• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

B. Analisis Data

Bab I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah,

batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta

Bab II : Landasan Teori

Bab ini menjelaskan landasan teori yang digunakan dalam

penelitian yang terdiri atas: tinjauan pustaka, penelitian terdahulu,

kerangka pemikiran, serta perumusan hipotesis.

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini terdiri atas: jenis penelitian, subjek dan objek penelitian,

tempat penelitian, definisi operasional variabel, desain penelitian,

populasi dan sampel, data, teknik pengumpulan data, serta teknik

analisis data.

Bab IV : Gambaran Umum KPP Pratama Sleman

Bab ini menjelaskan secara garis besar KPP Pratama Sleman

seperti: sejarah, visi-misi dan motto pelayanan, serta struktur

organisasi.

Bab V : Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini terdiri atas: deskripsi data, analisis data, serta

pembahasan.

Bab VI : Penutup

Bab ini terdiri atas: kesimpulan, keterbatasan penelitian, serta

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Pajak

Banyak pihak mengemukakan pendapatnya tentang definisi atau

pengertian pajak, di antaranya para tokoh pendidikan dan negara

(melalui peraturan perundang-undangan). Menurut Prof. Dr. Rochmat

Soemitro, SH dalam Mardiasmo (2011:1), “Pajak adalah iuran rakyat

kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat

ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki

unsur-unsur: (1) iuran dari rakyat kepada negara, (2) berdasarkan

Undang-Undang, (3) tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang

secara langsung dapat ditunjuk, dalam pembayaran pajak tidak dapat

ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah, (4)

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni

pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Definisi pajak yang

dikemukakan oleh Prof. Dr. P.J.A. Adriani dalam Rahayu (2010:22),

sebagai berikut:

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Pengertian pajak yang dikemukakan oleh dua tokoh tersebut

tidak jauh berbeda dengan pengertian pajak yang termuat dalam

peraturan perundang-undangan perpajakan. Menurut Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2007, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara

yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Fungsi Pajak

Pajak yang dipungut dari masyarakat tentunya memiliki fungsi

terendiri. Menurut Mardiasmo (2011:1-2), terdapat dua fungsi pajak,

yaitu: (1) Fungsi Budgetair dan (2) Fungsi Mengatur (Regulerend).

Fungsi Budgetair yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah

untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Fungsi Mengatur

(Regulerend) yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau

melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan

ekonomi, contohnya pajak yang tinggi dikenakan terhadap

3. Sistem Pemungutan Pajak

Negara memerlukan sistem pemungutan pajak yang baik agar

pemungutan yang dilakukan bisa berjalan dengan optimal. Menurut

Mardiasmo (2011:7-8), sistem pemungutan pajak dibagi menjadi tiga,

yaitu: (1) Official Assessment System, (2) Self Assessment System, dan

(3) With Holding System. Official Assessment System merupakan sistem

pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah

(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib

Pajak. Ciri-ciri dari sistem ini adalah wewenang untuk menentukan

besarnya pajak terutang ada pada fiskus, Wajib Pajak bersifat pasif,

utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh

fiskus. Self Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak

yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan

sendiri pajak yang terutang. Ciri-ciri dari sistem ini adalah wewenang

untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak

sendiri, Wajib Pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor, dan

melaporkan sendiri pajak yang terutang, fiskus tidak ikut campur dan

hanya mengawasi. With Holding System merupakan sistem pemungutan

pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan

bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya

pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-ciri dari sistem ini adalah

wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak

4. Hambatan Pemungutan Pajak

Masyarakat tidak mendapatkan kontraprestasi langsung atas pajak

yang telah dibayarnya. Hal ini membuat pemungutan pajak tidak bisa

dilakukan dengan mudah. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh

negara mengalami beberapa hambatan. Menurut Mardiasmo (2011:8-9),

hambatan terhadap pemungutan pajak dibagi menjadi dua kelompok,

yaitu: (1) Perlawanan Pasif dan (2) Perlawanan Aktif. Perlawanan pasif

ditandai dengan masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat

disebabkan antara lain: (a) perkembangan intelektual dan moral

masyarakat, (b) sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami

masyarakat, (c) sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan

dengan baik. Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan

yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk

menghindari pajak. Bentuk dari perlawanan aktif antara lain: (a) Tax

avoidance yaitu usaha meringankan beban pajak dengan tidak

melanggar Undang-Undang, dan (b) Tax evasion yaitu usaha

meringankan beban pajak dengan cara melanggar Undang-Undang

5. Wajib Pajak

Wajib Pajak merupakan unsur penting dalam perpajakan.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, Wajib Pajak adalah

orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak,

dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Wajib Pajak memiliki beberapa hak dan kewajiban seperti yang

dirangkum Mardiasmo (2011:56-57). Kewajiban yang dimiliki Wajib

Pajak antara lain:

a) Mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak

(NPWP).

b) Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena

Pajak (PKP).

c) Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.

d) Mengisi dengan benar SPT dan memasukkan ke Kantor Pelayanan

Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan.

e) Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan.

f) Jika diperiksa wajib:

1) Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan,

dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang

berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan

usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang

2) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan

yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran

pemeriksaan.

3) Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau

dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat

oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban

untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk

keperluan pemeriksaan.

Hak yang dimiliki Wajib Pajak antara lain:

a) Mengajukan surat keberatan dan surat banding.

b) Menerima tanda bukti pemasukan SPT.

c) Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan.

d) Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT.

e) Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran

pembayaran pajak.

f) Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam

surat ketetapan pajak.

g) Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

h) Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi,

serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.

i) Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban

pajaknya.

6. Surat Pemberitahuan (SPT)

Wajib Pajak membutuhkan sarana untuk melaporkan pajaknya.

Sarana yang dapat digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan

pajaknya adalah Surat Pemberitahuan (SPT). Menurut Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2007, Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh

Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau

pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau

harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat

Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa

Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata

uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor

Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan

atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

243/PMK.03/2014, SPT dibedakan menjadi dua, meliputi:

a) SPT Tahunan Pajak Penghasilan.

b) SPT Masa yang terdiri dari:

1) SPT Masa Pajak Penghasilan.

2) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai.

3) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak

Surat Pemberitahuan (SPT) tersebut dapat berbentuk formulir kertas

(hardcopy) atau e-SPT.

SPT memiliki batas waktu penyampaian yang diatur dalam

Undang-Undang. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007,

batas waktu penyampaian SPT adalah:

a) Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari

setelah akhir Masa Pajak.

b) Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib

Pajak Orang Pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun

Pajak.

c) Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib

Pajak Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun

Pajak.

Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan dengan berbagai

cara. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-29/PJ/2014

tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan

Tahunan mengatur bahwa Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT

Tahunan dengan cara:

a) Langsung.

Penyampaian SPT Tahunan secara langsung dapat dilakukan di

Tempat Pelayanan Terpadu (TPT), Pojok Pajak, Mobil Pajak atau

Drop Box yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

amplop atau kemasan lainnya. Penyampaian SPT Tahunan secara

langsung harus dilakukan di TPT KPP tempat Wajib Pajak

terdaftar, dalam hal:

1) SPT Tahunan lebih bayar.

2) SPT Tahunan pembetulan.

3) SPT Tahunan yang disampaikan setelah batas waktu

penyampaian SPT.

4) SPT Tahunan dalam bentuk e-SPT.

5) SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.

b) Dikirim melalui pos dengan bukti pengiriman surat ke Kantor

Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Penyampaian SPT

Tahunan melalui pos dilakukan dalam amplop tertutup yang telah

dilekati lembar informasi amplop SPT Tahunan yang berisi data

sebagai berikut:

1) Nama Wajib Pajak.

2) Nomor Pokok Wajib Pajak.

3) Tahun Pajak.

4) Status SPT (Nihil/Kurang Bayar/Lebih Bayar).

5) Jenis SPT (SPT Tahunan/SPT Tahunan Pembetulan Ke-…).

6) Nomor Telepon.

7) Pernyataan.

c) Dikirim melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan

bukti pengiriman surat ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib

Pajak terdaftar. Penyampaian SPT Tahunan melalui jasa ekspedisi

atau kurir dilakukan dalam amplop tertutup yang telah dilekati

lembar informasi amplop SPT Tahunan yang berisi data sama

dengan cara penyampaian melalui pos.

d) E- Filing melalui website Direktorat Jenderal Pajak

(www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi/Application Service

Provider (ASP).

