• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Citra Tubuh Antara Wanita Dewasa Awal Dan Wanita Dewasa Madya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan Citra Tubuh Antara Wanita Dewasa Awal Dan Wanita Dewasa Madya"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.)

Oleh

LINDAWATI

f-.j

!M: 102070026044

FAKUL TAS PSIKOLOG!

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.)

Pembimbing I,

Oleh LINDAWATI NIM: 102070026044

Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi. NIP: 150300679

Pembimbing II,

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS !SLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

AWAL DAN WANITA DEWASA MADYA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Mei

2008.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.) pada program studi Psikologi.

Jakarta,

12

Mei

2008

. $idan9

Munaqasyah

Ketua Meran

ati M.Si

938

Anggota:

Penguji I

Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi NIP:

150293240

Pembimbing I

Neneng Tati Sumiati, M.Si. Psi NIP:

150300679

Sekretaris Merangkap Anggota

Dra. Zahrotun ha ah M.Si NIP:

150238773

Penguji II

Dra. Zahrotun Ni ah M.Si NIP:

150238773

(4)

(8) Mei 2008

(C) Lindawati: 102070026044

(D) Perbedaan Citra Tubuh antara Wanita Dewasa Awai dan Wanita Dewasa Mad ya

(E) Halaman i-xi + 72 + lampiran

(F) Semenjak anak usia dini, wanita diajarkan untuk menganggap penampilan fisiknya sebagai salah satu faktor penting dalam

menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri. Selain itu, wanita biasanya mendapatkan pujian lebih karena karakter femininnya, seperti cantik, halus tutur bahasanya, sopan, manis, dan manja. Jarang sekali disebut pintar, kreatif, atau pemberani. Karena itu bagi wanita,

penampilan menjadi sesuatu yang amat penting. Penampilan merupakan bentuk kontrol sosial yang mempengaruhi bagaimana wanita melihat dirinya dan bagaimana ia dilihat oleh orang lain. Harapan wanita akan kecantikan fisik ini telah menambah pentingnya nilai kecantikan itu sendiri sehingga wanita semakin peka dan rapuh terhadap penampilan mereka.

Pada masa dewasa awal, perkembangan fisik telah mencapai

kesempurnaan dan tubuh berada dalam kondisi puncak. Dalam interaksi sosial, orang-orang yang menarik lebih mudah diterima dalam pergaulan dan dinilai lebih positif oleh orang lain.

Sementara itu, pada masa usia madya terjadi perubahan penampilan sebagai efek menua. Perubahan fisik ini dapat menyebabkan wanita yang menaruh perhatian besar pada penampilan menjadi khawatir akan kehilangan penampilan muda mereka. Berbagai upaya dilakukan untuk membuat dirinya kelihatan lebih muda. Melakukan bedah plastik,

menyemir rambut, membeli wig, bergabung dalarn kelompok olah raga, dan meminum vitamin berdosis tinggi adalah hal yang umum dilakukan pada usia madya. Popularitas program perawatan tubuh agar tampil muda dan menarik menunjukkan besarnya minat untuk menyembunyikan perubahan penampilan akibat penuaan.

(5)

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t-hitung sebesar 0.326 pada taraf signifikansi 0.05. Nilai ini lebih kecil dari nilai t-tabel sebesar 2.000, sehingga hipotesis kerja yang diajukan ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kepuasan citra tubuh antara wanita dewasa awal dan dewasa madya.

(6)

yang tak terkira. Oengan taufik dan rahmat-Nya, skripsi ini dapat

terselesaikan. Shalawat serta salam pada Rasuluilah SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya.

Terselesaikannya skripsi ini, tentunya berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan setulus hati penulis ingin

mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. lbu Ora. Netty Hartati, M.Si selaku Oekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah atas segala bimbingan dan pengajaran, serta nasihat yang telah beliau berikan guna pengembangan diri penulis.

2. lbu Ora. Zahrotun Nihayah, M.Si selaku Pudek Bid. Akademik Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas segala bimbingannya. 3. lbu Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi selaku dosen pembimbing skripsi,

yang tidak hanya membimbing penulis dalam pengerjaan skripsi tetapi juga memberikan nasihat, perhatian, dan motivasi pada penulis.

4. lbu Natris lndriyani, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi atas segala nasehat dan bimbingannya.

5. Bapak Drs. Firdaus Kasmi, M.Ag atas segala bimbingan dan nasehat, serta kesediaannya meluangkan waktu dalam memberikan pelajaran tambahan Bahasa Arab.

6. Seluruh petugas perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. 7. Seluruh staf akademik Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah,

terutama ibu Sariyah dan ibu Sri.

8. Ayah, ibu, serta adik penulis yang senantiasa mencurahkan perhatian dan do'a.

9. Suami (Rama H.) dan putra tersayang (Farid Taqy) atas segala

dukungan, perhatian, dan pengertian terhadap berbagai aktivitas yang penulis lakukan.

10. Teman-teman seperjuanganku, lbu Utus, lbu ltin, lbu Juju, lbu

Fauziyyah, dan khususnya lbu Mimin dan lbu Wiwi yang telah banyak membantu penulis dalam pengumpulan data.

(7)

Lembar Persetujuan Pembimbing . . . ... ii

Lembar Pengesahan . . . iii

Abstrak ... iv

Kata Pengantar . . . vi

Daftar lsi . . . .. vii

Daftar Tabel ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .. ... ... ... ... ... x

Daftar Grafik . . . xi

Daftar Lampi ran . . . xii

BAB I PENDAliULUAN 1. 1 Latar Belakang . . . 1

1 .2 ldentifikasi Masai ah . . . 8

1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah ... ... . .. .. . .. . . .. . . . 8

1.3.1 Pembatasan Masalah . .. ... ... . .. ... ... ... .. . ... ... ... .. 8

1.3.2 Perumusan Masalah . . . 9

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... ... . .. ... . .. ... ... ... . .. . .. .. 9

1 .4.1 Tujuan Penelitian . . . .. 9

1.4.2 Manfaat Penelitian . . . 1 O 1. 5 Sistematika Penulisan . . . 10

BAB II TINJAUAN PUST AKA 2.1 Citra Tubuh ... . .. ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 12

2.1.1 Definisi Citra Tubuh ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 12

2.1.2 Komponen Citra Tubuh . . . .. . . .. . . ... . . .. . . .. 14

2.1.3 Wanita dan Citra Tubuh . . . .. 15

2.1.4 Usia dan Citra Tubuh ... ... ... ... ... ... ... ... ... 16

2.1.5 Kepuasan Citra Tubuh . .. . .. .. . . .. . . .. .. . . .. . . .. . .. . 18

2.1.6 Gangguan Citra Tubuh .. . . .. . . ... . . .. . .. . . 22

2.1.7 Pengukuran Citra Tubuh . . . .. .. . . .. .. . . .. . ... ... .. 24

2.2 Wanita Dewasa Awai . . . .. 26

2.2.1 Masa Dewasa Awai . . . . .. . . . .. . . .. . . .. . . .. .. 26

2.2.2 Tugas Perkembangan . . . .. 26

2.2.3 Perkembangan Fisik . . . ... . .. .. . . .. .. . . .. ... . .. . . 27

(8)

2.4 Kerangka Berpikir . . . 39

2.5 Hipotesa . . . ... . .. . .. . . ... . . .. . . .. . . .. . 43

BAB Ill METODOLOGI PENELITIAN 3 .1 Metode Penelitian . . . 44

3.2 Subjek Penelitian . . . 44

3.2.1 Karakteristik Sampel . . . 44

3.2.2 Jumlah Subjek . . . ... 45

3.2.3 Metode Pengambilan Sampel . .. . .. . . .. . . ... . 45

3.3 Metode Pengumpulan Data ... . .. ... .. . .. . ... .. . . .. ... ... . . . ... 45

3.4 Prosedur Penelitian . . . .. . . 47

3.5 Pengujian lnstrumen Penelitian . . . 49

3.5.1 Validitas ... ... ... 49

3.5.2 Reliabilitas . . . .. 49

3.6 Metode Analisis Data . . . .. 49

3.6.1 Metode Analisis Data Kontrol . . . 49

3.6.2 Metode Analisis Data Utama . . . ..

50

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ... . 4.1.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia .. 4.1.2 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan ... . 4.1.3 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Berat Sadan ... . 4.1.4 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Anggapan Mengenai Bentuk Tubuh Wanita yang 52 52 54 55 Ideal ... 56 4.2 Presentasi Data ... .

