HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN PERILAKU
KONSUMTIF PADA WANITA DEWASA AWAL YANG
BEKERJA DAN BELUM BERKELUARGA DI PONTIANAK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Rina Rinela NIM: 089114039
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN PERILAKU
KONSUMTIF PADA WANITA DEWASA AWAL YANG
BEKERJA DAN BELUM BERKELUARGA DI PONTIANAK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Rina Rinela NIM: 089114039
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv TAKE RISKS :
If You Win, You Will Be Happy
If You Lose, You Will Be Wise
If You Don’t Know Where You’re Going,
Any Road Will Get You There
v
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus
Kedua Orang Tua,
Abang, Kakak dan Adik, serta
Sahabat – Sahabat tercinta saya,
vii
HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA WANITA DEWASA AWAL YANG BEKERJA DAN
BELUM BERKELUARGA DI PONTIANAK
Rina Rinela
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara citra tubuh dengan perilaku konsumtif pada wanita dewasa awal yang sudah bekerja dan belum berkeluarga. Subjek dalam penelitian ini adalah wanita dewasa awal yang sudah bekerja dan belum berkeluarga berusia 25-35 tahun di Kota Pontianak. Subjek dalam penelitian ini berjumlah100 subjek.Subjek dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara citra tubuh dengan perilaku konsumtif pada wanita dewasa awal yang sudah bekerja dan belum berkeluarga. Data penelitian dikumpulkan menggunakan Skala Citra Tubuh dan Skala Perilaku Konsumtif yang disusun oleh peneliti. Uji reliabilitas skala penelitian menghasilkan koefisien reliabilitas 0.936 untuk Skala Citra Tubuh dan 0.927 untuk Skala Perilaku Konsumtif. Analisis data menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson dengan uji satu ekor (one-tailed). Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar -0.254 dengan taraf signifikan 0.005 (p<0.01), yang berarti ada hubungan negatif signifikan antara citra tubuh dengan perilaku konsumtif pada wanita dewasa awal yang bekerja dan belum berkeluarga di Pontianak.
viii
THE RELATION BETWEEN BODY IMAGE AND CONSUMER BEHAVIOR OF EARLY-ADULT WOMEN WHO ARE WORKING AND
NOT YET MARRIED IN PONTIANAK
Rina Rinela
ABSTRACT
The aim of this study is to find a significant relation between body image and the consumer behavior of early-adult women who are working and not yet married. The subjects in this study were early-adult women who are working and not yet married aged 25-35 years in Pontianak City. The amounts of the subjects in this study were 100 subjects. The subjects were taken using purposive sampling technique. The hypothesis of this study was that there is a negative relation between body image and the consumer behavior of early-adult women who are working and not yet married. The data of this research were collected using the Body Image Scale and Consumer Behavior Scale which was created by the researcher. Research scale reliability test shows reliability coefficient of 0.936 for Body Image Scale and 0.927 for Consumer Behavior Scale. Data analysis in this research used Product Moment Pearson with one-tailed technique. Correlation coefficient obtained were -.0254 with significant level 0.005 (p<0.01), which showed that there is negative significant relation between body image and consumer behavior of early-adult women who are working and not yet married in Pontianak City.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas curahan berkat dan
kasih-Nya yang melimpah sehingga penelitian dan penyusunan skripsi yang
berjudul “hubungan Antara Citra Tubuh Dengan Perilaku Konsumtif Pada Wanita
Dewasa Awal Yang Sudah Bekerja Dan Belum Berkeluarga” dapat terselesaikan
dengan baik. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikologi Sanata Dharma dan mendapatkan
gelar sarjana. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya atas segala bantuan dan dukungan kepada:
1. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
2. Almh. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani, S.Psi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing
Akademik saya sebelumnya. Terima kasih atas segala semangat dan
dukungan yang ibu berikan selama ini.
3. Ibu Agnes Indar E, S.Psi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik.
4. Ibu Debri Pristinella, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu
sabar membimbing saya dalam penyusunan skripsi. Terima kasih bu, sudah
membantu saya dalam proses penyusunan skripsi ini hingga akhirnya dapat
terselesaikan dengan baik.
5. Ibu Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari, M.Si dan Ibu Dewi Soerna
xi
6. Suster Lidwina Tri Ariastuti, FCJ., M.A. terima kasih suster telah bersedia
meluangkan waktu untuk sedikit berdiskusi dan membantu saya dalam
pengerjaan skripsi ini.
7. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
yang telah membagikan ilmu, informasi dan bantuan dalam proses
perkuliahan selama ini.
8. Kedua Orang Tua (Bp. Petrus Arik dan Ibu Suarnati), terima kasih atas doa,
dukungan dan kesabarannya selama ini. Terima kasih ya Pa, Ma sudah bantu
dalam proses pengambilan data penelitian, sudah sabar menanti selesainya
skripsi ini dan terus menyemangati disaat sedih nan galau. Muuaach!
9. Abang (S. Simpado Suardenata), kakak (C. Apryani) dan Adik (Antonius
Talino). Terima kasih atas dukungan dan semangatnya. Akhirnya aku bisa
persembahkan skripsi ini untuk kalian ^^
10. Antonius Yosa Prabawa Utama, terima kasih selalu menyemangati selama ini.
Terima kasih juga selalu mengingatkan untuk segera menyelesaikan skripsi
ini. Maaciih!
11. Sahabat tercinta Novita Permatasari Tambunan dan Yohanes Henry
Kurniawan, terima kasih bantuan, dukungan dalam bentuk apapun itu.
Makasih ya neng…omm..akhirnya kegalauan selama ini bisa kelar
jugaa…ayoo semangat ngerjain skripssnya yaa!
12. Eko Christian, terima kasih sudah membantu dalam proses pengambilan data
xii
13. Teman-teman yang sudah berbaik hati berbagi ilmu dan informasinya selama
penyusunan skripsi ini. Vina, Budi H, Ines, Nindy, Sisca, Meily dan
lainnya..makasih temanssdan Vincent yang sudah bersedia pusing bersama,
makasih cent..
14. Teman-teman Fakultas Psikologi Angkatan 2008 atas kerja sama selama masa
perkuliahan dan terima kasih sudah mewarnai hari-hari saya selama di
Psikologi.
15. Semua yang sudah berpartisipasi dalam penelitian ini. Terima kasih sudah
meluangkan waktu untuk mengisi skala penelitian saya.
