• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Analisis Data dan Pembahasan

Dua narasumber yang telah diteliti menunjukkan bahwa persepsi yang muncul dalam pikiran dua narasumber bersifat positif karena pola asuh yang orang tua terapkan bagi anaknya lebih dominan ke pola asuh otoritatif. Orang tua yang otoritatif adalah orang tua yang menghargai individualitas anak tetapi juga menekankan batasan-batasan sosial. Mereka percaya akan kemampuan mereka dalam memandu anak, tetapi juga menghargai keputusan mandiri, minat, pendapat, dan kepribadian anak. Mereka menyayangi dan menerima, tetapi juga meminta perilaku yang baik, tegas dalam menetapkan standar, dan berkenan untuk menerapkan hukuman yang terbatas dan adil jika dibutuhkan dalam konteks hubungan yang hangat dan mendukung. Mereka menjelaskan alasan di balik pendapat mereka dan mendorong komunikasi verbal timbal balik. Anak mereka merasa aman karena mengetahui mereka dicintai, tapi juga diarahkan dengan tegas.

Berikut adalah analisis data dan pembahasan 1. Kontrol Orang Tua Terhadap Anak

Masing-masing dari kedua orang tua Dn dan Hp tetap memberikan aturan dan batasan-batasan dalam bertindak serta berperilaku. Orang tua mereka menetapkan

waktu pada sore hari menjelang maghrib Dn dan Hp sudah harus berada di rumah. Kedua orang tua mereka pun menekankan agar anak-anak mandi sore sebelum pukul lima. Hal tersebut dimaksudkan agar kesehatan anak tetap terjaga. Cara mendisiplin secara otoritatif menekankan aspek edukatif daripada aspek hukumannya (Hurlock, 2005).

“Ya nggak main terus. Kalau les itu pulangnya boleh tapi sampai jam setengah enam harus pulang. (WD/D6/P3g) ……. Mandi sorenya sampai jam setengah lima.” (WD/D1/P2a) (Dn)

“Itu kan setiap hari kan mainan to Bu, mainan sampai nanti, nanti sorenya pulang, ehh bubar, pulang, habis itu nanti mandi.. (WH/D1/P2d) ……. Aku pulangnya maksimal jam setengah enam. (WH/D6/P3c) (Hp)

Memang, ketika anak melakukan kesalahan orang tua akan memberi hukuman sebagai tindak lanjut agar anak merasa jera dan tidak mengulangi kesalahannya kembali. Oleh sebab itu orang tua sangat megusahakan agar anaknya tetap pada arahan berperilaku yang benar. Menurut Hurlock (2005: 87) hukuman mempunyai tiga fungsi dalam perkembangan anak. Ketiga fungsi tersebut adalah menghalangi, mendidik, dan memberi motivasi. Sama halnya dengan orang tua Dn dan Hp, mereka memberi hukuman dengan fungsi serupa. Pemberian hukuman pun tetap memperhatikan psikis anak jangan sampai melukai badan dan memberikan trauma. Ibu Dn menjewer Dn ketika Dn melakukan kesalahan. Orang tua Hp mendiamkan dan pernah memukul serta membanting tubuh Hp namun mereka juga menyadari bahwa perbuatan mereka salah dan tidak mengulangi perbuatan serupa. Bagaimana pun juga mereka tetap mencintai dan

menyanyangi anaknya. Berikut adalah data wawancara yang menunjukkan adanya perilaku tegas orang tua dengan sedikit menyakiti fisik anak agar anak jera terhadap perilaku salahnya:

“Aaaa dijewer Ibu. (WD/D6/P4a) ……. Nangis. Sakit e.. Dijiwit ihh ihh ihh. (WD/D6/P4b) ……. Njewer. Laraaaa.” (WD/D1/P3b) (Dn)

“Hi… (WH/D6/P4a) ……. Takut dimarahin. (WH/D6/P4b) …….

Didiemin.Tapi kalau…. (WH/A6/P4e) ……. Takut dimarahin. Dibanting

nanti sama…” (WH/D4/P1c) (Hp)

Berdasarkan data observasi juga ditemukan perilaku tegas orang tua ketika anak melakukan kesalahan.

Menjewer telinga Dn dan memberi peringatan agar lebih cermat dan teliti ketika mengerjakan soal-soal matematika. (Dn)

Saat disuruh melipat selimut dan menata bantal serta sprei, Hp berkata sudah padahal dia belum melaksanakan perintah tersebut. Bunda Hp semakin marah dan menarik tangan Hp menuju ke kamarnya kemudian menunjukkan bahwa kamarnya masih berantakan. (Hp)

2. Komunikasi

Walaupun anak melakukan kesalahan, orang tua berusaha memaafkan dan bertanggung jawab mengarahkan anaknya menuju perilaku yang baik dan benar. Maka dari itu, orang tua menerapkan peraturan dengan tujuan membekali anak sebagai pedoman berperilaku dan mengekang perilaku yang tidak diinginkan. Pada dasarnya orang tua hanya menginginkan yang terbaik untuk anaknya maka walaupun anak melakukan kesalahan dan membuat hati kecewa, orang tua tetap

membangun relasi dan komunikasi yang hangat. Perilaku orang tua tersebut memberi sumbangan keluarga pada perkembangan anak dalam memberikan perasaan nyaman dan aman karena menjadi anggota kelompok yang stabil dengan cenderung mengurangi kendali tatkala anak tumbuh dan berkembang menjelang masa remaja. Orang tua memberi uang saku, bahkan Ibu Dn selalu menyiapkan bekal untuk Dn bawa ke sekolah. Pada intinya orang tua setiap saat memperhatikan dan memberikan kasih sayang yang tulus untuk anak-anak mereka bahkan memberi penghargaan berupa hadiah jika anak memperoleh suatu prestasi. Keluarga berkumpul bersama dan menunjukkan adanya keharmonisan.

