• Tidak ada hasil yang ditemukan

Statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Statistik Deskriptif

Variabel Penelitian N Mean Max Min St Dev

CSR 346 0,41 0,82 0,09 0,14  High-Profile 167 0,45 0,82 0,09 0,15  Low-Profile 179 0,36 0,75 0,11 0,12 ROE 346 0,1 2,07 -3,97 0,34  High-Profile 167 0,08 1,66 -3,97 0,42  Low-Profile 179 0,12 2,07 -1,18 0,25 TOBIN’S Q 346 1,78 52,70 0,11 3,15  High-Profile 167 2,17 52,70 0,25 4,28  Low-Profile 179 1,42 14,10 0,11 1,37

Sumber : Data diolah, 2014

Berdasarkan tabel 3, nilai rata-rata tingkat pengungkapan CSR pada semua perusahaan di BEI pada tahun 2012 sebesar 0,41. Hasil ini lebih besar dibandingkan oleh penelitian Sayekti dan Wondabio pada tahun 2005 yang mengambil sampel seluruh perusahaan di BEI yaitu sebesar 0,2. Hal ini membuktikan bahwa semakin banyak perusahaan mengungkapkan aktivitas CSR yang dilakukannya. Selain itu, perusahaan juga semakin menyadari bahwa investor mulai menaruh perhatian pada aktivitas CSR yang dilakukan sehingga perusahaan mengungkapkan aktivitas tersebut dalam Laporan Tahunan demi memenuhi kebutuhan informasi bagi investor. Nilai maksimum atas tingkat pengungkapan CSR secara keseluruhan sebesar 0,82 oleh PT. Astra International Tbk dan PT. Timah (Persero) Tbk, sedangkan nilai minimum sebesar 0,09 oleh PT. Cita Mineral Investindo Tbk dengan standar deviasi yang tidak terlalu jauh yaitu 0,14.

Berdasarkan tabel di atas, apabila semua perusahaan diklasifikasikan ke dalam industri high-profile dan low-profile, maka nilai rata-rata tingkat pengungkapan CSR pada industri high-profile lebih tinggi daripada industri low-profile yaitu 0,45 dan 0,36. Tingginya tingkat pengungkapan CSR pada industri high-profile diperkuat oleh nilai maksimum sebesar 0,82 dan nilai minimum sebesar 0,09, dimana nilai maksimum dan minimum pada industri ini merupakan nilai maksimum dan minimum dari tingkat pengungkapan CSR secara keseluruhan.

Penelitian ini juga memandang dari sisi kinerja keuangan yaitu ROE dan Tobin’s Q. Berdasarkan hasil statistik deskriptif, dihasilkan bahwa nilai rata-rata ROE pada semua perusahaan di BEI pada tahun 2012 sebesar 0,1, dimana nilai maksimum berada pada

17 industri low-profile sebesar 2,07, sedangkan nilai minimum berada pada industri high-profile sebesar -3,97. Apabila semua perusahaan diklasifikasikan menjadi industri high-profile dan

low-profile, maka nilai rata-rata ROE pada industri low-profile memiliki tingkat ROE yang

lebih tinggi dibandingkan industri high-profile. Nilai rata-rata ROE pada industri low-profile sebesar 0,12 lebih tinggi dibandingkan industri high-profile, dimana nilai maksimum lebih tinggi pada industri low-profile sebesar 2,07 dan nilai minimum lebih rendah pada industri

high-profile sebesar -3,97. Tingginya nilai rata-rata ROE pada industri low-profile, didukung

oleh nilai maksimum sebesar 2,07 dan nilai minimum sebesar -1,18 tetapi dengan standar deviasi yang tidak terlalu jauh yaitu 0,25. Sedangkan nilai rata-rata ROE pada industri

high-profile sebesar 0,08, dengan didukung oleh nilai maksimum sebesar 1,66 dan nilai minimum

yang cukup besar yaitu -3,97 dengan standar deviasi yang cukup jauh yaitu 0,42. Rendahnya nilai minimum dan jauhnya standar deviasi menyebabkan tingkat ROE pada industri

high-profile lebih rendah dibandingkan dengan industri low-high-profile.

