• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.3   Analisis dan Pembahasan

4.3.1   Analisis data

Dalam pengukuran kinerja PDAM Delta Tirta Sidoarjo berdasarkan pengukuran balanced scorecard disajikan pengukuran pada empat prespektif antara lain:

a. Pengukuran Kinerja Berdasarkan Perspektif Keuangan

Pengukuran kinerja berdasarkan perspektif keuangan di dasarkan pada faktor fundamental keuangan, seperti indikator rasio profitabilitas/rentabilitas perusahaan dan tingkat pertumbuhan.

1) Mengukur rentabilitas usaha

Rasio rentabilitas perusahaan berguna dalam menilai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan return atau profit.

- ROI (Return On Investment)

ROI atau return on Investment merupakan ukuran dari tingkat perbandingan laba bersih yang dihasilkan dalam operasi usaha terhadap total aktiva yang dimiliki perusahaan. Rasio ini berguna

dalam menggambarkan rentabilitas usaha terhadap besaran investasi yang dikeluarkan oleh pemilik perusahaan. Untuk menghitung ROI digunakan rumus sebagai berikut:

ROI = 100

Aktiva

total x

EAT

Tabel 4. 9

Kinerja Berdasarkan Perspektif Keuangan Return On Investment

Tahun EAT TA ROI Kinerja* KET

2007 6,783,977,635 60,401,163,240 11.2% Baik 2008 10,628,430,545 117,993,412,230 9.0% Baik Turun 2009 14,615,562,252 194,387,109,625 7.5% Kurang Turun 2010 16,187,887,186 197,638,320,603 8.2% Kurang Naik 2011 18,148,999,584 205,220,463,609 8.8% Kurang Naik Rata-rata 13,272,971,440 155,128,093,861 9.0% Ket:

* patokan nilai rata-rata selama lima tahun

Sumber: data diolah

Dengan menggunakan pendekatan trend tampak bahwa rasio ROI untuk tahun 2007-2011 mengalami trend penurunan. Ini artinya dengan menggunakan interval pengukuran kinerja selama lima tahun menyeluruh kinerja perusahaan tampak menurun. Hal itu dapat dilihat dari penilaian kinerja berdasarkan pertumbuhan, dimana kenaikan balik dari penurunan kinerja hanya terjadi pada tahun 2007.

Sedangkan jika mengukur kinerja saat ini yaitu tahun 2007 terjadi peningkatan yang cukup baik. Dengan menggunakan standar kinerja rata-rata selama lima tahun dengan ROI sebesar 9 persen, maka tahun 2007 dengan kinerja ROI sebesar 11,2 persen merupakan peningkatan

kinerja dengan rasio ROI yang kurang dari standar rata-rata maka membuat Manajemen membuat upaya efektifitas dan efesiensi, sehingga menghasilkan laba yang meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 capaian kinerja ROI masih masuk kategori baik dengan nilai 9%. Namun pada tahun 2009 kinerja ROI hanya 7,5%, dan meningkat kembali pada kisaran 8,2% hingga 8,8% pada tahun berikutnya.

- NPM (Net Profit Margin)

Net profit margin merupakan ukuran dari kemampuan Manajemen untuk Mengelola biaya seefektif mungkin sehingga memberikan kontribusi positif pada laba bersih bagi perusahaan. Kinerja ini sangat ditentukan perusahaan dalam menekan seefektif mungkin pada pos biaya-biaya administrasi dan umum. Pengukuran rasio ini menggunakan rumus:

NPM = x100

Penjualan EAT

Tabel 4. 10

Kinerja Berdasarkan Perspektif Keuangan Net Profit Margin

Tahun EAT Sales NPM Kinerja* KET

2007 6,783,977,635 37,146,715,400 18.3% Baik 2008 10,628,430,545 67,846,212,100 15.7% Baik Turun 2009 14,615,562,252 102,539,200,400 14.3% Kurang Turun 2010 16,187,887,186 121,102,881,000 13.4% Kurang Turun 2011 18,148,999,584 133,634,435,400 13.6% Kurang Naik Rata-rata 13,272,971,440 92,453,888,860 15.0% Ket:

