• Tidak ada hasil yang ditemukan

NAMA : SISILIA DEVINA PERMATASARI

NIM : 232011024

ALAMAT ASAL : PERUM PANDANA MERDEKA P-16 NGALIYAN, SEMARANG

JUDUL SKRIPSI : ANALISIS PERBEDAAN TINGKAT PENGUNGKAPAN

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DAN KINERJA

KEUANGAN PERUSAHAAN PADA INDUSTRI HIGH-PROFILE DAN LOW-PROFILE PADA TAHUN 2012

RIWAYAT PENDIDIKAN :

 SD PL BERNARDUS SEMARANG, LULUS TAHUN 2005

 SMP PL DOMENICO SAVIO SEMARANG, LULUS TAHUN 2008  SMA KOLESE LOYOLA SEMARANG, LULUS TAHUN 2011

 FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS, UKSW SALATIGA, LULUS TAHUN 2014

PENGALAMAN PANITIA / KERJA :

 PANITIA “ENTREPRENEURSHIP NATIONAL SEMINAR” 5 FEBRUARI 2013  PANITIA “LEADING IN TRAINING YOUNG ENTREPRENEUR” 6 FEBRUARI

2013

 PANITIA “BUSINESS PLAN COMPETITION EXHIBITION” 3 APRIL 2013  PANITIA “ FESTIVAL JURNALISTIK” 11 FEBRUARI 2014

 PANITIA WORKSHOP “PLAGIARISM & PUBLIKASI INTERNASIONAL” 19 JUNI 2014

 ASISTEN DOSEN “MANAJEMEN OPERASI” SMT GANJIL 2013/2014  ASISTEN DOSEN “MANAJEMEN OPERASI” SMT GENAP 2013/2014  ASISTEN DOSEN “MIKRO EKONOMI” SMT GENAP 2013/2014

1

PENDAHULUAN

Beberapa indikator keberhasilan perusahaan dalam memenangkan persaingan di dalam dunia usaha adalah profit dan pertumbuhan. Peningkatan profit ditandai dengan meningkatnya tingkat penjualan produk, sedangkan peningkatan pertumbuhan ditandai dengan meningkatnya nilai investasi yang ditanamkan dalam perusahaan (Sembiring, 2005). Investor akan menanamkan dananya untuk memperoleh return berupa dividen atau pun capital gain dan mendapatkan hak kepemilikan atas perusahaan. Selain itu, investor juga mempertimbangkan nilai perusahaan dalam melakukan investasi. Nilai perusahaan pada perusahaan go public tercermin pada harga saham. Semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi pula nilai perusahaan.

Kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menjadi perhatian investor dalam membeli saham di pasar modal. Laporan keuangan yang dipublikasikan merupakan cerminan kinerja keuangan perusahaan. Selain itu, kinerja keuangan juga berarti sebagai penentu dalam mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuan organisasi yaitu laba (Stoner, 1995:9). Selain laba (profit), ada hal yang sama pentingnya yaitu keberlangsungan atau sustainability (Sembiring, 2005).

Keberlangsungan yang dilakukan perusahaan tidak dapat dipisahkan dari lingkungan eksternalnya. Umumnya, perusahaan berfokus dari aspek ekonomi yaitu memperoleh laba demi meningkatkan kekayaan pemegang saham. Namun, perusahaan tidak boleh melupakan tanggung jawabnya pada aspek sosial dan lingkungan perusahaan. Perusahaan harus memberikan kontribusi secara langsung kepada masyarakat dan lingkungannya. Apabila perusahaan melupakan tanggung jawabnya kepada masyarakat, maka keberlangsungan perusahaan akan sulit dicapai. Adanya komitmen perusahaan untuk memperhatikan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (triple bottom line) memunculkan konsep Corporate Social

Responsibility (CSR).

Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan klaim agar perusahaan tak hanya

beroperasi untuk kepentingan para pemegang saham (shareholders), tetapi juga untuk pihak

stakeholders dalam praktik bisnis, yaitu para pekerja, komunitas lokal, pemerintah, LSM,

konsumen, dan lingkungan (Dahlia dan Siregar, 2008). Perusahaan tidak hanya mementingkan kesejahteraan shareholders, tetapi juga kepada stakeholders. Perusahaan yang menerapkan aktivitas CSR akan memperhatikan dampak dari kegiatan operasional perusahaan terhadap kondisi masyarakat, karyawan dan lingkungan. Dengan adanya konsep ini, maka pemerintah mengharapkan kerusakan lingkungan dapat diminimalkan. Penerapan CSR awalnya bersifat sukarela, akan tetapi dalam beberapa tahun ini telah dikeluarkan

2 aturan bahwa perusahaan wajib melaksanakan CSR yang tertuang dalam PP No. 47 Tahun 2012 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan pada Perseroan Terbatas.