Berdasarkan tabel di atas pula, diketahui bahwa nilai rata-rata Tobin’s Q pada semua perusahaan di BEI pada tahun 2012 sebesar 1,78. Hal ini menunjukkan dari sudut pandang investor bahwa semua perusahaan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi dari nilai bukunya. Namun bila dilihat dari klasifikasinya, nilai rata-rata Tobin’s Q pada industri high-profile lebih tinggi dari industri low-profile. Nilai pasar industri high-profile lebih tinggi dari industri low-profile¸ walaupun kedua industri tersebut memiliki nilai pasarnya lebih besar dari nilai buku. Nilai rata-rata Tobin’s Q pada industri high-profile sebesar 2,17 lebih tinggi dibandingkan industri low-profile, dimana nilai maksimum dan minimum industri

high-profile lebih tinggi yaitu sebesar 52,7 dan 0,25 daripada industri low-high-profile.

Pengujian Hipotesis

Penelitian ini memiliki data yang tidak normal, baik dalam tingkat pengungkapan CSR, ROE, dan Tobin’s Q ( lihat Lampiran 7 halaman 48). Akibat data tidak normal, maka dalam pengujian hipotesis menggunakan Uji Mann-Whitney.

Tingkat Pengungkapan CSR pada Industri High-Profile dan Low-Profile

Tabel berikut ini akan menyajikan hasil Uji Mann Whitney untuk pengujian perbedaan tingkat pengungkapan CSR pada industri high- profile dan low-profile.

18

Tabel 4. Hasil Analisis Uji Beda Tingkat Pengungkapan CSR

Sumber : Diolah dari SPSS, 2014

Berdasarkan tabel 4, hasil penelitian ini membuktikan bahwa hipotesis pertama diterima yaitu terdapat perbedaan tingkat pengungkapan CSR yang signifikan pada industri

high-profile dan low-profile tahun 2012. Hal ini juga sejalan dengan temuan dalam statistik

deskriptif di halaman 15, dimana rata-rata tingkat pengungkapan CSR pada industri

high-profile dan low-high-profile sebesar 0,45 dan 0,36 yang berarti bahwa secara rata-rata tingkat

pengungkapan CSR dalam industri high-profile lebih tinggi daripada low-profile. Perbedaan tingkat pengungkapan CSR antar kedua kelompok industri tersebut terjadi sejalan dengan pendapat Robert (1992) dalam Gunawan dan Utami (2008), terkait dengan karakteristik dari kedua industri tersebut yang berbeda. Industri high-profile memiliki tekanan yang lebih besar untuk mengungkapkan CSR akibat aktvitas bisnisnya memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap lingkungan. Akibat tingginya dampak aktivitas operasi yang dilakukan, maka perusahaan dituntut untuk melakukan pertanggungjawaban terhadap alam, karyawan dan mayarakat sekitar. Hal ini tentu berbeda dengan yang dihadapi industri low-profile. Tekanan yang dihadapi industri low-profile tidak sebesar tekanan yang dihadapi industri

high-profile. Hal itu karena aktivitas bisnis yang dilakukan industri low-profile memiliki

tingkat sensitivitas yang rendah terhadap lingkungan. Dampak dari aktivitas operasi industri ini tidak berpengaruh signifikan terhadap lingkungan alam dan sekitar sehingga masih mendapat toleransi dari masyarakat. Akibatnya, industri low-profile tidak memiliki tuntutan khusus untuk melaksanakan CSR, bahkan mengungkapkannya.

Selain itu, industri high-profile mendapat sorotan lebih luas daripada industri

low-profile karena aktivitasnya lebih bersinggungan dengan kepentingan masyarakat. Ditambah

lagi, pada industri high-profile apabila perusahaan mengalami kelalaian dalam pengamanan

Test Statisticsa

CSR

Mann-Whitney U 9.686E3

Wilcoxon W 2.580E4

Z -5.661

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

19 produksi dan hasil produksi akan membawa akibat fatal bagi masyarakat dan lingkungan. Hal tersebut berbeda dengan yang terjadi pada industri profile. Apabila industri

low-profile mengalami kegagalan dalam produksi, maka akan mendapat toleransi dari

masyarakat. Hal tersebut karena kegagalan produksi pada industri tersebut, tidak berakibat fatal bagi masyarakat dan lingkungan (Robert dalam Gunawan dan Utami (2008)). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Utomo (2000) dan Yap dan Widyaningdyah (2009) yang membuktikan bahwa tingkat pengungkapan CSR pada industri

high-profile lebih tinggi daripada industri low-profile.

Kinerja Keuangan pada Industri High-Profile dan Low-Profile

Tabel berikut ini akan menyajikan hasil Uji Mann Whitney untuk pengujian perbedaan kinerja keuangan yang diukur menggunakan ROE pada industri high- profile dan

low-profile.