* patokan nilai rata-rata selama lima tahun

Kinerja keuangan dengan indikator net profit margin secara trend menunjukkan trend yang turun. Pada tahun 2007 kinerja NPM mencapai 18,3% dari penjualan. Ini artinya perusahaan mampu menekan biaya operasi dan non operasi sampai 82%. Ini jelas lebih efektif bila dibandingkan dengan kinerja NPM pada tahun 2011 dimana rasio NPM mencapai 13,6% sehingga kemampuan manajemen dalam menekan biaya baik biaya HPP, biaya yang timbul dari beban operasi dan administrasi berkurang sehingga proporsi biaya mencapai 86,1%.

Bila menggunakan patokan standar kinerja selama lima tahun dengan rata-rata rasio NPM sebesar 15,0 persen, maka kinerja Manajemen dalam menekan biaya seefektif mungkin masih kurang. Ini dapat dilihat bahwa rasio NPM masih dibawah standar 15,0 persen atau hanya 13,6 persen pada tahun 2011.

2) Mengukur tingkat pertumbuhan usaha.

Tingkat pertumbuhan penjualan merupakan ukuran dari perusahaan untuk melakukan penetrasi dan upaya untuk meningkatkan volume penjualan, sehingga meningkatkan potensi laba bagi perusahaan. Rasio ini diukur:

Growth = 100 1) -(n sales 1) -(n sales -(n) sales x

Tabel 4. 11

Kinerja Berdasarkan Perspektif Keuangan Growth Sales

Tahun Sales (n) Sales (n-1) naik (turun) % Kinerja* Pertumbuhan

2007 37,146,715,400 - - 2008 67,846,212,100 37,146,715,400 30,699,496,700 82.64% Baik 2009 102,539,200,400 67,846,212,100 34,692,988,300 51.13% Baik Naik 2010 121,102,881,000 102,539,200,400 18,563,680,600 18.10% Kurang Turun 2011 133,634,435,400 121,102,881,000 12,531,554,400 10.35% Kurang Turun Rata-rata 92,453,888,860 65,727,001,780 19,297,544,000 29.36% Ket:

* patokan nilai rata-rata selama lima tahun

Sumber: data diolah

Dari tabel diatas rata-rata penjualan tiap tahun mencapai Rp. 92,4 milyar epr tahun. Kenaikan tiap tahun rata-rata mencapai Rp. 65,7 milliar. Berdasarkan pengukuran kinerja pertumbuhan penjualan pada akhir tahun 2011 menunjukkan prestasi peningkatan yang kurang positif. Peningkatan penjualan dari tahun 2007 sebesar Rp. 37,1 milyar naik sebesar Rp. 30,699 milliar. Pertumbuhan pada tahun 2011 mencapai 10,7% dari penjualan tahun 2010. kinerja ini dalam kategori kurang baik, karena berdasarkan standard rata-rata pertumbuhan dalam 5 tahun tiap tahunnya naik 29%. Kinerja tahun terakhir menunjukkan capaian yang menurun dibandingkan tahun sebelumnya.

b. Pengukuran Kinerja Berdasarkan Perspektif Pelanggan

Perspektif pelanggan merupakan ukuran dari kinerja perusahaan dalam mengelola hubungan, dan menciptakan loyalitas pelanggan. Dalam pemasaran pelanggan merupakan asset penting. Manajemen pemasaran kontemporer lebih menekankan orientasi konsumen daripada orientasi penjualan, salah satu

alasannya karena pelanggan merupakan sumber pendapatan dan investasi penting perusahaan. Oleh Sebab itu perlu diukur sejauh mana perusahaan peduli dengan kepuasaan dan pemiliharaan konsumen.

