• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Data

1. Mengumpulkan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Data kinerja keuangan bank dan data risiko nilai tukar sebelum Pemerintahan Jokowi (periode tahun 2010 sampai dengan 2013).

b. Data kinerja keuangan bank dan data risiko nilai tukar saat Pemerintahan Jokowi (periode tahun 2014).

Total keseluruhan populasi yang digunakan untuk periode sebelum Pemerintahan Jokowi (periode tahun 2010-2013) adalah 25 bank. Metode pengambilan sampel untuk periode ini menggunakan teknik random sampling dengan penentuan jumlah sampel rumus Slovin (Umar: 2004), yaitu sebagai berikut:

n = =

=

23,529 bank 24 bank Keterangan N : Populasi sasaran

e2 : Batas ketelitian yang diinginkan

Daftar bank yang menjadi sampel untuk periode sebelum Pemerintahan Jokowi (periode tahun 2010-2013) dapat dilihat pada bagian lampiran I. Sedangkan untuk periode saat Pemerintahan Jokowi total keseluruhan

populasi sasaran ada sebanyak 28 bank dan seluruh bank dalam populasi sasaran untuk periode saat Pemerintahan Jokowi akan menjadi sampel dalam penelitian ini. Daftar bank yang menjadi sampel untuk periode saat Pemerintahan Jokowi (periode tahun 2014) dapat dilihat pada bagian lampiran II. Daftar data mengenai risiko nilai tukar bank sebelum Pemerintahan Jokowi (periode tahun 2010-2013) dapat dilihat pada bagian lampiran III. Data mengenai kinerja keuangan (yang dalam penelitian ini diukur melalui laba bersih setelah pajak bank) untuk periode tahun 2010-2013, dapat dilihat pada bagian lampiran IV. Sedangkan untuk data mengenai risiko nilai tukar bank saat Pemerintahan Jokowi (periode tahun 2014) dapat dilihat pada lampiran V. Data mengenai kinerja keuangan bank untuk periode tahun 2014 dapat dilihat pada bagian lampiran VI.

2. Melakukan Uji Statistik Deskriptif

a. Statistik Deskriptif Risiko Nilai Tukar Sebelum Pemerintahan Jokowi

Tabel dibawah ini menunjukkan hasil uji statistik deskriptif risiko nilai tukar bank sebelum Pemerintahan Jokowi.

Tabel 5.1 Statistik Deskriptif Risiko Nilai Tukar Bank Sebelum Jokowi

Risiko2010 Risiko2011 Risiko2012 Risiko2013

N Valid 24 24 24 24 Missing 0 0 0 0 Mean 100178797370 112786653575 129333023132 167727977357 Range 731590000000 802337000000 1095671000000 2165604000000 Minimum -1281000000 -2421000000 -10312000000 -138562000000 Maximum 730309000000 799916000000 1085359000000 2027042000000

Grafik 5.1 Grafik Risiko Nilai Tukar Bank Sebelum Jokowi

Sumber: Data sekunder yang sudah diolah, 2016

Pada tabel 5.1 angka 24 menunjukkan jumlah data yang valid (sah untuk diproses), sedangkan angka nol (0) menunjukkan jumlah data yang hilang (missing). Hal ini berarti semua data diproses dan tidak ada data yang hilang. Rata-rata risiko nilai tukar 2010 adalah Rp 100.178.797.370,00 dengan range yang merupakan jarak antara nilai maksimum dan minimum sebesar Rp 731.590.000.000,00. Risiko nilai tukar tertinggi pada 2010 yang dialami oleh bank-bank yang menjadi

Rp(500,000,000,000) Rp500,000,000,000 Rp1,000,000,000,000 Rp1,500,000,000,000 Rp2,000,000,000,000 Rp2,500,000,000,000

sampel penelitian adalah Rp 730.309.000.000,00. Risiko tersebut dialami oleh Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dengan kode emiten BBRI, sedangkan risiko nilai tukar bank terendah selama tahun 2010 adalah Rp (1.281.000.000,00). Risiko tersebut dialami oleh Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk dengan kode SDRA.