7. Kepatuhan Pajak

Self Assessment System yang diterapkan di Indonesia menuntut

peran aktif Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Hal ini menjadikan kepatuhan pajak sebagai hal yang sangat penting

dalam mewujudkan keberhasilan penerimaan pajak. Safri Nurmantu

seperti dikutip oleh Rahayu (2010:138) mengatakan bahwa, kepatuhan

perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana Wajib

Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak

perpajakannya.

Ada dua macam kepatuhan, yaitu (1) Kepatuhan Formal dan (2)

Kepatuhan Material. Kepatuhan Formal adalah suatu keadaan di mana

Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan

adalah suatu keadaan di mana Wajib Pajak secara substantive atau

hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yaitu

sesuai isi dan jiwa Undang-Undang perpajakan. Kepatuhan Material

dapat juga meliputi Kepatuhan Formal. Sebagai contoh, ketentuan batas

waktu penyampaian SPT Tahunan PPh WPOP adalah tanggal 31 Maret.

Apabila Wajib Pajak telah menyampaikan SPT Tahunan PPh sebelum

atau pada tanggal 31 Maret maka Wajib Pajak tersebut telah memenuhi

Kepatuhan Formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi

Kepatuhan Material. Wajib Pajak yang memenuhi Kepatuhan Material

adalah Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap dan benar SPT

sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke Kantor Pelayanan Pajak

sebelum batas waktu terakhir.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

74/PMK.03/2012, Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang

selanjutnya disebut sebagai Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan, meliputi:

1) Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan tepat waktu dalam

3 (tiga) tahun terakhir.

2) Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat dalam

tahun terakhir untuk Masa Pajak Januari sampai November

tidak lebih dari 3 (tiga) Masa Pajak untuk setiap jenis pajak

3) Seluruh Surat Pemberitahuan Masa dalam tahun terakhir untuk

Masa Pajak Januari sampai November telah disampaikan.

4) Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat telah disampaikan

tidak lewat dari batas waktu penyampaian Surat

Pemberitahuan Masa Pajak berikutnya.

b) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak,

kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur

atau menunda pembayaran pajak. Tidak mempunyai tunggakan

pajak yang dimaksud adalah keadaan Wajib Pajak pada tanggal 31

Desember tahun sebelum penetapan sebagai Wajib Pajak Patuh.

c) Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga

pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa

Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.

d) Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang

perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

Penelitian ini berfokus pada kepatuhan penyampaian SPT

Tahunan PPh WPOP. Wajib Pajak Orang Pribadi dikatakan patuh

apabila menyampaikan SPT Tahunan PPh sesuai aturan

perundang-undangan. WPOP yang patuh adalah Wajib Pajak yang menyampaikan

SPT Tahunan PPh paling lambat tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak

Kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan PPh

diukur menggunakan Rasio Kepatuhan Penyampaian SPT Tahunan

Pajak Penghasilan. Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak

Nomor: SE-08/PJ/2014 tentang Target Rasio Kepatuhan Penyampaian

Surat Pemberitahuan PPh pada Tahun 2014, Rasio Kepatuhan

Penyampaian SPT Tahunan PPh adalah perbandingan antara jumlah

seluruh SPT Tahunan PPh yang diterima selama tahun 2014 (tidak

termasuk pembetulan SPT Tahunan PPh) dengan jumlah Wajib Pajak

terdaftar wajib SPT Tahunan PPh per 31 Desember 2013.

