• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

H. Analisis dan Pengolahan Data

Semua data yang didapatkan dari instrumen penelitian (lembar argumentasi (LA), wawancara argumentatif (WA), angket pola asuh dari sudut pandang siswa (PAs), angket pola asuh dari sudut pandang orang tua (PAo), angket kesadaran gender keluarga (KS), catatan lapangan (fieldnote) pola asuh keluarga (FNPA), catatan lapangan (fieldnote) kesadaran gender keluarga (FNKG), wawancara pola asuh keluarga (WPA), dan Wawancara kesadaran gender keluarga (WKG)) dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan memerhatikan karakteristik data yang diperoleh.

Data dianalisis dengan cara penafsiran data yang telah dikoleksi pada pengumpulan data pertama dan dibentuk pernyataan penguatan (assertion). Pernyataan ini kemudian digunakan untuk merumuskan pertanyaan penelitian tambahan sebagai panduan pada pengambilan data berikutnya. Demikian selanjutnya hingga diperoleh hasil yang merupakan temuan yang berkesinambungan dari temuan pertama sampai terakhir. Cara tersebut dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data yang merupakan karakateristik dari analisis data secara kualitatif (Miles & Huberman, 1985).

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Set instrumentasi keterampilan argumentasi (LA dan WA)

Analisis data yang diperoleh dari lembar argumentasi dan wawancara argumentasi siswa digunakan kriteria tingkatan keterampilan argumentasi dengan memerhatikan komponen-komponen argumentasi yang diadaptasi dari Dawson & Venville (2009) seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Tingkatan Keterampilan Argumentasi Siswa berdasarkan Komponen Argumentasi Level

keterampilan argumentasi

Deskripsi Kode Alternatif Argumen (contoh argumen)

Level 1

Hanya mengandung klaim (pernyataan, konklusi, atau proposisi). c

Saya setuju, kloning merupakan kemajuan ilmu pengetahuan.

Saya tidak setuju, karena kloning tidak dibenarkan hukum dan agama.

Level 2

Mengandung klaim dan data (bukti pendukung klaim) dan/atau terdapat warrant (hubungan antara klaim dan data).

cw, cb, cq

Saya setuju, kloning memiliki sisi positif, kloning dapat dilakukan untuk kepentingan medis.

Saya tidak setuju, terlalu banyak sisi negatif kloning, kloning tidak etis karena menentang kehendak tuhan.

Level 3

Mengandung klaim, data, warrant, dan backing (terdapat asumsi untuk mendukung warrant) atau kualifier (kondisi untuk mendukung kebenaran klaim).

cwb, cwq

Saya setuju, kloning dapat digunakan untuk kebaikan manusia, kloning dapat memberikan keturunan bagi pasangan yang tidak memiliki keturunan. Saya tidak setuju, kloning menentang

kekuasaan tuhan, manusia hasil kloning akan terabaikan dalam kehidupan sosial.

Level 4

Mengandung seluruh komponen argumentasi: klaim, data, warrant, backing, dan kualifier.

cwbq

Saya setuju, kloning dapat digunakan untuk kebaikan manusia, kloning dapat memberikan keturunan bagi pasangan yang tidak memiliki keturunan, walaupun seakan menentang kehendak tuhan tetapi kloning memilki potensi manfaat untuk kebaikan yang besar seperti juga diajarkan agama untuk selalu memberikan kebaikan. Saya tidak setuju, kloning menentang

kekuasaan tuhan, manusia hasil kloning akan terabaikan dalam kehidupan sosial, walaupun kloning merupakan kemajuan

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ilmu pengetahuan tetapi lebih banyak sisi negatifnya.

Keterampilan argumentasi siswa baik lisan maupun tulisan akan dibedakan berdasarkan gender siswa yang kemudian akan dikaitkan dengan pola asuh keluarga dan wawasan keluarga tentang gender itu sendiri.