4.2.1 Uji lnstrumen Penelitian ... . 4.2.2 Uji Persyaratan ... . 4.2.3 Presentasi Data ... . 4.2.4 Uji Hipotesis ... .

57 57

58

60

(9)

5.3.2 Saran Praktis .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. . . .. .. .. .. .. .. 72

DAFT AR PUST AKA

(10)

1. Perbedaan Kondisi Fisik dan Kesehatan antara Wanita Dewasa

Awai dan Wanita Dewasa Madya . . . 38 2. Blue Print Kuesioner Kepuasan Citra Tubuh . . . .. . . .. . .. . . . .. . .. 47 3. Komposisi Jumlah Subjek Penelitian . . . 52 4. Gamba ran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia . .. . .. . . . .. . ... . .. . .. 53 5. Gamba ran Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan . . . .. 54 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Berat Badan . . . .. 55 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Anggapan Mengenai

Bentuk Tubuh Wanita yang Ideal . . . .. 56 8. Blue Print Kuesioner Kepuasan Citra Tubuh untuk Penelitian .. . . 58 9. Uji Normalitas . . . ... .. . .. . . .. .. . .. . .. . .. . .. . ... . .. . . .. . . . .. . ... ... . .. ... 59 10. Uji Homogenitas ... ... ... ... ... ... ... 60 11. Kategorisasi Skala Kepuasan Citra Tubuh .. . . .. .. . .. . . .. . .. .. . .. . .. 61

·12. Skor Mean, t-hitung, dan t-tabel dari 9 Subskala dan Total 62

[image:10.522.39.444.140.492.2]
(11)
(12)

Lampiran 1 Lampiran 2

Lampiran 3

Lampiran 4

Lampiran 5

Lampiran 6

Lampiran 7

Lampiran 8

Lampiran 9

Skala Kepuasan Citra Tubuh pada Try Out Data Mentah Hasil Try Out

Reliabilitas Skala Kepuasan Citra Tubuh

Hasil Uji Validitas Skala Kepuasan Citra Tubuh Skala Kepuasan Citra Tubuh pada Penelitian Data Mentah Hasil Penelitian

(13)

1.1

Latar Belakang

Cantik dan langsing, mungkin dua kata inilah yang umumnya dikatakan orang untuk menggambarkan sosok wanita yang bisa dianggap menarik. Menjadi "wanita" berarti menjadi cantik, dan sebaliknya tidak cantik sangatlah tidak "wanita". Seperti diungkapkan oleh Melliana S. (2006) bahwa wanita dikonstruksikan sebagai

makhluk yang cantik dan identik dengan keindahan.

Tidak dapat disangkal bahwa semenjak anak usia dini, wanita

diajarkan untuk menganggap penampilan fisiknya sebagai salah satu faktor penting dalam menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri. Hal ini dapat dilihat dalam dongeng semacam Cinderella atau Snow White, yang sepertinya memberi pesan pada anak-anak wanita bahwa rnereka harus cantik untuk disukai.

(14)

sopan, manis, dan manja. Jarang disebut pintar, kreatif, atau

pemberani. Karena itu bagi anak wanita, penampilan menjadi sesuafiJ yang amat penting. Hal ini diperkuat oleh studi yang dilakukan oleh Dagun (dalam Melliana S., 2006) tentang sikap guru di kelas, yang menunjukkan perbedaan perlakuan terhadap murid laki-laki dan wanita. Pujian diberikan pada murid wanita karena penampilan yang menarik atau tingkah laku yang baik, bukan karena hasil pekerjaan yang bail<.

Pada umumnya, orang berasumsi bahwa wanita yang menarik fisiknya tidak hanya digernari dan disukai sebagai pasangan l<encan atau teman, namun juga diasosiasikan dengan hal-hal baik. Misalnya mereka dipandang akan lebih sukses kehidupannya, lebih berbakat, lebih mudah bergaul, dan lebih percaya diri, sekaligus mendapatkan perlakuan yang lebih baik dari masyarakat. Sebagai contoh, studi yang dilakukan oleh Freedman (1986) yang mengemukakan bahwa pasien di rumah sakit jiwa rnenerima lebih banyak terapi privat jika mereka muda dan cantik; para pelamar pekerjaan yang menarik lebih banyak diterima dalam segala macam pekerjaan.

(15)

rnernbawa hal-hal terbaik dalarn diri dan hidup rnereka. Karena bagairnanapun kecantikan fisik rnenghasilkan urnpan balik positif. Belajar dari pengalarnan ini, rnereka lebih rnenekankan pentingnya penarnpilan fisik dibandingkan laki-laki. Konstruksi sosial seperti ini rnernbuat wanita dianggap sebagai kaurn yang senang dipuji dan dikagurni penarnpilan fisiknya, baik oleh lawan jenis rnaupun sesarna jenis.

Kecenderungan ini dapat dilihat dari hasil polling rnajalah

Cosmopolitan Indonesia selarna Maret - April 2001 terhadap 1105 responden laki-laki. Pada pertanyaan tentang hal apa yang rnenarik dari seorang wanita, sebanyak 67.7% laki-laki rnelihat bentuk fisik sebagai hal pertarna yang rnenarik perhatiannya. lni berarti laki-laki rnasih rnenganggap kernolekan tubuh jauh lebih penting, dan intelektualitas dipertirnbangkan belakangan. Angka itu dikukuhkan oleh pernyataan 83.7% responden, bahwa wanita tarnpak sangat cantik dan mernpesona pada usia 20 - 29 tahun. Pernyataan ini

rnernbuktikan pandangan bahwa kecantikan berhubungan erat dengan kernudaan (Melliana S., 2006).

(16)

(dalam Thompson, 1990) menemukan bahwa 63% responden wanita dalam survey yang mereka lakukan menyatakan bahwa berat badan sering mempengaruhi perasaan mereka terhadap dirinya; 33% responden menyatakan bahwa berat badan kadang-kadang mempengaruhi perasaan mereka; dan hanya 4% responden yang menyatakan bahwa berat badan tidak pernah mempengaruhi

perasaan mereka tentang dirinya. Sementara itu, Silberstein, Striegel - Moore, dan Rodin (dalam Thompson, 1990), dalam studi longitudinal terhadap wanita berusia di atas 62 tahun, menunjukkan bahwa rasa takut akan kenaikan berat badan merupakan hal kedua yang menjadi pusat perhatian mereka setelah penurunan daya ingat.

Pada masa dewasa awal, dapat ditemukan bahwa wanita memiliki perhatian yang besar terhadap hal-hal yang berhubungan dengan daya tarik fisik. Wanita cenderung menyamakan dirinya dengan bagaimana penampilannya, atau apa yang ia pikirkan tentang bagaimana penampilannya, atau apa yang ia yakini orang lain akan pikirkan tentang penampilannya.

(17)

bentuk tubuhnya, ia juga merasa tidak bahagia terhadap dirinya. Kalau seorang wanita tidak puas terhadap tubuhnya sendiri, berarti ia juga tidalc puas terhadap dirinya sendiri, karena penilaian terhadap dirinya didasarkan atas penampilannya.

Demikian pula dengan usaha perbaikan dan perawatan fisik yang dilakukan oleh wanita, tidak semata-mata demi keindahan fisik agar ia terlihat cantik dan menarik. Usaha itu juga merupakan bentuk terapi agar dapat lebih mencintai diri sendiri jika ia mendapatkan bentuk tubuh yang bagus karena sangat berpengaruh pada kenyamanan dan kepuasan batinnya. Wanita yang berpenampilan lebih baik juga

merasakan hal yang lebih baik mengenai dirinya sendiri (looking good feeling good).

Masa dewasa awal merupakan puncak dari perkembangan fisik dan intelektual, sebagaimana diungkapkan oleh Papalia (2002). Orang dewasa awal lebih berotot; memiliki kadar kalsium yang maksimum dalam tulangnya; massa otak yang lebih berat; penglihatan,

(18)

Dalam hal penampilan, wanita dewasa awal berada dalam kondisi puncak. Dan berdasarkan pengamatan penulis, wanita dewasa awal lebih percaya diri akan penampilan fisiknya dan memiliki perhatian yang lebih besar terhadap penampilan ketimbang wanita dewasa madya. Namun demikian, wanita dewasa awal juga memiliki rasa cemas akan berbagai perubahan bentuk fisiknya, misalnya tubuh menjadi kurang langsing atau tidak langsing; khawatir jerawat yang timbul pada saat mengalami menstruasi akan menimbulkan noda pada wajah; bagi yang telah melahirkan merasa khawatir bentuk tubuhnya tidak dapat kembali seperti semula, menyusui membuat payudaranya menjadi kendur; menggunakan kontrasepsi Cyclofem bagi yang sudah menikah membuat tubuhnya menjadi gemuk sehingga kurang menarik di hadapan pasangan.

Demikian pula halnya pada wanita usia madya. Karena penampilan muda ditekankan pada budaya kita, penurunan daya tarik fisik akibat usia merupakan hal yang mengganggu. Banyak wanita yang

(19)

lebih muda. Lalu mereka pun berusaha membayar mahal untuk memudarkan kerutan-kerutan dan mengembalikan kekencangan kulit.

Ketidakbahagiaan terbesar diekspresikan oleh mereka yang dulunya adalah wanita dengan penampilan menarik dan memiliki bentuk tubuh ideal, dan sekarang telah kehilangan bentuk tubuh idealnya.

Sebagaimana diungkapkan oleh Melliana S. (2006) bahwa

kesenjangan antara citra tubuh ideal dan citra tubuh nyata tidak hanya dipicu karena membandingkan tubuh dengan tubuh wanita lain yang lebih bagus, melainkan karena wanita membandingkan tubuhnya saat ini dengan dirinya di masa lampau ketika bentuk tubuhnya masih bag us.

(20)

pandangan bahwa memiliki penampilan menarik berarti memiliki citra tubuh yang positif benar adanya? Hal ini menjadikan penulis merasa tertarik untuk meneliti apakah ada perbedaan "CITRA TUBUH

ANTARA WANITA DEWASA AWAL DAN WANITA DEWASA MADYA".

1.2

ldentifikasi Masalah

Dengan mengacu pada latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi masalah-masalah penelitian sebagai berikut: a) Bagaimanakah citra tubuh pada wanita dewasa awal? b) Bagaimanakah citra tubuh pada wanita dewasa madya?

c) Apakah ada perbedaan citra tubuh antara wanita dewasa awal dan dewasa madya?