16. Semua pihak yang sudah memberikan dukungan dalam bentuk apapun
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna.Akan tetapi,
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ………... ii
HALAMAN PENGESAHAN ……… iii
HALAMAN MOTTO ………... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ………. v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. vi
ABSTRAK ………... vii
ABSTRACT………... viii
HALAMAN LEMBAR PERSETUJUAN……… ix
KATA PENGANTAR ………. x
DAFTAR ISI ………... xiii
DAFTAR TABEL ……… xvii
DAFTAR LAMPIRAN ………... xix
BAB I PENDAHULUAN ………... 1
A. Latar Belakang ………... 1
B. Rumusan Masalah ……… 10
xiv
D. Manfaat Penelitian ………... 10
1. Manfaat Teoretis ………... 10
2. Manfaat Praktis ……….. 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 12
A. Citra Tubuh ………... 12
1. Pengertian Citra Tubuh ………... 12
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Citra Tubuh ... 13
3. Pengukuran Citra Tubuh ………. 15
B. Perilaku Konsumtif ………. 17
1. Pengertian Perilaku Konsumtif ………. 17
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Perilaku Konsumtif ………... 18
3. Pengukuran Perilaku Konsumtif ………... 21
C. Wanita Dewasa Awal ………. 23
1. Pengertian dan Batasan Usia Dewasa Awal ………. 23
2. Karakteristik Dewasa Awal ………... 25
3. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal ……… 26
D. Wanita dan Pekerjaan ……….. 27
1. Pengertian Bekerja ………. 27
2. Wanita Bekerja ………... 27
3. Motif Wanita yang Bekerja ……… 29
xv
E. Hubungan antara Citra Tubuh dengan Perilaku Konsumtif pada
Wanita Dewasa Awal yang Bekerja dan Belum Berkeluarga ………. 31
F. Skema Hubungan antara Citra Tubuh dengan Perilaku Konsumtif pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja dan Belum Berkeluarga ... 35
G. Hipotesis ………... 36
BAB III METODE PENELITIAN ………. 37
A. Jenis Penelitian ………. 37
B. Variabel Penelitian ………... 37
C. Definisi Operasional ………. 37
1. Citra Tubuh ……… 38
2. Perilaku Konsumtif ………. 40
D. Subjek Penelitian ……….. 42
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ……….. 44
1. Skala Citra Tubuh ……….. 45
2. Skala Perilaku Konsumtif ……….. 46
F. Validitas dan Reliabilitas ………. 47
1. Validitas ………. 47
2. Seleksi Aitem ……….. 48
3. Reliabilitas ……….. 55
G. Metode Analisis Data ………... 56
xvi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 58
A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ……….. 58
1. Persiapan ………. 58
2. Pelaksanaan Penelitian ……… 58
B. Deskripsi Proses Penelitian ……….. 58
C. Deskripsi Subjek ……….. 59
D. Deskripsi Data Penelitian ………. 60
E. Analisis Data ……… 61
1. Uji Asumsi ……….. 61
2. Uji Hipotesis ………... 63
F. Analisis Tambahan ………... 65
1. Kategori ……….. 65
2. Analisis Data Demografis ………... 66
G. Pembahasan ……….. 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 73
A. Kesimpulan ………... 73
B. Saran ………. 73
1. Bagi Wanita Dewasa Awal ……… 73
2. Bagi Peneliti Selanjutnya ………... 74
DAFTAR PUSTAKA ……….. 76
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Skor Skala ……… 45
Tabel 3.2 Blue Print Skala Citra Tubuh (sebelum uji coba) ………... 45
Tabel 3.3 Blue Print Skala Perilaku Konsumtif (sebelum uji coba) ……... 46
Tabel 3.4 Perbandingan Jumlah Aitem Skala Citra Tubuh
(sebelum dan sesudah uji coba) ……….. 49
Tabel 3.5 Distribusi Aitem Skala Citra Tubuh (sesudah uji coba)………. 50
Tabel 3.6 Perbandingan Jumlah Aitem Skala Perilaku Konsumtif
(sebelum dan sesudah uji coba) ……….. 50
Tabel 3.7 Distribusi Aitem Skala Perilaku Konsumtif
(sesudah uji coba) ……… 51
Tabel 3.8 Perbandingan jumlah Aitem Skala Citra Tubuh
(sebelum dan sesudah uji coba) ………... 52
Tabel 3.9 Distribusi Aitem Skala Citra Tubuh (untuk penelitian) ……….. 53
Tabel 3.10 Perbandingan Jumlah Aitem Skala Perilaku Konsumtif
(sebelum dan sesudah uji coba) ………... 53
xviii
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ………. 59
Tabel 4.2 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan ………. 59
Tabel 4.3 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Pendapatan dan Pengeluaran Per Bulan ………. 60
Tabel 4.4 One Sample T-Test : Mean teoritik, Mean empiris, dan Standar deviasi ……… 60
Tabel 4.5 One Sample kolmogorov-Smirnov Test ………... 62
Tabel 4.6 Compare Means Test for Linearity ………. 63
Tabel 4.7 Correlations ……… 64
Tabel 4.8 Kategorisasi Citra Tubuh dan Perilaku Konsumtif ………. 66
Tabel 4.9 Perbedaan Perilaku Konsumtif Berdasarkan Pendapatan dan Pengeluaran Per Bulan ………. 67
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Skala Penelitian (Try Out 1) ………... 80
Lampiran 2 Skala Penelitian (Try Out 2) ………... 97
Lampiran 3 Skala Penelitian ……… 114
Lampiran 4 Uji Reliabilitas Skala Citra Tubuh (try out 1) ……….. 129
Lampiran 5 Uji Reliabilitas Skala Perilaku Konsumtif (try out 1) ……….. 133
Lampiran 6 Uji Reliabilitas Skala Citra Tubuh (try out 2) ……….. 137
Lampiran 7 Uji Reliabilitas Skala Perilaku Konsumtif (try out 2) ……….. 141
Lampiran 8 Uji Reliabilitas Skala Citra Tubuh ………... 145
Lampiran 9 Uji Reliabilitas Skala Perilaku Konsumtif ………... 148
Lampiran 10 Uji Normalitas ……….. 151
Lampiran 11 Uji Linearitas ……… 153
Lampiran 12 Uji Hipotesis ………. 155
Lampiran 13 One Sample T-Test (Deskriptif Data Penelitian) ……….. 157
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Begitu banyak kebutuhan yang dimiliki, menuntut seseorang
berusaha untuk bisa memenuhinya. Hal ini menimbulkan salah satu
perilaku, yaitu perilaku membeli demi memenuhi kebutuhan tersebut. Akan
tetapi, untuk saat ini seseorang membeli suatu barang atau jasa tidak hanya
berdasarkan kebutuhan saja melainkan berdasarkan keinginan. Hal ini
mengakibatkan seseorang menjadi konsumtif terhadap barang atau jasa.
Menurut Anggasari (1997) perilaku konsumtif sebagai suatu tindakan
membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperlukan sehingga sifatnya
menjadi berlebihan. Seseorang menjadi lebih mementingkan faktor
keinginan daripada kebutuhan. Lubis (dalam Lina dan Rosyid, 1997)
mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu perilaku membeli yang
tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena
adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Lina dan Rosyid (1997) yang
mengatakan bahwa predikat konsumtif biasanya melekat pada seseorang
bila orang tersebut membeli sesuatu diluar kebutuhan yang rasional, sebab
pembelian tidak lagi didasarkan pada faktor kebutuhan, tetapi sudah pada
taraf keinginan yang berlebihan.
Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1994), ada beberapa faktor
Kebudayaan, 2). Kelas sosial, 3). Kelompok referensi, 4). Keluarga, 5).
Kepribadian, 6). Konsep diri, 7). Motivasi, 8). Pengamatan dan proses
belajar, 9). Gaya hidup. Kebudayaan merupakan hasil kreativitas manusia
dari generasi ke generasi berikutnya yang menentukan bentuk perilaku
dalam kehidupan sebagai anggota masyarakat. Kelas sosial mempengaruhi
perilaku konsumen dalam cara seseorang menghabiskan waktu, produk yang
dibeli dan cara berbelanja. Kelompok referensi merupakan sekelompok
yang sangat mempengaruhi seseorang dalam menentukan produk yang akan
dikonsumsi. Keluarga mempunyai pengaruh sangat besar dalam
pembentukan sikap dan perilaku seperti menetapkan keputusan dalam
membeli serta menggunakan barang dan jasa. Kepribadian didefisinikan
sebagai suatu bentuk dari sifat-sifat yang terdapat di dalam diri individu
yang sangat mempengaruhi perilakunya. Pengamatan dan proses belajar,
seseorang mengamati dan mempelajari informasi-informasi yang diperoleh
secara berulang dan kemudian hasil belajar tersebut menjadi referensi dalam
mengambil keputusan saat membeli suatu barang dan jasa. Gaya hidup
menggambarkan aktivitas seseorang, ketertarikan dan pendapat seseorang
terhadap suatu hal.
Perilaku konsumtif sebaiknya diwaspadai karena dapat
mengakibatkan dampak negatif seperti dapat membiasakan seseorang untuk
memiliki pola hidup boros (Tambunan dalam http://www.e-psikologi.com/,
20 oktober 2012).Pola hidup boros merupakan pola hidup
bersama. Selain mengakibatkan pola hidup boros, perilaku konsumtif
mengurangi kesempatan untuk menabung, karena orang akan lebih banyak
membelanjakan uangnya dibandingkan menyisihkan untuk ditabung.