Kayak ke Malbor, trus kalau punya uang beli laptop. (WD/D5/P8a) …….

Dikasih... cuma jalan-jalan ke Giant. (WD/D5/P8b) ……. Cuma beli nugget sama mainan.” (WD/D5/P8c) (Dn)

“Besok kelas lima kan Bunda kan dah janji mau mbeliin HP. (WH/D5/P8)

……. Besok kelas lima mau dibeliin HP (WH/D5/P8a) …….. Beliin sepeda.” (WH/D5/P8c) (Hp)

Pekerjaan orang tua menjadi cara pandang tersendiri bagi anak dan masalah jam keberangkatan yang berbeda pun menjadi anggapan buruk pada anak. Segala perilaku baik buruk orang tua juga akan selalu melekat pada anak sehingga anak dapat menyimpulkan dan memberi penilaian terhadap perilaku orang tuanya. Berikut adalah kutipan wawancara yang menunjukkan pandangan anak mengenai pekerjaan orang tua:

“Barber shop sama IRT. (WD/D5/P1) …….. Mencla-mencle e Bapak ki.

sanga, jam sepuluh, nganti jam rolas opo jam papat.” (WD/D5/P2a) (Dn)

Di Perniaga Merapi.Mbuat patung, lukis… (WH/D5/P1) ……. He-e. Tapi kerjanya nggak mesti bareng. (WH/D5/P1a) ……. Bundaku kan nganu. Kan pendidikan tertingginya kan SMA, kalau ayahku SMP. (WH/D5/P7a) …….

Ya maem, liat tv, BBMan, kalau BBMan mesti ketawa-ketiwi ketawa sendiri.” (WH/D5/P3) (Hp)

3. Tuntutan Orang Tua untuk Menjadi Matang (Anak Berkembang Sesuai Usianya)

Pagi hari, orang tua selalu menyiapkan sarapan untuk anaknya dan hal tersebut merupakan salah satu bukti bahwa orang tua sangat memperhatikan anak mereka. Orang tua memenuhi kebutuhan anak-anaknya, lebih khusus kebutuhan dalam hal pendidikan agar anak mempunyai masa depan yang cerah. Dn dan Hp menyadari bahwa mereka tetap harus mengikuti arahan dari orang tuanya walaupun terkadang mereka melakukan tindakan diluar kesepakatan bersama orang tuanya yaitu pergi bermain tanpa izin namun setelah melakukan hal tersebut mereka mempunyai rasa bersalah yang mendalam. Mereka tahu bahwa orang tua telah melakukan yang terbaik untuk mereka dengan melindungi, memberi rasa nyaman dan aman, serta menantiasa menyayangi dan mengasihi Dn dan Hp. Orang tua selalu mengajarkan agar anak bersikap ramah dan sopan pada orang di sekitar dan mengajarkan pula pekerjaan-pekerjaan rumah tangga.

Ramah dan selalu menyapa tetangga yang lewat depan rumahnya. Saat peneliti berkunjung ke rumah Dn, beberapa tetangga Dn lewat dan mereka

saling bertegur sapa setelah itu Dn memberi informasi pada peneliti dengan menceritakan riwayat singkat tetangga yang lewat tersebut. (Dn)

Sangat ramah dan selalu menyapa orang-orang yang berada di sekitarnya. Saat peneliti akan menuju rumah Hp, peneliti dan Hp berjalan kaki dan di sepanjang jalan banyak tetangga yang sedang duduk-duduk di teras rumahnya. Hp menyapa dan melemparkan senyum pada tetangga-tetangga yang ia temui. (Hp)

Ada keterkaitan dan hubungan antara ketiga komponen yang menjadi bahasan pokok dalam penelitian ini. Komponen yang pertama adalah kontrol orang tua terhadap anak. Komponen yang kedua adalah komunikasi dan komponen yang ketiga adalah tuntuntan orang tua untuk menjadi matang (anak berkembang sesuai usianya). Ketiga komponen tersebut memberi gambaran bahwa pola asuh tetap mengedepankan sisi edukatif walau memang sering ada hukuman dan ancaman namun hukuman diberlakukan dengan tujuan untuk memunculkan komunikasi yang lancar kembali sehingga orang tua tetap dapat mengontrol anaknya untuk menjadi matang. Dari hal tersebut muncul persepsi anak mengenai pola asuh yang mereka terima. Melalui panca indera, anak dapat melihat dan merasakan sikap orang tua dan kegiatan apa saja yang dilakukan ketika berada di rumah dan di luar rumah. Dari hasil pengamatan menggunakan alat indera, muncullah sudut pandang anak dalam membentuk persepsinya terhadap pola asuh orang tua yang mereka terima.

Diana Baumrind (Papalia, Olds, & Feldman, 2009) mengungkapkan tiga tipe pola asuh yaitu otoritarian, permisif, dan otoritatif. Cara didik dan pola asuh setiap

keluarga tentunya berbeda-beda dan setiap keluarga pun pasti menerapkan adanya batasan-batasan dan aturan. Keluarga dengan pola asuh yang memberi batasan lekat berarti menerapkan tipe pola asuh otoritarian. Namun dilihat dari analisis data dan pembahasan antara pola asuh yang diterima Dn dan Hp, orang tua mereka lebih menekankan tipe pola asuh otoritatif yang berarti memberi ruang gerak pada anak untuk bertindak dan ikut terlibat mengeluarkan pendapat dalam megambil keputusan bersama.

Dokumen terkait