1.3

Pembatasan

dan

Perumusan Masalah

1.3.1 Pembatasan Masalah

(21)

b) Wanita dewasa awal. Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai pada umur 40 tahun, saat perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Dalam hal ini, penelitian dibatasi pada wanita yang berusia 18 sampai 40 tahun.

c) Wanita dewasa madya. Masa dewasa madya, dimulai pada umur 40 tahun sampai pada umur 60 tahun. Pada waktu ini terjadi penurunan, baik kemampuan fisik maupun psikologis. Dalam hal ini, penelitian dibatasi pada wanita yang berusia 41 sampai 60 tahun.

1.3.2 Perumusan Masalah

Agar penelitian yang dilakukan lebih terarah, penulis merumuskan permasalahan penelitian yaitu apakah ada perbedaan citra tubuh antara wanita dewasa awal dan wanita dewasa madya?

1.4

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

[image:21.522.38.459.171.493.2]

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh

(22)

1.4.2 Manfaat penelitian

[image:22.524.43.449.141.531.2]

• Manfaat teoritis : Memberikan konstribusi teoritis berupa

gambaran tentang perbedaan citra tubuh antara wanita dewasa awal dan wanita dewasa madya.

• Manfaat praktis : Memberikan konstribusi dalam memahami wanita, terutama dalam hal citra tubuh, dan bagaimana menyikapinya.

1.5

Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang penelitian, identifikasi masalah, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II

Bab Ill

Tinjauan pustaka, menjelaskan tentang citra tubuh, wanita dewasa awal, wanita dewasa madya, kerangka berpikir, dan hipotesa.

(23)

Bab IV Hasil penelitian, menjelaskan tentang gambaran umum subjek penelitian dan presentasi data.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Citra Tubuh

2.1.1 Definisi Citra Tubuh

Herrin dan Matsumoto (2002), mendefinisikan citra tubuh sebagai berikut:

"body image is both the mental picture one has of one's body and the feeling one has about his or her own body"

"Citra tubuh merupakan gambaran mental seseorang terhadap tubuhnya dan perasaan seseorang mengenai tubuhnya"

(Herrin & Matsumoto, 2002: 131)

Definisi lain mengenai citra tubuh yang dikemukakan oleh Thompson ( 1990) adalah:

" ... an evaluation of one's size, weight or any other aspect of the body that determine physical appearance".

"evaluasi terhadap ukuran tubuh, berat badan atau aspek-aspek tubuh lainnya yang menentukan penampilan fisik"

(Thompson, 1990: 1)

(25)

"body image, the picture of own body which we form in our mind, is a

plastic, constantly changing concept, continuously modified by bodily growth, trauma, or decline, and significantly influenced by the ever changing interaction with the social environment".

"citra tubuh, gambaran mental mengenai tubuh yang terbentuk dalam pikiran, merupakan konsep yang senantiasa berubah seiring dengan pertumbuhan, trauma, atau kemunduran fisik, dan terpengaruh secara signifikan oleh interaksi terhadap lingkungan sosial"

(Sugar, 1993: 63)

Rice (dalam Melliana S., 2006) mendefinisikan citra tubuh sebagai

pengalaman individual tentang tubuhnya, suatu gambaran mental seseorang yang mencakup pikiran, persepsi, perasaan, emosi, imajinasi, penilaian, sensasi fisik, kesadaran, dan perilaku mengenai penampilan dan bentuk tubuhnya yang dipengaruhi oleh idealisasi pencitraan tubuh di masyarakat. Dan hal ini terbentuk dari interaksi sosial seseorang sepanjang waktu dalam lingkungannya, yang

berubah sepanjang rentang kehidupan dalam responnya terhadap umpan-balik (feed-back) dari lingkungan.

Robinson (2003) mengemukakan bahwa persepsi seseorang

mengenai citra tubuhnya dapat merefleksikan kondisi yang

sebenarnya maupun tidak. Dengan kata lain, seseorang dapat melihat

(26)

maupun tidak, dengan persepsi orang lain mengenai tubuhnya. Citra tubuh yang negatif dapat menurunkan konsep diri seseorang,

terutama wanita, sebagaimana citra tubuh yang positif dapat mempertinggi konsep diri.

[image:26.527.43.444.148.574.2]

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa citra tubuh adalah gambaran mental seseorang mengenai penampilan fisiknya, baik dalam hal ukuran, berat badan, maupun bentuk bagian-bagian tubuh lainnya.

2.1.2 Komponen Citra Tubuh

Menurut Thompson (1990). citra tubuh merupakan kesatuan yang terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut :

a. Komponen persepsi, berhubungan dengan ketepatan individu dalam mempersepsi atau memperkirakan ukuran tubuhnya; b. Komponen sikap, berkaitan dengan kepuasan individu terhadap

tubuhnya, perhatian terhadap tubuhnya, evaluasi kognitif, dan kecemasan individu terhadap penampilan fisiknya;

(27)

2.1.3 Wanita dan Citra Tubuh

Studi yang memfokuskan pada wanita menunjukkan bahwa wanita gemuk memiliki keinginan untuk menjadi kurus yang lebih kuat dan citra tubuh yang lebih negatif ketimbang wanita kurus atau wanita dengan berat badan normal. Wanita gemuk, khususnya, cenderung memiliki pandangan negatif mengenai penampilan dan kesehatannya. Wanita dengan berat badan normal yang pernah mengalami

kegemukan juga memiliki ketidakpuasan terhadap tubuh yang lebih besar dan menilai tubuh mereka lebih gemuk daripada wanita dengan berat badan normal yang tidak pernah mengalami kegemukan.

(Robinson, 2003).

Wanita yang merasa tidak puas dengan tubuhnya, merasa bahwa diri mereka "gemuk". Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa kegemukan adalah perfeksionisme, tekanan sosial untuk menjadi kurus, dan

(28)

mengevaluasi tubuhnya sebagai sosok yang tidak menarik cenderung memiliki harga diri yang lebih rendah daripada yang memandang tubuhnya secara positif.

Jika dihubungkan dengan ras, wanita Afrika-Amerika secara umum merasa lebih puas dengan tubuh dan penampilan mereka ketimbang wanita ras lainnya. Wanita Afrika-Amerika juga tidak begitu peduli akan menjadi gemuk ketimbang wanita ras Kaukasia, meskipun rata-rata wanita Amerika-Afrika 25 pon lebih berat ketimbang wanita Kaukasia. Wanita Asia-Amerika juga dilaporkan memiliki tingkat kepuasan tubuh yang serupa dengan wanita Afrika-Amerika. Wanita Kaukasia menunjukkan tingkat perilaku diet yang lebih tinggi, rasa takut yang lebih besar akan gemuk, dan hasrat yang lebih besar untuk menjadi kurus ketimbang wanita dari ras lainnya. Meski hanya

terdapat sedikit perbedaan mengenai ukuran tubuh yang ideal

menurut wanita Afrika-Amerika dan wanita Kaukasia, tubuh yang ideal menurut wanita Kaukasia adalah yang lebih kurus dari tubuh mereka saat ini (Robinson, 2003).

2.1.4 Usia dan Citra Tubuh

(29)

demikian, 54% wanita pada kelompok usia ini merasa tidak puas dengan penampilannya. Angka ini mengalami peningkatan menjadi 57% pada kelompok wanita berusia 20-29 tahun, dan cenderung menetap meskipun terjadi penambahan berat badan seiring dengan bertambahnya usia (Garner, 1997).

Cash dan Henry (dalam Thompson, 1999) melakukan penelitian mengenai evaluasi penampilan terhadap wanita dengan rentang usia 18-70 tahun. Dan hasilnya, wanita berusia 18-24 tahun memiliki penilaian yang lebih positif terhadap tubuh mereka ketimbang wanita pada kelompok usia lainnya.

Tidak dapat dipastikan bagaimana perubahan citra tubuh pada wanita seiring dengan penuaan. Meskipun wanita muda telah memiliki berat badan yang ideal menurut pandangan umum, mereka tetap merasa tidak puas. Namun demikian, meskipun berat badan mereka

(30)

2.1.5

Kepuasan Citra Tubuh

Kepuasan citra tubuh adalah derajat kepuasan individu terhadap karakteristik tubuh atau bagian-bagian dari tubuh. Seseorang

dikatakan memiliki ketidakpuasan citra tubuh apabila derajat kepuasan citra tubuhnya rendah. Dapat dikatakan, kepuasan citra tubuh

merupakan suatu kontinum, di mana pada suatu ujung terdapat kepuasan tubuh yang rendah sedangkan pada ujung yang lain kepuasan tubuh yang tinggi (Fathurrahman, 2006).

Menurut Thompson (1990), rasa puas maupun tidak puas terhadap keadaan tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Gender

Tuntutan dan kesadaran untuk berpenampilan fisik menarik sudah makin meluas bagi setiap orang, terutama kaum wanita (Unger &

Crawford, 1992). Kondisi dimana pria cenderung mencari wanita yang berpenampilan menarik untuk menjadi pasangannya dan adanya tuntutan bahwa penampilan wanita harus menarik, membuat wanita selalu ingin berpenampilan menarik (Cohn &

(31)

Wanita memiliki kepuasan citra tubuh yang lebih rendah ketimbang pria (Thompson, 1990). Wanita memiliki lebih tidak puas dengan berat badannya ketimbang pria, dan menginginkan untuk memiliki berat badan yang lebih rendah dari berat badan mereka sekarang (Encyclopedia of Psychology, 2000).

Wanita cenderung merasa tidak puas tidak hanya dengan berat badannya, tetapi juga dengan area-area tubuh yang sensitif (misalnya: perut, pantat, pinggul, dan paha). Jika dibandingkan dengan pria, wanita memiliki penilaian terhadap citra tubuh yang lebih negatif, lebih memperhatikan penampilan, dan lebih sering mengalami disforia citra tubuh atau emosi citra tubuh yang negatif. Selain itu, wanita menghabiskan lebih banyak waktu dalam

perilaku yang berhubungan dengan penampilan, seperti merawat tubuh, diet dan olah raga untuk memperbaiki penampilan, dan pembedahan (Muth & Cash dalam Robinson, 2003).

