HUBUNGANBANTARABCITRABTUBUHBBDENGANBKECENDERUNGANB OVERTRAININGBDIBFITNESS CENTERBPADABBPRIABDEWASABAWAL
Petrus Andi ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara citra tubuh dengan kecenderungan overtraining di fitness tenter pada pria dewasa awal. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara citra tubuh dengan kecenderungan
overtraining di fitness tenter pada pria dewasa awal. Subjek penelitian ini adalah 120 pria yang berusia 18 sampai 30 tahun, aktif melakukan latihan dengan keikutsertaan latihan di fitness tenter
minimal 1 bulan dan memiliki keinginan untuk mengubah fisik. Pengumpulan data yang digunakan adalah skala citra tubuh dan skala kecenderungan overtraining. Validitas skala dilakukan dengan validitas isi, yaitu melalui professional judgment. Reliabilitas skala citra tubuh diuji dengan mengunakan metode koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dan diperoleh hasil sebesar 0,867 dari 19 aitem. Reliabilitas skala kecenderungan overtraining diperoleh berdasarkan reliabilitas subskala latihan berlebihan dan pemulihan dan subskala mood. Reliabilitas pada subskala latihan berlebihan diperoleh hasil sebesar 0,703 dari 9 aitem. Sedangkan reliabilitas subskala mood diperoleh hasil sebesar 0,967 dari 25 aitem. Data dianalisis mengunakan teknik korelasi produtt moment pearson dengan bantuan SPSS versi PAWS statistit 18. Hasil analisis data menunjukkan tidak ada korelasi yang signifikan antara citra tubuh dengan kecenderungan
overtraining di fitness tenter pada pria dewasa awal dengan r =-.055 dengan taraf signifikansi 0,276 (p>0,05). Dengan demikian hipotesis pada penelitian ini ditolak.
THEBRELATIONBBETWEENBBODY IMAGEBWITHBTENDENCEBOFB OVERTRAININGBINBTHEBFITNESSBCENTERBBONBEARLYBADULTHOOD
Petrus Andi ABSTRACT
This researth is aims to understand the relation between body image and overtraining tendenties in the fitness tenter among man on early adulthood. The presented hypothesis was there was a negative relation between body image and overtraining tendenties in the fitness tenter among early adulthood men. The subjetts are 120 men whith on 18-30 years old, attive on exertise with the partitipation of a workout in the fitness tenter for a minimun one month, and have an urge to physitally thange. The data was tolletted by body image stale and overtraining tendenties stale. Stale validity was done by tontent validity through professional judgment. Body image stale reliability was tested by alpha Cronbath toeffitient reliability and atquired 0,867 of 19 aitem. Overtraining tendenties stale reliability was obtained through on overtraining and retovery substale reliability and mood substale. Reliability of overtraining substale was 0,703 of 9 aitem. Whereas mood substale reliability was 0,967 of 25 aitem. Data was analyzed by produtt moment pearson torrelation on SPSS PAWS statistit 18 version. Data analysis showed there was no signifitant torrelation between body image and overtraining tendenties in the fitness tenter at man on early adulthood with r=-.055 and level of signifitante was 0,276 (p>0,05). Thus, the hypothesis was rejetted.
HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN KECENDRUNGAN
OVERTRAINING DI FITNESS CENTER PADA PRIA DEWASA AWAL
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh: Petrus Andi NIM : 089114121
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN KECENDERUNGAN
OVERTRAINING DI FITNESS CENTER PADA PRIA DEWASA AWAL
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh: Petrus Andi NIM : 089114121
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
Karya ini saya persembahkan untuk
Untuk Kedua Orangtua Saya Bapak Martinus Nangge dan Ibu Yuliana Nus Untuk Abang Simon Sius, Yohanes Santus, Bernadus Samuel, Paulus Marius, Dan Adik Saya Sutriana Anastasia, Dan semua keluarga,
v
M ot t o
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya, mahasiswa Universitas Sanata Dharma dengan identitas di bawah ini:
Nama : Petrus Andi
NIM : 089114121
Fakultas/Jurusan/Prodi : Psikologi
Menyatakan bahwa skripsi ini merupakan karya sendiri dan belum pernah
diajukan guna mencapai derajat kesarjanaan di perguruan tinggi manapun. Karya
tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Jika terdapat bukti adanya plagiasi, saya bersedia derajat kesarjanaan saya
dicabut.