Kesadaran stakeholders meningkat terkait pentingnya informasi penerapan CSR demi keberlangsungan perusahaan sehingga mendorong perusahaan untuk mengungkapkan penerapan CSR di dalam Laporan Tahunan. Di Indonesia, standar akuntansi keuangan Indonesia belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan penerapan CSR sehingga secara praktek pengungkapan CSR dilakukan secara sukarela. Pengungkapan CSR diatur dalam PSAK no 1 tahun 2009 paragraf 12, yaitu perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value

added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup

memegang peran penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Menurut Owen (2005), kasus Enron di Amerika menyebabkan perusahaan memberikan perhatian besar terhadap pelaporan pertanggungjawaban sosial perusahaan. Isu tersebut semakin mendorong perusahaan untuk mengungkapkan penerapan CSR. Makin baik tingkat pengungkapan perusahaan merupakan suatu respon positif yang diberikan perusahaan kepada stakeholder maupun shareholder. Apabila respon positif dirasakan oleh stakeholder, maka kepercayaan meningkat dan produk yang dihasilkan perusahaan akan diterima sehingga meningkatkan laba dan ROE perusahaan.

Tingkat pengungkapan CSR pada industri high-profile diduga berbeda dengan industri low-profile. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Hackston dan Milne (1996), Utomo (2000), dan Yap dan Widyaningdyah (2009) yang membuktikan bahwa perusahaan pada industri high-profile akan memberikan informasi sosial lebih banyak dibandingkan perusahaan low-profile. Robert (1992) dalam Gunawan dan Utami (2008), membagi perusahaan menjadi dua kelompok industri yaitu industri high-profile dan industri

low-profile. Menurut Robert (1992), industri high-profile memiliki tingkat sensitivitas tinggi

terhadap lingkungan sehingga mereka memilki tekanan besar dari pihak luar untuk melakukan CSR sebagai bentuk dari pertanggungjawaban sosial perusahaan atas aktivitasnya yang berdampak buruk pada lingkungan. Sedangkan industri low-profile memiliki tingkat sensitivitas rendah terhadap lingkungan sehingga tekanan untuk melakukan CSR pun rendah. Adanya perbedaan karakteristik antara industri high-profile dan

low-profile memiliki dampak yang berbeda dalam tingkat pengungkapan CSR.

Tingkat pengungkapan CSR yang berbeda pada industri high-profile dan low-profile memiliki dugaan bahwa kinerja keuangan perusahaan juga mengalami perbedaan. Ada

3 beberapa peneliti yang telah menyelidiki pengaruh tingkat pengungkapan CSR terhadap kinerja perusahaan. Penelitian Dahlia dan Siregar (2008) dan Syahnaz (2012) menyimpulkan bahwa tingkat pengungkapan CSR berpengaruh terhadap kinerja keuangan yang diproksikan dengan Return On Assets (ROA) dan Return On Equity (ROE), tetapi tidak berpengaruh terhadap CAR. Namun ada pula penelitian yang menemukan hasil yang berbeda. Penelitian Cahyono dan Nur (2010), dan Yaparto dan Frisko (2013) membuktikan bahwa tingkat pengungkapan CSR tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diproksikan dengan Return On Equity (ROE), Return On Assets (ROA), Earning Per Share (EPS), dan Return Realisasi. Selain menggunakan ROE, kinerja keuangan dapat diukur dengan rasio Tobin’s Q. Nurhayati dan Medyawati (2012) serta Muhammady (2012) membuktikan bahwa tingkat pengungkapan CSR tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang diproksikan dengan Tobin’s Q. Namun ada hasil penelitian yang berbeda. Penelitian Gunawan dan Utami (2008), Kusumadilaga (2010), dan Bidhari (2013) membuktikan bahwa tingkat pengungkapan CSR berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang diproksikan dengan Tobin’s Q.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang tidak konsisten yaitu ditemukan ada yang berpengaruh dan tidak berpengaruh, sehingga penelitian ini ingin meneliti lebih lanjut untuk melihat adanya perbedaan tingkat pengungkapan CSR dan kinerja keuangan pada industri

high-profile dan low-profile. Dengan melakukan uji beda, maka dapat diteliti lebih lanjut ke

uji hubungan, dimana dalam penelitian ini akan diteliti lebih lanjut ke uji hubungan yaitu apakah terdapat hubungan antara tingkat pengungkapan CSR dan kinerja keuangan pada industri high-profile dan low-profile. Kinerja keuangan diukur menggunakan ROE dan Tobin’s Q sehingga dapat menunjukkan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham dan nilai perusahaan, dimana ROE merefleksikan nilai buku saham sedangkan Tobin’s Q mencerminkan nilai pasar saham. Penelitian ini mereplikasi penelitian yang dilakukan Utomo (2000) tetapi memiliki sedikit perbedaan. Utomo (2000) meneliti studi perbandingan praktek tingkat pengungkapan CSR antara perusahaan high-profile dan

low-profile di Indonesia. Perbedaannya adalah penelitian ini akan membahas lebih lanjut

perbedaan tingkat pengungkapan CSR antara industri high-profile dan low-profile di Indonesia dengan kinerja keuangan perusahaan pada tahun 2012 dan hubungan antara tingkat pengungkapan CSR dengan kinerja keuangan. Penelitian ini bermanfaat dalam pemberian informasi mengenai pentingnya tingkat pengungkapan CSR dan sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan perusahaan di masa datang. Selain itu, penelitian

4 ini memberikan informasi yang berguna bagi investor sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

TINJAUAN LITERATUR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

Dokumen terkait