Kemudian, perilaku konsumtif cenderung membuat seseorang tidak
memikirkan kebutuhan yang akan datang, ia akan mengkonsumsi lebih
banyak barang pada saat sekarang tanpa berpikir kebutuhannya dimasa
datang.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh MyVoucherCodes
(http://lifestyle.okezone.com, 29 oktober 2012) menunjukkan bahwa wanita
lajang mengeluarkan uang dua kali lebih banyak untuk membeli underwear
daripada wanita yang memiliki pasangan. Wanita lajang rela mengeluarkan
uang lebih banyak untuk pakaian dalam pilihannya. Hal ini menunjukkan
bahwa wanita membeli sesuatu bukan berdasarkan pada kebutuhan yang
sebenarnya melainkan semata mata kesenangan terhadap barang tersebut.
Sehingga, menyebabkan seseorang menjadi boros, yang dikenal dengan
istilah perilaku konsumtif (Anonim dalam Sari, 2009).
Dalam hal mengkonsumsi barang, ternyata ada perbedaan antara
wanita lajang dan wanita menikah atau sudah berkeluarga. Wanita bekerja
yang lajang lebih bebas menggunakan pendapatannya dari hasil bekerja
dibanding dengan wanita bekerja yang sudah menikah atau berkeluarga. Hal
ini dikarenakan wanita bekerja yang masih lajang belum mempunyai
tanggungjawab terhadap keluarga sehingga penghasilannya dapat
dilakukan oleh Tomarere (2011) ditemukan bahwa wanita bekerja lajang
lebih konsumtif terhadap fashion dibandingkan wanita bekerja yang sudah
menikah.
Wanita yang sudah bekerja dan belum berkeluarga sangat rentan
berperilaku konsumtif. Banyak wanita lajang di usia 25-35 tahun membuat
kecenderungan untuk menghabiskan uang demi memenuhi kesenangan
pribadi (Wittasari, 2008). Hal ini diperkuat oleh Fransisca dan Suyana
(dalam Yehoshua, 2009) bahwa wanita cenderung untuk mengeluarkan uang
untuk hal-hal yang diinginkan, bukan yang benar-benar mereka perlukan.
Mereka cenderung menghabiskan uangnya untuk biaya perawatan tubuh
agar mendapatkan penampilan menarik dan cantik yang diinginkannya. Hal
ini dikarenakan wanita terutama wanita di usiadewasa awal (18-40 tahun)
cenderung lebih memperhatikan penampilan fisiknya. Mereka menyadari
bahwa status mereka sangat terbantu dalam segala bidang kehidupan dengan
memiliki penampilan fisik yang menarik karena dibanding dengan
kecerdasan dan pendidikan, penampilan fisik yang menarik sering
dipandang lebih penting dari seorang wanita (Hurlock, 1999). Melliana
(dalam Astuti, 2009) juga menambahkan bahwa wanita yang memiliki
bentuk tubuh ideal diasosiasikan dengan kesempatan kerja lebih luas dan
kehidupan asmara yang lebih baik.
Banyak kaum wanita ingin memiliki penampilan yang cantik dan
menarik di depan umum. Sebagian besar wanita cenderung mengubah
tubuhnya kurang ideal. Persepsi tentang cantik yang berkembang di
masyarakat sekarang sering kali dinilai berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi
oleh pandangan wanita terhadap dirinya yang disebut dengan citra tubuh
yaitu, bagaimana seseorang memandang dan menilai tubuhnya sendiri. Citra
tubuh dimiliki setiap orang baik pria maupun wanita. Akan tetapi, wanita
lebih mudah terpengaruh dalam pembentukan citra tubuhnya. Mappiare
(dalam Bestiana, 2012) menambahkan bahwa citra tubuh sering dikaitkan
dengan wanita daripada pria karena wanita lebih memperhatikan
penampilannya. Figur-figur yang ditampilkan oleh media massa begitu
mempengaruhi pandangan wanita terhadap gambaran idealnya, sehingga
mereka memiliki keinginan untuk bisa seperti gambaran ideal tersebut. Hal
ini dikarenakan adanya tuntutan terhadap wanita untuk berpenampilan
menarik agar dapat dihargai lingkungannya.
Honigman dan Castle (dalam Rini, http://www.e-psikologi.com/, 11
November 2012) menyatakan bahwa citra tubuh adalah gambaran mental
seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya. Gambaran tersebut
meliputi bagaimana persepsi dan pemberian penilaian atas apa yang
dipikirkan dan dirasakan terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya dan
bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya. Cash dan
Pruzinsky (2002) menyatakan bahwa citra tubuh merupakan sikap yang
dimiliki seseorang terhadap tubuhnya yang dapat berupa penilaian positif
dan negatif. Grogan (1999) menambahkan bahwa citra tubuh adalah
Salah satu faktor yang mempengaruhi citra tubuh adalah konsep diri.
Konsep diri adalah pandangan, pikiran, dan perasaan seseorang terhadap
citra dirinya sendiri baik secara fisik, psikis, sosial maupun moral (Parma,
2007). Konsep diri bukan termasuk faktor bawaan, tetapi konsep diri
berkembangan dalam diri seseorang, kemudian dipelajari, serta adanya
interaksi dengan orang lain. Menurut Dodgon dan Wood (dalam Parma,
2007), seseorang yang memiliki konsep diri yang negatif akan merasa
dirinya selalu gagal dan merasa tidak mampu serta memiliki pandangan
yang buruk tentang dirinya. Akan tetapi, seseorang yang memiliki konsep
diri yang positif memiliki pandangan yang menyenangkan tentang keadaan
dirinya. Seseorang yang mampu menerima bentuk tubuh yang dimiliki
dengan baik dan penuh rasa syukur memiliki konsep diri yang baik tentang
citra tubuhnya.
Wanita menganggap penampilan fisik adalah hal yang penting.
Adanya pandangan seperti ini tidak dapat dipungkiri merupakan pengaruh
dari luar. Anonim (dalam Maulad, 2008) mengatakan citra tubuh terbentuk
dari pengalaman-pengalaman seseorang yang dimiliki baik dari keluarga,
teman, lingkungan serta media yang mempengaruhi untuk mempersepsikan
nilai penting dari bentuk dan ukuran tubuh. Melliana (dalam Astuti, 2009)
mengatakan bahwa tubuh ideal biasanya ditampilkan dalam media massa,
seperti majalah, film, televisi dan iklan. Media massa menampilkan sosok
perempuan ideal seperti perempuan langsing, berkaki indah, paha, pinggang
Hal ini secara tidak langsung membentuk persepsi wanita mengenai
gambaran wanita yang ideal. Cash dan Pruzinsky (2002) menyatakan bahwa
media massa mempengaruhi perkembangan citra tubuh (body image).
Tiggeman (dalam Cash&Pruzinsky, 2002) mengatakan bahwa
majalah-majalah wanita terutama majalah-majalah fashion, film dan televisi (termasuk
tayangan anak-anak) menyajikan gambar model-model yang kurus sebagai
figur yang ideal. Sehingga, citra tubuh wanita berkembang menjadi citra
tubuh yang negatif. Banyak wanita merasa tidak puas dengan tubuhnya dan
mengalami gangguan makan.
Maulad (2008) menyatakan sebagian besar wanita sangat
memperhatikan bentuk tubuhnya dan memandang bentuk tubuh sebagai
suatu ukuran kecantikan. Mereka menganggap bahwa tubuh yang ideal
identik dengan tubuh yang kurus atau langsing. Dengan memiliki tubuh
yang langsing, mereka akan merasa lebih percaya diri. Kesenjangan yang
terlalu jauh antara diri fisik nyata dengan tubuh ideal akan menyebabkan
penilaian negatif terhadap tubuh. Wanita yang memiliki citra tubuh yang
negatif cenderung memiliki rasa tidak puas dan kurang percaya diri terhadap
tubuhnya. Solomon (2009) mengatakan bahwa wanita cenderung
mendistorsi citra tubuh mereka sehingga membuat kesenjangan antara diri
fisik nyata dan ideal. Kesenjangan tersebut memotivasi wanita untuk
membeli produk dan jasa. Hal ini dianggap dapat mempersempit
kesenjangan antara diri fisik nyata dan ideal pada wanita. Ketidakpuasan
wanita untuk melakukan segala cara demi memperbaiki penampilan fisiknya
(Munfarida dalam Astuti, 2009). Banyak cara yang dilakukan wanita agar
memiliki penampilan yang menarik, yaitu dengan melakukan perawatan
tubuh seperti aerobic, kebugaran, fitness, facial treatment serta operasi
plastik (Astuti, 2009). Berbagai cara yang dilakukan membuat wanita
menjadi konsumtif terhadap barang dan jasa demi mendapatkan penampilan
yang menarik.