1) Retensi Pelanggan

Retensi merupakan ukuran kinerja yang mengukur tingkat kehandalan Manajemen untuk mempertahankan pelanggan setianya, sehingga menjadi pelanggan yang potensial dan memberikan kontribusi bagi peningkatan penjualan. Pengukuran retensi pelanggan dengan rumus sebagai berikut:

Retensi Pelanggan = 100 pelanggan Total Lama Pelanggan x Tabel 4. 12

Kinerja Berdasarkan Perspektif Pelanggan Tingkat Retensi Pelanggan

Tahun Pelanggan Lama Total Pelanggan

Retensi

Pelanggan Kinerja* KET

2007 71,870 76,345 94.1% Kurang 2008 76,345 79,298 96.3% Baik Naik 2009 79,298 84,424 93.9% Kurang Turun 2010 84,424 88,014 95.9% Baik Naik 2011 88,014 90,987 96.7% Baik Naik Rata-rata 79,990 83,814 95.4% Ket:

* patokan nilai rata-rata selama lima tahun

Sumber: data diolah

Retensi pelanggan pada tahun 2007-2011 pada kisaran 93,9 persen untuk tingkat terendah, dan 96,7 persen untuk tertinggi. Secara umum selama lima tahun kinerja perusahaan dalam mempertahankan kepercayaan pelanggan cukup baik. Hal itu bisa dilihat dari peningkatan rasio retensi pelanggan.

Pada Penilaian kinerja perusahaan saat ini, menunjukkan bahwa tahun 2011 merupakan kinerja tertinggi yang dicapai oleh perusahaan dalam memeprtahankan konsumennya. Sebanyak 88,014 pelanggan dari total pelanggan sebesar 90.987 pelanggan atau mencapai 96,7 persen pelanggan tetap mampu dipertahankan oleh perusahaan, menjadi pelanggan setianya. Dengan ukuran kinerja tingkat retensi standard berdasarkan rata-rata yaitu 95,4 persen, maka dapat dilihat bahwa kemampuan perusahaan dalam membina hubungan pelanggan dan mempertahankan loyalitasnya adalah sangat baik.

2) Pelanggan Baru

Dalam orientasi pasar, penetrasi pasar harus terus dilakukan untuk mencapai pangsa pasar tertinggi dan menjadi leader dalam persaingan bisnis tersebut. Oleh Sebab itu perusahaan perlu meningkatkan usaha pemasarannya untuk mendapatkan pelanggan potensial yang baru. Ukuran kinerja berdasarkan perspektif ini diukur dengan:

Pelanggan baru= 1 -n baru tahun pelanggan 1 -n baru tahun pelanggan -n baru th pelanggan x100 Tabel 4. 13

Kinerja Berdasarkan Perspektif Pelanggan Rasio Pelanggan Baru

Tahun Pelanggan Baru th ke-n Pelanggan Baru th n-1 Naik

(Turun) Rasio Kinerja* Ket

2007 4,475 - - Baik 2008 2,953 4,475 (1,522) -34,01% Kurang Turun 2009 5,126 2,953 2,173 73,59% Baik Naik 2010 3,590 5,126 (1,536) -29,96% Kurang Turun 2011 2,973 3,590 (617) -17,19% Kurang Naik Rata-rata 3,823 3,229 (300) -9,30% Ket:

Sumber: data diolah

Rata-rata pelanggan baru yang dicapai tiap tahun oleh perusahaan mencapai 3.823 SR pelanggan, dengan rata-rata kenaikan tiap tahunnya mencapai 3,229 SR pelanggan. Rata-rata pertumbuhan pelanggan baru menunjukkan minus -9% yang menjadi ukuran standard penilaian kinerja perusahaan. Secara keseluruhan tampak bahwa bagian pemasaran khususnya dalam melakukan penetrasi pasar dan mendapatkan pelanggan baru kurang optimal. Hal ini bisa dilihat dari jumlah tingkat pertumbuhan yang tiap tahun terus menurun. Bahkan pada analisa kinerja pada tahun 2011 tampak bahwa kinerja perusahaan kurang dari standard rata-rata yaitu -9%. Hal ini menunjukkan kelemahan pada bagian pemasaran untuk mendapatkan pelanggan baru.