Keterampilan argumentasi yang digali melalui isu sosio-saintifik pada penelitian ini tidak melihat kedalaman konten materi yang dikuasai siswa mengenai konsep tersebut. Rasionalisasi pengabaian konten materi yang dikuasai siswa pada penelitian ini dikarenakan tujuan penelitian terbatas pada mengetahui gambaran keterampilan siswa pada kelompok budaya Sunda dan tipe penalaran yang dilakukannya untuk membentuk suatu argumen mengenai isu sosio-saintifik. Kedalaman konten materi siswa terkait dengan keterampilan argumentasi siswa pada isu sosio-saintifik dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan penelitian lanjutan. Adapun kategori tipe penalaran informal siswa yang diadaptasi dari Dawson & Venville (2009) dapat dengan jelas dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Kategori Tipe Penalaran Informal Siswa

Kategori Deskripsi Kode Contoh Argumen

Rasionalistik

Logis, menggunakan konsep ilmiah dan pemahaman saintifik, menitikberatkan pada resiko dan

kebermanfaatan,

keuntungan dan kerugian. R

Saya setuju, kloning merupakan kemajuan ilmu pengetahuan dengan memperhatikan langkah-langkah ilmiah dalam

pelaksanaanya.

Saya tidak setuju, kloning merupakan proses tidak alamiah karena tidak melalui fertilisasi.

Intuitif

Berdasarkan intuisi, respon spontan, sudut pandang personal, seringnya berbentuk respon negatif.

I

Saya setuju saja, asalkan kloning tidak menciptakan makhluk yang aneh. Saya tidak setuju, kloning melanggar

aturan hukum dan agama. Emotif Bersifat emosional,

kepedulian, empati, simpati, E

Saya setuju, asalkan kloning tidak dilakukan pada manusia.

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menaruh perhatian pada efek negatif yang ditimbulkan.

Saya tidak setuju, karena manusia hasil kloning tidak jelas status sosialnya.

Argumen-argumen yang dibentuk siswa dianalisis berdasarkan level keterampilan argumentasi kemudian diidentifikasi pula tipe pola penalaran informal yang dilakukannya dalam membentuk argumen tersebut. Tipe penalaran informal diidentifikasi dengan tujuan untuk mengetahui sudut pandang dan landasan berpikir siswa dalam menghadapi isu sosio-saintifik yang disajikan.

2. Set instrumentasi tipe pola asuh keluarga (PAs, PAo, WPA, dan FNPA) Data yang didapatkan dari angket siswa (PAs) dan orang tua (PAo) mengenai pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda dianalisis menggunakan kriteria tertentu yang dikembangkan. Poin-poin dalam setiap pertanyaan dalam angket siswa diuraikan hingga didapatkan kesimpulan pola asuh keluarga yang dominan atau kecenderungan pola asuh yang ditanamkan pada diri siswa yang dikategorikan menjadi empat pola asuh keluarga yaitu: otoriter, permisif, demokratis atau penelantar. Penentuan pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda tersebut didasarkan pada kecenderungan pola asuh dari hasil angket siswa. Kecenderungan pola asuh keluarga tidak hanya ditentukan dari PAs dan PAo, tetapi kemudian ditriangulasi atau ditentukan lebih jauh dengan menganalisis wawancara mengenai pola asuh keluarga (WPA) dan field note atau catatan yang ditemukan di lapangan yang berhubungan dengan hal tersebut (FNPA). Adapun penentuan pola asuh keluarga didasarkan pada indikator-indikator yang diadaptasi dari Jamal & Idris (1992) dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Kategorisasi dan Penentuan Pola Asuh Keluarga pada Kelompok Budaya Sunda

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu asuh keluarga

Otoriter

1) Anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh membantah.

2) Orang tua cenderung mencari kesalahan-kesalahan anak dan kemudian menghukumnya.

3) Orang tua cenderung memberikan perintah dan larangan kepada anak. 4) Jika terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dan anak, maka

anak dianggap pembangkang.

5) Orang tua cenderung memaksakan segala sesuatu untuk anak dan anak hanya sebagai pelaksana.

Kategori pola

asuh keluarga Indikator penentuan pola asuh keluarga

Demokratis

1) Menentukan peraturan dan disiplin dengan memerhatikan dan mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima, dipahami, dan dimengerti oleh anak.

2) Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan dan yang tidak baik agar ditinggalkan.

3) Memberikan bimbingan dengan penuh pengertian. 4) Dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga.

5) Dapat menciptakan suasana komunikatif antar anggota keluarga.

Permisif

1) Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa pengawasan dan bimbingan dari orang tua.

2) Mendidik anak secara bebas sesuai kehendak anak. 3) Mengutamakan kebutuhan material saja.

4) Membiarkan saja apapun yang dilakukan anak (terlalu memberikan kebebasan kepada anak untuk mengatur diri sendiri tanpa ada peraturan-peraturan dan norma-norma yang digariskan orang tua). 5) Kurang sekali keakraban dan hubungan yang hangat dalam keluarga.