Dalam penelitian ini, penulis fokus pada wanita dewasa awal yang
telah memiliki penghasilan namun belum berkeluarga karena berdasarkan
uraian sebelumnya ditemukan bahwa wanita bekerja yang masih lajang
lebih bebas dalam menggunakan penghasilannya dan rentan berperilaku
konsumtif (Wittasari,2008). Hurlock (1999) mengatakan bahwa masa
dewasa awal adalah periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan
baru dan harapan-harapan sosial baru. Masa dewasa awal juga merupakan
masa yang penuh ketegangan emosional, kondisi emosionalnya tidak
terkendali. Selain itu, masa dewasa awal menjadi masa yang sulit bagi
seseorang, karena sebagai orang dewasa mereka diharapkan untuk
melakukan penyesuian diri secara mandiri.
Sekarang ini, telah banyak wanita yang terjun ke dunia kerja.
Berdasarkan data sensus penduduk Badan Pusat Statistik Indonesia (2010),
jumlah penduduk yang bekerja mencapai 104,9 juta jiwa. Pria bekerja
berjumlah 66,8 juta jiwa dan wanita bekerja berjumlah 38,1 jiwa.
bekerja hanya 37,7 juta jiwa dengan 24,8 juta jiwa pria bekerja dan 12,9 juta
jiwa wanita bekerja. Meskipun hanya setengah dari jumlah pria yang
bekerja, hal ini dapat menunjukkan bahwa sebagian wanita mandiri secara
finansial. Sehingga, mereka leluasa menggunakan penghasilannya untuk
memenuhi kebutuhannya. Hal ini sejalan dengan Setiadi (2010) yang
mengatakan bahwa ketika wanita bekerja, mereka memiliki uang yang dapat
dibelanjakan kapan dan dimana saja.
Dalam penelitian ini, Pontianak dipilih untuk menjadi tempat
penelitian. Sebagai Ibu Kota Provinsi Kalimantan Barat, Pontianak sekarang
ini sudah berkembang cukup pesat dalam perekonomian dan pembangunan
fisik kota. Berdasarkan pengamatan, wanita di sekitar penulis memiliki
kecenderungan berperilaku konsumtif. Hal ini dapat dilihat dari cara
berpenampilan dan bagaimana mereka mengikuti fashion dan berbagai hal
yang sedang tren. Dari beberapa wawancara yang dilakukan, Siska (wanita
dewasa awal yang bekerja dan belum berkeluarga) mengatakan bahwa ia
dan teman-temannya sering menghabiskan penghasilannya untuk dapat
berpenampilan menarik seperti membeli produk fashion yang dapat
menunjang penampilannya serta perawatan wajah dan tubuh. Hal ini
didukung dengan adanya pusat perbelanjaan yang berkembang begitu pesat
serta klinik-klinik kecantikan. Hal ini yang menjadi alasan penulis memilih
Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin meneliti “ Hubungan Antara
Citra Tubuh dengan Perilaku Konsumtif Pada Wanita Dewasa Awal yang
Bekerja dan Belum Berkeluarga di Pontianak”.
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara citra tubuh dengan perilaku
konsumtif pada wanita dewasa awal yang bekerja dan belum berkeluarga di
Pontianak?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara citra
tubuh dengan perilaku konsumtif pada wanita dewasa awal yang bekerja dan
belum berkeluarga di Pontianak.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu, khususnya psikologi perkembangan maupun psikologi konsumen
dengan cara memberi data yang telah teruji secara empiris tentang
hubungan antara citra tubuh dengan perilaku konsumtif pada wanita
dewasa awal yang sudah bekerja dan belum berkeluarga. Demikian pula
diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian-penelitian
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai hubungan antara citra tubuh dengan perilaku konsumtif pada
wanita dewasa awal yang sudah bekerja dan belum berkeluarga. Selain
itu, secara umum hasil dari penelitian ini dapat menambah wawasan
masyarakat mengenai wanita khususnya wanita sudah bekerja dan
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Citra Tubuh
1. Pengertian Citra Tubuh
Citra tubuh adalah padangan dan penilaian seseorang terhadap
tubuhnya. Shilder (dalam Grogan, 1999) menyatakan bahwa citra tubuh
adalah gambaran mengenai tubuh seseorang yang terbentuk dalam
pikiran individu itu sendiri, dengan kata lain gambaran tubuh individu
menurut individu itu sendiri. Menurut Cash dan Pruzinsky (2002) citra
tubuh adalah sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya yang
dapat berupa penilaian positif dan negatif. Grogan (1999)
menambahkan bahwa citra tubuh adalah persepsi, pikiran dan perasaan
seseorang tentang tubuhnya.
Thompson dkk (2002) menyatakan citra tubuh adalah evaluasi
terhadap ukuran tubuh, berat ataupun aspek tubuh lainnya yang
mengarah pada penampilan fisik. Evaluasi ini dibagi menjadi tiga area
yaitu, 1).Komponen persepsi, 2). Komponen Subyektif, 3). Komponen
perilaku. Komponen persepsi secara umum mengarah pada keakuratan
dalam mempersepsi ukuran (perkiraan ukuran tubuh). Kemudian,
komponen subyektif yang mengarah pada kepuasan, perhatian, evaluasi
kognitif dan kecemasan serta komponen perilaku yang fokus pada
penghindaran individu terhadap situasi yang mengakibatkan
dan Skultety (dalam Cash dan Pruzinsky, 2002) menambahkan bahwa
dalam evaluasi citra tubuh pada masa dewasa dibutuhkan tiga
komponen yaitu 1). Penampilan, 2). Kompetensi,3). Kesehatan fisik.
Penampilan fisik menyediakan banyak isyarat ekstenal penting untuk
diri dan orang lain, termasuk informasi mengenai usia dan daya tarik.
Perasaan internal kompetensi tubuh sebagian didasarkan pada sensasi
fisik yang terkait dengan penuaan, termasuk perasaan kelincahan, daya
tahan dan kekuatan. Pengalaman kesehatan fisik atau penyakit memiliki
implikasi yang mendalam untuk kualitas hidup dan secara dramatis
mempengaruhi pikiran individu dan perasaan tentang akhir kehidupan.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, disimpulkan bahwa
citra tubuh adalah gambaran persepsi, pikiran dan perasaan seseorang
terhadap tubuhnya yang dapat berupa penilaian positif dan negatif.
Terdapat tiga komponen dalam evaluasi citra tubuh yaitu, penampilan,
kompetensi, dan kesehatan fisik.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Citra tubuh
Citra tubuh bukan merupakan faktor bawaan dalam diri
seseorang. Citra tubuh berkembang berdasarkan
pengalaman-pengalaman seseorang yang kemudian dapat mempengaruhi persepsi
tentang pentingnya bentuk dan ukuran tubuh. Berikut adalah
2.1 Media Massa
Menurut Tiggeman (2002), media massa sangat
mempengaruhi perkembangan citra tubuh pada wanita. Media
sering menyajikan standar kecantikan wanita, yaitu wanita yang
bertubuh kurus adalah wanita yang memiliki tubuh yang ideal.
Majalah-majalah wanita terutama majalah fashion, film dan televisi
(termasuk tayangan anak-anak) menyajikan gambar model-model
yang kurus sebagai figur yang ideal sehingga menyebabkan banyak
wanita merasa tidak puas dengan tubuhnya dan mengalami
gangguan makan seperti melakukan diet untuk menurunkan berat
badan.