Rata-rata risiko nilai tukar 2011 adalah Rp 112.786.653.575,00 dengan range yang merupakan jarak antara nilai maksimum dan minimum sebesar Rp 802.337.000.000,00. Risiko nilai tukar tertinggi pada 2011 yang dialami oleh bank-bank yang menjadi sampel penelitian adalah Rp 799.916.000.000,00. Risiko tersebut dialami oleh Bank Mandiri (Persero) Tbk dengan kode emiten BMRI, sedangkan risiko nilai tukar bank terendah selama tahun 2011 adalah Rp (2.421.000.000,00). Risiko tersebut dialami oleh Bank Capital Indonesia Tbk dengan kode BACA.

Rata-rata risiko nilai tukar 2012 adalah Rp 129.333.023.132,00 dengan range yang merupakan jarak antara nilai maksimum dan minimum sebesar Rp 1.095.671.000.000,00. Risiko nilai tukar tertinggi pada 2012 yang dialami oleh bank-bank yang menjadi sampel penelitian adalah Rp 1.085.359.000.000,00. Risiko tersebut dialami oleh Bank Mandiri (Persero) Tbk dengan kode emiten BMRI, sedangkan risiko nilai tukar bank terendah selama tahun 2012 adalah Rp (10.312.000.000,00). Risiko tersebut dialami oleh Bank J Trust Indonesia Tbk dengan kode BCIC.

Rata-rata risiko nilai tukar 2013 adalah Rp 167.727.977.357,00 dengan range yang merupakan jarak antara nilai maksimum dan minimum sebesar Rp 2.165.604.000.000,00. Risiko nilai tukar tertinggi pada 2013 yang dialami oleh bank-bank yang menjadi sampel penelitian adalah Rp 2.027.042.000.000,00. Risiko tersebut dialami oleh Bank Mandiri (Persero) Tbk dengan kode emiten BMRI, sedangkan risiko nilai tukar bank terendah selama tahun 2013 adalah Rp (138.562.000.000,00). Risiko tersebut dialami oleh Bank Danamon Indonesia Tbk dengan kode BDMN.

Pada grafik 5.1 dapat dilihat bahwa dari seluruh bank yang menjadi sampel untuk periode sebelum Pemerintahan Jokowi (Tahun 2010-2013) ada bank yang mengalami kenaikan risiko nilai tukar dari tahun ke tahun, ada pula bank yang justru mengalami penurunan risiko nilai tukar dari tahun ke tahun. Ada sekitar 14 bank yang mengalami kenaikan risiko nilai tukar, yaitu bank dengan kode emiten AGRO, BABP, BBCA, BBNI, BBNP, BBRI, BKSW, BMRI, BNBA, BNII, INPC, MAYA, NISP, PNBN dan SDRA, sedangkan 6 bank justru mengalami penurunan, yaitu bank dengan kode emiten BCIC, BDMN, BNGA, BSIM, MCOR dan MEGA serta sisanya sebanyak 3 bank selama periode tahun 2010-2013 risiko nilai tukar mengalami fluktuatif, yaitu bank dengan kode emiten BACA, BBKP, dan BSWD.

b. Statistik Deskriptif Kinerja Keuangan Sebelum Pemerintahan Jokowi

Tabel dibawah ini menunjukkan hasil uji statistik deskriptif kinerja keuangan bank sebelum Pemerintahan Jokowi.

Tabel 5.2 Statistik Deskriptif Kinerja Keuangan Bank Sebelum Jokowi

Laba2010 Laba2011 Laba2012 Laba2013

N Valid 24 24 24 24 Missing 0 0 0 0 Mean 1815133596799 2384541836193 2904781464607 3285209333529 Range 11471173000000 15183322879000 18716879000000 22490375000000 Minimum 1212000000 -95326879000 -29499000000 -1136045000000 Maximum 11472385000000 15087996000000 18687380000000 21354330000000

Sumber: Data sekunder yang sudah diolah, 2016

Grafik 5.2 Grafik Kinerja Keuangan Bank Sebelum Jokowi

Sumber: Data sekunder yang sudah diolah, 2016 -5000000000000 0 5000000000000 10000000000000 15000000000000 20000000000000 25000000000000

