• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERAMPILAN ARGUMENTASI SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS : Studi tentang Keterampilan Pembentukan Klaim mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas pada Kelompok Budaya Sunda.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KETERAMPILAN ARGUMENTASI SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS : Studi tentang Keterampilan Pembentukan Klaim mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas pada Kelompok Budaya Sunda."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

KETERAMPILAN ARGUMENTASI SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS

(Studi tentang Keterampilan Pembentukan Klaim mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas pada Kelompok Budaya Sunda)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh:

Bambang Ekanara

1200958

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

KETERAMPILAN ARGUMENTASI SISWA

SEKOLAH MENENGAH ATAS

(Studi tentang Keterampilan Pembentukan Klaim

mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah

Atas pada Kelompok Budaya Sunda)

Oleh

Bambang Ekanara

S.Pd Universitas Pendidikan Indonesia, 2011

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam

© Bambang Ekanara 2014

Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

KETERAMPILAN ARGUMENTASI SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (Studi tentang Keterampilan Pembentukan Klaim mengenai Isu Sosio-Saintifik

Siswa Sekolah Menengah Atas pada Kelompok Budaya Sunda)

Disetujui dan Disahkan oleh : Pembimbing I,

Prof. Dr. Nuryani Y. Rustaman, M.Pd. NIP. 195012311979032029

Pembimbing II,

Dr. Hernawati, S.Pt., M.Si. NIP. 197003311997022001

Mengetahui,

Ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Biologi

(4)

iii

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...iii

DAFTAR TABEL...v

DAFTAR GRAFIK...vii

DAFTAR GAMBAR………...……….……….viii

DAFTAR LAMPIRAN...ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian...6

C. Batasan Masalah...7

D. Tujuan Penelitian ...7

E. Manfaat Penelitian...8

F. Organisasi Penulisan...9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterampilan Argumentasi...11

B. Keterampilan Argumentasi pada Isu-Isu Sosio-saintifik………15

C. Kloning sebagai (Salah Satu) Isu Sosio-Saintifik yang Kontroversial...17

(5)

iv

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

E. Pola Asuh Keluarga pada Kelompok Budaya Sunda dalam Konteks

Pendidikan Keluarga………...20

F. Perbedaan Gender dalam Pendidikan...29

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian...33

B. Populasi dan Sampel ...33

C. Waktu dan Tempat Penelitian ...34

D. Definisi Operasional...34

E. Instrumen Penelitian...35

F. Paradigma dan Alur Penelitian……….38

G. Prosedur Pengumpulan Data...……….41

H. Analisis dan Pengolahan Data ...44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...51

B. Pembahasan ...70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...95

B. Saran...96

(6)

v

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1. Jenis Instrumen yang Digunakan dalam Penelitian...36

3.2. Tingkatan Keterampilan Argumentasi Siswa berdasarkan Komponen- Komponen Argumentasi………45

3.3 Kategori Tipe Penalaran Informal Siswa...46

3.4 Kategorisasi dan Penentuan Pola Asuh Keluarga pada Kelompok Budaya Sunda...47

3.5. Skala Penyekoran Angket Pola Asuh Keluarga...48

3.6 Kategori Tipe Pola Asuh Keluarga...49

3.7. Kategorisasi Kesadaran Gender Keluarga………...50

4.1. Rekapitulasi dan Distribusi Keterampilan Argumentasi Lisan Siswa...51

4.2. Rekapitulasi dan Distribusi Keterampilan Argumentasi Tertulis Siswa...54

(7)

vi

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4.4. Disribusi Tipe Pola Asuh Keluarga Siswa dalam Kelompok Budaya

Sunda……….……61

4.5 Disribusi Tipe Kesadaran Gender Keluarga Siswa dalam Kelompok

Budaya Sunda………..………..…63

4.6. Rekapitulasi Keterampilan Argumentasi Siswa, Pola Asuh Keluarga, dan Kesadaran Gender Keluarga dalam Kelompok Budaya Sunda.…....65

4.7. Keterampilan Argumentasi Siswa (KALs & KATs) yang Ditelusuri…..67

4.8. Pembentukan Argumentasi Siswa………....81

(8)

vii

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

4.1. Keterampilan Argumentasi Lisan Siswa pada Kelompok Budaya Sunda…..52

4.2. Perbandingan Keterampilan Argumentasi Lisan Siswa Perempuan dan

Laki-Laki pada Kelompok Budaya Sunda…...53

4.3 Keterampilan Argumentasi Tertulis Siswa pada Kelompok Budaya Sunda....55

4.4 Perbandingan Keterampilan Argumentasi Tertulis Siswa Perempuan dan

(9)

viii

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4.5. Perbandingan Keterampilan Argumentasi Lisan dan Tertulis Siswa Pada

Kelompok Budaya Sunda………57

4.6. Perbandingan Keterampilan Argumentasi Lisan dan Tertulis Siswa Perempuan pada Kelompok Budaya Sunda………58

4.7. Perbandingan Keterampilan Argumentasi Lisan dan Tertulis Siswa Laki-Laki pada Kelompok Budaya Sunda…...59

4.8. Pola Penalaran Informal Siswa pada Kelompok Budaya Sunda…....……….60

4.9. Pola Asuh Keluarga (PAK) pada Kelompok Budaya Sunda……….……….62

4.10. Tipe kesadaran gender keluarga pada kelompok budaya Sunda………..….64

DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1. Toulmin’s Argumentation Pattern ...11

2.2. Percobaan Kloning Hewan Ian Wilmut...18

3.1. Paradigma Penelitian Naturalistik...39

(10)

ix

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4.1. Contoh Argumentasi Level 1 mengenai Isu Kloning...77

4.2. Contoh Argumentasi Level 4 mengenai Isu Kloning...78

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN A (INSTRUMEN PENELITIAN)

(11)

x

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

A.2 Instrumen Pola Asuh...106

A.3 Instrumen Kesadaran gender...112

LAMPIRAN B (HASIL PENELITIAN) B.1 Data Keterampilan Argumentasi Siswa ...114

B.2 Data Pola Asuh Keluarga Siswa ……...134

B.3 Data Kesadaran Gender Keluarga Siswa ...141

(12)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

KETERAMPILAN ARGUMENTASI SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS

(Studi tentang Keterampilan Pembentukan Klaim mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas pada Kelompok Budaya Sunda)

ABSTRAK

Studi kasus ini bertujuan untuk mengungkap kualitas keterampilan argumentasi siswa kelas XI pada kelompok budaya Sunda mengenai isu sosio-saintifik berdasarkan perbedaan gender dan pola asuh yang diterapkan keluarga. Lebih spesifik, penelitian kualitatif ini menginvestigasi kualitas pembentukan klaim dan bukti serta penguat pendapat untuk klaim yang dibentuknya. Lembar argumentasi kloning diberikan kepada 44 orang partisipan digunakan untuk menjaring keterampilan argumentasi tertulis siswa (KATs), wawancara argumentasi kloning digunakan untuk menjaring keterampilan argumentasi lisan siswa (KALs), angket dan wawancara digunakan untuk mendapatkan data pola asuh keluarga (PAK) dan kesadaran gender keluarga (KGK) serta catatan lapangan sebagai triangulasi data penelitian. Argumen dinilai berdasarkan justifikasi pendapat yang dibentuk siswa, berdasarkan rubrik empat-skala. Analisis kualitatif yang dilakukan secara induktif menunjukkan bahwa siswa kelompok budaya Sunda sudah mampu membentuk klaim dengan justifikasi yang baik, KALs relatif lebih baik dibandingkan KATs pada siswa kelompok budaya Sunda, dan tidak ada perbedaan berarti antara siswa laki-laki dan perempuan dalam keterampilan argumentasinya. Beberapa temuan mengindikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan argumentasi siswa seperti kebebasan berpendapat dalam keluarga, peran siswa dalam keluarga, kemampuan berbahasa untuk mengungkapkan ide, dan pengaruh budaya. Implikasi penelitian dan pendidikan dari temuan ini masih perlu didiskusikan