(32)

normal, jika dibandingkan dengan pria berberat badan normal, cenderung untuk merasa dirinya terlalu gemuk (Cash & Brown dalam Robinson, 2003).

Tanpa memperhatikan berat badan yang sebenarnya, wanita yang merasa dirinya terlalu gemuk menunjukkan kepuasan yang lebih rendah terhadap tubuhnya, tingkat harga diri yang lebih rendah, dan kemampuan psikososial yang lebih rendah (Robinson, 2003).

2. Bera! badan dan derajat kekurusan atau kegemukan

Konsep citra tubuh berkaitan dengan derajat kekurusan atau kegemukan tubuh individu. Suatu penelitian menemukan bahwa wanita yang mempersepsi berat badannya sebagai rata-rata akan lebih puas dibanding wanita yang mempersepsi ukuran tubuhnya sebagai kurus atau gemuk, tanpa memandang ukuran tubuh yang sebenarnya (Powers dan Erickson dalam Fathurrahman, 2006).

3. Budaya

(33)

4. Sosialisasi

Pada masa anak-anak, melalui orang tua, teman, ataupun

significant others lainnya, nilai-nilai penampilan seperti standar fisik yang berlaku, modelling interpersonal, serta sikap terhadap

penampilan, diajarkan dan disosialisasikan. Pandangan orang tua terhadap tubuhnya bisa mempengaruhi bagaimana seorang anak mempersepsikan tubuhnya sendiri (Thompson, 1990).

5. Konsep diri

Konsep diri seseorang turut mempengaruhi besarnya kepuasan citra tubuh yang dirasakan individu. Aspek lain dari konsep diri yang tak kalah penting adalah kepercayaan dan harga diri. Anak-anak, remaja dan orang dewasa yang memiliki harga diri positif tidak rentan terhadap penghinaan-penghinaan dari lingkungan terhadap penampilan fisiknya (Asmaradewi, 2002).

6. Media massa

Media rnassa memiliki andil yang cukup besar terhadap

(34)

ditampilkan melalui profil wanita dan disuarakan oleh laki-laki (Downs & Harrison, dalam Melliana S., 2006).

Pesan bahwa seorang wanita harus menarik fisiknya agar dapat diterima, disuarakan dengan keras dan jelas dalam jaringan iklan televisi. Tubuh-tubuh ideal biasanya ditampilkan dalam majalah, film, televisi, dan dunia periklanan, yang menggambarkan sosok wanita ideal sebagai suatu figur wanita yang langsing

(www.media awareness.ca). Dan pada saat budaya mengenai tubuh ideal adalah langsing gencar diperkenalkan, wanita dengan berat tubuh rata-rata atau lebih berat akan mengalami tekanan untuk mengontrol berat badan mereka (Nevid dalam Melliana S., 2006).

2.1.6 Gangguan Citra Tubuh

Menurut Herrin dan Matsumoto (2002), gangguan citra tubuh adalah:

"an exaggerated view of size and shape of their own body"

"pandangan yang keliru mengenai ukuran dan bentuk tubuh"

(Herrin & Matsumoto, 2002: 132)

(35)

"There are two general types of body image disturbances: distortion and dissatisfaction. Body image distortion is characterized by inaccurate visual image of the body. Body image dissatisfaction occurs when a person fells negatively towards his/her body or towards spesific parts of his/her body"

"Terdapat dua tipe gangguan citra tubuh, yaitu: distorsi dan

ketidakpuasan. Distorsi citra tubuh merupakan ketidakakuratan citra visual terhadap tubuh. Ketidakpuasan citra tubuh terjadi ketika seseorang merasakan hal yang negatif mengenai tubuhnya atau mengenai bagian tubuh tertentu"

(Yarborough, 2005)

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gangguan citra tubuh merupakan pandangan yang keliru mengenai ukuran dan bentuk tubuh individu.

Berdasarkan komponen citra tubuh yang terganggu, gangguan citra

tubuh dapat diklasifikasikan menjadi distorsi citra tubuh dan ketidakpuasan citra tubuh (Kemala, 2000 dan Robinson, 2003). 1. Distorsi Citra Tubuh (Body Image Distortion)

(36)

2. Ketidakpuasan Citra Tubuh (Body Image Dissatisfaction) Ketidakpuasan citra tubuh muncul ketika seseorang memiliki perasaan negatif terhadap tubuhnya, baik bentuk tubuhnya secara keseluruhan maupun pada bagian tubuh tertentu. Mereka yang memiliki gangguan makan sangat membenci tubuhnya sehingga mereka berharap tidak terlihat oleh orang lain. Sebagian dari mereka yang mengalami ketidakpuasan citra tubuh memilih untuk menghindari interaksi sosial, mengenakan pakaian yang longgar, dan tidak mau memiliki hubungan cinta (Yarborough, 2005).

2.1.7 Pengukuran Citra Tubuh

Pengukuran citra tubuh pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan kuesioner, yaitu dengan Multi-dimensional Body-Self Relations Questionnaire (MBSRQ) yang dikembangkan oleh Thomas F. Cash pada tahun 1989, yang terdiri dari 69 item. MBSRQ ini

merupakan alat ukur mengenai sikap terhadap citra tubuh yang paling menyeluruh, sebab meliputi elemen kognitif, afektif, dan tingkah laku (Thompson, 1990).

(37)

1. Evaluasi Penampilan Fisik (Appearance Evaluation): Subskala yang mengukur perasaan menarik atau tidaknya, kepuasan atau ketidakpuasan terhadap penampilan individu.

2. Orientasi Penampilan Fisik (Apperance Orientation): Mengukur derajat perhatian individu terhadap penampilannya.

3. Evaluasi Kebugaran Fisik (Fitness Evaluation): Mengukur derajat kebugaran yang dirasakan individu terhadap tubuhnya.

4. Orientasi Kebugaran Fisik (Fitness Orientation): Subskala ini mengukur derajat perhatian individu terhadap kebugaran fisiknya. 5. Evaluasi Kesehatan (Health Evaluation): Mengukur penilaian

individu tentang kesehatan tubuhnya.

6. Orientasi Kesehatan (Health Orientation): Mengukur derajat pengetahuan dan kesadaran individu tentang pentingnya kesehatan tubuh.

7. Orientasi tentang Penyakit (Illness Orientation): Subskala ini mengukur derajat pengetahuan dan reaksi individu terhadap berbagai masalah penyakit yang dirasakan tubuhnya.

(38)

9. Pengkategorian Ukuran Tubuh (Self-Classified Weight): Subskala yang menggambarkan persepsi seseorang terhadap berat

badannya.

10. Kecemasan Menjadi Gemuk (Overweight Preoccupation): Subskala yang menggambarkan kecemasan akan kegemukan, perhatian akan berat badan, kecenderungan melakukan diet

penurunan berat badan dan membentuk pola makan yang dibatasi.

2.2

Wanita Dewasa Awai

2.2.1 Masa Dewasa Awai

Menurut Hurlock (1991), masa dewasa awal berlangsung pada usia 18 tahun sampai usia 40 tahun. Masa dewasa awal merupakan puncak dari perkembangan fisik dan kemampuan intelektual. Pada periode ini, individu melakukan penyesuian dalam hal pekerjaan dan membangun hubungan kasih untuk mencari pendamping hidup (Papalia, 2002).

2.2.2 Tugas Perkembangan

Tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991), adalah sebagai berikut: 1. Mulai bekerja.

(39)

3. Belajar hidup dengan tunangan. 4. Mulai membina keluarga.

5. Mengasuh anak.

6. Mengelola rumah tangga.

7. Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara. 8. Mencari kelompok sosial yang menyenangkan.

2.2.3 Perkembangan Fisik

Pada masa dewasa awal, perkembangan fisik telah mencapai

kesempurnaan dan tubuh berada pada kondisi puncak. Orang dewasa awal menunjukkan hasil yang lebih baik ketimbang orang dewasa madya atau dewasa akhir pada setiap tes fisik. Orang dewasa awal lebih berotot; memiliki kadar kalsium yang maksimum dalam

tulangnya; massa otak yang lebih berat; penglihatan, pendengaran, dan penciuman yang lebih baik; kapasitas oksigen yang lebih besar; dan sistem kekebalan tubuh yang lebih efisien (Smolak, 1993).

(40)

lebih cepat ketimbang generasi sebelumnya. Hal ini disebabkan status gizi dan perawatan kesehatan yang lebih baik (Chumlea, Eveleth, dan Tanner, dalam Papalia (2002).

Sebagian besar orang pada masa dewasa awal memiliki perhatian yang besar pada penampilan. Namun demikian, banyak di antara mereka yang kegemukan. Resiko tertinggi untuk mengalami

kegemukan - yang tidak hanya mempengaruhi penampilan tetapi juga kesehatan, berada pada rentang usia 25-34 tahun (Williamson, Kahn, Remington & Anda, dalam Papalia, 2002).

Dalam interaksi sosial, penampilan fisik yang menarik merupakan potensi yang menguntungkan dan dapat dimanfaatkan untuk memperoleh berbagai hasil yang menyenangkan bagi pemiliknya. Salah satu keuntungan yang sering diperoleh adalah bahwa ia mudah berteman. Orang-orang yang menarik lebih mudah diterima dalam pergaulan dan dinilai lebih positif oleh orang lain dibandingkan teman-teman lainnya yang l<urang menarik. Karena banyak hal-hal positif yang disebabkan oleh penampilan yang menarik ini, maka mereka pun mungkin lebih berbahagia dan lebih mudah menyesuaikan diri

(41)

banyaknya orang yang menyukainya terpantul dalam harga diri yang tinggi (Mathes & Kahn, dalam Hurlock, 1991).