SPT Tahunan PPh diterima Rasio Kepatuhan

Penyampaian SPT Tahunan PPh

=

Wajib Pajak terdaftar wajib SPT Tahunan PPh

× 100%

Sumber: SE-08/PJ/2014

Rasio ini digunakan untuk menghitung kepatuhan penyampaian

SPT Tahunan PPh seluruh Wajib Pajak. Penelitian ini hanya meneliti

kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh WPOP sehingga jumlah

SPT Tahunan yang digunakan dalam perhitungan rasio ini adalah SPT

Tahunan PPh WPOP dan jumlah Wajib Pajak yang digunakan adalah

8. E-Filing

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggulirkan terobosan baru

penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) yang bertujuan untuk

meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan

kewajiban perpajakannya. Terobosan ini berupa fasilitas penyampaian

SPT menggunakan e-Filing. Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak

Nomor: PER-1/PJ/2014 tentang Tata Cara Penyampaian Surat

Pemberitahuan Tahunan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang

Menggunakan Formulir 1770S atau 1770SS secara e-Filing melalui

Website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id), e-Filing adalah

suatu cara penyampaian SPT Tahunan secara elektronik yang dilakukan

secara online dan real time melalui internet pada website Direktorat

Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi atau

Application Service Provider (ASP). E-Filing memberikan kemudahan

bagi Wajib Pajak dalam pembuatan dan penyampaian SPT kepada DJP

secara lebih mudah, lebih cepat, dan lebih murah. Tujuan utama

penerpan e-Filing adalah:

a) Menyediakan fasilitas penyampaian SPT secara elektronik kepada

Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT

kapan saja dan di mana saja. Hal ini akan memangkas biaya dan

waktu yang dibutuhkan oleh Wajib Pajak untuk mempersiapkan,

memproses, dan menyampaikan SPT ke Kantor Pajak secara benar

b) Memberikan dukungan kepada Kantor Pajak dalam hal percepatan

penerimaan SPT, perampingan kegiatan administrasi, pendataan,

distribusi dan pengarsipan SPT.

c) Meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak sehingga jumlah

Wajib Pajak diharapkan akan meningkat serta penerimaan negara

dapat tercapai.

Saat ini, e-Filing melalui website DJP melayani penyampaian dua

jenis SPT, yaitu: (1) SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

Formulir 1770S dan (2) SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

Formulir 1770SS. Formulir 1770S digunakan oleh WPOP yang sumber

penghasilannya diperoleh dari satu atau lebih pemberi kerja dan

memiliki penghasilan lainnya yang bukan dari kegiatan usaha dan/atau

pekerjaan bebas. Contoh Wajib Pajak yang menggunakan formulir ini

adalah karyawan, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional

Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), serta pejabat

negara lainnya, yang memiliki penghasilan lainnya antara lain sewa

rumah, honor pembicara/pengajar/pelatih dan sebagainya. Formulir

1770SS digunakan oleh WPOP yang mempunyai penghasilan selain

dari usaha dan/atau pekerjaan bebas yang diperoleh dari satu atau lebih

pemberi kerja dengan jumlah penghasilan bruto tidak lebih dari Rp

E-Filing melalui website DJP memberikan beberapa keuntungan.

Keuntungan menggunakan e-Filing melalui website DJP adalah:

a) Penyampaian SPT dapat dilakukan secara cepat, aman, dan kapan

saja (24 jam sehari dan tujuh hari dalam seminggu).

b) Murah, tidak dikenakan biaya pada saat penyampaian SPT.

c) Penghitungan dilakukan secara tepat karena menggunakan sistem

komputer.

d) Kemudahan dalam mengisi SPT karena pengisian SPT dalam

bentuk wizard.

e) Data yang disampaikan Wajib Pajak selalu lengkap karena ada

validasi pengisian SPT.

f) Ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan kertas.

g) Dokumen pelengkap (fotokopi formulir 1721 A1/A2 atau bukti

potong PPh, SSP Lembar ke-3 PPh Pasal 29, Surat Kuasa Khusus,

perhitungan PPh terutang bagi Wajib Pajak Kawin Pisah Harta

dan/atau mempunyai NPWP sendiri, fotokopi Bukti Pembayaran

Zakat) tidak perlu dikirim lagi kecuali diminta oleh KPP melalui

Ada tiga tahapan untuk dapat melakukan e-Filing, yaitu:

a) Mengajukan permohonan e-FIN ke Kantor Pelayanan Pajak

terdekat yang merupakan nomor identitas Wajib Pajak bagi

pengguna e-Filing.

b) Mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak e-Filing di website DJP

paling lama 30 hari kalender sejak diterbitkannya e-FIN.

c) Menyampaikan SPT Tahunan PPh WPOP secara e-Filing melalui

website DJP. Hal ini dilakukan melalui empat langkah prosedural,

yaitu:

1) Mengisi e-SPT pada aplikasi e-Filing di website Direktorat

Jenderal Pajak (DJP).