(13)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

HIGH SCHOOL STUDENTS’ ARGUMENTATION SKILL

(A Study of Sundanese High School Student’s Claim-forming Skills about Socio-scientific Issues)

ABSTRACT

This case study aims to reveal the argumentation quality of 11th grade Sundanese high school students on socio-scientific issues based on gender differences and applied parenting families. Specifically, it investigates the quality of Sundanese student’s claim-forming and evidence-supplying in an argumentation process. Argumentation sheet about cloning was given to 44 participants used to trawl the written argumentation skills (WAS), argumentation interview about cloning was conducted to capture oral argumentation skills (OAS), questionnairre was given and interview was conducted to obtain data on parenting family pattern and gender awareness, as well as the field notes as a triangulation of research data. Student’s argumentation skills were determined by justification, based on four rubrics-scale. Inductive analysis of Sundanese students‘s group showed that they have been able to establish a claim with good justification; OAS was relatively better than the WAS; and there is no difference between boys and girls. Some findings indicate the factors which affect the student's argumentation skills such as freedom of opinion-forming in the family; the role of the student in the family; the ability to express ideas; and cultural influences. Research and education implications of these findings still need to be retrieved / discussed.

(14)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan sedang menghadapi tantangan besar untuk dapat menghasilkan individu yang berkualitas dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu, pendidik seyogianya memilih strategi yang tepat untuk membelajarkan siswa, sehingga dapat bermakna dan dapat diterapkan secara bijaksana dalam kehidupan bermasyarakat. Penerapan pengetahuan dan/atau konsep-konsep ilmu pengetahuan alam khususnya biologi di masyarakat merupakan perwujudan dari pengetahuan yang didapatkan siswa di sekolah. Pemilihan strategi pembelajaran biologi oleh tenaga pendidik yang didasarkan pada masalah-masalah sederhana yang terdapat pada kehidupan siswa sehari-hari diharapkan dapat lebih bermakna bagi siswa.

Pendidikan sains merupakan salah satu sarana untuk membentuk manusia berkualitas dalam berpikir dan bertindak sehingga diharapkan mampu melaksanakan peran sebagai warga masyarakat yang baik. Pendidikan sains pada hakikatnya menuntut peserta didik untuk membentuk karakter khususnya karekter pemimpin yang diharapkan oleh suatu bangsa. Melalui pendidikan sains, peserta didik diharapkan mampu mengembangkan pengetahuan, proses berpikir, dan sikap yang diperlukannya dalam pemenuhan tujuan pendidikan nasional. Pengetahuan, proses berpikir, dan sikap yang dimiliki peserta didik merupakan akumulasi dari pengalaman dan proses pendidikan yang telah dilaluinya (Anderson, 2012). Pengetahuan yang dimiliki peserta didik berhubungan dengan kemampuan dan keterampilan dasar yang dibutuhkannya dalam menghadapi permasalahan di kehidupan nyata.

(15)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

peserta didik menjalankan perannya di masyarakat, karena keterampilan argumentasi berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam membuat keputusan terbaik dalam memecahkan masalah yang dihadapinya (Erduran et al., 2004). Argumentasi memberikan fondasi untuk pembuatan keputusan, mengambil keputusan terbaik dari seluruh pilihan keputusan yang ada, dan menyadari konsekuensi dari keputusan yang dibuatnya (Udell, 2007).

Keterampilan argumentasi berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam menghadapi masalah yang terjadi di kehidupan bermasyarakat (Acar et al., 2010). Oleh karena itu, keterampilan argumentasi perlu dikembangkan dan menjadi pengalaman belajar yang bermakna dalam pendidikan sains. Keterampilan argumentasi perlu dibekalkan dalam setiap pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Peserta didik seyogianya mendapatkan pengalaman yang bermakna dalam pembelajaran di sekolah sehingga diharapkan dapat menerapkannya pada situasi lain di kehidupan nyata. Keterampilan argumentasi seyogianya dilakukan sejak dini karena jenis keterampilan tersebut bukanlah keterampilan yang dapat diperoleh dengan serta merta melainkan dengan pendidikan yang panjang dan bermakna seperti yang dikemukakan oleh Osborne

et al., (2004) bahwa tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap kualitas

keterampilan argumentasi siswa setelah dilakukan intervensi small group

discussion selama dua minggu. Keterampilan argumentasi dalam pembelajaran

sains khusunya biologi di sekolah dapat dihubungkan dengan konsep-konsep biologi yang memiliki sifat yang kontroversial seperti kloning, pemanasan global, dan stem sel embrionik. Konsep-konsep tersebut dapat memunculkan perdebatan di ranah publik dan terkadang memiliki pengaruh terhadap keadaan politik dan sosial masyarakat (Sadler & Zeidler, 2005). Permasalahan yang melibatkan ranah sosial dan terkait pada aplikasi prinsip-prinsip dan praktik sains dinamakan isu sosio-saintifik (Sadler & Fowler, 2006).

(16)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

memuat lebih dari satu konsep ilmiah untuk menjelaskan fenomena yang sama (Acar et al. 2010). Isu-isu sosio-saintifik yang dipelajari di sekolah dapat membantu siswa dalam mengembangkan pola pikir yang diwujudkan dalam sebuah argumentasi yang dibuatnya. Pertimbangan dalam hal pembatasan isu sosio-saintifik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hanya mengenai isu kloning pada makhluk hidup karena kloning dianggap isu yang kontroversial dalam masayarakat yang dapat memicu pendapat siswa (Dawson & Venville, 2009). Pemilihan isu kloning yang digunakan sebagai konsep utama dalam pengembangan isu sosio-saintifik dalam penelitian ini dikarenakan isu tersebut diduga dapat memicu argumentasi siswa. Isu kloning dapat dikembangkan menjadi standpoint-standpoint yang bersifat kontekstual dalam kehidupan siswa. Oleh karena itu, isu kloning diharapkan dapat lebih mendorong siswa membentuk suatu pendapat. Sekolah merupakan tempat yang cocok untuk membiasakan siswa berargumentasi mengenai isu sosio-saintifik seperti kloning, tetapi penerapan keterampilan argumentasi yang sebenarnya terhadap isu-isu tersebut berlangsung di tengah-tengah masyarakat.