Mina! untuk meningkatkan penampilan mulai berkurang menjelang umur tiga puluhan, ketika ketegangan dalam pekerjaan dan rumah tangga terasa kuat. Namun minat akan penampilan muncul lagi jika mulai ada tanda-tanda ketuaan (Hurlock, 1991 ).

Selain bertambah gemuk, tanda-tanda ketuaan lainnya adalah mengendornya dagu, beruban, dan perut membesar. Bagi sebagian orang, perubahan dalam penampilan ini menimbulkan keresahan. Namun banyak pula yang menerima tanda-tanda tersebut

sebagaimana adanya, tanpa berusaha untuk menutupi atau

memperbaikinya. Meskipun demikian, sebagian besar orang muda ini menyadari bahwa penampilan memegang peran penting dalam dunia usaha, pergaulan sosial, profesional, dan kehidupan keluarga, dan mereka seringkali mengatasi masalah ini dengan diet atau dengan pakaian dan alat-alat l<ecantikan untuk menutupi tanda-tanda ketuaan tersebut (Hurlock, 1991).

Dalam hal kesehatan, penyakit menular seksual lebih sering

(42)

madya atau dewasa akhir. Jumlah penderita gangguan kejiwaan pada orang dewasa awal pun lebih besar daripada orang dewasa madya. Orang dewasa awal lebih banyak mengalami depresi, kecemasan, atau kesepian daripada orang dewasa madya. Periode dewasa awal adalah periode dimana gangguan kepribadian dan skizofrenia

seringkali terdiagnosis (Denise Boyd dan Hellen Bee, 2006).

Sedangkan dalam hal perbedaan penurunan kemampuan fisik dan kognitif antar individu umumnya disebabkan oleh perbedaan gaya hidup sehat. Orang dewasa awal dengan gaya hidup sehat memiliki resiko terkena penyakit kronis dan kematian yang lebih rendah (Denise Boyd dan Hellen Bee, 2006).

2.2.4 Minat pada Pakaian dan Perhiasan

Menu rut Hurlock (1991 ), peran pakaian pada dewasa awal, di antaranya:

1. Meningkatkan Penampilan

(43)

2. lndikasi Status Sosial

Orang dewasa awal, terutama mereka yang banyak bergaul dalam lingkungan kerja maupun lingkungan sosial, memakai pakaian sebagai simbol status yang mengidentifikasikannya dengan suatu kelompok sosial tertentu.

3. lndividualitas

Meskipun pakaian dimaksudkan untuk menggolongkan seseorang dalam suatu kelompok sosial tertentu, orang juga berupaya agar pakaiannya tetap menunjukkan identitasnya sebagai individu agar diperhatikan dan dikagumi oleh anggota-anggota kelompoknya.

4. Peran Sosio-Ekonomi

Pakaian juga dapat menunjul<kan keberhasilan ekonomi seseorang secara tepat dan subtil. Pakaian yang mahal, persediaan pakaian yang berlimpah, pakaian yang dirancang oleh desainer-desainer atau produk pabrik yang terkenal menunjukkan bahwa pemakai memiliki banyak uang untuk memiliki pakaian mewah.

5. Meningkatkan Daya Tarik

(44)

2.3

Wanita

Dewasa

Madya

2.3.1 Masa Dewasa Madya

Masa dewasa madya berlangsung pada usia 40 tahun sampai dengan 60 tahun. Pada waktu ini terjadi penurunan kemampuan fisik dan psikologis yang nampak pada setiap orang (Hurlock, 1991).

2.3.2 Tugas Perkembangan

Tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa madya menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991), adalah sebagai berikut:

1. Mencapai tanggung jawab sosial dan dewasa sebagai warga negara.

2. Membantu anak-anak remaja belajar untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab, dan bahagia.

3. Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang untuk orang dewasa.

4. Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai suatu individu.

(45)

6. Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karier dan pekerjaan.

7. Menyesuaikan diri dengan orang tua yang semakin tua.

2.3.3 Perubahan Fisik

Pada orang dewasa madya, warna kulit cenderung pucat dan bernoda; kulit menjadi kering, kehilangan elastisitas, dan berkerut. varises pada kaki menjadi lebih umum. Baik pada pria maupun wanita, rambut mulai memutih dan menipis. Tinggi badan berkurang karena struktur tulang belakang tidak lagi tegak, dan terkadang orang berusia madya terlihat lebih kecil karena postur tubuh yang membungkuk (Denise Boyd dan Hellen Bee, 2006).

Garner (2004) mengemukakan bahwa terjadi pertambahan berat badan seiring dengan pertambahan usia. Rata-rata berat badan pria dan wanita dewasa bertambah 2.5 kg - 5 kg per dekade.

Kecenderungan ini berakhir pada usia antara 50 - 59 tahun.

Mengenai perubahan fisik pada usia madya, Hurlock (1991) mengemukakan tanda-tanda menua, sebagai berikut:

i. Berat badan bertambah

(46)

3. Kulit pada wajah, leher, lengan, dan tangan menjadi lebih kering dan keriput. Kulit di bagian bawah mata menggembung seperti kantong, dan lingkaran hitam di bagian ini menjadi lebih permanen dan jelas. Warna merah-kebiruan sering muncul di sekitar lutut dan di tengah tengkuk.

4. Tubuh menjadi gemuk.

5. Umumnya otot menjadi lembek dan mengendur di sekitar dagu, pada lengan bagian atas, dan perut.

6. Masalah pada persendian.

7. Gigi menjadi kuning dan harus lebih sering diganti, sebagian atau seluruhnya, dengan gigi palsu.

8. Mata kurang bersinar dan cenderung mengeluarkan kotoran yang menumpuk pada sudut mata.

Pada masa usia madya terjadi penurunan dalam kemampuan indera, perubahan keberfungsian fisiologis, dan penurunan kesehatan

(Papalia, 2002). Perubahan fungsional dan generatif pada mata berakibat mengecilnya bundaran kecil pada anak mata,

(47)

Kemampuan mendengar juga melemah, mereka yang berusia madya selalu harus mendengarkan sesuatu secara lebih sungguh-sungguh daripada yang mereka lakukan pada masa lalu. Di samping

menurunnya kemampuan mendengar, terjadi pula penurunan daya cium dan rasa (Bee, 1998).

Perubahan-perubahan pada tubuh bagian luar terjadi bersamaan dengan perubahan-perubahan pada organ-organ dalam tubuh dan keberfungsiannya. Hal ini diakibatkan perubahan jaringan tubuh, seperti: gelang karet yang tua, dinding saluran arteri menjadi rapuh, fungsi kelenjar tubuh menjadi lembam (Smolak, 1993). Masalah kesehatan secara umum pada usia madya mencakup kecenderungan untuk mudah lelah, telinga berdengung, sakit pada otot, kepekaan kulit, pusing-pusing biasa. sakit pada lambung (konstipasi, asam lambung, dan sendawa), kehilangan selera makan, serta insomnia (Hurlock, 1991).

Penyesuaian fisik yang paling sulit dilakukan oleh wanita pada usia madya terdapat pada perubahan-perubahan pada kemampuan

(48)

memelihara anak (Hurlock, 1991). Hurlock (1991) menguraikan ciri-ciri fisik dan psikologis sindrom menopause sebagai berikut:

1 . Menstruasi berhenti.

2. Sistem reproduksi menurun dan berhenti.

3. Penampilan kewanitaan menurun, ditandai dengan bulu di wajah bertambah kasar, suara menjadi lebih mendalam, lekuk tubuh menjadi rata, payudara tidak kencang, dan bulu pada kemaluan dan aksial menjadi lebih tipis.

4. Ketidaknyamanan fisik, seperti: rasa tegang dan linu yang tiba-tiba di sekujur tubuh, gejala tegang terasa di seluruh tubuh, pening, kelelahan, jengkel, cepat marah, berdebar-debar, resah, dan dingin.

5. Berat badan bertambah

6. Persendian, terutama pada jari, sering terasa sakit seiring dengan menurunnya fungsi sel telur. Keadaan ini menyebabkan jari menebal atau timbul benjolan.

(49)

2.3.4 Penyesuaian Diri Terhadap Perubahan Fisik

Penampilan muda, ditekankan dalam budaya kita. Oleh karena itu, banyak individu yang rambutnya beruban, kulitnya mulai berkeriput, badannya mengendur, dan giginya mulai menguning, berusaha membuat dirinya kelihatan lebih muda. Melakukan bedah plastik, menyemir rambut, membeli wig, bergabung dalam program penurunan berat, berpartisipasi dalam kelompok olah raga, dan meminum vitamin berdosis tinggi adalah hal yang umum dilakukan pada usia madya (Santrock, 2002). Popularitas program perawatan tubuh agar tetap tampil muda dan menarik menunjukkan besarnya minat untuk

menyembunyikan perubahan penampilan akibat penuaan (Bee, 1998).

Sebuah penelitian menemukan bahwa wanita berusia madya lebih memfokuskan pada daya tarik wajah daripada wanita yang lebih tua atau lebih muda. Dalam penelitian ini, wanita berusia madya lebih menganggap tanda-tanda penuaan sebagai memiliki pengaruh negatif terhadap penampilan fisiknya. Keriput pada wajah dan rambut beruban melambangkan kedewasaan pada laki-laki, tetapi mungkin dianggap tidak menarik pada wanita (Nowak dalam Santrock, 2002).