2) Meminta kode verifikasi untuk pengiriman e-SPT, yang

akan dikirimkan melalui e-mail atau SMS.

3) Mengirim SPT secara online dengan mengisikan kode

verifikasi.

4) Notifikasi status e-SPT dan Bukti Penerimaan Elektronik

akan diberikan kepada WP melalui e-mail.

Dua tahapan yang pertama hanya dilakukan sekali saja. Tahapan ketiga

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Dimas Andri Dwi Nugroho, Siti Ragil

Handayani dan Muhamad Saifi dengan judul “Pengaruh Layanan Drop Box

dan e-Filing Terhadap Tingkat Kepatuhan Penyampaian Surat Pemberitahuan

Tahunan Pajak Penghasilan” menyimpulkan bahwa Drop Box dan e-Filing

berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh.

Hasil ini membuktikan bahwa kedua fasilitas perpajakan ini mampu

memberikan kenyamanan yang berbeda dalam menyampaikan SPT Tahunan

PPh sehingga kepatuhan Wajib Pajak dapat meningkat. E-Filing mempunyai

pengaruh dominan terhadap kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh.

Penelitian yang dilakukan Lingga dengan judul “Pengaruh Penerapan e-SPT

Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak: Studi Empiris Terhadap Pengusaha Kena

Pajak di Wilayah KPP Pratama “X” Jawa Barat I” menyimpulkan bahwa

penerapan e-SPT berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan Wajib

Pajak.

Penelitian-penelitian di atas meneliti tentang pengaruh beberapa

fasilitas yang diberikan oleh DJP terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

Fasilitas-fasilitas tersebut meliputi e-Filing, e-SPT, dan Drop Box. Ketiganya

merupakan fasilitas yang memberi kemudahan bagi Wajib Pajak dalam

melaksanakan kewajiban perpajakannya. Kemudahan-kemudahan yang

diberikan DJP melalui program-program atau fasilitas-fasilitas yang

Penelitian yang dilakukan oleh Widjaya dengan judul “Studi Evaluasi

Kepatuhan Wajib Pajak sebelum dan sesudah Reformasi Perpajakan 2008 dan

Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Kota Semarang

di Lingkungan Kantor Wilayah DJP Jateng I” menyimpulkan bahwa (1)

terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah Wajib Pajak Terdaftar,

Wajib Pajak Efektif, dan Wajib Pajak yang Menyampaikan SPT sebelum dan

sesudah Reformasi Pajak 2008 pada KPP Pratama Kota Semarang dan (2)

tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara realisasi penerimaan pajak

sebelum dan sesudah Reformasi Pajak 2008 pada KPP Pratama Kota

Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbaikan dan

peningkatan pelayanan yang dilakukan DJP melalui reformasi perpajakan

mampu meningkatkan jumlah Wajib Pajak yang menyampaikan SPT.

C. Kerangka Pemikiran

Kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh merupakan hal penting

dalam Self Assessment System yang dianut Indonesia. Saat ini, masih ada

Wajib Pajak khususnya Orang Pribadi yang tidak memenuhi kewajibannya

untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh. Untuk mengatasi hal ini, DJP

menggulirkan program e-Filing melalui website DJP (www.pajak.go.id).

E-Filing melalui website DJP digulirkan untuk memudahkan WPOP

dalam menyampaikan SPT Tahunan PPh sehingga kepatuhan penyampaian

SPT Tahunan PPh diharapkan akan meningkat. Untuk mengetahui ada

periode sebelum dan sesudah penerapan e-Filing melalui website DJP akan

dilakukan pengujian statistik menggunakan Uji Beda Sampel Berpasangan.

Cut-off antara periode sebelum dan sesudah penerapan e-Filing melalui

website DJP adalah mulai berlakunya PER-39/PJ/2011 yaitu pada tanggal 1

Februari 2012.

Penjelasan di atas dapat dituangkan dalam kerangka pemikiran sebagai

berikut:

Gambar I. Kerangka Pemikiran Sebelum Penerapan e-Filing

melalui website DJP (Tahun 2009, 2010, 2011)

Kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh WPOP

Sesudah Penerapan e-Filing

melalui website DJP

Dokumen terkait