Yogyakarta, 10 Oktober 2013
Yang menyatakan,
vii
HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN KECENDERUNGAN
OVERTRAINING DI FITNESS CENTER PADA PRIA DEWASA AWAL
Petrus Andi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara citra tubuh dengan kecenderungan overtraining di fitness center pada pria dewasa awal. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara citra tubuh dengan kecenderungan overtraining di fitness center pada pria dewasa awal. Subjek penelitian ini adalah 120 pria yang berusia 18 sampai 30 tahun, aktif melakukan latihan dengan keikutsertaan latihan di fitness center minimal 1 bulan dan memiliki keinginan untuk mengubah fisik. Pengumpulan data yang digunakan adalah skala citra tubuh dan skala kecenderungan overtraining. Validitas skala dilakukan dengan validitas isi, yaitu melalui professional judgment. Reliabilitas skala citra tubuh diuji dengan mengunakan metode koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dan diperoleh hasil sebesar 0,867 dari 19 aitem. Reliabilitas skala kecenderungan overtraining diperoleh berdasarkan reliabilitas subskala latihan berlebihan dan pemulihan dan subskala mood. Reliabilitas pada subskala latihan berlebihan diperoleh hasil sebesar 0,703 dari 9 aitem. Sedangkan reliabilitas subskala mood diperoleh hasil sebesar 0,967 dari 25 aitem. Data dianalisis mengunakan teknik korelasi product moment pearson dengan bantuan SPSS versi PAWS statistic 18. Hasil analisis data menunjukkan tidak ada korelasi yang signifikan antara citra tubuh dengan kecenderungan overtraining di fitness center pada pria dewasa awal dengan r =-.055 dengan taraf signifikansi 0,276 (p>0,05). Dengan demikian hipotesis pada penelitian ini ditolak.
viii
THE RELATION BETWEEN BODY IMAGE WITH TENDENCE OF
OVERTRAINING IN THE FITNESS CENTER ON EARLY ADULTHOOD
Petrus Andi
ABSTRACT
This research is aims to understand the relation between body image and overtraining tendencies in the fitness center among man on early adulthood. The presented hypothesis was there was a negative relation between body image and overtraining tendencies in the fitness center among early adulthood men. The subjects are 120 men which on 18-30 years old, active on exercise with the participation of a workout in the fitness center for a minimun one month, and have an urge to physically change. The data was collected by body image scale and overtraining tendencies scale. Scale validity was done by content validity through professional judgment. Body image scale reliability was tested by alpha Cronbach coefficient reliability and acquired 0,867 of 19 aitem. Overtraining tendencies scale reliability was obtained through on overtraining and recovery subscale reliability and mood subscale. Reliability of overtraining subscale was 0,703 of 9 aitem. Whereas mood subscale reliability was 0,967 of 25 aitem. Data was analyzed by product moment pearson correlation on SPSS PAWS statistic 18 version. Data analysis showed there was no significant correlation between body image and overtraining tendencies in the fitness center at man on early adulthood with r=-.055 and level of significance was 0,276 (p>0,05). Thus, the hypothesis was rejected.
ix
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata
Dharma
NAMA : PETRUS ANDI
NIM : 089114121
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
Hubungan antara Citra Tubuh dengan Kecenderungan Overtraining di
Fitness Center pada Pria Dewasa Awal
supaya dipergunakan sebagaimana mestinya untuk kepentingan akademis.
Dengan demikian, pihak Perpustakaan Universitas Sanata Dharma berhak
untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di
internet atau media lain demi kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari
saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Terima kasih.
