1998), dimana nilai

konsentrasi hasil destruksi menggunakan aqua regia sebagai nilai yang mendekati

konsentrasi logam berat total dalam sedimen. Contoh sedimen (± 5 gram Berat

basah) didestruksi menggunakan campuran HCl pekat dengan HNO3 pekat (3:1)

kemudian dipanaskan 850C dalam penangas selama 8 jam. Sampel sedimen

kemudian ditepatkan 25 ml dengan akuades dan disentrifuge pada 250 RPM dan

diambil fase supernatannya untuk kemudian dihitung konsentrasinya dengan AAS

(Lampiran 3).

3.4.4 Pengukuran logam berat dalam Anadara granosa

Analisis logam berat dalam tubuh Anadara granosa menggunakan metode

Parsons (1999). Namun sebelumnya, Anadara granosa dikelompokkan terlebih

dahulu ke dalam 3 ukuran panjang yaitu; ukuran kecil (< 2,5 cm), sedang (2,5 –

3cm) dan besar (3 – 5 cm) sebelum dilakukan analisis. Analisis hanya dilakukan

pada jaringan (tissue) tubuhya. Sampel jaringan kerang yang di analisis

ditimbang dengan bobot ± 10 gram berat basah, kemudian sampel didestruksi

dengan larutan 10 ml HNO3 pekat di dalam teflon bomb, kemudian ditentukan

konsentrasi logam dengan AAS. Analisis logam berat pada tubuh Anadara

granosa dapat dilihat pada Lampiran 4.

3.4.5 Ukuran butiran sedimen

Ukuran butiran sedimen ditentukan menggunakan alat ayakan mekanik.

(43)

0,15 mm, dan 0,063 mm. Pengayakan dilakukan dengan metode pengayakan

basah. Butiran sedimen diklasifikasi berdasarkan klasifikasi Wenworth, 1922 in

Wibisono, 2005. Klasifikasi ini memisahkan sedimen ke dalam fraksi ukuran

butiran yang berbeda yaitu kerakal 8-16 mm, kerikil 2-8 mm, pasir (sand) 0,063-2

mm, lanau (silt) 0,004-0,063 mm, lumpur (mud) <0,063 dan lempung (clay)

<0,004 mm. Pada penelitian ini data grain size sedimen hanya didapatkan pada

fraksi kerikil, pasir dan lumpur (Lampiran 5).

Analisis ukuran butiran sedimen dikerjakan pada gabungan sampel dari 3 kali

ulangan tiap masing-masing stasiun yang dilakukan di Laboratorium Geologi,

P2O- LIPI. Hasil analisis butiran sedimen dapat dilihat pada Lampiran 11.

3.4.6 Analisis fraksinasi logam berat dalam sedimen

Analisis pengukuran logam berat dalam fraksi sedimen menggunakan metode

ekstraksi secara simultan yang dikembangkan Bendell-Young et al. (1992) in

Thomas dan Bendell-Young (1998) seperti pada Gambar 9 dan Lampiran 7.

Prosedur ekstraksi secara simultan menghitung konsentrasi logam berat yang

secara operasional dibagi kedalam komponen-komponen geokimia sedimen:

easily reducible (berasosiasi dengan fase sedimen mangan oksida); easily

reducible+reducible (berasosiasi dengan fase sedimen mangan oksida dan besi

oksida); organik (fraksi sedimen yang berikatan dengan bahan organik); dan aqua

regia (mendekati konsentrasi logam berat total dalam sedimen).

Sebanyak 4,5 – 6 gram berat basah contoh sedimen diambil untuk mengukur

konsentrasi logam berat pada setiap fraksi sedimen tersebut. Ekstraksi logam

pada fraksi easily reducible menggunakan 10 ml 0,1N NH2OH HCl in 0.01N

(44)

0.1N NH2OH HCl in 25% HOAc dengan pemanasan pada suhu 950C selama 6

jam, sedangkan ekstraksi logam pada fraksi organik dengan menggunakan 20 ml

1N NH4OH ke dalam contoh sedimen kemudian dibiarkan selama seminggu

(Gambar 3).

Pada penelitian ini, dilakukan beberapa modifikasi terhadap metode

Bendell-Young et al., 1992 in Thomas and Bendell-young, 1998, analisis bahan organik

total (TOM) pada sedimen yang dinyatakan dengan persentase lost on ignition

(%LOI) dianalisis menurut APHA (1992) yaitu dengan pembakaran sampel

sedimen pada suhu 500oC selama 4 jam, dapat dilihat pada Lampiran 5.