Pada tabel 5.2 angka 24 menunjukkan jumlah data yang valid (sah untuk diproses), sedangkan angka nol (0) menunjukkan jumlah data yang hilang (missing). Hal ini berarti semua data diproses dan tidak ada data yang hilang. Rata-rata laba bersih setelah pajak tahun 2010 adalah Rp 1.815.133.596.799,00 dengan range yang merupakan jarak antara nilai maksimum dan minimum sebesar Rp 11.471.173.000.000,00. Laba bersih setelah pajak tertinggi pada tahun 2010 yang dialami oleh bank-bank yang menjadi sampel penelitian adalah Rp 11.472.385.000.000,00. Laba tersebut dialami oleh Bank Rakyat Indonesia (Persero)Tbk dengan kode emiten BBRI, sedangkan laba bersih setelah pajak terendah selama tahun 2010 adalah Rp 1.212.000.000,00. Laba tersebut dialami oleh Bank QNB Indonesia Tbk dengan kode BKSW.

Rata-rata laba bersih setelah pajak tahun 2011 adalah Rp 2.384.541.836.193,00 dengan range yang merupakan jarak antara nilai maksimum dan minimum sebesar Rp 15.183.322.879.000,00. Laba bersih setelah pajak tertinggi pada tahun 2011 yang dialami oleh bank-bank yang menjadi sampel penelitian adalah Rp 15.087.996.000.000,00. Laba tersebut dialami oleh Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dengan kode emiten BBRI, sedangkan laba bersih setelah pajak terendah selama tahun 2011 adalah Rp (95.326.879.000,00). Laba tersebut dialami oleh Bank MNC Internasional Tbk dengan kode BABP.

Rata-rata laba bersih setelah pajak tahun 2012 adalah Rp 2.904.781.464.607,00 dengan range yang merupakan jarak antara nilai

maksimum dan minimum sebesar Rp 18.716.879.000.000,00. Laba bersih setelah pajak tertinggi pada tahun 2012 yang dialami oleh bank-bank yang menjadi sampel penelitian adalah Rp 18.687.380.000.000,00. Laba tersebut dialami oleh Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dengan kode emiten BBRI, sedangkan laba bersih setelah pajak terendah selama tahun 2012 adalah Rp (29.499.000.000,00). Laba tersebut dialami oleh Bank QNB Indonesia Tbk dengan kode BKSW.

Rata-rata laba bersih setelah pajak tahun 2013 adalah Rp 3.285.209.333.529,00 dengan range yang merupakan jarak antara nilai maksimum dan minimum sebesar Rp 22.490.375.000.000,00. Laba bersih setelah pajak tertinggi pada tahun 2013 yang dialami oleh bank-bank yang menjadi sampel penelitian adalah Rp 21.354.330.000.000,00. Laba tersebut dialami oleh Bank Rakyat Indonesia (Persero)Tbk dengan kode emiten BBRI, sedangkan laba bersih setelah pajak terendah selama tahun 2013 adalah Rp (1.136.045.000.000,00). Laba tersebut dialami oleh Bank J Trust Indonesia Tbk dengan kode BCIC.

Pada grafik 5.2 dapat dilihat bahwa dari seluruh bank yang menjadi sampel untuk periode sebelum Pemerintahan Jokowi (Tahun 2010-2013) sebagian besar bank mengalami kenaikan kinerja keuangan dari tahun ke tahun, namun ada pula bank yang justru mengalami penurunan kinerja keuangan dari tahun ke tahun. Ada sekitar 17 bank yang mengalami kenaikan kinerja keuangan, yaitu bank dengan kode emiten ARGO, BACA, BBCA, BBKP, BBNI, BBNP, BBRI, BDMN, BMRI, BNGA,

BNII, BSWD, INPC, MAYA, NSIP, PNBN, dan SDRA, sedangkan ada 4 bank justru mengalami penurunan, yaitu bank dengan kode emiten BCIC, BSIM, MCOR, dan MEGA, serta sisanya sebanyak 3 bank selama periode tahun 2010-2013 kinerja keuangannya mengalami fluktuatif, yaitu bank dengan kode emiten BABP, BKSW dan BNBA. Pada grafik tersebut dapat diketahui bahwa selama tahun 2010-2013 Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk selalu mendapatkan laba bersih setelah pajak tertinggi diantara bank-bank lain yang menjadi sampel penelitian.

c. Statistik Deskriptif Risiko Nilai Tukar Saat Pemerintahan Jokowi Tabel dibawah ini menunjukkan hasil uji statistik deskriptif risiko nilai tukar bank saat Pemerintahan Jokowi.