Dibuat di Yogyakarta,
Pada tanggal: 10 Oktober 2013
Yang menyatakan,
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Bunda
Maria dan Santo Petrus atas berkat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul "Hubungan Antara Citra Tubuh dengan
Kecenderungan Overtraining di Fitness Center pada Pria Dewasa Awal". Adapun
tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan pendidikan Strata-1 di Universitas Sanata Dharma dan untuk
memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses
penelitian ini sehingga skripsi ini dapat selesai. Terima kasih penulis haturkan
kepada
1. Ibu A. Tanti Arini, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa
membimbing, memberikan banyak informasi, ilmu, kesabaran dan
semangat dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih untuk semua proses
pembelajarannya.
2. Staf dan pengelola Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terima
kasih untuk pelayanannya menuju jendela kehidupan.
3. Bapak Martinus Nangge dan Ibu Yuliana Nus yang memberikan kasih
sayang, pengorbanan, perhatian, motivasi, biaya, doa dan semua hal yang
telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
xi
4. Abang Simon Sius, Yohanes Santus, Bernadus Samuel, Paulus Marius
yang telah mengajarkan banyak hal dan memberikan perhatian kepada
penulis.
5. Kekasihku Ketut Ary Widiasih atas doa, perhatian, kasih sayang,
kesabaran, pengorbanan, motivasi, saran, masukan, kebersamaan dan
omelan kepada penulis
6. Bapak Wayan Sudarsana Kamajaya dan Ibu Wayan Sidja yang telah
menjadi orangtua kedua, memberikan nasehat, doa dan movitasi kepada
penulis
7. Teman-teman psikologi maupun bukan psikologi: Fajar Budi, Albertus
Harimurti, Agung Nugroho, Antonius Wahyu, Matheus Kwan, Nikolas
Wahyu, Galih Pambudi, Andreas Yudha, Krisentia Indah, Amanda Febria,
Fransiska Mahatmya, Ristina Mauliana, Pramesti Dewi, Puji Wijaya,
Riana Maryaningtyas, Fransiska Indra, Robertus Willy, Bayu Mahendra,
Suster Renata, Putu Padmaningsih.
8. Segenap pihak yang telah mendukung penulis secara langsung maupuntidak
xii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Namun demikian, penulis berharap karya ini dapat bermanfaat bagi semua
yang membaca dan semoga berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan
Yogyakarta, 10 Oktober 2013
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN………... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN...………... iv
HALAMAN MOTTO...….………….…... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi
ABSTRAK... vii
ABSTRACT... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…... ix
KATA PENGANTAR... x
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR TABEL... xvi
DAFTAR LAMPIRAN... xvii
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 6
C. Tujuan Penelitian... 6
D. Manfaat Penelitian... 6
1. Manfaat Teoritis... 6
2. Manfaar Praktis... 6
xiv
A. Overtraining Di Fitness Center... 7
1. Definisi Fitness Center... . 7
2. Definisi Overtraining... 11
3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Overtraining... . 16
4. Gejala dan Dampak Overtraining... 18
B. Citra Tubuh Pada Pria Dewasa Awal…... 22
1. Definisi Citra tubuh... 22
2. Aspek- aspek Citra Tubuh ... 23
3. Dampak Citra Tubuh... 24
4. Definisi Pria Dewasa Awal... 26
5. Ciri-ciri Masa Dewasa Awal... 27
6. Tugas Perkembangan Pria Dewasa Awal…... 29
7. Citra Tubuh pada Pria Dewasa Awal... 30
C. Hubungan antara Citra Tubuh dengan Kecendrungan Overtraining di Fitness Center pada Dewasa Awal... 32
D. Hipotesis Penelitian...………... 36
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN…... 37
A. Jenis Penelitian... 37
B. Identifikasi Variabel... 37
C. Definisi Oprasional... 37
D. Subjek Penelitian... 39
E. Sampling... 39
xv
1. Skala Citra Tubuh... 40
