• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

F. Analisis Tambahan

2. Analisis Data Demografis

Citra Tubuh Sangat Rendah x ≤ 82.42 10 10%

Rendah 82.42 ≤ x ≤ 90.64 15 15% Sedang 90.64 ≤ x ≤ 98.84 43 43% Tinggi 98.84 ≤ x ≤ 107.06 26 20% Sangat Tinggi 107.06 ≥ x 6 6% Total 100 100% Perilaku Konsumtif Sangat Rendah x ≤ 82.2 3 3% Rendah 82.2 ≤ x ≤ 95.52 23 23% Sedang 95.52 ≤ x ≤ 108.82 52 52% Tinggi 108.82 ≤ x≤ 122.4 4 4% Sangat Tinggi 122.4 ≥ x 18 18% Total 100 100%

Berdasarkan kategorisasi tersebut, maka dapat diketahui bahwa

pada citra tubuh memiliki persentasi 10% sangat rendah, 15% rendah, 43% sedang, 26% tinggi dan 6% sangat tinggi. Sementara itu, pada perilaku konsumtif diketahui memiliki persentasi 3% sangat rendah, 23% rendah, 52% sedang, 4% tinggi dan 18% sangat tinggi.

2. Analisis Data Demografis

Dalam penelitian ini, peneliti juga ingin melihat apakah ada

perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan data demografis subjek.

Untuk itu, peneliti melakukan uji banding menggunakan teknik Analisis

Variasi Satu Jalan (one way anova) terhadap pendapatan dan

Dari analisis yang dilakukan, diperoleh nilai p 0.039 (p<0.05).

Hal ini menunjukkan adanya perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan

pendapatan/pengeluaran per bulan subjek.

Tabel 4.9

Perbedaan Perilaku Konsumtif Berdasarkan Pendapatan dan Pengeluaran Per Bulan

Sumber Variasi Df DK MK F .Sig

Kategori Pendapatan Dalam Total 2 97 99 1133.716 16424.394 17558.110 566.858 169.324 3.348 0.039 Tabel 4.10 Descriptives Perilaku Konsumtif

N Mean SD Min Max

kategori A kategori B kategori C Total 25 49 26 100 107.1600 99.0408 103.2692 102.1700 18.63840 8.59738 13.47459 13.31746 78.00 84.00 80.00 78.00 134.00 127.00 138.00 138.00 Keterangan:

kategori A : pendapatan 1.000.000-2.500.000 / pengeluaran < 1.000.000

kategori B: pendapatan 1.000.000-2.500.000 / pengeluaran 1.000.000-2.500.000 kategori C : pendapatan 2.500.000-5.000.000 / pengeluaran 1.000.000-2.500.000

Berdasarkan Tabel 4,10 dapat dilihat bahwa dari ketiga kategori

pendapatan/pengeluaran, kategori A memiliki meanlebih tinggi yaitu

107.16. Hal ini berarti bahwa subjek yang termasuk dalam kategori A

memiliki perilaku konsumtif lebih tinggi dari kategori B dan C, yang

G. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan

negatif antara citra tubuh dengan perilaku konsumtif pada wanita dewasa

awal yang bekerja dan belum menikah. Dari hasil uji hipotesis, didapatkan

hasil yaitu koefisien korelasi antara variabel citra tubuh dengan perilaku

konsumtif pada wanita dewasa awal yang bekerja belum berkeluarga

sebesar -0.254 (p < 0.01). Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan

negatif dan signifikan antara citra tubuh dengan perilaku konsumtif. Hal ini

berarti bahwa semakin positif citra tubuh wanita, maka semakin rendah

perilaku konsumtifnya. Sebaliknya, semakin negatif citra tubuh wanita,

maka semakin tinggi perilaku konsumtifnya.

Figur-figur yang ditampilkan oleh media massa begitu

mempengaruhi pandangan wanita terhadap bentuk dan ukuran tubuh. Media

sering menyajikan standar wanita yang bertubuh kurus adalah wanita yang

memiliki tubuh yang ideal (Tiggeman, 2002). Wanita bertubuh langsing,

berkaki indah, paha, pinggang dan pinggul yang ramping, payudara cukup

besar dan berkulit putih mulus adalah sosok wanita ideal yang sering

ditampilkan oleh media seperti majalah, televisi, film dan iklan (Melliana

dalam Astuti, 2009). Hal ini yang secara tidak langsung membentuk

persepsi wanita mengenai gambaran wanita yang ideal. Sehingga, wanita

cenderung membandingkan dirinya dengan gambaran wanita yang ideal

tersebut. Wanita menjadi tidak puas dengan tubuhnya dan melakukan

operasi plastik agar memiliki penampilan yang menarik (Astuti, 2009). Hal

ini mengakibatkan wanita menjadi konsumtif terhadap barang dan jasa yang

dapat memperbaiki penampilannya menjadi menarik.

Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yaitu penelitian

yang dilakukan oleh Sari (2009) yang menyatakan adanya hubungan negatif

antara citra tubuh dengan perilaku konsumtif. Akan tetapi, yang

membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah subjek

penelitiannya. Pada penelitian ini menggunakan subjek wanita dewasa awal

dengan rentang umur 25-32 tahun, sedangkan pada penelitian sebelumnya

remaja puteri dengan rentang umur 16-19 tahun.