2.2 Keluarga
Teori pembelajaran sosial mengemukakan bahwa orangtua
adalah model penting dalam proses sosialisasi dalam
mempengaruhi citra tubuh anak-anaknya melalui pemodelan,
umpan balik dan instruksi (Cooke, 2002). Thompson dkk (2002)
mengatakan bahwa orang tua mempengaruhi anaknya melalui sikap
mereka terhadap terhadap berat badan, bentuk dan pola makan
anak-anaknya. Sehingga anak memiliki persepsi atau pandangan
yang sama dengan orangtuanya terhadap berat dan bentuk tubuh
2.3 Hubungan Interpersonal
Dunn dan Gokee (2002) mengatakan bahwa hubungan
interpersonal merupakan cara seseorang melihat dirinya
dibandingkan dengan orang lain dan umpan balik yang diterima
mempengaruhi konsep diri seseorang termasuk bagaimana
perasaannya terhadap penampilan fisik. Hal ini menyebabkan
seseorang cemas dan merasa gugup ketika orang lain melakukan
evaluasi terhadap penampilannya. Faktor interpersonal seperti
umpan balik pada penampilan serta keluarga mempengaruhi
pandangan dan perasaan seseorang tentang tubuhnya.
3. Pengukuran Citra Tubuh
Aspek-aspek pengukuran citra tubuh menurut Cash (dalam Sari,
2009) yaitu:
3.1 Evaluasi penampilan
Mengukur perasaan menarik atau tidak menarik, kepuasan
atau ketidakpuasan yang secara instrinsik terkait pada kebahagiaan
atau ketidakbahagiaan, kenyamanan atau ketidaknyamanan
terhadap penampilan secara keseluruhan.
3.2 Orientasi penampilan
Mengukur banyaknya usaha yang dilakukan individu untuk
memperbaiki serta meningkatkan penampilan dirinya. Thompson
adalah investasi pengukuran kognitif-behavioral dalam penampilan
seseorang yang tercermin oleh benda-benda yang diterapkan secara
berkala dalam penampilan.
3.3 Kepuasan area tubuh
Mengukur kepuasan dan ketidakpuasan seseorang terhadap
area-area tubuh tertentu. Adapun area-area tersebut adalah wajah,
rambut, warna kulit, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul,
kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tampilan otot, berat
serta tinggi badan.
3.4 Kecemasan menjadi gemuk
Menggambarkan kecemasan terhadap kegemukan dan
kewaspadaan akan berat badan yang ditampilkan melalui perilaku
nyata dalam aktivitas sehari-hari seperti kecenderungan melakukan
diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan.
3.5 Pengkategorian ukuran tubuh
Mengukur bagaimana seseorang memandang dan melabel
berat badan.
Berdasarkan uraian tersebut, aspek-aspek pengukuran citra
tubuh yaitu evaluasi penampilan, orientasi penampilan, kepuasan area
B. Perilaku Konsumtif
1. Pengertian Perilaku Konsumtif
Lubis (dalam Lina dan Rosyid, 1997) mengatakan bahwa
perilaku konsumtif adalah suatu perilaku membeli yang tidak lagi
didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya
keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Lina dan Rosyid(1997) yang
mengatakan bahwa predikat konsumtif biasanya melekat pada
seseorang bila orang tersebut membeli sesuatu diluar kebutuhan yang
rasional, sebab pembelian tidak lagi didasarkan pada faktor kebutuhan,
tetapi sudah pada taraf keinginan yang berlebihan.
Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1994) perilaku
konsumtif merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam
mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa,
termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan
ini. Hempel (dalam Sari, 2009) mengatakan bahwa perilaku konsumtif
sebagai adanya ketegangan antara kebutuhan dan keinginan manusia.
Anggasari (1997) menambahkan bahwa perilaku konsumtif sebagai
suatu tindakan membeli barang-barang yang kurang atau tidak
diperlukan sehingga sifatnya menjadi berlebihan, seseorang menjadi
lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan.
Berdasarkan pernyataan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
mengkonsumsi yang tidak didasarkan pada pertimbangan rasional atau
membeli produk dan jasa yang kurang serta tidak diperlukan secara
berlebihan karena lebih mementingkan faktor keinginan daripada faktor
kebutuhan.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Perilaku Konsumtif
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku
konsumtif menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995), adalah:
2.1 Kebudayaan
Budaya didefinisikan sebagai hasil kreativitas manusia dari
satu generasi ke generasi berikutnya yang sangat menentukan
bentuk perilaku dalam kehidupannnya sebagai anggota masyarakat.
2.2 Kelas Sosial
Kelas sosial mempengaruhi perilaku konsumen dalam cara
seseorang menghabiskan waktu mereka, produk yang dibeli dan
cara berbelanja.
2.3 Kelompok Referensi
Kelompok referensi adalah sekelompok orang yang sangat
mempengaruhi perilaku individu. Seseorang akan melihat
kelompok referensinya untuk menentukan produk yang akan
2.4 Keluarga
Keluarga mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
pembentukan sikap dan perilaku anggotanya. Begitu juga dalam
pembentukan keyakinan dan berfungsi langsung dalam
menentapkan keputusan seseorang dalam membeli dan
menggunakan barang atau jasa.
2.5 Kepribadian
Kepribadian sangat berpengaruh dalam mengambil
keputusan untuk membeli suatu produk. Kepribadian didefinisikan
sebagai suatu bentuk dari sifat-sifat yang terdapat didalam diri
individu yang sangat mempengaruhi perilakunya.
2.6 Konsep Diri
Konsep diri dapat mempengaruhi persepsi dan perilaku
membeli seseorang. Ada beberapa tipe konsumen dalam memenuhi
konsep diri, yaitu konsumen yang berusaha memenuhi konsep diri
yang disadari, konsumen yang berusaha memenuhi konsep diri
idealnya dan konsumen yang memenuhi konsep diri menurut orang
lain. Usaha dalam memenuhi konsep diri inilah yang akan
mempengaruhi perilaku membeli seseorang.
2.7 Motivasi
Motivasi merupakan pendorong perilaku seseorang, tidak
terkecuali dalam melakukan pembelian atau penggunaan jasa yang
2.8 Pengamatan dan Proses Belajar
Pengalaman belajar seseorang akan menentukan tindakan
dan pengambilan keputusan membeli. Seseorang mengamati dan
mempelajari informasi-informasi yang diperoleh secara
berulang-ulang sehingga hasil belajar tersebut digunakan sebagai referensi
untuk mengambil keputusan dalam pembelian.
2.9 Gaya Hidup
Gaya hidup merupakan suatu konsep yang paling umum
dalam memahami perilaku konsumen. Gaya hidup merupakan
suatu pola rutinitas kehidupan dan aktivitas seseorang dalam
menghabiskan waktu dan uang. Gaya hidup menggambarkan
aktivitas seseorang, ketertarikan dan pendapat seseorang terhadap
suatu hal.
Berdasarkan uraian tersebut, maka faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan perilaku konsumtif, yaitu kebudayaan,
kelas sosial, kelompok referensi, keluarga, kepribadian, konsep diri,
3. Pengukuran Perilaku Konsumtif
Indikator pengukuran perilaku konsumtif menurut Sumartono
(dalam Sari, 2009), yaitu:
3.1 Membeli produk karena iming-iming hadiah
Konsumen membeli suatu barang karena adanya tawaran
hadiah jika membeli barang tersebut seperti misalnya “buy 1 get 1
free”. Konsumen akan tertarik untuk membelinya karena dengan
membeli satu barang mereka mendapatkan satu barang lagi dengan
gratis.
3.2 Membeli produk karena kemasan menarik
Konsumen sangat mudah terbujuk untuk membeli produk
yang dibungkus dengan rapi dan dihias warna-warni yang menarik.
Artinya motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena
kemasan menariknya.
3.3 Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi
Konsumen mempunyai keinginan membeli yang tinggi
karena pada umumnya mereka mempunyai ciri khas dalam
berpakaian, berdandan, gaya rambut dan sebagainya dengan tujuan
agar selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain.