(17)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

argumentasi siswa. Pendidikan nilai sosial dan budaya bertanggung jawab untuk mengembangkan sikap, nilai, dan moral anak (Hasan, 1996). Budaya pendidikan dalam keluarga nampaknya memberi corak yang berbeda pada perkembangan keterampilan argumentasi anak. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Putra & Rahmania (2006) yang menunjukan bahwa pola asuh berhubungan dengan sifat pemalu pada remaja. Penelitian-penelitian lain yang berhubungan dengan pola asuh keluarga dikaitkan dengan aspek pendidikan yang penting seperti pembentukan akhlak (Winarti, 2011), motivasi berprestasi (Garliah & Nasution, 2005), kemampuan sosialisasi anak (Suharsono et al., 2009; Mustakin, 2013), kecerdasan emosional (Oktafiany et al., 2013), prestasi belajar anak (Yusniyah, 2008), dan agresivitas anak (Aisyah, 2010) telah berhasil mengungkap bahwa pola asuh keluarga sangat berpengaruh pada aspek-aspek penting tersebut. Aspek keterampilan argumentasi yang dikaitkan dengan pola asuh keluarga merupakan kajian yang menarik. Pola asuh yang diterapkan keluarga pada anak-anaknya pasti tidak terlepas dari corak budaya yang menjadi panutan keluarga tersebut, sehingga pola asuh keluarga tidak terlepas dari corak budaya yang melatarbelakangi keluarga tersebut.

(18)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

masyarakatnya. Pemilihan Kampung Naga sebagai tempat / seting penelitian karena dianggap representatif untuk mengungkap segala aspek budaya Sunda yang terkait dengan variabel penelitian ini. Rasionalisasi lain yang melatarbelakangi pemilihan Kampung Naga sebagai seting penelitian adalah ketersediaan akses pendidikan anak-anak usia SMA yang merupakan subjek penelitian. Oleh karena itu, pengungkapan tujuan penelitian di sekitar Kampung Naga diduga akan memberikan gambaran yang utuh mengenai keterampilan argumentasi siswa SMA pada kelompok budaya Sunda.

Penelitian dilakukan di SMA PGRI Salawu karena SMA tersebut diperkirakan representatif untuk mencapai tujuan penelitian. SMA PGRI Salawu merupakan satu-satunya sekolah menengah atas yang berada di kecamatan yang sama dengan Kampung Naga. Oleh karena itu, diasumsikan bahwa sekolah ini menjadi salah satu alternatif sekolah bagi anak-anak sekitar Kampung Naga. Pemilihan SMA PGRI Salawu dilatarbelakangi oleh asumsi bahwa sebagian besar siswa berasal atau tinggal di sekitar kampung Naga sehingga diduga cocok untuk mencapai tujuan penelitian. Pertimbangan tersebut juga dilandaskan pada studi pendahuluan yang menunjukan bahwa anak-anak usia SMA sekitar Kampung Naga sebagian besar bersekolah di sekolah tersebut. Pemilihan siswa kelompok budaya Sunda pada penelitian ini didasarkan pada salah satu unsur budaya yang penting yakni unsur bahasa Sunda yang menjadi bahasa ibu para siswa sebagai media komunikasi (Koentjaraningrat, 1982).

(19)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

memiliki kriteria dan karakteristik yang unik. Seperti yang dikemukakan Wright

et al. (2000) bahwa etos pendidikan yang dilihat dari aspek gender menunjukkan

bahwa siswa laki-laki cenderung mengarah pada kualitas, individualisme, persaingan, dan perbedaan sedangkan perempuan cenderung mengarah pada hubungan personal dan kebersamaan. Karakteristik etos pendidikan yang berbeda berdasarkan perbedaan gender tersebut sangat menarik, sehingga diputuskan gender digunakan sebagai salah satu variabel penelitian. Kemudian lebih jauh perbedaan gender siswa dikaitkan dengan keterampilan argumentasi dan pola asuh keluarga, sehingga diharapkan didapatkan gambaran yang utuh mengenai keterampilan argumentasi siswa pada kelompok budaya Sunda mengenai isu kloning.

Pengungkapan keterampilan argumentasi siswa pada isu kloning dengan perbedaan gender berdasarkan pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam pengembangan keterampilan argumentasi di sekolah. Sekolah-sekolah yang berada dalam naungan (tatar) budaya Sunda khususnya diharapkan dapat lebih efektif dan efisien dalam tujuannya mengembangkan keterampilan argumentasi siswa. Siswa diharapkan memiliki keterampilan argumentasi yang baik dan dapat digunakan dalam menghadapi permasalahan di kehidupan bermasyarakat serta meningkatkan kualitas individu sebagai warga negara. Selain itu, penelitian ini seyogianya dapat menjadi salah satu rujukan bagi pengembangan atau pengungkapan keterampilan berargumentasi pada kelompok budaya lain atau bahkan multikultural.

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

1. Rumusan Masalah

(20)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berdasarkan pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda di sekitar Kampung Naga?”

2. Pertanyaan Penelitian

Rumusan masalah di atas dapat diuraikan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.

a. Bagaimana profil keterampilan argumentasi siswa pada isu sosio-saintifik dalam kelompok budaya Sunda di sekitar Kampung Naga? b. Bagaimanakah profil keterampilan argumentasi siswa pada isu

sosio-saintifik berdasarkan perbedaan gender?

c. Apakah terdapat perbedaan keterampilan argumentasi siswa pada isu sosio-saintifik berdasarkan perbedaan gender terkait dengan pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda di sekitar Kampung Naga? C. Batasan Masalah

Supaya permasalahan yang akan dikaji tidak terlalu luas, maka peneliti membatasi masalah pada beberapa hal.

1. Penjaringan keterampilan argumentasi dilakukan melalui pola argumentasi yang dikemukakan oleh Stephen Toulmin (Toulmin’s Argumentation

Pattern) yang terdiri dari data, claim, warrant, backing, qualifier, dan

reservation. Penjaringan keterampilan argumentasi dilakukan melalui

wawancara argumentasi untuk menjaring keterampilan argumentasi lisan siswa dan melalui lembar argumentasi untuk menjaring keterampilan argumentasi tertulis siswa. Keterampilan argumentasi yang dijaring melalui instrumen penelitian mengesampingkan kedalaman konten materi yang dikuasai siswa.

(21)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Gender dalam penelitian ini didefinisikan sebagai perbedaan jenis kelamin siswa dan lebih lanjut dijaring kesadaran gender keluarga dalam mendidik anaknya melalui angket kesadaran gender keluarga ditambah dengan catatan lapangan sebagai triangulasi data.

4. Pola asuh keluarga dijaring melalui angket tipe pola asuh yang diberikan kepada siswa dan orang tua siswa ditambah dengan hasil catatan lapangan.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengungkap gambaran keterampilan argumentasi siswa sekolah menengah atas pada isu sosio-saintifik dengan perbedaan gender berdasarkan pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda di sekitar Kampung Naga. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini mencakup beberapa hal.

1. Mendapatkan gambaran profil keterampilan argumentasi siswa pada isu sosio-saintifik dalam kelompok budaya Sunda di sekitar Kampung Naga. 2. Mengungkap profil keterampilan argumentasi siswa pada isu

sosio-saintifik berdasarkan perbedaan gender.

3. Melihat perbedaan keterampilan argumentasi siswa pada isu sosio-saintifik berdasarkan gender terkait dengan pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda di sekitar Kampung Naga.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak.