Tabel 5. Hasil Analisis Uji Beda Kinerja Keuangan diukur dengan ROE

Sumber : Diolah dari SPSS.

Berdasarkan tabel 5, hasil pengujian ini memperoleh hasil yang berbeda dengan hipotesis kedua yang menyatakan bahwa ada perbedaan kinerja keuangan yang diukur dengan ROE ditolak. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa kinerja keuangan yang diukur dengan ROE tidak mengalami perbedaan baik pada industri high-profile dan low-profile pada tahun 2012. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil p-value sebesar 0,95 melebihi α sebesar 0,05. Hal ini juga sejalan dengan temuan dalam statistik deskriptif di halaman 15, dimana rata-rata kinerja keuangan yang diukur dengan ROE pada industri high-profile dan

low-profile sebesar 0,08 dan 0,12. Ukuran kinerja keuangan dapat tercermin melalui laba

yang dihasilkan, dimana dapat diukur menggunakan rasio keuangan, dimana dalam penelitian ini menggunakan ROE dan Tobin’s Q ( Widayanti, 2006: 39). Akan tetapi, ROE pada industri high-profile dan low-profile tidak mengalami perbedaan dalam penelitian ini. Hal tersebut diduga disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya adalah tingginya tingkat

Test Statisticsa

ROE

Mann-Whitney U 1.489E4

Wilcoxon W 2.892E4

Z -.059

Asymp. Sig. (2-tailed) .953

a. Grouping Variable: KODING_ROE

20 penjualan diiringi oleh tingginya beban yang dihasilkan untuk industri high-profile. Penelitian ini juga sejalan dengan pendapat Robert. Menurut Robert (1992) dalam Gunawan dan Utami (2008), industri high-profile memiliki tingkat kompetisi yang tinggi sehingga perusahaan berusaha meningkatkan penjualan dengan meningkatkan biaya iklan. Apabila iklan meningkat, maka masyarakat semakin mengenal dan menginginkan produk tersebut sehingga tingkat penjualan meningkat. Umumnya, penjualan meningkat menyebabkan laba perusahaan meningkat pula. Akan tetapi, apabila peningkatan penjualan disebabkan oleh peningkatan beban yang cukup signifikan, maka laba yang dihasilkan tidak akan meningkat secara signifikan, bahkan cenderung tetap. Sebaliknya, tingkat kompetisi dari industri

low-profile cukup rendah. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa baik pada

industri high-profile dan low-profile dengan adanya peningkatan penjualan atau tidak, menghasilkan laba yang tidak jauh berbeda seiring dengan peningkatan biaya iklan.

Di sisi lain, ada banyak faktor yang mempengaruhi komponen laba. Laba yang bagus tidak hanya selalu dilihat dari tingkat persaingan, tetapi juga dapat terjadi karena kinerja perusahaan itu memang bagus disamping laba tersebut dapat di- manage. Apabila industri low-profile memiliki laba tinggi dan kinerja yang bagus, maka tingkat ROE pada industri ini tetap lebih bagus daripada industri high-profile. Hasil statistik penelitian ini pun menyatakan bahwa kinerja keuangan industri low-profile lebih tinggi daripada high-profile. Komponen laba bersih termasuk laba operasi dan laba diluar usaha (Kieso, 2011: 148). Kemungkinan laba diluar operasi pada industri low-profile lebih tinggi dari laba usaha sehingga dapat menghasilkan laba yang tinggi. Pembagian perusahaan menjadi dua kelompok industri yaitu high-profile dan low-profile merupakan pembagian berdasarkan kegiatan operasi perusahaan (Robert dalam Gunawan dan Utami (2008)). Apabila pendapatan diluar usaha lebih tinggi dari pendapatan operasi, maka laba menjadi tinggi. Hal yang sama juga terjadi pada hasil penelitian ini, yaitu industri low-profile memiliki ROE yang lebih tinggi daripada high-profile. Sebagai contoh adalah sektor perbankan. Sektor perbankan memiliki berbagai produk yang ditawarkan diluar kegiatan operasi utamanya, salah satunya kegiatan operasi utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat. Berbagai produk yang ditawarkan oleh perbankan yaitu salah satunya adalah asuransi. Kemungkinan pendapatan asuransi lebih tinggi daripada pendapatan utama perbankan. Hasil penelitian ini sejalan oleh hasil penelitian Susenohaji, dimana secara garis besar kinerja keuangan yang diukur dengan ROE tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara industri

high-profile dan low-profile

21 perbedaan kinerja keuangan yang diukur menggunakan Tobin’s Q pada industri high-

profile dan low-profile.