(50)

tanda menua. Rasa terkejut dan takut terhadap kemudaan, yang bisa nampak dengan hilangnya tenaga fisik dan seksual sering

berkembang ke arah sikap melawan dan menolak terhadap pekerjaan, pasangan, teman, dan kesenangan di masa lalu. lndividu yang

bereaksi terhadap terhadap cara seperti ini tidak dapat menerima perubahan yang tidak terelakkan yang menyertai menua, dan akibatnya, penyesuaian diri yang buruk. Keberhasilan wanita usia madya dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik adalah sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalunya, terutama

[image:50.524.68.454.137.678.2]

kemauannya untuk menerima peranan seks sebagai wanita (Hurlock, 1991 ).

Tabel 2.1

Perbedaan Kondisi Fisik dan Kesehatan antara Wanita Dewasa Awai dan Wanita Dewasa Madya

Dewasa Awai Dewasa Madya

Kulit halus dan kencang, rambut Wama kulil pucat dan bemoda; kulit

berwarna, tebal, dan berkilau, tinggi kering, kehilangan elastisitas, dan

badan cenderung lebih tinggi berkerut; varises pada kaki menjadi

daripada orang tua mereka. lebih umum; rambut memutih dan

menipis; tinggi badan berkurang

karena struktur tulang belakang tidak

(51)

Mencapai puncak perkembangan Terjadi penurunan kadar kalsium fisik - lebih berotot; memiliki kadar dalam tulang; penebalan lensa mata, kalsium yang maksimum dalam penurunan elastisitas lensa mata; tulangnya; penglihatan, kemampuan mendengar melemah; pendengaran, dan penciuman yang dan penurunan kemampuan seksual. lebih baik; dan sistem kekebalan

tubuh yang lebih efisien.

Otak mencapai kemapanan ukuran Ukuran otak mengalami sedikit

dan berat. pengurangan.

Frekuensi terkena penyakit akut Resiko terserang penyakit dan

lebih sering. kematian meningkat;frekuensi

terserang penyakit kronis lebih sering.

Penyakit menular seksual dan Penyebab utama kematian pada usia gangguan kejiwaan lebih umum madya adalah kanker dan penyakit ditemukan pada orang dewasa awal. jantung.

2.4

Kerangka Berpikir

Dapat dikatakan, penampilan merupakan bentuk kontrol sosial yang

mempengaruhi bagaimana wanita melihat dirinya dan bagaimana ia dilihat oleh orang lain. Harapan wanita akan kecantikan fisik ini telah menambah pentingnya nilai kecantikan itu sendiri sehingga wanita semakin rap uh dan peka terhadap penampilan mereka (Melliana S.,

(52)

Sekelompok psikolog mencoba melihat kenyataan, apakah secara sosial orang akan berinteraksi secara baik dengan orang yang menarik secara fisik, dan kurang baik dengan orang yang kurang menarik secara fisik. Sebanyak 30 pria dan 30 wanita diminta untuk melakukan penilaian terhadap mereka yang sangat menarik, biasa-biasa saja, dan kurang menarik dari penampilan fisik mereka. Hasil penelitian tersebut adalah: rata-rata orang dinilai karakternya hanya berdasarkan penampilan fisik. Mereka berpendapat bahwa orang yang menarik adalah orang yang digemari oleh masyarakatnya, dan orang yang kurang menarik berarti kurang digemari (Dion, Berscheid, &

Waister dalam Melliana S., 2006).

Pada wanita muda, daya tarik fisik berkorelasi positif dengan tingkat kebahagiaan serta penghargaan diri, dan berkorelasi negatif dengan tingkat neurotis atau kecemasan. Penampilan terkait erat dengan kesehatan mental wanita, di mana adanya citra tubuh yang positif terhadap penampilan fisik akan mempengaruhi rasa percaya diri yang dimiliki (Sugar, 1993).

(53)

Semakin mendekati kecocokan di antara citra tubuh nyata dan citra tubuh ideal, semakin besar kemungkinan individu tersebut

menunjukkan perasaan harga diri yang tinggi dan akan merasa positif tentang penampilannya (Thompson, 1999).

Banyaknya wanita yang mengalami ketidakpuasan terhadap sosok tubuhnya disebabkan adanya kesenjangan dengan tubuh ideal yang didasarkan pada budaya yang saat ini berlaku, yaitu bahwa tubuh ideal wanita adalah yang bertubuh langsing, dengan kenyataan tubuh yang mereka miliki saat ini, yaitu bahwa lcebanyakan wanita memiliki tubuh yang lebih gemuk atau melebihi standar (Melliana S., 2006)

Majalah atau iklan kecantikan yang menampilkan model bertubuh langsing menyebabkan wanita mengalami body image dilemma. Dilema ini disebabkan karena wanita lebih sering memilih untuk tidak memahami tubuh mereka sendiri, dan malah lebih memilih

(54)

Namun demikian, kesenjangan antara citra tubuh ideal dan citra tubuh nyata tidak hanya dipicu oleh pembandingan bentuk tubuh dengan wanita lain yang memiliki tubuh ideal. Tetapi juga dengan bentuk tubuh sendiri di masa lampau ketika bentuk tubuh masih menarik. Oleh karena itu, kecenderungan citra tubuh negatif lebih mudah terjadi pada wanita yang sebelumnya pernah memiliki bentuk tubuh yang bagus (Melliana S., 2006).

Pada wanita dewasa madya, tanda-tanda penuaan dianggap memiliki pengaruh negatif terhadap penampilan fisiknya. Keriput pada wajah dan rambut beruban melambangkan kedewasaan pada laki-laki, tetapi mungkin dianggap tidak menarik pada wanita (Santrock, 2002).

Popularitas program perawatan tubuh agar tetap tampil muda dan menarik menunjukkan besarnya minat untuk menyembunyikan perubahan penampilan akibat penuaan (Bee, 1998).

(55)

Hal ini berbeda dengan wanita dewasa awal (18- 24 tahun), yang merupakan rentang usia di mana wanita memiliki penilaian yang lebih positif terhadap tubuh mereka ketimbang wanita pada kelompok usia lainnya (Thompson, 1999). Pada masa dewasa awal, perkembangan fisik telah mencapai kesempurnaan dan tubuh berada dalam kondisi puncak (Smolak, 1993). Karena daya tarik fisik berkorelasi positif dengan tingkat kebahagiaan serta penghargaan diri, dan berkorelasi negatif dengan tingkat neurotis atau kecemasan (Sugar, 1993), maka diasumsikan bahwa terdapat perbedaan citra tubuh antara wanita dewasa awal dan dewasa madya.

2.5

Hipotesa

Ha Ada perbedaan citra tubuh antara wanita dewasa awal dan wanita dewasa madya.

(56)

BAB Ill

METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Metode Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai perbedaan citra tubuh antara wanita dewasa awal dan dewasa madya. Oleh karena itu, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif komparatif dengan pendekatan kuantitatif dalam mengungkap permasalahan penelitian.

3.2

Subjek Penelitian

3.2.1 Karakteristik Sampel

Penelitian dilakukan di Kecamatan Sawangan, Kata Depok, dengan karakteristik subjek penelitian sebagai berikut:

1. Berjenis kelamin wanita

(57)

2. Termasuk dalam kelompok usia dewasa awal, yaitu 18-40 tahun; atau termasuk dalam kelompok usia dewasa madya, yaitu 41-60 tahun.

3.2.2 Jumlah Subjek

Besarnya sampel minimal dalam suatu penelitian adalah 30 orang agar dapat diuji secara statistik (Guilford & Fruchter, 1978). Oleh karena itu, jumlah sampel untuk tiap kelompok (dewasa awal dan dewasa madya) pada penelitian ini adalah 30 orang.

3.2.3 Metode Pengambilan Sampel

Pemilihan sampel dilakukan dengan metode pengambilan sampel non-acak, dengan menggunakan teknik pengambilan sampel accidental. Dalam strategi ini, semua anggota populasi atau subjek penelitian tidak memiliki peluang yang sama untuk dipilih dalam kelompok (Sevilla, 1993).

3.3

Metode Pengumpu!an Data

(58)

menjelaskan bidang tertentu. Data yang akan diperoleh berupa jawaban-jawaban dari responden (Koentjaraningrat, 1994 ).

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah Multi-dimensional Body-Self Relations Questionnaire (MBSRQ) yang dikembangkan oleh Thomas F. Cash pada tahun 1989 (Thompson, 1999). MBSRQ merupakan kuesioner yang terdiri dari pernyataan-pernyataan mengenai citra tubuh dan memiliki cakupan yang

(59)

Tabel 3.1

Blue Print Kuesioner Kepuasan Citra Tubuh

No Subskala Item

Positif Negatif

1 Evaluasi Penampilan Fisik 5, 11,21,30,39 42,48

2 Orientasi Penampilan Fisik 1, 2, 12, 13, 22, 23,32,40,49 31,41,50

3 Evaluasi Kebugaran Fisik 24, 51 33

4 Orientasi Kebugaran Fisik 3, 4, 14, 26, 35, 6, 15, 16, 25, 34,

44,53 43

5 Evaluasi Kesehatan 7,27,54 17,36,45

6 Orientasi Kesehatan 8,9, 18, 19,29, 52 28,38 7 Orientasi tentang Penyakit 46,55,56 37,47 8 Kepuasan Area Tubuh 61, 62, 63, 64, 65,

66,67,68,69 9 Pengkategorian Ukuran 59,60

Tubuh

10 Kecemasan Menjadi Gemuk 10,20,57,58

3.4

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah langkah-langkah yang harus dilakukan dan dikerjakan dalam suatu penelitian, yang terdiri dari:

1. Tahap Perencanaan

a. Dimulai dengan perumusan masalah. b. Menentukan variabel penelitian.