1. Bagi guru

(22)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Kajian penelitian dapat memberikan informasi mengenai keterampilan argumentasi siswa sehingga diharapkan menjadi landasan berpikir untuk pengembangannya.

c. Hasil penelitian dapat memberikan gambaran mengenai keterampilan argumentasi siswa berdasarkan perbedaan gender dan pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda di sekitar Kampung Naga untuk dijadikan landasan pengembangan dalam pembelajaran.

2. Bagi siswa

a. Kajian penelitian dapat memberikan pengetahuan diri tentang keterampilan argumentasi yang dimilikinya sehingga dapat digunakan dalam pengembangan diri.

b. Hasil penelitian dapat memberikan kesadaran diri mengenai kaitan budaya dengan pembentukan keterampilan argumentasinya sehingga dapat digunakan dalam kehidupan bermasyarakat.

3. Bagi peneliti

a. Hasil penelitian dapat memberikan gambaran profil keterampilan argumentasi siswa pada kelompok budaya Sunda di sekitar Kampung Naga sehingga dapat digunakan untuk bekal pengetahuan sebagai calon pendidik khususnya di tatar Sunda.

b. Hasil penelitian dapat memberikan gambaran profil keterampilan argumentasi siswa berdasarkan perbedaan gender sehingga dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut.

(23)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Bagi peneliti lain

a. Kajian penelitian dapat memberikan gambaran mengenai profil keterampilan argumentasi siswa pada kelompok budaya Sunda di sekitar Kampung Naga.

b. Hasil penelitian digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai keterampilan argumentasi pada topik lain.

c. Hasil penelitian digunakan sebagai pembanding dan acuan dalam penelitian sejenis yang dilakukan pada latar belakang budaya lain.

F. Organisasi Penulisan

Penulisan tesis ini dibagi menjadi lima bab yaitu pendahuluan, kajian pustaka, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, dan kesimpulan dan saran. Bab pertama pendahuluan, menyajikan latar belakang penelitian mengenai keterampilan argumentasi siswa kelompok budaya Sunda mengenai isu sosio-saintifik berdasarkan perbedaan gender dan pola asuh keluarga. Pendahulan dimaksudkan memberikan gambaran umum penelitian berupa urgensi keterampilan argumentasi dalam pendidikan khususnya pendidikan sains. Rumusan masalah penelitian dijadikan acuan agar pembahasan terfokus pada arah yang jelas. Tujuan penelitian mengemukakan secara tegas garis-garis besar tujuan yang ingin dicapai dan manfaat penelitian bagi unsur-unsur terkait seperti sekolah, guru, siswa, dan peneliti lain.

Bab kedua kajian pustaka, menyajikan dasar teori yang digunakan dalam penyelesaian penelitian. Dasar teori meliputi keterampilan argumentasi, pola asuh kelompok budaya Sunda, isu kloning sebagai isu sosio-saintifik yang kontroversial, dan perbedaan gender dalam pendidikan.

(24)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian case study dengan analisis data kualitatif secara induktif.

Bab keempat hasil penelitian dan pembahasan, menyajikan hasil yang didapat dengan menggunakan metode yang telah digunakan. Hasil penelitian meliputi hasil studi pendahuluan, profil keterampilan argumentasi siswa kelompok budaya Sunda beserta pola penalaran informal yang dilakukan dalam membentuk argumentasi mengenai isu kloning, pola asuh keluarga, dan kesadaran gender keluarga. Pembahasan dilakukan untuk menganalisis dan menghubungkan hasil penelitian dengan teori dan konsep ilmiah yang terdapat pada kajian pustaka.

(25)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif melalui pendekatan studi kasus (case study). Case study adalah suatu set prosedur yang digunakan untuk menganalisis secara mendalam suatu dan/atau beberapa kasus / fenomena (Creswell, 2009; dan Fraenkel et al., 2012). Tekhnik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Snowball sampling karena peneliti bertujuan untuk mengungkap keterampilan argumentasi siswa dengan perbedaan gender berdasarkan pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda yang dipikirkan oleh peneliti akan mengalami perluasan subjek dan pertanyaan penelitian di dalam pelaksanaannya (Fraenkel et al., 2012). Pembatasan subjek penelitian pada kelompok budaya tertentu menjadikan penelitian ini menjadi sebuah kajian studi kasus (Rustaman, 1990).

B. Populasi dan Sampel

Studi ini melibatkan para siswa kelas XI SMA SMA PGRI Salawu yang merupakan kelompok budaya Sunda. Pengambilan kelas XI sebagai subjek penelitian didasarkan pada pertimbangan pengetahuan mengenai isu sosio-saintifik yang diangkat dalam penelitian ini. SMA PGRI merupakan salah satu SMA yang terletak dekat dengan salah satu kampung yang masih memegang erat tradisi budaya Sunda yakni Kampung Naga. Penggunaan bahasa Sunda dalam komunikasi sehari-hari digunakan untuk mengenal subyek dari kelompok budaya tersebut, selain itu dilakukan pengecekan kepada guru, orang tua, dan/atau data pribadinya.

1. Populasi

(26)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sunda di SMA PGRI Salawu dengan karakteristik subjek penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya.

2. Sampel

Jumlah sampel tidak ditentukan sejak awal penelitian karena dimungkinkan adanya perluasan rancangan penelitian. Sampel penelitian ditentukan berdasarkan kriteria yang telah dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu, sampel yang digunakan adalah sebagian karakteristik keterampilan argumentasi dari 44 orang siswa dalam kelompok budaya Sunda di SMA PGRI Salawu.

C. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu

Waktu penelitian adalah Februari-Maret 2014 (persiapan), Maret-Mei 2014 (pelaksanaan), Juni-Agustus 2014 (pasca-pelaksanaan).

2. Tempat

Tempat penelitian adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) PGRI Salawu dan daerah sekitar tempat tinggal siswa yang terletak di sekitar Kampung Naga yang masih memegang erat tradisi budaya Sunda.

D. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan dalam menafsirkan beberapa istilah yang digunakan sebagai variabel dalam penelitian ini, maka diperlukan penjelasan mengenai beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini agar lebih efektif dan operasional. Istilah-istilah tersebut antara lain:

1. Keterampilan Argumentasi

(27)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

keterampilan argumentasi siswa dilakukan melalui dua jenis instrumen yaitu melalui set pertanyaan argumentatif (wawancara siswa) untuk melihat keterampilan argumentasi siswa secara lisan dan melalui lembar argumentasi untuk melihat keterampilan argumentasi siswa secara tertulis. 2. Perbedaan gender

Gender merupakan veriabel kategorial dalam penelitian ini. Gender yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah persepsi mengenai pranata sosial terkait fungsi, sifat, atau perananan laki-laki dan perempuan yang berlaku di masyarakat yang dibentuk dari pendidikan keluarga. Oleh karena itu selain membedakan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, dijaring pula kesadaran gender keluarga melalui angket dan wawncara.

3. Pola asuh pada kelompok budaya Sunda

Pola asuh pada kelompok budaya Sunda dalam penelitian ini dimaksudkan pada pendidikan informal dalam keluarga Sunda yang dikategorikan menjadi empat jenis pola asuh yaitu permisif, otoriter, demokrasi, dan/atau penelantar yang dijaring melalui angket dan wawancara.