Tabel 6. Hasil Analisis Uji Beda Kinerja Keuangan diukur dengan Tobin’s Q

Sumber : Diolah dari SPSS.

Berdasarkan tabel di atas, hasil penelitian ini membuktikan bahwa hipotesis kedua diterima, dimana menyatakan bahwa ada perbedaan kinerja keuangan yang diukur dengan Tobin’s Q pada industri high-profile dan low-profile. Hal ini juga sejalan dengan temuan dalam statistik deskriptif di halaman 15, dimana rata-rata kinerja keuangan yang diukur dengan Tobin’s Q pada industri high-profile dan low-profile sebesar 2,17 dan 1,42 yang berarti bahwa secara rata-rata Tobin’s Q dalam industri high-profile lebih tinggi daripada

low-profile. Perbedaan kinerja keuangan yang diukur dengan Tobin’s Q antar kedua

kelompok industri tersebut terjadi sejalan dengan pendapat Robert (1992) dalam Gunawan dan Utami (2008), terkait dengan karakteristik dari kedua industri tersebut yang berbeda salah satunya memiliki resiko politis yang berbeda. Industri high-profile cenderung memiliki tingkat resiko politis yang tinggi dibandingkan industri low-profile. Hal itu disebabkan karena industri high-profile berada di bawah pengawasan pemerintah yang lebih ketat. Sebagian besar industri ini bergelut di bidang sumber daya alam yang dimiliki oleh negara sesuai dengan UU No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penggunaan sumber daya alam dilindungi oleh pemerintah demi kesejahteraan masyarakat. Akibatnya, segala tindakan yang dilakukan relatif dipantau dan dipengaruhi pemerintah. Demi melindungi penggunaan sumber daya, maka pemerintah membentuk aturan untuk mengawasi aktivitas perusahaan. Industri ini ditopang oleh pihak pemerintah sehingga dapat dikatakan memiliki kemampuan going concern yang baik. Perhatian investor meningkat yang tercermin pada kenaikan harga saham dan meningkatkan nilai perusahaan.

Sebaliknya, industri low-profile memiliki resiko politis yang rendah, kecuali sektor perbankan (Robert dalam Gunawan dan Utami (2008)). Sektor perbankan memiliki aturan

Test Statisticsa

TOBIN

Mann-Whitney U 1.166E4

Wilcoxon W 2.778E4

Z -3.530

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Grouping Variable: KODING_TOBIN

22 ketat yang dibuat oleh Bank Indonesia. Apabila ada bank yang melanggar, maka konsekuensi yang diterima pun cukup berat. Beratnya konsekuensi mengakibatkan bank patuh terhadap aturan sehingga resiko politis yang dihadapi oleh bank pun relatif tinggi. Sedangkan bagi industri low-profile selain sektor perbankan, memiliki resiko politis rendah, dimana hal itu menunjukkan rendahnya pengawasan dari pemerintah. Dengan pengawasan yang rendah, investor menganggap industri tersebut memiliki kemampuan going concern yang rendah sehingga respon investor lebih rendah. Tinggi rendahnya respon investor dapat tercermin dalam naik turunnya harga saham, sehingga dapat mempengaruhi nilai perusahaan.

Hubungan Tingkat Pengungkapan CSR dan Kinerja Keuangan

Tabel berikut ini akan menyajikan hasil Uji Spearman untuk pengujian hubungan tingkat pengungkapan CSR dan kinerja keuangan yang diukur menggunakan ROE dan Tobin’s Q pada industri high- profile dan low-profile.

Tabel 7. Hasil Analisis Uji Korelasi Tingkat Pengungkapan CSR dan Kinerja Keuangan Spearman’s rho CSR ROE TOBIN CSR CSR HIGH CSR LOW ROE ROE HIGH ROE LOW TOBIN TOBIN HIGH TOBIN LOW CSR Correlation Coefficient 1.000 1.000 1.000 .121 * .135 .121 .070 .022 -.019 Sig. (2-tailed) . . . .024 .083 .107 .192 .777 .800 N 346 167 179 346 167 179 346 167 179 ROE Correlation Coefficient .121 * .135 .121 1.000 1.000 1.000 .222** .298** .146 Sig. (2-tailed) .024 .083 .107 . . . .000 .000 .051 N 346 167 179 346 167 179 346 167 179 TOBIN Correlation Coefficient .070 .022 -.019 .222 ** .298** .146 1.000 1.000 1.000 Sig. (2-tailed) .192 .777 .800 .000 .000 .051 . . . N 346 167 179 346 167 179 346 167 179