Penelantar

1) Tidak peduli anak bertindak apapun.

2) Mendidik anak secara acuh tak acuh, bersikap pasif, dan masa bodoh. 3) Tidak peduli atas kebutuhan jasmani dan rohani anak.

4) Tidak menetapkan peraturan apapun untuk anak dalam keluarga. 5) Hampir tidak ada keakraban dan hubungan yang hangat.

Instrumen ini dianalisis dengan melihat skala dari angket yang diberikan dengan penyekoran yang dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5

Skala Penyekoran Angket Pola Asuh Keluarga

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sangat setuju 4

Setuju 3

Tidak setuju 2

Sangat tidak setuju 1

Setelah dilakukan penyekoran kemudian dilihat indikator pola asuh yang mana yang mendapat skor paling tinggi. Adapun kategori tipe pola asuh yang diadaptasi dari Jamal & Idris (1992) dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6

Kategori Tipe Pola Asuh Keluarga

Tipe Pola Asuh Jumlah Skor pada Angket

Otoriter (O) Indikator O mendapatkan skor paling besar dibanding indikator lainnya (O>D,P,L)

Demokrasi (D) Indikator D mendapatkan skor paling besar dibanding indikator lainnya (D>O,P,L)

Permisif (P) Indikator P mendapatkan skor paling besar dibanding indikator lainnya (P>D,O,L)

Penelantar (L) Indikator O mendapatkan skor paling besar dibanding indikator lainnya (L>D,P,O)

3. Set instrumentasi kesadaran / wawasan gender keluarga (KG, WKG, dan FNKG)

Data yang didapatkan dari angket yang diberikan kepada orang tua (KG) mengenai kesadaran gender keluarga dalam kelompok budaya Sunda dianalisis menggunakan kriteria tertentu yang dikembangkan peneliti. Poin-poin dalam setiap pertanyaan dalam angket tersebut diuraikan hingga didapatkan kesimpulan kesadaran gender atau kecenderungan kesadaran gender dalam mendidik keluarga (anak) yang dikategorikan oleh peneliti menjadi dua tipe keluarga berdasarkan kesadaran gender yaitu: keluarga berwawasan gender dan keluarga konservatif gender.

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penentuan kesadaran gender keluarga dalam kelompok budaya Sunda tersebut didasarkan pada beberapa indikator mengenai kesadaran gender yang dikembangkan pada setiap poin pertanyaan angket seperti preferensi pendidikan untuk setiap gender, preferensi pekerjaan, pembagian beban kerja dalam keluarga, kebebasan berpendapat bagi setiap gender baik laki-laki maupun perempuan, dan kebebasan menentukan pilihan. Kecenderungan kesadaran gender keluarga tidak hanya ditentukan dari KG, tetapi kemudian ditriangulasi atau ditentukan lebih jauh dengan menganalisis wawancara mengenai kesadaran gender keluarga (WKG) dan

field note atau catatan yang ditemukan di lapangan yang berhubungan

dengan hal tersebut (FNKG).

Instrumen ini dianalisis dengan melihat jawaban dari angket yang diberikan (KG) kemudian di triangulasi dengan jawaban dari wawancara (WKG) dan field note (FNKG). Kategorisasi atauu penentuan kesadaran gender keluarga adalah sebagai berikut, jika jawaban timpang pada salah satu gender (timpang ke laki-laki atau perempuan) maka dikategorikan menjadi keluarga konservatif gender, artinya keluarga tersebut masih menggunakan persepsi bahwa laki-laki dan perempuan pada hakikatnya memang berbeda sehingga sifat, perlakuan, dan perannya pun harus dibedakan, sebaliknya jika jawaban berimbang atau setara antara laki-laki dan perempuan maka dikategorikan menjadi keluarga berwawasan gender, artinya keluarga tersebut sadar akan kesetaraan gender. Adapun kategorisasi kesadaran gender keluarga yang diadaptasi dari Fakih (2006) dapat lebih jelas dilihat pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7

Kategorisasi Kesadaran Gender Keluarga

Tipe Kelurga Indikator

Keluarga berwawasan gender

Jika jawaban Ya dan Sebaliknya lebih banyak dijawab daripada jawaban Sama saja / Setara

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Keluarga konservatif gender

Jika jawaban Sama saja / Setara lebih banyak dijawab daripada jawaban Ya dan Sebaliknya

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

Dokumen terkait