3) Keluhan pelanggan

Tingkat keluhan pelanggan merupakan ukuran untuk menunjukkan kepedulian Manajemen terhadap tingkat kepuasaan dari pelanggan atau konsumennya. Adanya keluhan yang kurang mendapat respons dan tindak lanjut akan menyebabkan potensi keuntungan perusahaan menjadi menurun. Oleh Sebab itu perusahaan perlu memberikan perhatian khusus terhadap penanganan komplain dengan membentuk public relation atau customer service. Tujuannya adalah memastikan bahwa pelayanan yang ada dan produk yang digunakan sudah sesuai dengan harapan dari konsumen tersebut. Ukuran dari pengukuran perspektif ini adalah:

Tabel 4. 14

Kinerja Berdasarkan Perspektif Pelanggan Tingkat Keluhan Pelanggan

Tahun Frek Komplain Total Pelanggan Komplain Kinerja* Ket.

2007 6,871 76,345 9% Kurang 2008 7,930 79,298 10% Kurang Naik 2009 10,975 84,424 13% Kurang Naik 2010 4,401 88,014 5% Baik Turun 2011 5,459 90,987 6% Baik Naik Rata-rata 7,127 83,814 9% Ket:

* patokan nilai rata-rata selama lima tahun

Sumber: Gambar 4.2

Dari tabel 4.13 tampak bahwa frekuensi keluhan pelanggan tiap tahunnya rata-rata mencapai 7127 kali. Ini artinya rata-rata-rata-rata komplain pelanggan mencapai 9 persen dari total pelanggan yang ada. Artinya dalam 360 hari kerja rata-rata per hari ada 12 keluhan dari pelanggan. Dari tabel tampak bahwa kinerja tahun 2007-2011 menunjukkan pengurangan terjadinya komplain. Standard rata-rata tingkat komplain per tahunnya yang mencapai 9 persen, maka tahun 2011 dengan tingkat keluhan yang hanya 6 persen, menunjukkan bahwa perusahaan mampu membuat kontrol terhadap pelayanan, sehingga memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik, kepada pelanggan.

c. Pengukuran Kinerja Berdasarkan Perspektif Bisnis Internal

Kinerja berdasarkan perspektif bisnis internal bertujuan mengukur tingkat efektifitas dari proses produksi perusahaan. Ukuran-ukuran yang digunakan adalah efektifitas putaran produksi (manufacturing cycle effectiveness), yield rate, dan tingkat kerusakaan (defect rate). Ukuran kinerja yang baik bagi

perusahaan adalah memberikan efektifitas putaran produksi yang lebih cepat, kapasitas produksi yang maksimal, dan tingkat kerusakan yang minimal. 1) MCE (Manufacturing Cycle Effectiveness)

MCE mengukur tingkat keefektifan bagian produksi dalam melakukan pengolahan produk dari bahan baku menjadi bahan jadi. Semakin cepat menunjukkan semakin efektif. Kinerja yang efektif akan memberikan kesempatan perusahaan memproduksi produk dalam kuantitas atau volume yang lebih besar. Sedangkan perputaran produksi yang tidak efektif akan menyebabkan pemborosan Waktu, sehingga produktivitasnya menjadi menurun. Ukuran MCE menggunakan rumus sebagai berikut:

MCE = 100 an Penyelesai Waktu produksi waktu x Tabel 4. 15

Kinerja Berdasarkan Perspektif Bisnis Internal

Manufacturing Cycle Effectiveness

Tahun

Waktu Produksi per 100m3/jam

Penyelesaian

Per 100m3/jam MCE Kinerja* KET

2007 1.515 1.550 98% Baik 2008 1.332 1.300 102% Kurang Turun 2009 1.235 1.220 101% Kurang Naik 2010 1.235 1.200 103% Kurang Turun 2011 1.168 1.180 99% Baik Naik Rata-rata 1.297 1.290 101% Ket:

* patokan nilai rata-rata selama lima tahun

Sumber: Data produksi PDAM Delta Tirta (diolah)

Rata-rata waktu yang dibutuhkan IPA untuk melakukan pengolahan air baku menjadi air layak konsumsi per 100 meter kubik adalah 1,297 jam. Sedangkan waktu penyelesaian standar adalah 1.29 jam. Artinya MCE

mencapai 101%. Produksi yang dibutuhkan oleh Instalasi Pengolah Air per 100m3 adalah 1,297 jam lebih tinggi dari standar 1.290 jam. Dari data yang disajikan hanya tahun 2007 dan tahun 2011 yang menunjukkan kinerja baik, dengan tingkat efektivitas pengolahan mencapai 98% persen pada tahun 2007 dan 99% pada tahun 2011.

2) Yield Rate

Yield rate menunjukkan tingkat kapasitas terpakai dari total kapasitas yang tersedia. Semakin maksimal kapasitas terpakai menunjukkan bahwa perusahaan dapat memanfaatkan semua kapasitas yang ada, dan tidak membiarkan ada kapasitas produksi yang tidak efektif. Pengukuran menggunakan rumusan: Yield rate = 100 Maksimum Kapasitas terpakai Kapasitas x Tabel 4. 16

Kinerja Berdasarkan Perspektif Bisnis Internal

Yield Rate

Tahun

Terpakai (m3)

Kapasitas

(m3) Yield rate Kinerja* KET

2007 29,425,620 34,214,400 86% Baik 2008 30,156,320 38,911,104 78% Kurang Turun 2009 30,042,312 41,990,400 72% Kurang Turun 2010 31,521,230 41,990,400 75% Kurang Naik 2011 31,985,244 44,369,856 72% Kurang Turun Rata-rata 30,626,145 40,295,232 76% Ket:

* patokan nilai rata-rata selama lima tahun

Sumber: Data produksi PDAM Delta Tirta (diolah)

Dari perhitungan yield rate menunjukkan bahwa Air Minum PDAM Delta Tirta masih belum optimal, hal ini karena masih tingginya jumlah kapasitas tak terpakai. Rata-rata kapasitas terpakai per tahunnya mencapai

30.626.145 m sedangkan kapasitas tersedia dari 8 fasilitas IPA yang ada per tahunnya rata-rata mencapai 40.295.232 m3. Ini artinya kapasitas terpakai hanya 76% sisanya 24% masih belum terpakai secara optimal. Kinerja tahun 2011 sendiri menunjukkan yield rate yang rendah yaitu 72% lebih kecil dari kinerja rata-rata 76%. Sementara trend yang ditunjukkan pada tahun 2011 menunjukkan penurunan kapasitas terpakai yang artinya meningkat jumlah kapasitas belum terpakai.

3) Tingkat Kehilangan Air

Tingkat kehilangan air adalah ukuran yang digunakan untuk mengukur gap antara jumlah produksi yang tak terpakai dan hilang tidak dapat dijual. Pengukurannya menggunakan rumusan sebagai berikut:

TKA = 100 Produksi Air Hilang Air Jumlah x Tabel 4. 17

Kinerja Berdasarkan Perspektif Bisnis Internal Tingkat Kehilangan Air

Tahun

Kehilangan Air (m3)