3.4 Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar
manfaat dan kegunaannya)
Konsumen cenderung berperilaku yang ditandakan oleh
segala hal yang dianggap paling mewah. Konsumen memiliki
penilaian sendiri mengenai produk yang mewah tersebut bukan
berdasarkan penilaian orang lain.
3.5 Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status
Konsumen mempunyai kemampuan membeli yang tinggi
baik dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut dan sebagainya
sehingga hal tersebut dapat menunjang sifat eksklusif dengan
barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial
yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk dapat
memberikan simbol status agar kelihatan lebih keren dimata orang
lain.
3.6 Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang
mengiklankan
Konsumen cenderung meniru perilaku tokoh yang
diidolakannya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang
dipakai tokoh idolanya. Konsumen cenderung memakai dan
mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan publik
figur produk tersebut.
3.7 Membeli produk dengan harga mahal untuk meningkatkan rasa
percaya diri
Konsumen sangat terdorong untuk mencoba suatu produk
karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh iklan tersebut
3.8 Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda)
Konsumen akan cenderung menggunakan jenis produk yang
sama dengan merek yang berbeda dari produk yang digunakan
sebelumnya, meskipun produk tersebut belum habis dipakai.
Dari beberapa uraian di atas, maka indikator pengukuran
perilaku konsumtif, yaitu membeli produk karena iming-iming hadiah,
membeli produk karena kemasan menarik, membeli produk demi
menjaga penampilan diri dan gengsi, membeli produk atas
pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya),
membeli produk hanya sekedar menjaga symbol status, memakai
produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan,
membeli produk dengan harga mahal untuk meningkatkan rasa
percaya diri serta mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek
berbeda).
C. Wanita Dewasa Awal
1. Pengertian dan Batasan Usia Dewasa Awal
Dewasa awal merupakan tahap perkembangan yang paling
dinamis sepanjang rentang kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan
seseorang mengalami perubahan progresif secara fisik, kognitif maupun
psikososio-emosional, untuk menuju integrasi kepribadian yang
semakin matang dan bijaksana (Dariyo, 2008). Masa ini juga
kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru (Hurlock, 1999).
Seseorang diharapkan memulai kehidupan baru dengan memerankan
peran ganda sebagai suami/istri dan peran dalam dunia kerja.
Penyesuaian diri menjadikan masa ini menjadi masa khusus dan
sulit dari rentang hidup seseorang karena seseorang dituntut untuk
melepaskan ketergantungannya dari orang tua dan orang lain. Sebagai
orang dewasa, seseorang diharapkan mengadakan penyesuaian diri
secara mandiri. Menurut Santrock (2002), usia masa dewasa awal mulai
dari usia 18 tahun hingga usia 40 tahun. Hurlock (1999) juga
mengatakan hal yang sama bahwa masa dewasa awal dimulai pada usia
18 tahun sampai kira-kira usia 40 tahun. Dariyo (2008) yang sedikit
berbeda mengungkapkan bahwa yang tergolong dewasa awal ialah yang
berusia 20 hingga 40 tahun.
Berdasarkan uraian diatas, maka wanita dewasa awal adalah
wanita yang berusia 18-40 tahun. Dalam rentang usia ini, wanita
mengalami perubahan secara progresif secara fisik, kognitif dan
psikosisio-emosional untuk menuju integrasi kepribadian yang matang
dan bijaksana. Wanita juga memasuki masa penyesuaian diri terhadap
pola-pola hidup baru serta harapan-harapan sosial baru dengan
2. Karakteristik Dewasa Awal
Setiap tahap perkembangan mempunyai karakteristik
tersendiri.Seperti tahap perkembangan lainnya, masa dewasa awal
ditandai dengan berbagai karakteristik khas dalam perkembangan fisik,
kognitif serta psikososio-emosional.
2.1 Perkembangan Fisik
Pada masa dewasa awal, kondisi fisik tidak hanya mencapai
puncaknya tetapi juga mulai menurun selama periode ini (Santrock,
2002). Menurut Dariyo (2008), pada masa dewasa awal
pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek fisiologis telah
mencapai posisi puncak. Individu pada masa dewasa awal lebih
mampu menghadapi dan mengatasi masalah secara fisik sehingga
penyesuaian terhadap perkembangan fisik berjalan baik. Pada masa
ini juga, individu sudah menyadari kekurangan fisiknya dan
menyadari bahwa ia tidak dapat menghapus kekurangannya tapi
masih mampu untuk memperbaiki penampilannya (Hurlock, 1999).
Hal ini menimbulkan minat terhadap hal-hal yang menyangkut
kecantikan, diet dan olah raga.
2.2 Perkembangan Kognitif
Dariyo (2008) mengatakan bahwa masa perkembangan
dewasa awal ditandai dengan keinginan mengaktualisasi segala ide
pemikiran yang dimatangkan selama mengikuti pendidikan tinggi
memecahkan masalah secara sistematis dan mampu
mengembangkan daya inisiatif-kreatifnya sehingga memperoleh
pengalaman-pengalaman baru yang akan semakin mematangkan
kualitas mentalnya.
2.3 Perkembangan Psikososio-Emosional
Kehidupan psikososial dewasa awal makin kompleks
dibandingkan dengan masa remaja karena selain bekerja, individu
dewasa awal akan memasuki kehidupan pernikahan, membentuk
keluarga baru (Dariyo, 2008). Menurut Erikson (dalam Papalia
dkk. 2009), dalam perkembangan psikososial masa dewasa awal
masa dewasa awal terdapat krisis intimacy versus isolation. Pada
masa dewasa awal inilah individu membuat komitmen personal
yang dalam dengan orang lain, yakni dengan menjalin hubungan
dengan lawan jenis dan membentuk keluarga baru. Apabila tidak
mampu melakukannya, maka individu dewasa awal akan merasa
kesepian dan krisis keterasingan.
3. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal
Pada masa dewasa awal ini, banyak harapan-harapan yang
ditujukan masyarakat pada mereka yang sudah dimasa ini.
Harapan-harapan masyarakat untuk orang-orang dewasa awal cukup jelas dan
telah diketahui oleh mereka bahkan sebelum mereka mencapai usia
(Hurlock, 1999): mendapatkan suatu pekerjaan, memilih seorang teman
hidup, belajar hidup bersama dengan suami atau istri membentuk suatu
keluarga, membesarkan anak-anak, mengelola sebuah rumah tangga,
menerima tanggung jawab sebagai warga Negara dan bergabung dalam
suatu kelompok sosial yang sesuai. Tingkat penguasaan tugas-tugas ini
akan mempengaruhi tingkat keberhasilan seseorang ketika mencapai
puncak keberhasilan di usia setengah baya.
D. Wanita dan Pekerjaan 1. Pengertian Bekerja
Menurut KBBI, bekerja adalah melakukan suatu kegiatan untuk
mencari nafkah; mata pencaharian. Dwijanti (dalam Ariana, 2006)
mengatakan bahwa bekerja merupakan kegiatan yang dilakukan secara
teratur dalam jangka waktu tertentu dengan tujuan jelas yaitu untuk
memperoleh penghasilan atau untuk memperoleh sesuatu dalam bentuk
barang, jasa, atau gagasan. Maka dari itu, dengan bekerja seseorang
dapat memperoleh berbagai kepuasan baik secara fisik, psikis, sosial
maupun emosional.
2. Wanita Bekerja
Perubahan peran wanita jelas terjadi sejalan dengan
meningkatnya pekerja wanita (DeCorte, London&Greller, Morrison
dalam Santrock, 2002). Kini wanita tidak lagi tinggal di rumah
dari wanita yang mulai terjun ke dalam dunia pekerjaan (Ariana ,2006).
Bukan suatu hal yang baru jika kita melihat banyaknya wanita yang
berperan aktif seperti pria dalam bidang pekerjaan. Hal ini juga
didukung oleh adanya emansipasi, dimana kini antara pria dan wanita
memiliki persamaan hak, derajat dan kesempatan yang sama besar.