2. Skala Kecenderungan Overtraining... 41
G. Uji Coba Alat Ukur... 44
H. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 45
1. Validitas Isi... 45
2. Seleksi Aitem ... 45
3. Uji Reliabilitas ... 48
I. Teknik Analisis Data... 49
1. Uji Asumsi Data Penelitian... 49
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 50
A. Pelaksanaan Penelitian... 50
B. Deskripsi Subjek Penelitian... 51
C. Deskripsi Data Penelitian... 52
D. Hasil Penelitian... 54
1. Uji Asumsi... 54
2. Uji Hipotesis... 54
E. Pembahasan... 55
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59
A. Kesimpulan... 59
B. Saran... 59
DAFTAR PUSTAKA…... 60
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blue Print Skala Citra Tubuh Sebelum Try Out... 41
Tabel 2. Blue Print Skala Kecenderungan Overtraining Sebelum Try Out.. 43
Tabel 3. Blue Print Skala Citra Tubuh Setelah Try Out... 47
Tabel 4. Blue Print Skala Kecenderungan Overtraining Setelah Try Out.... 48
Tabel 5. Deksripsi Subjek Penelitian... 51
Tabel 6. Hasil Analisis Deskriptif... 52
Tabel 7. Hasil Uji Beda Skor Citra Tubuh... 53
Tabel 8. Hasil Uji Beda Skor Kecenderungan Overtraining... 53
Tabel 9. Hasil Uji Normalitas... 54
Tabel 10. Hasil Perhitungan Uji Hipotesis... 55
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji Coba Skala Citra Tubuh dan Kecenderungan Overtraining... 64
Lampiran 2. Uji Reliabilitas Skala Citra Tubuh... 72
Lampiran 3. Uji Reliabilitas Skala Kecenderungan Overtraining... 79
Lampiran 4. Skala Citra Tubuh dan Kecenderungan Overtraining... 90
Lampiran 5. Uji Normalitas... 98
Lampiran 6. Uji korelasi... 100
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Kebutuhan untuk memiliki tubuh ideal saat ini merupakan salah satu hal
yang menjadi perhatian pria, artinya banyak pria tidak puas terhadap fisiknya.
Sebuah studi menunjukkan sepertiga dari pria berusaha untuk mendapatkan
tubuh ideal dan kebugaran (Clark, 2004). Semakin besarnya kebutuhan pria
untuk memiliki tubuh ideal juga dapat diindikasikan dengan merebaknya
fitness center yang menyediakan peralatan yang banyak digunakan untuk
membentuk fisik. Menurut Hermono (2008), banyak orang berolahraga di
fitness center untuk memperoleh dan membentuk tubuh ideal.
Fitness center merupakan tempat yang digunakan untuk melatih
kebugaran tubuh dan membentuk tubuh (Yudha, 2006). Fitness center
memiliki fasilitas yang memadai untuk memperoleh tubuh yang ideal karena
berolahraga di fitness center menawarkan beberapa program latihan untuk
membentuk tubuh dengan mengunakan oleh alat-alat khusus eperti barbell,
dumbbell, chest press machine, smith machine dan lainnya. Alat-alat tersebut
cenderung digunakan untuk membentuk tubuh yang sebagai besar digunakan
oleh pria.
Pria dewasa awal yang berusia 18 sampai 30 tahun memiliki perhatian
terhadap fisik karena fisiknya mengalami perkembangan yang mencapai
menarik menjadi hal yang penting pada tahap perkembangan dewasa awal,
karena penampilan fisik yang ideal mendukung tugas perkembangan pria
dewasa awal seperti menjalin relasi dengan lawan jenis.
Dibandingkan dengan wanita yang menyukai tubuh langsing (Grogan,
1999), tubuh yang diminati oleh pria adalah bentuk tubuh mesomorphic, yaitu
tubuh dengan massa otot yang tinggi, tubuh rendah lemak, bahu yang lebar dan
perut yang kecil (Grieve, 2008). Memiliki berat yang proposional, perut six
pack, bahu lebar dan cukup berotot membuat individu menjadi lebih percaya
diri dari pada memiliki tubuh yang tidak proposional. Hal ini didukung oleh
Feinggo ld & Mazella; Rosemblum & Lewis; Swarr & Richards (dalam Papalia,
2008) yang mengatakan bahwa pria yang menjadi lebih berotot menjadi lebih
puas dengan tubuh mereka. Kepuasan atau ketidakpuasan terhadap penampilan
fisik disebut dengan citra tubuh.