Sumber : Diolah dari SPSS, 2014

Berdasarkan tabel 7, ditemukan bahwa tingkat pengungkapan CSR berhubungan positif dengan kinerja keuangan yang dilihat dari ROE, dimana semakin tinggi tingkat pengungkapan CSR, maka semakin tinggi pula kinerja keuangan perusahaan. Sebaliknya,

23 semakin tinggi kinerja keuangan perusahaan, maka semakin tinggi pula tingkat pengungkapan CSR. Semakin tinggi tingkat pengungkapan CSR, menunjukkan bahwa perusahaan sadar akan kepentingan sosial dan kualitas produknya, sehingga dapat dikatakan perusahaan dengan tingkat pengungkapan CSR yang tinggi, produknya semakin berkualitas. Masyarakat akan dengan setia membeli produk yang berkualitas, sehingga akan meningkatkan penjualan dan laba perusahaan dalam jangka panjang. Selain itu, perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang baik, akan mampu untuk mengungkapkan CSR sehingga semakin tinggi tingkat pengungkapan CSR-nya. Namun ditemukan pula bahwa tingkat pengungkapan CSR tidak berhubungan dengan Tobin’s Q. Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis ketiga diterima untuk ROE dan hipotesis ketiga ditolak untuk Tobin’s Q.

Namun, ketika dikaitkan dengan pengelompokan industri, ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengungkapan CSR dengan kinerja keuangan yang diukur dengan ROE maupun Tobin’s Q baik pada industri high-profile dan low-profile. Hal ini berarti bahwa tingkat pengungkapan CSR tidak berhubungan dengan tinggi rendahnya ROE dan Tobin’s Q. Diduga, kinerja ROE dan Tobin’s Q dipengaruhi oleh variabel lain, dimana tingkat pengungkapan CSR dikatakan manfaat yang diperoleh masih belum jelas dan pengungkapan CSR sendiri masih bersifat sukarela sehingga kinerja keuangan yang diukur dengan ROE dan reaksi pasar yang tercermin pada harga saham yang diukur dengan Tobin’s Q tidak memperoleh dampaknya. Harga saham relatif tetap menunjukkan bahwa nilai perusahaan tidak berkembang. Perbedaan Tobin’s Q dalam perusahaan belum tentu disebabkan oleh CSR karena ternyata tingkat pengungkapan CSR dan Tobin’s Q tidak berhubungan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dahlia dan Siregar (2008) dan Syahnaz (2012) yang membuktikan bahwa tingkat pengungkapan CSR dan kinerja keuangan yang diukur dengan ROE memiliki hubungan yang signifikan. Selain itu, penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian Muhammady (2012) dan Nurhayati dan Medyawati (2012) yang membuktikan bahwa tingkat pengungkapan CSR dan kinerja keuangan yang diukur dengan Tobin’s Q tidak memiliki hubungan yang signifikan.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara tingkat pengungkapan CSR dan kinerja keuangan yang diukur dengan Tobin’s Q

24 antara industri high-profile dan low-profile, tetapi tidak terdapat perbedaan kinerja keuangan yang diukur dengan ROE. Perbedaan tingkat pengungkapan CSR dan Tobin’s Q antar kedua kelompok industri tersebut sejalan dengan pendapat Robert (1992) dalam Gunawan dan Utami (2008), terkait dengan karakteristik dari kedua industri tersebut yang memang berbeda. Industri high-profile memiliki tekanan yang lebih besar untuk mengungkapkan CSR akibat aktvitas bisnisnya yang memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap lingkungan dan memiliki tingkat resiko politis yang tinggi dibandingkan industri

low-profile.

Penelitian ini juga membuktikan terdapat hubungan positif antara tingkat pengungkapan CSR dan kinerja keuangan yang diukur dengan ROE, tetapi tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengungkapan CSR dan kinerja keuangan yang diukur dengan Tobin’s Q. Semakin tinggi tingkat pengungkapan CSR, maka semakin tinggi pula kinerja keuangan yang diukur dengan ROE, atau semakin tinggi kinerja keuangan yang diukur dengan ROE, maka semakin tinggi tingkat pengungkapan CSR. Namun, tidak terdapat hubungan antara tingkat pengungkapan CSR dan kinerja keuangan, baik diukur dengan ROE dan Tobin’s Q antara industri high-profile dan low-profile.