Widoyati (dalam Ariana, 2006) mengungkapkan bahwa dewasa
ini terdapat empat golongan wanita, yaitu:
a. Wanita yang bekerja dan tidak atau belum pernah membentuk rumah
tangga.
b. Wanita yang memberikan pengabdian sepenuhnya pada keluarga
saja.
c. Wanita yang memberikan prioritas kepada pekerja di atas
keluarganya.
d. Wanita yang memilih jalan tengah untuk bekerja sekaligus menerima
peranan rangkap sebagai ibu rumah tangga dengan mengkombinasi
peran ganda tersebut.
Wanita yang bekerja adalah wanita yang terlibat dalam bidang
pekerjaan yang memberikan peluang untuk maju atau meningkatkan
kedudukannya ke jenjang jabatan yang lebih tinggi (Stefani dan
Prihanto, dalam Yehoshua, 2009). Wanita yang bekerja berusaha
mengembangkan diri agar mampu menghasilkan ide-ide yang kreatif
dan inovatif untuk kemajuan organisasi tempat ia bekerja. Memiliki
membuat wanita yang bekerja memiliki identitas sosial sehingga ia
diterima baik dilingkungan kerjanya.
3. Motif Wanita yang Bekerja
Wanita yang memilih untuk bekerja memiliki berbagai motif
yang mendasari (Rini dalamhttp://www.e-psikologi.com/, 12 Maret 2013). Motif-motif yang mendasari wanita memilih untuk bekerja adalah sebagai berikut:
3.1 Kebutuhan Finansial
Wanita memilih untuk bekerja karena termotivasi oleh
kebutuhan finansial. Dengan bekerja, wanita memperoleh
penghasilan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pribadinya
3.2 Kebutuhan Sosial-relasional
Wanita mendapat dorongan dari kebutuhan sosial-relasional
yang tinggi untuk bekerja. Mereka merasa tempat mereka bekerja
dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Wanita memiliki kebutuhan
akan penerimaan sosial dan identitas sosial yang dapat mereka
peroleh melalui komunitas kerjanya dengan menunjukkan
kemampuannya dalam bekerja sama di tempat kerja.
3.3 Kebutuhan Aktualisasi Diri
Dengan semakin terbukanya kesempatan yang sama pada
wanita untuk berkarya, berkreasi, mencipta, mengkreasikan diri,
membagi ilmu dan pengalaman, mendapatkan penghargaan,
penerimaan, dan prestasi. Hal ini menunjukkan wanita berusaha
untuk mengembangkan diri agar mampu bersaing dalam pekerjaan.
Wanita merasa bekerja dan pekerjaan merupakan hal yang sangat
bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri,
menyokong sense of self dan kebanggaan diri selain mendapatkan
kemandirian secara finansial.
3.4 Kebutuhan Psikologis
Wanita juga termotivasi oleh kebutuhan psikologis.
Maksudnya adalah wanita merasa lebih rileks dan lebih nyaman
jika mereka bekerja daripada mereka hanya di dalam rumah saja.
4. Status Lajang Wanita yang Bekerja (belum berkeluarga)
Dariyo (2008) mengatakan bahwa melajang merupakan suatu
pilihan yang dipilih oleh seorang individu, dimana individu harus siap
menanggung semuanya sendiri. Menurut Vuuren (1988) wanita pekerja
dengan status belum menikah atau lajang belum membuat keputusan
jangka panjang secara sadar mengenai hubungannya dengan pria.
Wanita bekerja yang masih lajang memiliki alasan yang mendasari
untuk tidak terikat suatu pernikahan yaitu, kebebasan untuk
memperoleh kesempatan dalam menempuh pendidikan, karir dan
E. Hubungan antara Citra Tubuh dengan Perilaku Konsumtif pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja dan Belum Berkeluarga
Wanita dewasa awal merupakan individu yang berada direntang usia
18-40 tahun. Masa dewasa awal merupakan masa penyesuaian diri terhadap
pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru (Hurlock, 1999).
Sebagai orang dewasa, wanita diharapkan mengadakan penyesuaian diri
secara mandiri. Wanita diharapkan memulai kehidupan baru dengan
memerankan peran ganda sebagai istri dan peran dalam dunia kerja.
Saat ini, sudah banyak wanita yang mulai terjun ke dalam dunia
pekerjaan (Ariana, 2006). Wanita dewasa awal yang belum berkeluarga atau
lajang memilih untuk bekerja karena mereka memiliki kebebasan untuk
memperoleh kesempatan dalam menempuh pendidikan, karir dan
kemandirian secara psikologis dan sosial (Yehoshua,2009). Mereka
memiliki keinginan mengaktualisasi segala ide pemikiran yang dimatangkan
selama mengikuti pendidikan. Mereka juga berusaha mengembangkan diri
agar mampu menghasilkan ide-ide yang kreatif dan inovatif sehingga dapat
bersaing dalam pekerjaan.
Wanita dewasa awal yang sudah bekerja memiliki berbagai motif
yang mendasari mereka memilih untuk bekerja (dalam Rini.
http://www.e-psikologi.com/, 12 Maret 2013). Motif-motif tersebut yaitu, kebutuhan finansial, kebutuhan sosial-relasional, kebutuhan aktualisasi diri, dan
kebutuhan psikologis. Dari beberapa motif tersebut, dalam kasus ini wanita
Dengan bekerja, wanita memperoleh penghasilan yang dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Salah satu kebutuhan pribadi ini yaitu
melakukan perawatan tubuh agar memiliki penampilan yang menarik.
Selain itu, bisa juga wanita mendapat dorongan dari kebutuhan
sosial-relasional untuk bekerja. Hal ini dikarenakan wanita memiliki kebutuhan
akan identitas sosial dan penerimaan sosial yang mereka anggap dapat
mereka peroleh melalui komunitas kerjanya. Untuk memperoleh identitas
sosial dan penerimaan sosial ini, salah satunya wanita dituntut untuk
memiliki penampilan yang menarik bagi lingkungannya. Hal ini menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan citra tubuh pada
wanita, yaitu hubungan interpersonal. Umpan balik pada penampilan dan
persaingan teman sebaya mempengaruhi pandangan dan perasaan seseorang
tentang tubuhnya.
Cash dan Pruzinsky (2002) mengatakan bahwa citra tubuh
merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya yang dapat
berupa penilaian positif dan negatif. Menurut Grogan (1999) citra tubuh
adalah persepsi, pikiran dan perasaan seseorang tentang tubuhnya. Persepsi
wanita mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya berbeda-beda karena
dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang mereka peroleh dari
keluarga, teman, lingkungan serta media (Anonim dalam Maulad, 2008).
Sebagian besar wanita sangat memperhatikan bentuk tubuhnya dan
memandang bentuk tubuh sebagai suatu ukuran kecantikan (Maulad, 2008).
menyebabkan wanita memiliki penilaian negatif terhadap tubuh. Wanita
yang memiliki citra tubuh yang negatif cenderung tidak puas dan kurang
percaya diri terhadap tubuhnya. Ketidakpuasan yang besar terhadap tubuh
menyebabkan semakin kuatnya keinginan para wanita untuk melakukan
segala cara demi memperbaiki penampilan fisiknya (Munfarida dalam
Astuti, 2009). Wanita menyadari bahwa status mereka sangat terbantu
dalam segala bidang kehidupan dengan memiliki penampilan fisik yang
menarik karena dibanding dengan kecerdasan dan pendidikan, penampilan
fisik yang menarik sering dipandang lebih penting dari seseorang wanita
(Hurlock, 1999).