Produksi

(m3) TKA % Kinerja* Ket

Tahun 10,233,266 29,425,620 35% Kurang 2007 11,141,070 30,156,320 37% Kurang Naik 2008 10,037,090 30,042,312 33% Baik Turun 2009 9,090,990 31,521,230 29% Baik Turun 2010 10,761,940 31,985,244 34% Kurang Naik Rata-rata 10,252,871 30,626,145 34% Ket:

* patokan nilai rata-rata selama lima tahun

Data produksi PDAM Delta Tirta, Eksekutif Summary (diolah)

Dari tabel 4.17 diatas, jumlah air yang hilang tiap tahunnya rata-rata mencapai 10.252.871 m3. Artinya dengan rata-rata jumlah produksi air

pertahun mencapai 30.626.145 m, maka tingkat kehilangan air mencapai 34% per tahunnya.

Kinerja TKA terbaik terjadi pada tahun 2008-2009 dimana perusahaan mampu menekan TKA hingga 29%. Namun pada tahun 2011 kinerja TKA kembali meningkat mencapai 34%.

d. Pengukuran Kinerja Berdasarkan Perspektif Pembelajaran dan

Pertumbuhan

Pengukuran kinerja berdasarkan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan ukuran indikator kinerja personalia.

1) Produktivitas karyawan

Produktivitas karyawan merupakan rasio antara output yang dihasilkan terhadap input masukan yang dikorbankan. Dalam penelitian ini output yang dihasilkan total produksi air selama setahun dalam satuan meter kubik, sedangkan input yang digunakan adalah jam kerja efektif dari seluruh karyawan. Pengukuran menggunakan rumus:

Produktivitas = 100 kerja jam total produksi total x Tabel 4. 18

Kinerja Berdasarkan Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Produktivitas Karyawan Tahun Produksi (m3/th) Total Jam Kerja (jam/th) Produktivitas

(m3/jam) Kinerja* Ket

2007 29,425,620 1,049,760 28.03 Baik 2008 30,156,320 1,090,448 27.65 Baik Turun 2009 30,042,312 1,114,560 26.95 Baik Turun 2010 31,521,230 1,176,768 26.79 Kurang Turun 2011 31,985,244 1,277,696 25.03 Kurang Turun

Rata-rata 30,626,145 1,141,846 26.89

Ket:

* patokan nilai rata-rata selama lima tahun

Sumber: data diolah

Pada tabel diatas, tampak bahwa rata-rata produksi air minum yang dihasilkan oleh PDAM Delta Tirta Sidoarjo mencapai 30.626.145 meter kubik per tahun. Sedangkan total jam kerja efektif dengan dasar perhitungan jam kerja tiap hari selama 8 jam, dengan hari efektif 290 hari, maka rata-rata total jam kerja per tahunnya mencapai 1.141.846 jam, dari keseluruhan karyawan. Produktivitas rata-rata mencapai 26,89 m3/jam. Produktivitas karyawan pada tahun 2011 menunjukkan kinerja yang kurang, dimana tingkat produktivitas tahun 2011 sebesar 25.03 meter kubik per jam jauh dibawah standard rata-rata produksi per tahun yaitu 26 m3/jam. Tingkat produksi juga menunjukkan mengalami penurunan tiap tahun, hal ini menunjukkan banyak jam kerja yang tidak efektif digunakan dalam bekerja sehingga mengurangi hasil produksi.

2) Perputaran karyawan

Perputaran karyawan menunjukkan tingkat perhatian perusahaan dan proses seleksi yang benar sehingga menghasilkan karyawan yang berkualitas, dan bisa memenuhi semua tanggungjawab pekerjaan. Umumnya tingkat perputaran tenaga kerja (LTO) yang tinggi disebabkan oleh kebijakan SDM yang salah, seperti kurang perhatian perusahaan terhadap kepentingan keryawan, ataupun karena proses seleksi yang tidak efektif. Akibatnya karyawan yang dihasilkan juga tidak kapabel dibidangnya, dan cenderung berpindah-pindah dalam bekerja.