E. Instrumen Penelitian

Pada studi ini instrumen utamanya adalah peniliti sendiri (human

instrument / obsever as participant). Studi ini menggunakan beberapa jenis alat

bantu pengumpul data untuk mengumpulkan data keterampilan argumentasi siswa (KAs) yang selanjutnya dibedakan menjadi keterampilan argumentasi lisan siswa (KALs) dan keterampilan argumentasi tertulis siswa (KATs), pola asuh keluarga (PAK), dan tipe keluarga berdasarkan kesadaran gender (KGK) dalam kelompok budaya Sunda.

(28)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

/ wawancara argumentatif (WA) digunakan untuk menjaring keterampilan argumentasi lisan siswa (KALs), angket pola asuh dari sudut pandang siswa (PAs) dan orang tua (PAo) untuk menjaring pola asuh keluarga (PAk), angket kesadaran gender keluarga (KG) untuk menjaring kesadaran gender keluarga (KGK), catatan lapangan (fieldnote) pola asuh keluarga (FNPA), catatan lapangan (fieldnote) kesadaran gender keluarga (FNKG), wawancara pola asuh keluarga (WPA), dan Wawancara kesadaran gender keluarga (WKG) digunakan sebagai triangulasi data. Uraian instrumen dan kegiatan yang dilakukan dan data yang diperoleh tercantum pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1

Jenis Instrumen yang Digunakan dalam Penelitian

No. Instrumen Sumber

informasi Tujuan Informasi/data

1.

Lembar argumentasi (LA)

Siswa Untuk menjaring keterampilan argumentasi siswa secara tertulis

Siswa Untuk menjaring keterampilan argumentasi siswa secara lisan

Siswa Untuk mengungkap pola asuh keluarga dari sudut pandang siswa dan untuk

crosscheck data yang diberikan orang

tua.

Orang tua Untuk mengungkap pola asuh keluarga dari sudut pandang orang tua dan untuk crosscheck data yang diberikan siswa.

Orang tua Untuk mengungkap karakteristik kesadaran gender keluarga.

Determinasi gender yang didapatkan siswa sehari-hari di dalam keluarganya.

(29)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pola asuh keluarga (WPA)

keluarga inti siswa

siswa melalui angket siswa dalam hal pola asuh dalam keluarga. Digunakan juga sebagai cadangan data ataupun perluasan data jika dibutuhkan.

Untuk crosscheck data yang diberikan siswa melalui angket siswa dalam determinasi gender dalam keluarga. Digunakan juga sebagai cadangan data ataupun perluasan data jika diperlukan.

Determinasi gender yang

Untuk crosscheck data yang diberikan siswa melalui angket siswa dalam hal pola asuh dalam keluarga. Digunakan juga sebagai cadangan data ataupun perluasan data jika dibutuhkan.

informasi Tujuan Informasi/data

9.

Untuk crosscheck data yang diberikan melalui angket determinasi gender

Penjaringan keterampilan argumentasi siswa dilakukan menggunakan dua instrumen berbeda yaitu LA dan WA. LA merupakan pernyataan berupa

standpoint kontroversial yang dimaksudkan untuk memprovokasi siswa agar

membentuk suatu argumen dalam bentuk tulisan. LA terdiri dari tiga standpoint mengenai isu kloning. WA merupakan pernyataan yang serupa dengan LA namun pada konteks yang sedikit berbeda. LA terdiri dari tiga pertanyaan kontroversial tentang kloning dan menuntut siswa untuk berargumen secara lisan.

(30)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

maupun orang tua. WPA dilakukan hanya kepada sepuluh siswa dan orang tua yang ditelusuri lebih jauh karena ada kejanggalan data ataupun keunikan data yang terekam pada penelitian sebelumnya. WPA berisikan lima pertanyaan inti mengenai pola asuh keluarga dan dapat berkembang sesuai kebutuhan.

Penjaringan KGK dilakukan melalui KG dan ditriangulasi dengan data FNKG dan WKG serta dilakukan pula wawancara dengan tokoh adat kelompok budaya Sunda mengenai kesadaran gender keluarga Sunda tersebut. FNKG merupakan lembar yang digunakan untuk mencatat setiap kejadian yang unik pada setiap observasi yang dilakukan kaitannya dengan kesadaran gender keluarga dilihat dari sudut pandang orang tua. WKG dilakukan hanya kepada sepuluh orang tua siswa yang ditelusuri lebih jauh karena ada kejanggalan data ataupun keunikan data yang terekam pada penelitian sebelumnya. WKG berisikan lima pertanyaan inti mengenai kesadaran gender keluarga dan dapat berkembang sesuai kebutuhan.

F. Paradigma dan Alur Penelitian

(31)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penelitian ini menekankan pada orisinalitas seting penelitian yang tidak sedikitpun diberikan perlakuan atau intervensi. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar pengungkapan keterampilan argumentasi siswa dan faktor-faktor yang melatarbelakanginya terungkap dengan jujur dan apa adanya, sehingga didapatkan hasil penelitian yang orisinil mengenai hal tersebut. Studi naturalistik juga tidak mempunyai rancangan penelitian yang pasti atau kaku. Rancangan studi ini berkembang sesuai dengan kebutuhan untuk membentuk suatu interpretasi dan konklusi yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan rancangan penelitian yang berkembang, dalam pelaksanaanya terdapat pertanyaan-pertanyaan penelitian tambahan selama masih relevan dengan inti pertanyaan penelitian hingga data yang dibutuhkan mengalami kejenuhan. Studi ini menghasilkan simpulan yang ditafsirkan secara idiografis dan diterapkan secara tentatif.

Seting alami

Instrumen manusia (Observer as participant)

Metode kualitatif Pengetahuan yang terpendam

(tacit knowledge)

Metode sampling kualitatif (e.g. snowball sampling)

Design yang berkembang (emergent design)

Grounded theory

Hasil negosiasi (negotiated outcomes)

(32)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.1 Paradigma Penelitian Naturalistik (sumber: Lincoln & Guba, 1985)

Identifikasi kasus / fenomena mengenai keterampilan

argumentasi atau pembuatan klaim pada kelompok budaya Sunda (Identification of the phenomenon to be studied)

Identifikasi subjek (partisipan) penelitian (Identification of the participants in the study)

Pembentukan hipotesis / pertanyaan penelitian mengenai Keterampilan argumentasi siswa kelompok budaya Sunda

(Generation of hypotheses)

Koleksi data KATs dan KALs (Data collection)

Koleksi data PAK dan KGK (Data collection)

Perekapan Perekapan

(33)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.2 Alur Penelitian berdasarkan Paradigma Naturalistik G. Prosedur Pengumpulan Data

Secara umum pengambilan data dilakukan dengan angket, lembar argumentasi, wawancara, dan observasi.

1. Data Pribadi

(34)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(Lincoln & Guba, 1985). Sumber data terdiri dari hasil angket respon siswa dan orang tua, arsip sekolah, dan hasil wawancara guru.