Wanita dewasa awal yang bekerja cenderung akan melakukan segala
cara untuk merubah penampilannya menjadi menarik. Hal ini dikarenakan
adanya tuntutan untuk memiliki penampilan menarik agar dapat diterima
dan dihargai dilingkungannya. Sehingga wanita dewasa awal yang bekerja
cenderung menghabiskan banyak uang untuk biaya perawatan tubuhnya
agar menjadi menarik. Hal ini bisa terjadi karena wanita sudah bekerja dan
belum berkeluarga atau masih lajang sehingga mereka memiliki penghasilan
yang bebas mereka gunakan untuk kebutuhan pribadinya. Sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Setiadi (2010) bahwa ketika wanita sudah bekerja,
mereka memiliki uang yang dapat dibelanjakan kapan dan dimana saja.
Wanita dewasa awal yang bekerja dan belum berkeluarga rela
mengeluarkan banyak uang untuk melakukan berbagai cara agar memiliki
kecenderungan berperilaku konsumtif (Anonim dalam Sari, 2009).
Seseorang melakukan pembelian tidak lagi didasarkan pada faktor
kebutuhan, melainkan sudah pada taraf keinginan yang berlebihan atau
diluar kebutuhan yang rasional (Lina, 1997). Hal ini bisa saja dikarenakan
adanya tawaran hadiah jika seseorang membeli barang tersebut. Sehingga
membuat seseorang memutuskan untuk membelinya. Selain itu, pembelian
bisa dikarenakan kemasan yang menarik, atau juga demi menjaga
penampilan diri dan gengsi serta pertimbangan harga barang dan jasa yang
ditawarkan untuk mendapatkan penampilan yang menarik.
Wanita dewasa awal yang bekerja dan belum berkeluarga memiliki
penghasilan yang dapat mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri. Mereka memiliki kebebasan menggunakan uang dari hasil kerjanya
untuk membeli barang dan jasa. Wanita dewasa awal yang memiliki
ketidakpuasan terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya mempunyai
kesempatan untuk merubah penampilannya menjadi menarik agar dapat
diterima dan dihargai dilingkungannya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti ingin meneliti apakah
terdapat hubungan antara citra tubuh dan perilaku konsumtif pada wanita
F. Skema Hubungan antara Citra Tubuh dengan Perilaku Konsumtif pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja dan Belum Berkeluarga
Wanita dewasa awal sudah bekerja
Kebutuhan relasional
Penerimaan sosial Identitas sosial
Penampilan menarik
Citra tubuh
Positif Negatif
Puas & Percaya diri &
Tidak Puas Tidak Percaya diri
Menerima diri Tidak menerima diri
Perilaku konsumtif Pembelian barang
Rendah dan jasa
Perilaku konsumtif
G. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut :
Ada hubungan negatif antara citra tubuh dengan perilaku konsumtif pada
wanita dewasa awal yang bekerja dan belum berkeluarga. Semakin positif
citra tubuh wanita, maka perilaku konsumtifnya semakin rendah.
Sebaliknya, semakin negatif citra tubuh wanita maka semakin tinggi
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian korelasional yaitu, penelitian dengan menggunakan karakteristik
yang berupa hubungan antara dua variabel atau lebih (Supratiknya dalam
Murbani, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk meneliti sejauh mana
variabel pada satu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor lainnya
(Hasan, 2002). Pencarian korelasi antara dua variabel menggunakan
koefisien korelasi.
B. Variabel Penelitian
Variabel adalah simbol atau konsep yang diasumsikan sebagai
seperangkap nilai-nilai (Sarwono, 2006). Sesuai dengan judul “ Hubungan
antara Citra Tubuh dengan Perilaku Konsumtif pada Wanita Dewasa Awal
yang Bekerja dan Belum Berkeluarga di Pontianak”, maka variabel yang
terkait dengan penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas : Citra tubuh
2. Variabel tergantung : Perilaku konsumtif
C. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan batasan dari variabel-variabel yang
dari hal-hal yang akan diamati dalam penelitian (Hadi, 2004). Definisi
operasional dari variabel penelitian ini adalah :
1. Citra Tubuh
Citra tubuh adalah skor persepsi terhadap tubuh yang meliputi
pikiran dan perasaan individu terhadap ukuran, berat dan aspek tubuh
lainnya yang dapat berupa penilaian positif dan negatif.
Skor diperoleh dari skala citra tubuh dengan menggunakan
aspek-aspek pengukuran citra tubuh yang dikemukakan oleh Cash
(dalam Sari, 2009), yaitu :
1.1 Evaluasi penampilan
Mengukur perasaan menarik atau tidak menarik, kepuasan
atau ketidakpuasan yang secara instrinsik terkait pada kebahagiaan
atau ketidakbahagiaan, kenyamanan atau ketidaknyamanan
terhadap penampilan secara keseluruhan. Skor tinggi menunjukkan
kepuasan individu terhadap penampilannya.
1.2 Orientasi penampilan
Mengukur banyaknya usaha yang dilakukan individu untuk
memperbaiki serta meningkatkan penampilan dirinya. Thompson
dkk (2002) menambahkan bahwa aspek orientasi penampilan
adalah investasi pengukuran kognitif-behavioral dalam penampilan
seseorang yang tercermin oleh benda-benda yang diterapkan secara
menginvestasikan waktu yang banyak dalam memperbaiki dan
meningkatkan penampilannya.
1.3 Kepuasan area tubuh
Mengukur kepuasan dan ketidakpuasan seseorang terhadap
area-area tubuh tertentu. Adapun area-area tersebut adalah wajah,
rambut, warna kulit, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul,
kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut),tampilan otot, berat
serta tinggi badan. Skor tinggi menunjukkan kepuasan individu
terhadap area-area tubuh tertentu.
1.4 Kecemasan menjadi gemuk
Menggambarkan kecemasan terhadap kegemukan dan
kewaspadaan akan berat badan yang ditampilkan melalui perilaku
nyata dalam aktivitas sehari-hari seperti kecenderungan melakukan
diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan.
Skor tinggi menunjukkan adanya kecemasan menjadi gemuk yang
berarti individu cemas terhadap penampilan fisiknya.
1.5 Pengkategorian ukuran tubuh
Mengukur bagaimana seseorang memandang dan melabel
berat badan.Skor tinggi menunjukkan individu memandang berat
badannya secara positif.
Positif atau negatif citra tubuh subjek dapat dilihat dari skor
semakin positif citra tubuhnya. Sebaliknya, semakin rendah skor total
yang diperoleh maka semakin negatif citra tubuh subjek.
2. Perilaku Konsumtif
Perilaku konsumtif adalah skor perilaku individu dalam
mengkonsumsi produk dan jasa yang kurang serta tidak diperlukan
secara berlebihan karena lebih mementingkan faktor keinginan daripada
kebutuhan. Produk dan jasa tersebut yaitu, perawatan tubuh dan
penunjang penampilan.
Perilaku konsumtif diukur dengan menggunakan skala perilaku
konsumtif yang berdasarkan indikator perilaku konsumtif oleh
Sumartono (dalam Sari, 2009), yaitu :
2.1 Membeli produk karena iming-iming hadiah
Konsumen membeli suatu barang karena adanya tawaran
hadiah jika membeli barang tersebut.
2.2 Membeli produk karena kemasan menarik
Konsumen sangat mudah terbujuk untuk membeli produk
yang dibungkus dengan rapi dan dihias warna-warni yang menarik.
Artinya motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena
kemasan menariknya.
2.3 Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi
Konsumen mempunyai keinginan membeli yang tinggi
berpakaian, berdandan, gaya rambut dan sebagainya dengan tujuan
agar selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain.
2.4 Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar
manfaat dan kegunaannya)
Konsumen cenderung berperilaku yang ditandakan oleh
adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan
segala hal yang dianggap paling mewah.
2.5 Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status
Konsumen mempunyai kemampuan membeli yang tinggi
baik dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut dan sebagainya
sehingga hal tersebut dapat menunjang sifat eksklusif dengan
barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial
yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk dapat
memberikan simbol status agar kelihatan lebih keren dimata orang
lain.
2.6 Memakai produk karena unsur konformintas terhadap model yang
mengiklankan
Konsumen cenderung meniru perilaku tokoh yang
diidolakannya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang
dipakai tokoh idolanya. Konsumen cenderung memakai dan
mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan publik