Selain itu, terdapat perbedaan terhadap penentuan klasifikasi logam berat

dalam fraksi resistan dan non-resistan berdasarkan metode yang digunakan

Thomas dan Bendell-young (1998). Pada metode Thomas dan Bendell-young,

fraksi reducible dan easy reducible termasuk ke dalam fraksi non-resistan (dapat

diserap oleh biota), sedangkan fraksi organik dan residual termasuk ke dalam

resistan (tidak dapat diserap oleh biota). Pada penelitian ini fraksi organik

termasuk ke dalam fraksi non-resistan, dengan alasan tahapan destruksi pada

fraksi organik tidak menggunakan asam kuat (HNO3/HCl) seperti pada prosedur

menurut Bendell-Young dan Harvey (1992). Perbedaan klasifikasi fraksi resistan

(45)

Sumber : Bendell-Young et al., 1992 in Thomas dan Bendell-Young, 1998

Gambar 3. Skema analisis fraksinasi geokimia logam berat pada sedimen

Tabel 7. Perbedaan klasifikasi fraksi resistan dan non resistan antara yang digunakan dalam skripsi dengan Thomas dan Bendell-Young (1998)

Fraksi sedimen Thomas dan Bendell-

Young (1998) Skripsi

Sentrifuge pada 6500 RPM,

(46)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kualitas Perairan Delta Berau

Kondisi perairan Delta Berau berdasarkan hasil pengamatan dipengaruhi oleh

masukan 2 aliran sungai utama yaitu aliran Sungai Kelay dan dan Sungai Segah.

Rincian data parameter kualitas air yang diamati disajikan pada Lampiran 8.

Suhu stasiun pengamatan perairan Delta Berau, April 2008 memiliki kisaran

antara 26,3 0C – 29,7 0C, dengan suhu terendah berada pada stasiun 1 dan suhu

tertinggi pada stasiun 8 (Gambar 4). Pada wilayah sungai suhu perairan berkisar

antara 26,3oC – 28,6oC dengan rata-rata 27,4oC, untuk wilayah muara suhu

perairan berkisar 27,5 oC – 29,7 oC dengan rata-rata 28,4 oC, sedangkan untuk

wilayah laut suhunya berkisar antara 28,1 oC – 29,1 oC dengan rata-rata 28,4 oC.

Menurut Nontji (1987), suhu air permukaan di perairan Indonesia berkisar antara

28 oC – 31oC dan dalam setahun terdapat dua suhu maksimum yaitu pada musim

pancaroba awal tahun (April – Mei) dan pancaroba akhir tahun (November),

sedangkan pada penelitian sebelumnya kisaran suhu untuk perairan Delta Berau

berkisar antara 29,4 oC – 32,1 oC. Suhu di perairan Delta Berau pada saat

pengamatan dan penelitian sebelumnya tidak jauh berbeda sehingga dapat

dikatakan suhu Perairan Delta Berau masih dalam kondisi normal.

Temperatur memiliki pengaruh penting dalam spesiasi logam, karena

kebanyakan tingkat reaksi kimia sangat sensitif terhadap perubahan temperatur.

Temperatur juga dapat mempengaruhi kuantitas logam berat yang diserap

organisme, karena rata-rata proses biologi akan meningkat dua kali lipat pada tiap

(47)

influx (pemasukan) dan efflux (pengeluaran) logam berat, bioakumulasi total

mungkin meningkat atau tidak (Luoma, 1983 in John dan Leventhal, 1995)

Gambar 4. Nilai suhu perairan (0C) pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April 2008

117.65 117.7 117.75 117.8 117.85 117.9 117.95 118 118.05 118.1

1.8

(48)

Perairan pada stasiun pengamatan Delta Berau memiliki kedalaman yang berbeda.

Stasiun pengamatan yang memiliki kedalaman paling besar pada Stasiun 19,

sedangkan stasiun yang memiliki kedalaman terendah berada pada Stasiun 11 dan

12. Gambar 6 menunjukkan kedalaman perairan Delta Berau pada stasiun

pengamatan. Kedalaman Perairan Delta Berau pada stasiun pengamatan

tergolong dangkal dengan kisaran kedalaman antara 2 – 22 meter. Stasiun daerah

sungai dan muara umumnya lebih dangkal daripada stasiun di daerah laut,

sehingga sebaran kedalaman secara spasial menunjukkan bahwa nilai kedalaman

pada daerah laut lebih tinggi dari daerah sungai maupun muara (Gambar 7). Pada

stasiun 6 tidak ada nilai kedalamannya.