Berdasarkan perbandingan antara mean empirik dan mean teoritik

dengan melakukan uji t, citra tubuh subjek relatif tinggi atau positif

(94.74>89.5) dengan signifikansi sebesar 0.000 (p<0.05) dan perilaku

konsumtif subjek relatif rendah (102.17<125) dengan signifikansi sebesar

0.000 (p<0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa subjek memiliki citra tubuh

yang relatif positif dan perilaku konsumtif yang relatif rendah. Citra tubuh

yang positif menandakan bahwa seseorang memiliki rasa puas dan percaya

diri terhadap tubuhnya, karena jika seseorang memiliki citra tubuh negatif

akan cenderung berperilaku konsumtif karena memiliki rasa tidak puas dan

kurang percaya diri pada tubuhnya.

Hasil nilai koefisien determinasi (r2) yang diperoleh sebesar 0.065

menunjukkan bahwa sumbangan efektif oleh variabel citra tubuh terhadap

dari faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi perilaku konsumtif

pada wanita dewasa awal. Dengan demikian, dalam penelitian ini citra tubuh

bukan merupakan faktor utama yang dapat menimbulkan perilaku konsumtif

pada wanita dewasa awal yang bekerja dan belum menikah. Beberapa faktor

lainnya yang dapat mempengaruhi perilaku konsumtif yaitu, kebudayaan,

kelas sosial, kelompok referensi, keluarga, kepribadian, motivasi,

pengamatan dan proses belajar serta gaya hidup (Engel, Blackwell dan

Miniard, 1994).

Meskipun citra tubuh bukan merupakan faktor utama, citra tubuh

cukup berpotensi sebagai faktor yang dapat membentuk perilaku konsumtif.

Hal ini dikarenakan, eratnya hubungan antara keduanya.Sebagian besar

wanita sangat memperhatikan bentuk tubuh dan memandang bentuk tubuh

sebagai ukuran kecantikan (Maulad, 2008). Mereka yang cenderung

memiliki citra tubuh negatif akan berusaha memperbaiki bentuk tubuh atau

penampilan fisik menjadi penampilan fisik yang ideal. Akibatnya, wanita

termotivasi untuk membeli produk dan jasa yang dianggap dapat

memperbaiki penampilan fisiknya (Solomon, 2009). Ditambah lagi begitu

banyak figur-figur ideal yang muncul di media massa. Sehingga, mereka

semakin tertarik untuk memperbaiki penampilan dan menjadi konsumtif

terhadap barang dan jasa demi memiliki penampilan fisik ideal dan menarik.

Peneliti juga melakukan analisis data tambahan uji perbedaan

terhadap perilaku konsumtif berdasarkan data demografis subjek, yaitu

p sebesar 0.039 yang berarti p < 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa ada

perbedaan perilaku konsumtif pada subjek berdasarkan pendapatan dan

pengeluarannya. Nilai rata-rata pada subjek kategori A, yaitu yang memiliki

pendapatan/pengeluaran 1.000.000-2.500.000 / <1.000.000 sebesar 107.16

dan nilai rata-rata pada subjek kategori B, yang memiliki

pendapatan/pengeluaran 1.000.000-2.500.000 / 1.000.000-2.500.000 sebesar

99.04. Sedangkan pada subjek kategori C, yang memiliki

pendapatan/pengeluaran 2.500.000-3.500.000 / 1.000.000-2.500.000 nilai

rata-ratanya sebesar 103.26. Dari hasil analisis tersebut ditemukan bahwa

subjek kategori A yang pendapatan/pengeluaran tidak terlalu tinggi yang

memiliki perilaku konsumtif tinggi dibanding subjek kategori B dan C yang

pendapatan/pengeluarannya lebih tinggi. Hal ini berarti bahwa seseorang

yang memiliki pendapatan yang tinggi belum tentu memiliki perilaku

konsumtif yang tinggi pula.

Selain itu, peneliti juga membuat kategorisasi citra tubuh dan

perilaku konsumtif. Dari kategorisasi tersebut diketahui bahwa pada citra

tubuh terdapat 10% subjek kategori sangat rendah, 15% subjek kategori

rendah, 43% subjek kategori sedang, 26% subjek kategori tinggi dan 6%

subjek kategori sangat tinggi. Kemudian, diketahui juga bahwa pada

perilaku konsumtif terdapat 3% subjek kategori sangat rendah, 23% subjek

kategori rendah, 52% subjek kategori sedang, 4% subjek kategori tinggi dan

18% subjek kategori sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa subjek

karakteristik subjek memiliki citra tubuh yang positif dan perilaku

konsumtif yang rendah.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah pada saat proses

pengambilan data, peneliti kurang memperhatikan faktor faking. Peneliti

menitipkan skala kepada beberapa rekan peneliti yang ada di Pontianak

untuk dibagikan kepada subjek penelitian. Kemungkinan faking bisa terjadi

karena pada saat mengisi skala, subjek mengisinya bersamaan dan

berkelompok. Sehingga, kemungkinan subjek dapat memberikan respon

yang tidak sesuai dengan dirinya. Faktor faking sudah dicoba untuk diatasi

dengan tidak mewajibkan subjek untuk mencantumkan nama di kolom

identitas. Akan tetapi, hal ini tidak dapat dikontrol karena peneliti tidak ikut

73

BAB V

Dokumen terkait