2. Data Keterampilan Argumentasi

Data keterampilan argumentasi dibedakan menjadi dua jenis data yaitu data keterampilan argumentasi lisan siswa (KALs) dan data keterampilan argumentasi tertulis siswa (KATs).

a. Data KALs

Data KALs diperoleh melalui wawancara argumentasi siswa mengenai isu sosio-saintifik dalam bentuk standpoint yang kontroversial. Wawancara argumentasi berlangsung sekitar 20-30 menit. Pada beberapa kasus wawancara diberikan pertanyaan pengantar yang dimaksudkan untuk memancing siswa untuk berargumentasi. Wawancara argumentasi yang perlu mendapatkan perhatian khusus, misalnya terdapat keraguan pada siswa dalam membentuk argumennya mengenai suatu isu tertentu akan dilanjutkan pada kesempatan yang lain. Wawancara dilakukan di tempat yang kondusif seperti di ruang kelas, taman sekolah, dan ruang guru. Hal ini dilakukan untuk menjaga ketenangan dan konsentrasi siswa dalam mengemukakan pendapatnya mengenai isu yang ditanyakan. Wawancara argumentasi sebisa mungkin dilakukan hanya empat mata antara pewawancara dan siswa karena dikhawatirkan subjek penelitian yang lain meniru jawaban yang diberikan siswa yang diwawancara.

(35)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pendapatnya. Semua jawaban siswa dicatat dan dikodekan tanpa menyalahkan apapun jawaban siswa.

b. Data KATs

Data KATs diperoleh dari lembar argumentasi yang dijawab siswa. Pengumpulan data KATs dilakukan dua kali pada dua kelas hingga didapat data KATs sebanyak 44 siswa. Sebelum menjawab LA, siswa diberikan penjelasan bahwa maksud dari pemberian LA adalah untuk mengetahui keterampilan argumentasi secara tertulis tanpa niat untuk menilai masing-masing individu dan hasilnya tidak akan mempengaruhi nilai rapor. Dijelaskan juga cara mengisi LA kepada siswa untuk menjawabnya dengan jujur tanpa mencontek teman karena jawaban yang diharapkan merupakan pendapat pribadi masing-masing siswa.

3. Data Pola Asuh Keluarga

Data pola asuh keluarga diperoleh dari angket pola asuh siswa dan orang tua. Angket pola asuh siswa diberikan kepada siswa setelah mereka mengisi LA. Dalam pelaksanaannya, sebelum siswa mengisi angket siswa diminta terlebih dahulu membaca secara sekilas dan menanyakan apabila terdapat hal-hal yang tidak dimengerti. Dijelaskan pula bahwa angket bersifat rahasia dan tidak akan dibocorkan kepada siapapun. Pengisian angket berlangsung sekitar 15 menit.

(36)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pengumpulan angket orang tua dilakukan 2-3 hari setelah angket dititipkan.

4. Data Kesadaran Gender Keluarga

Data Kesadaran gender diperoleh dari angket kesadaran gender yang diisi oleh orang tua. Pemberian angket dititipkan bersamaan dengan angket pola asuh, begitupun pengembaliannya.

5. Catatan Lapangan

Catatan lapangan meliputi kesan yang diperoleh selama kegiatan di lapangan. Tidak ada format khusus dalam menuliskan catatan lapangan. Catatan lapangan dikhususkan untuk melihat hal-hal menarik mengenai segala hal yang berkaitan dengan keterampilan argumentasi, pola asuh, dan kesadaran gender keluarrga, sehingga diharapkan dapat lebih memperkaya temuan studi ini.

6. Perluasan Rancangan Penelitian

(37)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pelaksanaan wawancara dilakukan pada 10 keluarga terpilih. Sebelum menanyakan pertanyaan wawancara, dijelaskan terlebih dahulu maksud kedatangan dan wawancara. Bahasa yang digunakan dalam wawancara fleksibel. Bahasa Sunda digunakan ketika terdapat keluarga yang tidak dapat menangkap sepenuhnya maksud pertanyaan wawancara. Selain wawancara kepada keluarga siswa dilakukan juga wawancara kepada salah satu tokoh adat di Kampung Naga, sebagai kampung yang masih memegang teguh budaya Sunda sebagai falsafah hidupnya. Tata laksana dan seting wawancara dengan tokoh adat sama dengan wawancara keluarga siswa.

H. Analisis dan Pengolahan Data

Semua data yang didapatkan dari instrumen penelitian (lembar argumentasi (LA), wawancara argumentatif (WA), angket pola asuh dari sudut pandang siswa (PAs), angket pola asuh dari sudut pandang orang tua (PAo), angket kesadaran gender keluarga (KS), catatan lapangan (fieldnote) pola asuh keluarga (FNPA), catatan lapangan (fieldnote) kesadaran gender keluarga (FNKG), wawancara pola asuh keluarga (WPA), dan Wawancara kesadaran gender keluarga (WKG)) dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan memerhatikan karakteristik data yang diperoleh.

(38)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Set instrumentasi keterampilan argumentasi (LA dan WA)

Analisis data yang diperoleh dari lembar argumentasi dan wawancara argumentasi siswa digunakan kriteria tingkatan keterampilan argumentasi dengan memerhatikan komponen-komponen argumentasi yang diadaptasi dari Dawson & Venville (2009) seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Tingkatan Keterampilan Argumentasi Siswa berdasarkan Komponen Argumentasi Level

keterampilan argumentasi

Deskripsi Kode Alternatif Argumen (contoh argumen)

Level 1

Hanya mengandung klaim (pernyataan, konklusi, atau proposisi). c

 Saya setuju, kloning merupakan kemajuan ilmu pengetahuan.

 Saya tidak setuju, karena kloning tidak dibenarkan hukum dan agama.

 Saya setuju, kloning memiliki sisi positif, kloning dapat dilakukan untuk kepentingan medis.

 Saya tidak setuju, terlalu banyak sisi negatif kloning, kloning tidak etis karena menentang kehendak tuhan.

 Saya setuju, kloning dapat digunakan untuk kebaikan manusia, kloning dapat memberikan keturunan bagi pasangan yang tidak memiliki keturunan.  Saya tidak setuju, kloning menentang

kekuasaan tuhan, manusia hasil kloning akan terabaikan dalam kehidupan sosial.

Level 4

 Saya setuju, kloning dapat digunakan untuk kebaikan manusia, kloning dapat memberikan keturunan bagi pasangan yang tidak memiliki keturunan, walaupun seakan menentang kehendak tuhan tetapi kloning memilki potensi manfaat untuk kebaikan yang besar seperti juga diajarkan agama untuk selalu memberikan kebaikan.  Saya tidak setuju, kloning menentang

(39)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ilmu pengetahuan tetapi lebih banyak sisi negatifnya.

Keterampilan argumentasi siswa baik lisan maupun tulisan akan dibedakan berdasarkan gender siswa yang kemudian akan dikaitkan dengan pola asuh keluarga dan wawasan keluarga tentang gender itu sendiri.