(49)

117.65 117.7 117.75 117.8 117.85 117.9 117.95 118 118.05 118.1

Gambar 7. Sebaran spasial kedalaman (m) secara horizontal perairan Delta Berau, April 2008

Salinitas perairan Delta Berau dari sungai hingga ke laut memiliki kisaran

antara 0 -30 dengan rata-rata 18,2. Kisaran nilai salinitas untuk daerah sungai 0 -

14 dengan rata-rata 6,2, daerah muara memiliki kisaran salinitas 18 - 22 dengan

rata-rata 14,2, sedangkan pada stasiun di laut memiliki kisaran salinitas 22 - 30

dengan rata-rata 27,4. Pada Stasiun 1 dan Stasiun 2 salinitas bernilai 0 artinya

daerah sungai tersebut tidak dipengaruhi pencampuran air laut ketika pasang.

Nilai salinitas tertinggi ada pada Stasiun 13, 18, 19 dan 21 dengan nilai salinitas

30, sehingga secara umum nilai salinitas meningkat menuju kearah laut. Hasil

pengamatan nilai salinitas disajikan pada Gambar 8, sedangkan sebaran spasial

salinitas Perairan Delta Berau dapat dilihat pada Gambar 9. Kisaran salinitas

stasiun pengamatan Delta Berau dapat dikatakan masih berada dalam kisaran

alami di alam, kisaran alami salinitas untuk perairan estuari di Indonesia menurut

(50)

Gambar 8 . Nilai salinitas pada stasiun pengamatan menurut zonasinya di perairan Delta Berau, April 2008

117.65 117.7 117.75 117.8 117.85 117.9 117.95 118 118.05 118.1 1.8

Gambar 9. Sebaran spasial salinitas di perairan Delta Berau, April 2008

Derajat keasaman (pH) pada stasiun pengamatan perairan Delta Berau, April

2008 berkisar antara 6,46 – 8,02 dengan pH terendah berada pada Stasiun 1 dan

pH tertinggi pada Stasiun 21 (Gambar 10). Nilai rata-rata pH untuk stasiun di

daerah sungai bernilai 6,86, nilai rata-rata pH untuk stasiun di daerah muara 7,37

(51)

sungai umumnya kecil kemudian bertambah besar berdasarkan zonasinya menuju

daerah laut (Gambar 11). Kisaran pH pada stasiun pengamatan dapat dikatakan

berada pada kisaran nilai pH alami di alam. Menurut Romimohtarto (2007) pH

perairan pesisir permukaan di Indonesia berada pada kisaran 6,00 - 8,50.

Gambar 10. Nilai pH pada stasiun pengamatan menurut zonasinya di perairan Delta Berau, April 2008

117.65 117.7 117.75 117.8 117.85 117.9 117.95 118 118.05 118.1 1.8

(52)

Kadar oksigen terlarut (DO) pada stasiun pengamatan perairan Delta Berau, April

2008 memiliki kisaran antara 4,34 mg/l – 6,40 mg/l. Kadar terendah berada pada

Stasiun 6 dan kadar tertinggi pada Stasiun 1. Kadar oksigen terlarut pada stasiun

pengamatan semakin bertambah besar nilainya berdasarkan zonasi ke arah laut

dengan rata-rata kadar oksigen terlarut di derah sungai, muara dan laut 5,16 mg/l,

5,33 mg/l, dan 5,88 mg/l (Gambar 8). Secara keseluruhan perairan Delta Berau

dapat dikatakan masih layak untuk kehidupan biota. Kadar DO minimum

peruntukan kehidupan organisme akuatik 4,0 mg/l (Monoarfa, 2002)

Oksigen terlarut di dalam sedimen (interstitial water) juga mempengaruhi

keberadaan mangan. Mn2+ terlarut pada lapisan oksidasi sedimen akan dioksidasi

menjadi (MnO2)S, dan pada lapisan dibawahnya (lapisan reduksi sedimen) Mn

oksida akan direduksi kembali menjadi (Mn2+)AQ. Dengan demikian, jumlah

Mn2+ terlarut meningkat dengan bertambahnya kedalaman sedimen, sedangkan

Mn fase solid akan menurun (Chester, 1990).