Tabel 5.3 Statistik Deskriptif Risiko Nilai Tukar Bank Saat Jokowi N Valid 28 Missing 0 Mean 49978455414 Range 832944000000 Minimum -87205000000 Maximum 745739000000

Grafik 5.3 Grafik Risiko Nilai Tukar Bank Saat Jokowi

Sumber: Data sekunder yang sudah diolah, 2016

Pada tabel 5.3 angka 28 menunjukkan jumlah data yang valid (sah untuk diproses), sedangkan angka nol (0) menunjukkan jumlah data yang hilang (missing). Hal ini berarti semua data diproses dan tidak ada data yang hilang. Rata-rata risiko nilai tukar adalah Rp 49.978.455.414,00 dengan range yang merupakan jarak antara nilai maksimum dan minimum sebesar Rp 832.944.000.000,00. Risiko nilai tukar tertinggi pada saat Pemerintahan Jokowi yang dialami oleh bank-bank yang menjadi sampel penelitian adalah Rp 745.739.000.000,00. Risiko tersebut dialami oleh Bank Negara Indonesia (Persero)Tbk dengan kode emiten BBNI pada tahun 2014, sedangkan risiko nilai tukar bank

Rp(200,000,000,000) Rp(100,000,000,000) Rp100,000,000,000 Rp200,000,000,000 Rp300,000,000,000 Rp400,000,000,000 Rp500,000,000,000 Rp600,000,000,000 Rp700,000,000,000 Rp800,000,000,000 A G RO A G RS BA BP BA CA BBCA BBK P BBMD BBN I BBN P BBRI BCIC BD MN BJ BR BJ T M BK SW BMRI BN BA BN G A BN II BSIM BSW D IN P C MA Y A MCO R ME G A N IS P PN BN SD RA

Risiko Nilai Tukar Saat Jokowi

terendah tahun 2014 adalah Rp (87.205.000.000,00). Risiko tersebut dialami oleh Bank NISP OCBC Tbk dengan kode NISP pada tahun 2014.

Pada grafik 5.3 dapat dilihat bahwa untuk periode saat Pemerintahan Jokowi (Tahun 2014) sebagian besar bank memiliki risiko nilai tukar dengan tren positif pada tahun 2014, namun ada pula bank yang justru mengalami tren negatif pada tahun 2014. Ada 21 bank yang mengalami risiko nilai tukar dengan tren positif pada tahun 2014, yaitu bank dengan kode emiten AGRO, AGRS, BABP, BACA, BBCA, BBKP, BBNI, BBNP, BBRI, BCIC, BJBR, BKSW, BNBA, BNII, BSWD, INPC, MAYA, MCOR, MEGA, PNBN, dan SDRA, sedangkan ada 7 bank yang memiliki risiko nilai tukar dengan tren negatif, yaitu bank dengan kode emiten BBMD, BDMN, BJTM, BMRI, BNGA, BSIM, NISP.

d. Statistik Deskriptif Kinerja Keuangan Saat Pemerintahan Jokowi Tabel dibawah ini menunjukkan hasil uji statistik deskriptif kinerja keuangan bank saat Pemerintahan Jokowi.