Keterampilan argumentasi yang digali melalui isu sosio-saintifik pada penelitian ini tidak melihat kedalaman konten materi yang dikuasai siswa mengenai konsep tersebut. Rasionalisasi pengabaian konten materi yang dikuasai siswa pada penelitian ini dikarenakan tujuan penelitian terbatas pada mengetahui gambaran keterampilan siswa pada kelompok budaya Sunda dan tipe penalaran yang dilakukannya untuk membentuk suatu argumen mengenai isu sosio-saintifik. Kedalaman konten materi siswa terkait dengan keterampilan argumentasi siswa pada isu sosio-saintifik dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan penelitian lanjutan. Adapun kategori tipe penalaran informal siswa yang diadaptasi dari Dawson & Venville (2009) dapat dengan jelas dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Kategori Tipe Penalaran Informal Siswa

Kategori Deskripsi Kode Contoh Argumen

Rasionalistik

 Saya setuju, kloning merupakan kemajuan ilmu pengetahuan dengan memperhatikan langkah-langkah ilmiah dalam

pelaksanaanya.

 Saya tidak setuju, kloning merupakan proses tidak alamiah karena tidak melalui fertilisasi.

 Saya setuju saja, asalkan kloning tidak menciptakan makhluk yang aneh.  Saya tidak setuju, kloning melanggar

aturan hukum dan agama. Emotif Bersifat emosional,

kepedulian, empati, simpati, E

(40)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menaruh perhatian pada efek negatif yang ditimbulkan.

 Saya tidak setuju, karena manusia hasil kloning tidak jelas status sosialnya.

Argumen-argumen yang dibentuk siswa dianalisis berdasarkan level keterampilan argumentasi kemudian diidentifikasi pula tipe pola penalaran informal yang dilakukannya dalam membentuk argumen tersebut. Tipe penalaran informal diidentifikasi dengan tujuan untuk mengetahui sudut pandang dan landasan berpikir siswa dalam menghadapi isu sosio-saintifik yang disajikan.

2. Set instrumentasi tipe pola asuh keluarga (PAs, PAo, WPA, dan FNPA) Data yang didapatkan dari angket siswa (PAs) dan orang tua (PAo) mengenai pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda dianalisis menggunakan kriteria tertentu yang dikembangkan. Poin-poin dalam setiap pertanyaan dalam angket siswa diuraikan hingga didapatkan kesimpulan pola asuh keluarga yang dominan atau kecenderungan pola asuh yang ditanamkan pada diri siswa yang dikategorikan menjadi empat pola asuh keluarga yaitu: otoriter, permisif, demokratis atau penelantar. Penentuan pola asuh keluarga dalam kelompok budaya Sunda tersebut didasarkan pada kecenderungan pola asuh dari hasil angket siswa. Kecenderungan pola asuh keluarga tidak hanya ditentukan dari PAs dan PAo, tetapi kemudian ditriangulasi atau ditentukan lebih jauh dengan menganalisis wawancara mengenai pola asuh keluarga (WPA) dan field note atau catatan yang ditemukan di lapangan yang berhubungan dengan hal tersebut (FNPA). Adapun penentuan pola asuh keluarga didasarkan pada indikator-indikator yang diadaptasi dari Jamal & Idris (1992) dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Kategorisasi dan Penentuan Pola Asuh Keluarga pada Kelompok Budaya Sunda

(41)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu asuh keluarga

Otoriter

1) Anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh membantah.

2) Orang tua cenderung mencari kesalahan-kesalahan anak dan kemudian menghukumnya.

3) Orang tua cenderung memberikan perintah dan larangan kepada anak. 4) Jika terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dan anak, maka

anak dianggap pembangkang.

5) Orang tua cenderung memaksakan segala sesuatu untuk anak dan anak hanya sebagai pelaksana.

Kategori pola

asuh keluarga Indikator penentuan pola asuh keluarga

Demokratis

1) Menentukan peraturan dan disiplin dengan memerhatikan dan mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima, dipahami, dan dimengerti oleh anak.

2) Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan dan yang tidak baik agar ditinggalkan.

3) Memberikan bimbingan dengan penuh pengertian. 4) Dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga.

5) Dapat menciptakan suasana komunikatif antar anggota keluarga.

Permisif

1) Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa pengawasan dan bimbingan dari orang tua.

2) Mendidik anak secara bebas sesuai kehendak anak. 3) Mengutamakan kebutuhan material saja.

4) Membiarkan saja apapun yang dilakukan anak (terlalu memberikan kebebasan kepada anak untuk mengatur diri sendiri tanpa ada peraturan-peraturan dan norma-norma yang digariskan orang tua). 5) Kurang sekali keakraban dan hubungan yang hangat dalam keluarga.

Penelantar

1) Tidak peduli anak bertindak apapun.

2) Mendidik anak secara acuh tak acuh, bersikap pasif, dan masa bodoh. 3) Tidak peduli atas kebutuhan jasmani dan rohani anak.

4) Tidak menetapkan peraturan apapun untuk anak dalam keluarga. 5) Hampir tidak ada keakraban dan hubungan yang hangat.

Instrumen ini dianalisis dengan melihat skala dari angket yang diberikan dengan penyekoran yang dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5

Skala Penyekoran Angket Pola Asuh Keluarga

(42)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sangat setuju 4

Setuju 3

Tidak setuju 2

Sangat tidak setuju 1

Setelah dilakukan penyekoran kemudian dilihat indikator pola asuh yang mana yang mendapat skor paling tinggi. Adapun kategori tipe pola asuh yang diadaptasi dari Jamal & Idris (1992) dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6

Kategori Tipe Pola Asuh Keluarga

Tipe Pola Asuh Jumlah Skor pada Angket

Otoriter (O) Indikator O mendapatkan skor paling besar dibanding indikator lainnya (O>D,P,L)

Demokrasi (D) Indikator D mendapatkan skor paling besar dibanding indikator lainnya (D>O,P,L)

Permisif (P) Indikator P mendapatkan skor paling besar dibanding indikator lainnya (P>D,O,L)

Penelantar (L) Indikator O mendapatkan skor paling besar dibanding indikator lainnya (L>D,P,O)

3. Set instrumentasi kesadaran / wawasan gender keluarga (KG, WKG, dan FNKG)

(43)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penentuan kesadaran gender keluarga dalam kelompok budaya Sunda tersebut didasarkan pada beberapa indikator mengenai kesadaran gender yang dikembangkan pada setiap poin pertanyaan angket seperti preferensi pendidikan untuk setiap gender, preferensi pekerjaan, pembagian beban kerja dalam keluarga, kebebasan berpendapat bagi setiap gender baik laki-laki maupun perempuan, dan kebebasan menentukan pilihan. Kecenderungan kesadaran gender keluarga tidak hanya ditentukan dari KG, tetapi kemudian ditriangulasi atau ditentukan lebih jauh dengan menganalisis wawancara mengenai kesadaran gender keluarga (WKG) dan

field note atau catatan yang ditemukan di lapangan yang berhubungan

dengan hal tersebut (FNKG).