[image:59.524.67.455.139.484.2]
(60)

d. Menentukan dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu MBSRQ

e. Melakukan uji coba alat ukur (try out). Uji coba dilakukan untuk melihat tingkat validitas dan reliabilitas alat ukur.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Menghubungi calon subjek penelitian.

b. Memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian dan meminta kesediaan subjek penelitian untuk mengisi kuesioner.

c. Melaksanakan pengambilan data dengan memberikan kuesioner yang telah disiapkan pada subjek penelitian.

3. Tahap Analisa Data

Setelah penelitian dilaksanakan, maka peneliti menganalisa data yang telah diperoleh. Tahapan untuk menganalisa data adalah:

a. Melakukan skoring terhadap kuesioner yang telah diisi oleh subjek penelitian.

b. Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh. c. Membuat tabel data.

(61)

3.5

Pengujian lnstrumen Penelitian

3.5.1 Validitas

Dalam menguji validitas ala! tes, peneliti menggunakan prosedur konsistensi internal, yaitu dengan mengkorelasikan skor-skor item dengan skor total dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 11.5. Item yang korekasinya dengan skor total terlalu rendah, dibuang. Korelasi item yang tersisa dengan skor total kemudian dilaporkan sebagai bukti konsistensi internal seluruh instrumen.

3.5.2 Reliabilitas

Dalam menguji reliabilitas ala! tes, peneliti menggunakan administrasi tunggal atas satu bentuk tes, yang didasarkan pada konsistensi respon terhadap semua butir soal dalam tes. Prosedur yang

digunakan adalah dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach, dengan bantuan program SPSS versi 11.5. Hal ini dikarenakan alat tes mempunyai skor politomi.

3.6

Metode Analisis Data

3.6.1 Metode Anaiisis Data Kontrol

(62)

frekuensi dan prosentasenya terhadap keseluruhan jumlah subjek. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

P

=

E

x

100%

N

(Guilford, 1978 : 18) Keterangan :

P

=

Prosentase F

=

Frekuensi subjek

N = Jumlah seluruh subjek dalam kelompok

3.6.2 Metode Analisis Data Utama

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 11.5. Pada tahap awal, skor mentah untuk tiap item dimasukkan, kemudian dilakukan perhitungan untuk mean skor Total Kepuasan Citra Tubuh (Tot-CT), Evaluasi Penampilan Fisik (EPF), Orientasi Penampilan Fisik (OPF), Evaluasi Kebugaran Fisik (EKF), Orientasi Kebugaran Fisik (OKF), Evaluasi Kesehatan (EK), Orientasi

(63)

Untuk menguji perbedaan mean antara kelompok penelitian, diadakan uji

t

dengan rumus:

(Anastasi, 1990) Keterangan:

t

=

Nilai perbandingan mean

X1

=

Mean kelompok 1

X2 = Mean kelompok 2

2.:x/

=

Jumlah kuadrat kelompok 1

2.:x/ = Jumlah kuadrat kelompok

2

N1

=

Jumlah subjek pada kelompok 1
(64)
(65)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1

Gambaran Umum Subjek Penelitian

I

Dalam penelitian ini, subjek penelitian terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok wanita dewasa awal (berusia 18-40 tahun) dan kelompok wanita dewasa madya (berusia 41-60 tahun). Jumlah seluruh subjek dalam penelitian ini adalah 60 orang yang terdiri dari 30 orang wanita dewasa awal (50%) dan 30 orang wanita dewasa madya (50%).

Tabel 4.1

Komposisi Jumlah Subjek Penelitian

DewasaAwal Dewasa Madya Total

F p F p F p

30 50% 30 50% 60 100%

4.1.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

[image:65.522.57.449.122.512.2]
(66)
[image:66.522.66.443.143.483.2]

Tabel 4.2

Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Usia F p

18-20 6 20%

21-25 7 23.3%

DewasaAwal 26-30 5 16.7%

31-35 11 36.7%

36-40 1 3.3%

41-45 23 76.7%

46-50 3 10%

Dewasa Madya

51-55 2 6.7%

56-60 2 6.6%

Pada kelompok dewasa awal terlihat bahwa subjek penelitian dengan rentang usia 31-35 tahun memiliki frekuensi terbesar, yaitu 11 orang (36.7%). Kelompok terbanyak kedua adalah kelompok dengan rentang usia 21-25 tahun sebanyak 7 orang (23.3%). Kelompok usia 18-20 tahun terdiri dari 6 orang (20%), kelompok usia 26-30 tahun terdiri dari 5 orang (16.7%), dan kelompok usia 36-40 tahun memiliki frekuensi 1 orang (3.3%).

(67)

(10%), subjek dengan rentang usia 51-55 tahun dan 56-60 tahun memiliki frekuensi yang sama yaitu 2 orang (6.7%).

4.1.2 Gambaran subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan

Pada kelompok wanita dewasa awal, 10 orang subjek adalah ibu rumah tangga (33.3%), 12 orang bekerja sebagai pegawai (40%), 3 orang adalah pelajar (10 %), dan 1 orang bekerja sebagai wiraswasta (3.3%). Sedangkan sisanya, 4 orang memiliki profesi lainnya (13.3%).

[image:67.522.59.443.159.639.2]

Pada kelompok wanita dewasa madya, sebanyak 27 orang subjek adalah ibu rumah tangga (90%), 1 orang bekerja sebagai pegawai (3.3%), 1 orang bekerja sebagai wiraswasta (3.3%), dan 1 orang memiliki profesi lainnya (3.3%).

Tabel 4.3

Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan

I

DewasaAwal Dewasa Madya Total Pekerjaan

F p F p F p

IRT 10 33.3% 27 90% 37 61.7%

Pegawai 12 40% 1 3.3% 13 21.7%

Pela jar 3 10% 0 0% 3 5%

Wiraswasta 1 3.3% 1 3.3% 2 3.3%

(68)

4.1.3 Berat Badan

Pada kelompok wanita dewasa awal, sebanyak 7 orang subjek

memiliki berat badan 35-44 Kg (23.3%), 14 orang subjek memiliki berat badan 45-54 Kg (46.7%), 6 orang subjek memiliki berat badan 55-64 Kg (20%), 1 orang subjek memiliki berat badan 65-74 Kg (3.3%), dan 2 orang subjek rnemiliki berat badan 75-80 Kg (6.7%).

[image:68.528.71.457.155.640.2]

Pada kelompok wanita dewasa rnadya, tidak ada subjek yang memiliki berat badan 35-44 Kg (0%), 8 orang subjek memiliki berat badan 45-54 Kg (26.7%), 15 orang subjek memiliki berat badan 55-64 Kg (50%), 6 orang subjek rnemiliki berat badan 65-74 Kg (20%), dan 1 orang subjek memiliki berat badan 75-80 Kg (3.3%).

Tabel 4.4

Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Berat Badan

Bera! Sadan DewasaAwal Dewasa Madya Total

-(Kg) F p F p F p

35-44 7 23.3% 0 0% 7 11.7%

45-54 14 46.7% 8 26.7% 22 36.7%

55-64 6 20% 15 50% 21 35%

65-74 1 3.3% 6 20% 7 11.7%

(69)

4.1.4 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Anggapan Mengenai

Bentuk Tubuh Wanita yang Ideal

Mayoritas subjek penelitian atau sebanyak 32 orang mengemukakan bahwa bentuk tubuh yang ideal memiliki keseimbangan antara tinggi badan dan berat badan (53.3%). Selanjutnya, 17 orang

[image:69.527.67.458.148.668.2]

mengemukakan bentuk tubuh yang ideal adalah tinggi dan ramping (28.3%), 4 orang mengemukakan bahwa bentuk tubuh yang ideal memiliki berat sedang-sedang saja (6.7%), dan 1 orang mengemukkan tubuh berisi sebagai bentuk tubuh ideal (1.7%). Sedangkan sisanya 6 orang, tidak menjawab (10%).

Tabel 4.5

Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Anggapan Mengenai Bentuk Tubuh Wanita yang Ideal

Dewasa Dewasa

Awai Mady a Total Bentuk Tubuh Ideal

F p F p F p

Tinggi dan berat badan 15 50% 17 56.7% 32 53.3% seimbanq

Tinggi dan ramping 8 26.7% 9 30% 17 28.3%

Berat badan sedang 2 6.7% 2 6.7% 4 6.7%

Tubuh berisi 1 3.3% 2 6.7% 1 1.7%

(70)

4.2

Presentasi Data

4.2.1 Uji lnstrumen Penelitian

Dalam hal pengujian instrumen penelitian, peneliti melakukan dua kali uji coba. Uji coba pertama dilakukan terhadap 106 orang. Dari hasil penelitian ini diperoleh skor reliabilitas sebesar 0.8751 dan diperoleh 9 item yang tidak valid, yaitu item 10, 11, 19, 31, 37, 39, 47, 59, dan 60.

Pengujian yang kedua dilakukan terhadap 56 orang dengan memodifikasi atau mengubah bahasa pernyataan pada kuesioner. Dari pengujian kedua diperoleh skor reliabilitas sebesar 0.8771. Terdapat 21 item yang tidal< valid, yang terdiri dari item 3, 10, 15, 19, 25, 31, 34, 36, 37, 39,40,54,59,60,61,62,63,65,66,67,dan68.