LTO = 100 tinggal yang Karyawan keluar Karyawan x Tabel 4. 19

Kinerja Berdasarkan Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Perputaran Karyawan Tahun Karyawan keluar (orang) Karyawan

(orang) LTO Kinerja* Ket

2007 2 405 0.49% Baik 2008 3 422 0.71% Kurang Naik 2009 5 430 1.16% Kurang Naik 2010 3 454 0.66% Kurang Turun 2011 1 496 0.20% Baik Turun Rata-rata 3 441 0.65%

Sumber: data diolah

Tingkat LTO perusahaan pada tahun 2011 menunjukkan penurunan. Rata-rata karyawan keluar dalam setahun adalah 3 orang. Pada tahun 2011 jumlah karyawan yang keluar hanya 1 orang dari total karyawan sebanyak 496 orang atau hanya 0,2 persen dari total karyawan yang ada. Ini menunjukkan peningkatan kinerja lebih baik bila dibandingkan dengan standar LTO selama lima tahun yang mencapai 0,65 persen.

3) Pelatihan karyawan

Tingkat pelatihan karyawan menunjukkan seberapa besar perhatian perusahaan terhadap peningkatan kemampuan karyawan, dan upaya dalam meningkatkan produktivitas kerja.

Rasio pelatihan = 100 karyawan Total Terlatih Karyawan x

Tabel 4. 20

Kinerja Berdasarkan Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Pelatihan Karyawan Tahun K. Terlatih (orang) Total Karyawan Rasio

pelatihan Kinerja* Ket

2007 311 405 76,79% Kurang 2008 325 422 77,01% Kurang Naik 2009 375 430 87,21% Baik Naik 2010 385 454 84,80% Baik Turun 2011 425 496 85,69% Baik Naik Rata-rata 364 441 82,30% Ket:

* patokan nilai rata-rata selama lima tahun

Sumber: data diolah

Dari tabel diatas, bahwa rata-rata karyawan yang mengikuti pelatihan tiap tahun mencapai 364 orang dari total rata-rata pertahun 441 orang. Ini artinya 82% dari karyawan yang ada merupakan karyawan dengan kemampuan yang terlatih atau pernah mengikuti pelatihan yang menyangkut pekerjaan di bagiannya. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kinerja PDAM Delta Tirta Sidoarjo pada tahun 2011 baik. Rasio dari karyawan yang terlatih mencapai 86 persen, diata nilai rata-rata tahunan selama lima tahun yaitu 82 persen. Ini artinya ada peningkatan kuantitas karyawan terlatih, yang bisa berdampak pada tingkat produktivitas karyawan.

4) Absensi

Abesensi merupakan indikator dari kedisiplinan karyawan dalam melaksanakan tanggungjawabanya. Karyawan yang tidak disiplin akan

Absensi = 100 Efektif Kerja Hari Jumlah absensi Jumlah x Tabel 4. 21

Kinerja Berdasarkan Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Tingkat Absensi Tahun Absensi (hari) Hari Kerja Efektif Rasio

Absensi Kinerja* Ket

2007 352 131,220 0.27% Kurang 2008 572 136,306 0.42% Baik Naik 2009 737 139,320 0.53% Baik Naik 2010 480 147,096 0.33% Kurang Turun 2011 608 159,712 0.38% Kurang Naik Rata-rata 550 142,731 0.38% Ket:

* patokan nilai rata-rata selama lima tahun

Sumber: data diolah

Dari tabel diatas tampak bahwa tingkat absensi rata-rata per tahun mencapai 550 jam kerja dari rata-rata hari kerja efektif 142,731 hari kerja atau 0,38 persen. Dari patokan nilai rata-rata tersebut maka kinerja PDAM Delta Tirta Sidoarjo pada tahun 2011 adalah Kurang karena selain nilai rata-rata absensi sama dengan nilai rata-rata, juga menunjukkan trend yang meningkat.

Dokumen terkait