Instrumen ini dianalisis dengan melihat jawaban dari angket yang diberikan (KG) kemudian di triangulasi dengan jawaban dari wawancara (WKG) dan field note (FNKG). Kategorisasi atauu penentuan kesadaran gender keluarga adalah sebagai berikut, jika jawaban timpang pada salah satu gender (timpang ke laki-laki atau perempuan) maka dikategorikan menjadi keluarga konservatif gender, artinya keluarga tersebut masih menggunakan persepsi bahwa laki-laki dan perempuan pada hakikatnya memang berbeda sehingga sifat, perlakuan, dan perannya pun harus dibedakan, sebaliknya jika jawaban berimbang atau setara antara laki-laki dan perempuan maka dikategorikan menjadi keluarga berwawasan gender, artinya keluarga tersebut sadar akan kesetaraan gender. Adapun

kategorisasi kesadaran gender keluarga yang diadaptasi dari Fakih (2006) dapat lebih jelas dilihat pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7

Kategorisasi Kesadaran Gender Keluarga

Tipe Kelurga Indikator

Keluarga berwawasan gender

Jika jawaban Ya dan Sebaliknya lebih banyak dijawab daripada jawaban Sama saja / Setara

(44)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Keluarga konservatif gender

Jika jawaban Sama saja / Setara lebih banyak dijawab daripada jawaban Ya dan Sebaliknya

(45)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

(46)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B. Saran

Saran yang perlu diperhatikan oleh beberapa pihak berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.

1. Bagi Guru

a. Pembelajaran yang dilakukan sebaiknya bukan hanya bertujuan meraih ketercapaian hasil belajar pada suatu konsep melainkan juga harus melatih dan mengarahkan bagaimana siswa berpikir untuk memahami konsep tersebut.

b. Penalaran merupakan fondasi yang perlu dibangun pada diri siswa agar siswa dapat memberikan argumentasi-argumentasi yang baik ketika mereka berhadapan dengan masyarakat. Oleh karena itu berpikir nalar mutlak didapatkan siswa dalam pengalaman belajar mereka.

2. Bagi Peneliti

a. Penelitian ini hanya menguraikan mengenai keterampilan argumentasi pada kelompok budaya Sunda, tetapi penelitian mengenai keterampilan argumentasi kelompok-kelompok budaya lain atau bahkan multikultural sangat mungkin dan menarik untuk dilakukan. b. Penelitian ini dilakukan dalam bidang pendidikan biologi dengan

(47)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(48)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Daftar Pustaka

Abbas, S. & Sawamura, H. (2009). “Developing an argument learning environment using agent-based ITS (ALES)”. Educational Data Mining. 3, (1), 200-209.

Acar, O., Turkmen, L., & Roychoudhury, A. (2010). “Student difficulties in socio-scientific argumentation and decision-making research findings: Crossing the borders of two research lines”. International Journal of Science Education. 32,

(9), 1191-1206.

Ahmadi, A. (1991). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Albe, V. (2008). “When scientific knowledge, daily life experience, epistemological and social considerations intersect: Studentsargumentation in group discussions on a socio-scientific issue”. Research in Science Education. 38, (1), 67-90.

American Association for the Advancement of Science. (1989). Science for all

Americans. Project 2061. New York: Oxford University Press.

American Association for the Advancement of Science. (2000). Design for Science

Literacy. Washington DC: AAAS.

Aisyah, S. (2010). “Pengaruh pola asuh orang tua terhadap tingkat agresivitas anak”.

Jurnal Medtek. 1, (2), 16-24.

Aleixandre, M. P. J. (2008). “Designing argumentation learning environments”, dalam

Argumentation in Science Education: Perspective from Classroom-Based Research. Tallahassee: Springer.

Anderson, C. (2012). “On the nature of thought processes and their relationship to the accumulation of knowledge: The process of making a diagnosis”. Dermatology Practical and Conceptual. 2 (4), 47-62.

Beck, J. (1992). Asih, Asah, Asuh, Mengasuh dan Mendidik Anak agar Cerdas. Semarang: Dahara Prize.

(49)

Bambang Ekanara, 2014

Keterampilan Argumentasi Siswa Sekolah Menengah Atas : Studi Tentang Keterampilan Pembentukan Klaim Mengenai Isu Sosio-Saintifik Siswa Sekolah Menengah Atas Pada Kelompok Budaya Sunda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Campbell, N. A., Reece, J. B., Urry, L. A., Cain, M. L., Wasserman, S. A., Minorsky, P. V., & Jackson, R. B. (2012). Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Caplan, P. (1987). Cultural Construction of Sexuality. London: Tavistock publication. Chin, C. & Osborne, J. (2010). “Students’ questions and discursive interaction: How

they impact argumentation during collaborative group discussions in science”.

Contemporary Science Education Research: Learning and Assessment. 1, (2),

3-12.

Christensen, C. (2001). “Scientific literacy for a risky society”. Designing educational

Research: Theories, Methods, and Practices. 1, (2), 141-154.

Council of Ministers of Education Canada. (1997). Common Framework of Science

Learning Outcomes K to 12. Toronto: Minister of Education.

Creswell, J. W. (2009). Research Design. Los Angeles: Sage publication.

Curriculum Council of Western Australia. (1998). The Curriculum Framework for

Kindergarten to Year 12 Education in Western Australia. Perth: CCWA.

Daradjat, Z. (1995). Pendidikan Islam Keluarga dan Sekolah. Jakarta: CV Ruhama.

Dawson, V. M. (2007). “An exploration of high school (12-17 years old) student’ understandings of, and attitudes towards biotechnology processes”. Research in Science Education. 37, (1), 59-73.

Dawson, V., & Venville, G. J. (2009). “High-school student’ informal reasoning and argumentation about biotechnology: An indicator of scientific literacy?”.

International Journal of Science Education. 31, (11), 1421-1445.

Dawson, V., & Venville, G. J. (2010). “Teaching strategies for developing student’ argumentation skills about socioscientific issues in high school genetics”.

Research in Science Education. 40, (1), 133-148.

Gambar

Tabel 3.1  Jenis Instrumen yang Digunakan dalam Penelitian
Gambar 3.1 Paradigma Penelitian Naturalistik (sumber: Lincoln & Guba, 1985)
Tabel 3.2  Tingkatan Keterampilan Argumentasi Siswa berdasarkan Komponen Argumentasi
Tabel 3.3 Kategori Tipe Penalaran Informal Siswa
+3

Referensi

Dokumen terkait

Keseimbangan sangat dibutuhkan oleh setiap pemain dalam permainan sepak bola terutama pada saat melakukan pergerakan yang berlangsung cepat seperti salah satunya pada saat

UN IVERSITAS N EGERI YOGYAKARTA Atamat: Kampus

Penelitian dengan pendekatan verifikatif ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh pajak tangguhan dan bonus plan terhadap Transfer Pricing pada

Hasil dan kesimpulan dari penelitian ini yaitu terdapat pengaruh dan perbedaan kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif sebelum dan sesudah dilakukan terapi visual

Memposisikan ilmu sebagai al-‘aqabah atau rintangan dalam ibadah merupakan hasil sebuah renungan pemikiran yang mendalam. Satu sisi ilmu itu dibutuhkan

Selain itu, generasi muda juga memiliki kemampuan organisasi yang tinggi sehingga berpeluang mengawal perubahan melalui gerakan sosial yang positif.. Hal ini menarik untuk

Herein most of the authors from the early centuries of Islam belonged to non-Muslim societies, cultures, or religions. The primary intent of many early works was to inform

Data dalam hasil penelitian tindakan kelas ini diperoleh dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu observasi untuk siswa dan guru, interview atau