Tabel 5.4 Statistik Deskriptif Kinerja Keuangan Bank Saat Jokowi N Valid 28 Missing 0 Mean 3084188522012 Range 24915851000000 Minimum -662006000000 Maximum 24253845000000

Grafik 5.4 Grafik Kinerja Keuangan Bank Saat Jokowi

Sumber: Data sekunder yang sudah diolah, 2016

Pada tabel 5.4 angka 28 menunjukkan jumlah data yang valid (sah untuk diproses), sedangkan angka nol (0) menunjukkan jumlah data yang hilang (missing). Hal ini berarti semua data diproses dan tidak ada data yang hilang. Rata-rata laba bersih setelah pajak adalah Rp 3.084.188.522.012,00 dengan range yang merupakan jarak antara nilai maksimum dan minimum sebesar Rp 24.915.851.000.000,00. Laba bersih setelah pajak tertinggi pada saat Pemerintahan Jokowi yang dialami oleh bank-bank yang menjadi sampel penelitian adalah Rp 24.253.845.000.000,00. Laba tersebut dialami oleh Bank Rakyat Indonesia (Persero)Tbk dengan kode emiten BBRI pada tahun 2014,

Rp(5,000,000,000,000) Rp5,000,000,000,000 Rp10,000,000,000,000 Rp15,000,000,000,000 Rp20,000,000,000,000 Rp25,000,000,000,000 Rp30,000,000,000,000 A G RO A G RS BA BP BA CA BBCA BBK P BBMD BBN I BB N P BBRI BCIC BD MN BJ BR BJ T M BK SW BMRI BN BA BN G A BN II BSIM BSW D IN P C MA Y A MCO R ME G A N IS P PN BN SD RA

Kinerja Keuangan Bank Saat Jokowi

sedangkan laba bersih setelah pajak terendah tahun 2014 adalah Rp (662.006.000.000,00). Laba tersebut dialami oleh Bank J Trust Indonesia Tbk dengan kode BCIC pada tahun 2014.

Pada grafik 5.4 dapat dilihat bahwa untuk periode saat Pemerintahan Jokowi (Tahun 2014) sebagian besar bank memiliki kinerja keuangan (dalam hal ini diukur dengan laba bersi setelah pajak) dengan tren positif pada tahun 2014, namun ada pula bank yang justru mengalami tren negatif pada tahun 2014. Ada 26 bank yang memiliki kinerja keuangan dengan tren positif pada tahun 2014, yaitu bank dengan kode emiten AGRO, AGRS, BACA, BBCA, BBKP, BBMD, BBNI, BBNP, BBRI, BDMN, BJBR, BJTM, BKSW, BMRI, BNBA, BNGA, BNII, BSIM, BSWD, INPC, MAYA, MCOR, MEGA, NSIP, PNBN, dan SDRA, sedangkan sisanya ada 2 bank yang memiliki kinerja keuangan dengan tren negatif, yaitu bank dengan kode emiten BABP dan BCIC. 3. Melakukan Pengujian Hipotesis

a. Uji Korelasi Sebelum Pemerintahan Jokowi

Tabel dibawah ini menunjukkan hasil uji korelasi antara risiko nilai tukar dengan kinerja keuangan bank sebelum Pemerintahan Jokowi.

Tabel 5.5 Hasil Uji Korelasi Risiko Nilai Tukar Tahun Dengan Kinerja Keuangan Bank Sebelum Pemerintahan Jokowi Tahun Pearson Corelation Keeratan Korelasi Sig. (2-tailed)

2010 0,937** Sangat Kuat 0,000

2011 0,665** Kuat 0,000

2012 0,731** Kuat 0,000

2013 0,697** Kuat 0,000

b. Uji Korelasi Saat Pemerintahan Jokowi

Tabel dibawah ini menunjukkan hasil uji korelasi antara risiko nilai tukar dengan kinerja keuangan bank sebelum Pemerintahan Jokowi.

Tabel 5.6 Hasil Uji Korelasi Risiko Nilai Tukar Tahun Dengan Kinerja Keuangan Bank Saat Pemerintahaan Jokowi

Risiko 2014 Laba 2014 Risiko 2014 Pearson Correlation 1 0,381* Sig. (2-tailed) 0,045 N 28 28 Laba 2014 Pearson Correlation 0,381* 1 Sig. (2-tailed) 0,045 N 28 28

Sumber: Data sekunder yang sudah diolah, 2016

Dokumen terkait