(71)

Tabel 4.6

Blue Print Skala Kepuasan Citra Tubuh untuk Penelitian

NO SUBS KALA ITEM

POSITIF NEGATIF

1 Evaluasi Penampilan Fisik 5, i8,27 36,41

2 Orientasi Penampilan Fisik 1, 2, 10, 11, 19, 20,28,34,42 35,43

3 Evaluasi Kebugaran Fisik 21, 44 29

4 Orientasi Kebugaran Fisik 3, 4, 12, 23, 31, 6, 13, 14, 22, 30,

38,46 37

5 Evaluasi Kesehatan 7,24,47 15,32,39

6 Orientasi Kesehatan 8,9, 16,26,45 25,33 7 Orientasi Tentang Penyakit 40,48,49

8 Kepuasan Area Tubuh 52, 53,54,55,56, 57,58, 59,60

9 Kecemasan Menjadi Gemuk 17,50,51

4.2.2 Uji Persyaratan

Uji persyaratan merupakan syarat untuk melakukan analisis lebih lanjut dalam mengolah data. Uji persyaratan yang dilakukan adalah uji normalitas dan homogenitas.

1. Uji Normalitas

[image:71.527.49.461.138.490.2]
(72)

Kepuasan Citra Tubuh

Tabel 4.7 Uji Normalitas

Tests of Nonnality

Kolmogorov-Smimov(a)

-staiistic

1-cii

Sig.

.090 60 .200(*)

* This ls a lower bound of the true significance.

a Ulliefors Significance Correction

Shapiro-Wilk

Statistic

I

df -· Sig.

.9631 60 .068

Pada label dapat terlihat bahwa berdasarkan hasil analisis terhadap 60 orang subjek penelitian diperoleh signifikansi pada kolom

[image:72.524.75.452.141.660.2]

Kolmogorov-Smirnov sebesar 0.200. Nilai ini lebih besar dari taraf signifikansi yang ditetapkan, yaitu 0.05. Maka, dapat dikatakan bahwa distribusi data skala kepuasan citra tubuh adalah normal.

Grafik 4.1

Grafik Plot dari 60 Subjek Penelitian

Normal Q-Q Plot of Kepuasan Citra Tubuh

2 0

0 0

0 .

200 220 240 260 280 300 320

(73)

2. Uji Homogenitas

[image:73.524.40.440.174.498.2]

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sebuah grup (data kategori) mempunyai varian yang sama di antara anggota grup tersebut . Dari tabel output didapatkan angka signifikansi sebesar 0.670, lebih besar dari taraf signifikansi yang ditetapkan, yaitu 0.05. Maka, dapat dikatakan bahwa data homogen.

Tabel 4.8 Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances

TOTAL

I

Levene Statistic

i

df1 df 2 Sig.

.183 / 1 58 .670

4.2.3 Presentasi Data

Sebelum mengadakan uji hipotesis, peneliti menentukan kategori kepuasan citra tubuh untuk mengelompokkan subjek penelitian ke dalam kategori tertentu. Pengkategorian yang dilakukan

menggunakan jenjang ordinal dengan asumsi data berdistribusi normal.

(74)

I

demikian rentang minimumnya adalah 1

x

60 = 60 dan rentang maksimumnya 5 x 60 = 300, sehingga luas jarak sebarannya adalah 300 - 60

=

240. Dengan demikian setiap satuan deviasi standarnya bernilai cr

=

24016

=

40, dan mean teoritisnya adalah µ

=

60

x

3

=

180. Rumus kriteria yang digunakan adalah:

X<(µ-1cr) ( µ - 1cr)

s;

X

s;

(

µ + 1cr)

X

>( µ + 1cr)

rendah sedang tinggi

[image:74.525.69.457.166.627.2]

Peneliti membagi kategori skala kepuasan citra tubuh menjadi 3, yang terdiri dari:

Tabel 4.9

Kategorisasi Skala Kepuasan Citra Tubuh

Dewasa Dewasa

Total Skor Kategori Awai Mady a

F p F p F p

x

< 140 Tidak Puas 0 0% 0 0% 0 0%

140 s;

x

s:220 Pu as 24 80% 24 80% 48 80%
(75)

Terlihat bahwa 80% subjek pada kelompok wanita dewasa awal merasa puas akan tubuhnya. Dan 20% lainnya merasa sangat puas akan tubuhnya. Begitu pula dengan kelompok wanita dewasa madya, 80% subjek merasa puas akan tubuhnya dan 20% subjek merasa sangat puas akan tubuhnya.

4.2.4

Uji Hipotesis

Berikut ini adalah skor mean, t-hitung dan t-tabel dari 9 subskala dan total kepuasan citra tubuh.

[image:75.531.51.460.182.672.2]

Aspek

EPF

OPF

EKF

OKF

EK

OK

OP

KAT

KG

Tot-CT Tabel 4.10

Skor Mean, t-hitung, dan t-tabel dari 9 Subskala dan Total Kepuasan Citra Tubuh

Nilai Mean

Awai Mady a t-hitung

16.43 15.90 0.690

41.83 39.83 1.456

10.20 9.77 1.016

44.47 44.63 -0.124

19.30 18.63 0.866

25.20 25.07 0.198

11.37 11.63 -0.626

29.80 30.77 -0.696

8.17 8.77 -0.908

206.77 205.00 0.326

(76)

1. Kepuasan Citra Tubuh

Terlihat bahwa mean kepuasan citra tubuh wanita dewasa awal (206.77) lebih tinggi dari mean kepuasan citra tubuh wanita dewasa madya (205.00). Dari nilai tersebut didapat nilai uji

t

sebesar 0.326 pada taraf signifikansi 0.05. Berdasarkan pengujian statistik tersebut, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan kepuasan citra tubuh yang signitikan antara wanita dewasa awal dan dewasa madya.

2. Evaluasi Penampilan Fisik (EPF)

Terlihat bahwa mean evaluasi penampilan fisik wanita dewasa awal (16.43) lebih tinggi dari mean evaluasi penampilan fisik dewasa madya (15.90). Dari nilai tersebut didapat nilai uji

t

sebesar 0.690 pada taraf signifikansi 0.05. Berdasarkan pengujian statistik tersebut, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan evaluasi penampilan fisik yang signifikan antara wanita dewasa awal dan dewasa madya.

3. Orientasi Penampilan Fisik (OPF)

(77)

diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan orientasi penampilan fisik yang signifikan antara wanita dewasa awal dan dewasa madya.

4. Evaluasi Kebugaran Fisik (EKF)

Terlihat bahwa mean evaluasi kebugaran fisik wanita dewasa awal (10.20) lebih tinggi dari mean evaluasi kebugaran fisik wanita dewasa madya (9.77). Dari nilai tersebut didapat nilai uji

t

sebesar 1.016 pada taraf signifikansi 0.05. Berdasarkan pengujian statistik tersebut,

diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan evaluasi kebugaran fisik yang signifikan antara wanita dewasa awal dan dewasa madya.

5. Orientasi Kebugaran Fisik (OKF)

Terlihat bahwa mean orientasi kebugaran fisik wanita dewasa madya (44.63) lebih tinggi dari mean orientasi kebugaran fisik wanita dewasa awal (44.47). Dari nilai tersebut didapat nilai uji tsebesar-0.124 pada taraf signifikansi 0.05. Berdasarkan pengujian statistik tersebut,

diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan orientasi kebugaran fisik yang signifikan antara wanita dewasa awal dan dewasa madya.

6. Evaluasi Kesehatan {EK)

(78)

(18.63). Dari nilai tersebut didapat nilai uji tsebesar 0.866 pada taraf signifikansi 0.05. Berdasarkan pengujian statistik tersebut, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan evaluasi kesehatan yang signifikan antara wanita dewasa awal dan dewasa madya.

7. Orientasi Kesehatan (OK)

Terlihat bahwa

mean

orientasi kesehatan wanita dewasa awal (25.20) lebih tinggi dari

mean

orientasi kesehatan wanita dewasa madya (25.07). Dari nilai tersebut didapat nilai uji tsebesar 0.198 pada taraf signifikansi 0.05. Berdasarkan pengujian statistik tersebut, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan orientasi kesehatan yang signifikan antara wanita dewasa awal dan dewasa madya.

8. Orientasi

Gambar

Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Berat Badan . . . . . . . . . ..
gambaran tentang perbedaan citra tubuh antara wanita dewasa awal
gambaran tentang perbedaan citra tubuh antara wanita dewasa
gambaran mental seseorang mengenai penampilan fisiknya, baik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rancangan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan yang telah ditandatangani oleh semua anggota Direksi disampaikan oleh Direksi kepada Dewan Komisaris selambatnya 60 (enam puluh)

Jenis biaya yang nilainya tidak tergantung pada kelipatan jumlah produk/jasa yang dihasilkan perusahaan disebut dengan.. Biaya

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa setelah siswa melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen, nilai rata-rata dan persentase

Serapan zat warna pada panjang gelombang sinar tampak yaitu 400 nm -800 nm (Supratman, 2010), sehingga sebagian zat warna yang tidak nampak pada pada daerah panjang

Dorongan orang tua dalam rangka meningkatkan minat baca siswa dapat dilakukan dengan cara: 1) membuat suasana rumah tenang dan nyamanuntuk kegiatan membaca, 2)

Materi benda dan sifatnya memiliki cakupan yang luas, yaitu perubahan sifat dan perubahan wujud seperti pemanasan, pendinginan, pembakaran, percampuran air, pembusukan, dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan melalui metode inkuiri terbimbing mendorong keaktifan siswa dalam bertanya jawab kepada

The non-cooperative game approach utilize the Nash Equilibrium method on the payoff matrix (normal form) and the chosen strategy is local government set high limit on number of boat,