(53)

Muara Garura

Gambar 13. Sebaran spasial oksigen terlarut (mg/l) di Perairan Delta Berau, April 2008

Total padatan tersuspensi (Total Suspended Solid/ TSS) adalah bahan-bahan

tersuspensi (diameter >1 m) yang tertahan pada saringan millipore dengan

diameter pori 0,45 m. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad

renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke

dalam badan air. TSS pada Perairan Delta Berau berkisar antara 5,50 mg/l –

41,80 mg/l. TSS terendah pada stasiun 13 dan tertinggi pada stasiun 1. TSS di

wilayah sungai berkisar antara 10,9 mg/l – 41,8 mg/l dengan rata-rata 23,71 mg/l,

di wilayah muara berkisar antara 8,60 mg/l – 24,10 mg/l dengan rata-rata 16,39

mg/l, di wilayah laut TSS berkisar antara 5,50 mg/l – 16,75 mg/l dengan nilai

rata-rata 8,94 mg/l (Gambar 14). Sebaran TSS secara spasial menunjukkan bahwa

semakin ke arah laut nilai TSS semakin kecil, nilai TSS terbesar terdapat pada

(54)

padatan tesuspensi sebagai akibat dari pelapukan batuan, kikisan tanah atau erosi

yang terjadi di daratan dan terbawa dalam aliran air sungai.

Gambar 14. Nilai padatan tersuspensi total (TSS) (mg/l) pada stasiun pengamatan berdasarkan zonasi di Perairan Delta Berau, April 2008

117.65 117.7 117.75 117.8 117.85 117.9 117.95 118 118.05 118.1

1.8

(55)

4.2 Konsentrasi Cd dan Cu terlarut

Konsentrasi Cu dan Cd terlarut di perairan Delta Berau, Kalimantan Timur

pada bulan April 2008 disajikan pada Gambar 10 dan Lampiran 9. Pengambilan

data logam berat terlarut pada perairan Delta Berau hanya dilakukan pada 6

stasiun, 4 stasiun untuk daerah muara sungai dan 2 stasiun untuk daerah laut.

Konsentrasi Cu pada perairan Delta Berau berada pada kisaran ttd – 0,001 mg/l

dengan konsentrasi terendah pada Stasiun 8 dan tertinggi pada Stasiun 7 dan 18.

Konsentrasi Cd pada perairan Delta Berau berkisar antara 0,0005 mg/l – 0,001

mg/l dengan konsentrasi terendah berada di Stasiun 9, 10, 13 dan konsentrasi Cd

terbesar pada Stasiun 7, 8, 9, 18.

Keberadaan Cd dan Cu terlarut di Perairan Delta Berau sangat dipengaruhi

oleh aktivitas manusia di daerah aliran sungai, aktivitas manusia di kawasan Delta

Berau seperti pertambangan, pelabuhan atau aktivitas kapal, pembuangan limbah

pabrik, penebangan hutan, pengawetan kayu juga diduga dapat menghasilkan

bahan pencemar senyawa yang mengandung Cd dan Cu di perairan Delta Berau

sehingga konsentrasinya bertambah (Situmorang, 2008). Konsentrasi Cd dan Cu

terlarut pada stasiun pengamatan Delta Berau masih tergolong sesuai dengan

kadar alami dalam air laut. Konsentrasi Cd alami dalam air laut sebesar 0,11 ppb

(Whaldichuck, 1974 in Rohyatun et al., 2003) dan konsentrasi Cu alami dalam air

laut berkisar antara 0,002 – 0,005 ppm (Palar, 1994) atau 0,002 ppm

(Whaldichuck, 1974 in Rohyatun et al., 2003). Konsentrasi Cd dan Cu dalam

perairan pada beberapa penelitian di Perairan Indonesia dapat dilihat pada Tabel

(56)

Gambar 10. Konsentrasi Cd dan Cu (mg/l) terlarut pada stasiun pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April 2008

4.3 Konsentrasi Cd dan Cu dalam seston

Konsentrasi logam berat dalam seston menunjukkan besarnya kandungan

logam dalam padatan tersuspensi dalam kolom perairan. Gambar 11

menunjukkan konsentrasi Cd dan Cu dalam seston di wilayah Delta Berau,

Kalimantan Timur pada bulan April 2008. Konsentrasi Cu dalam seston berkisar

antara 18,667 µg/g – 104,388 µg/g dengan konsentrasi terbesar pada Stasiun 4 dan

konsentrasi terendah pada Stasiun 12. Konsentrasi Cd dalam seston di perairan

Delta Berau berkisar antara <0,001 µg/g – 23,048 µg/g dengan konsentrasi

terbesar pada Stasiun 18 dan konsentrasi terendah pada Stasiun 2, 5 dan 15.