Implikasi Teoritis dan Terapan

Hasil penelitian ini yang membuktikan bahwa terdapat perbedaan tingkat pengungkapan CSR antara industri high-profile dan low-profile, dimana industri high-profile memiliki tingkat pengungkapan CSR yang lebih tinggi daripada industri low-profile, dan terdapat perbedaan kinerja keuangan yang diukur dengan Tobin’s Q antara industri

high-profile dan low-high-profile, tetapi tidak terdapat perbedaan kinerja keuangan diukur dengan ROE

serta terdapat hubungan positif antara tingkat pengungkapan CSR dan kinerja keuangan yang diukur dengan ROE, tetapi tidak terdapat hubungan dengan kinerja keuangan yang diukur dengan Tobin’s Q, memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Utomo (2000) dan Yap dan Widyaningdyah (2009), Susenohaji (2011), Dahlia dan Siregar (2008), Syahnaz (2012), Muhammady (2012), serta Nurhayati dan Medyawati (2012). Sebaliknya, hasil penelitian tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyono dan Nur (2010), Yaparto dan Frisko (2013), Gunawan dan Utami (2008), Kusumadilaga (2010), dan Bidhari (2013).

Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan tingkat pengungkapan CSR dan kinerja keuangan yang diukur dengan Tobin’s Q antara industri high-profile dan

25 lebih tinggi daripada low-profile. Hasil ini akan memudahkan investor dalam membuat keputusan investasi di antara kedua industri tersebut. Investor akan lebih diuntungkan bila berinvestasi pada industri high-profile. Hal itu karena industri high-profile lebih direspon pasar dan memiliki tekanan yang besar untuk melaksanakan dan mengungkapkan CSR sehingga dampak dari tingkat pengungkapan CSR secara berkelanjutan akan memberi manfaat jangka panjang bagi perusahaan. Manfaat tersebut dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan di masa depan sehingga dapat dikatakan perusahaan memiliki going concern yang baik. Selain itu, hasil penelitian ini dapat memberi gambaran bagi perusahaan bahwa tingkat pengungkapan CSR merupakan salah satu pertimbangan penting bagi investor dalam membuat keputusan investasi. Oleh karena itu, semakin banyak perusahaan mengungkapkan CSR, maka semakin baik perusahaan di mata investor. Informasi tingkat pengungkapan CSR dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan di bidang sosial di masa depan sehingga dapat membawa keuntungan baik bagi perusahaan, masyarakat, dan lingkungan.

Keterbatasan Penelitian dan Saran Penelitian Mendatang

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang dihadapi yaitu ada unsur subjektifitas dalam penilaian tingkat pengungkapan CSR karena penilaian item-item yang digunakan dalam penelitian ini masih berdasarkan pertimbangan sendiri. Selain itu, adanya sedikit subjektifitas pada pengelompokan beberapa kelompok di ICMD yaitu untuk sektor

Holding and Other Investment dan Others. Selain itu, penelitian ini tidak menunjukkan

dampak berkelanjutan dari tingkat pengungkapan CSR.

Dengan adanya keterbatasan dalam penelitian ini, maka ada beberapa saran untuk penelitian mendatang. Pertama, menambah periode penelitian sehingga dampak dari tingkat pengungkapan CSR secara berkelanjutan dapat lebih terlihat misalnya dalam rentang 3 tahun. Kedua, mempertimbangkan penyempurnaan daftar penilaian tingkat pengungkapan CSR sehingga alat tersebut dapat menghasilkan informasi yang sesuai kondisi saat ini dan lebih teliti. Ketiga, penggunaan informasi lain selain dari Laporan Tahunan sebagai dasar menilai tingkat pengungkapan CSR perusahaan. Contohnya yaitu Laporan Keberlanjutan dan survei dari badan organisasi tertentu mengenai aktivitas CSR.

26

DAFTAR PUSTAKA

Bidhari, S, C. 2013. Effect of Corporate Social Responsibility Information Disclosure on

Financial Performance and Firm Value in Banking Industry Listed at Indonesia Stock Exchange. Faculty of Economics and Business Brawijaya University. http://www.iiste.org/Journals/index.php/EJBM/article/viewFile/6642/6786 (diakses 11 Januari 2014, 6:15 PM)

Cahyono, Budi dan Etna Nur. 2010. Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap

Kinerja Perusahaan dengan Kepemilikan Asing Sebagai Variabel Moderating.

Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.

http://eprints.undip.ac.id/26643/1/SKRIPSI(r).pdf (diakses 11 Januari 2014, 8:13 PM)

Dokumen terkait