Konsentrasi Cu dalam seston jauh lebih besar dari pada Cd, bahkan pada beberapa

(57)

Gambar 11. Konsentrasi Cd dan Cu (µg/g) dalam seston pada stasiun

pengamatan menurut zonasi di perairan Delta Berau, April 2008

4.4 Ukuran butiran sedimen (grain size)

Sedimen perairan terdiri dari berbagai tipe substrat dengan ukuran yang

berbeda, umumnya sedimen terdiri dari campuran dari bermacam-macam tipe

sedimen yang berbeda. Penentuan jenis dan komposisi sedimen pada penelitian

ini didasarkan pada tiga tipe fraksi utama yakni pasir, kerikil dan lumpur.

Komposisi fraksi sedimen periran Delta Berau pada stasiun pengamatan dapat

(58)

Gambar 12. Tipe sedimen pada stasiun pengamatan Perairan Delta Berau, April 2008

Tipe sedimen perairan Delta Berau pada stasiun pengamatan didominasi oleh

lumpur (mud) dengan persentasi antara 6,26% – 97,99% dengan persentasi

terbesar berada pada Stasiun 18 dan persentasi terkecil pada Stasiun 1. Fraksi

pasir mendominasi pada Stasiun 1, 5 , 12, 13 dan 21. Kisaran persentasi fraksi

pasir pada stasiun pengamatan adalah 2,01% – 92,09%, sedangkan hanya sedikit

fraksi kerikil yang ditemukan pada stasiun pengamatan. Pada stasiun di daerah

aliran sungai dan di daerah muara didominasi oleh fraksi lumpur demikian juga

dengan stasiun pada zonasi di daerah laut lebih didominasi oleh fraksi lumpur,

hasil analisis butiran sedimen secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 11 dan

12. Tipe sedimen akan mempengaruhi kandungan logam berat dan spesiasinya

dalam sedimen, sedimen yang banyak mengandung fraksi yang lebih halus

memiliki kemampuan mengikat logam berat lebih tinggi bila dibandingkan fraksi

Gambar

Tabel 3.  Kandungan beberapa logam berat pada biota bentik di Perairan Semarang dan Kuala Tungkal
Gambar 1. Skema pembagian logam di lingkungan perairan
Gambar 2.  Peta lokasi penelitian dan penentuan stasiun perairan Delta Berau, Kalimantan Timur April 2008
Tabel 7. Perbedaan klasifikasi fraksi resistan dan non resistan antara yang               digunakan dalam skripsi dengan Thomas dan Bendell-Young (1998)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya untuk membahas topik-topik yang terkait dengan materi ajar pada periode kemerdekaan, guru dapat mengaktualisasikan dan menanamkan nilai-nilai esensial

Hasil penelitian yaitu menghasilkan tujuh tema diantaranya pemahaman partisipan tentang Prolanis BPJS, respon fisik terhadap Prolanis BPJS kesehatan, respon

Metoda peledakan yang banyak dipakai dalam tambang bawah tanah (underground blasting) adalah metoda smooth blasting, yaitu merupakan salah satu metoda dari contour

Sebelum perendaman, terlebih dulu dilakukan pemisahan buah dari tangkainya (perontokan) atau buah tersebut dapat direndam langsung dengan tangkainya. Buah lada sebaiknya dirontok

Untuk mendapatkan oleoresin, maka ampas sisa penyulingan diekstraksi dengan menggunakan pelarut mudah menguap (‘solvent extraction’). Pelarut yang dapat digunakan antara lain

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpul- kan bahwa lada putih penelitian memiliki mutu lebih baik dengan menggunakan teknologi pengolahan yang telah diperbaiki yaitu

Demikian pula pada data (20/Sk/17/4), hubungan kohesif antarkalimat yang terjadi pada data ini ditandai oleh substitusi klausal yang diwujudkan dengan penggantian antara

FORMULA Jumlah pasien yang dilakukan prosedur site marking dengan tepat dan benar dalam satu bulan (orang) : Jumlah seluruh pasien yang akan dilakukan tindakan