Menurut Cash & Pruzinsky (2002), citra tubuh didefinisikan sebagai
derajat kepuasan individu terhadap diri secara fisik yang mencakup ukuran,
bentuk dan penampilan umum. Evaluasi ketidakpuasan terhadap tubuh
menimbulkan dorongan untuk membentuk otot (Petterson, 2007). Menurut
O’Connell & Martin (2012),citra tubuh merupakan hal yang sungguh-sungguh
diperhatikan oleh kaum muda. Hal tersebut dikarenakan citra tubuh yang
negatif dapat mengakibatkan individu memiliki self-efficacy dan konsep diri
yang rendah (Fortman, 2006; Coulhan, 1994), artinya citra tubuh yang negatif
atau ketidakpuasan terhadap fisik menyebabkan individu menjadi tidak mampu
rendahnya pandangan atau gambaran tentang diri, baik yang bersifat
psikologis, sosial dan fisik. Menurut Davis dkk (2005), pria yang mudah cemas
pada penampilan, memiliki standar yang tinggi terhadap tubuh yang ideal dan
sangat fokus pada penampilan fisik, memiliki dorongan yang tinggi untuk
memiliki otot yang besar. Salah satu cara untuk memperoleh otot agar tubuh
menjadi ideal adalah latihan beban. Hausenblas & Fallon (2002) menemukan
bahwa perilaku latihan pada pria muncul karena ketidakpuasan terhadap tubuh.
Latihan merupakan bagian yang sangat penting untuk memperoleh
tubuh yang ideal dan proposional. Untuk meperoleh tubuh ideal pria cenderung
melakukan latihan beban. Hal ini ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan
Grogan (1999), yakni pria cenderung melakukan latihan beban untuk
membentuk tubuhnya, didukung oleh data yang menunjukkan 65 % mahasiswa
Inggris dan 41% mahasiswa Amerika melakukan latihan beban guna
meningkatkan bentuk dan ukuran tubuh. Meningkatkan bentuk dan ukuran
tubuh dapat dilakukan lewat pemilihan program dalam variasi tertentu dan
sesuai dengan kebutuhan karena setiap gerakan dalam latihan akan menyasar
pada otot-otot tertentu pada tubuh (Mens Health, 2010). Donaldson’s (dalam
Grogan, 1999) mengatakan bahwa pria terlibat dalam latihan untuk
memperbaiki citra tubuh. Aktivitas yang dilakukan untuk memperbaiki citra
tubuhadalah latihan beban dan body building.
Melatih fisik secara teratur, terukur dan terprogram dapat membentuk
tubuh bahkan membuat tubuh sehat dan bugar. Dalam proses untuk
latihan beban yang berlebihan dan mengabaikan pemulihan untuk memperoleh
hasil yang maksimal, artinya individu melakukan latihan melebihi batas
kemampuan fisik dan pemulihan yang kurang baik, kondisi ini disebut dengan
overtraining (Meehan, 2002). Hasil wawancara pada salah satu anggota di
fitness center menunjukan kecenderungan tersebut. Anggota tersebut
mengatakan bahwa, ia merasa tidak puas dengan bentuk tubuhnya dan
melakukan latihan beban yang berlebihan karena keinginannya untuk
memperoleh bentuk tubuh ideal dengan cepat (Wawancara pribadi, 2 Agustus
2012).
Fibri (bukan nama asli) ,2 agustus 2010
’ badanku gak bagus mas, belom ideal menurutku. ototnya cepat gede angkat bebannya yang berat-berat mas, lagian angkat yang ringan kapan ototnya mau gede’’
Overtraining merupakan masalah umum yang terjadi ketika melakukan
latihan beban (Bandyopadhyay dkk, 2012). Pola latihan yang berlebihan secara
terus menerus akan mengarah pada overtraining syndrome yang ditandai
dengan kelelahan secara terus menerus (Widiyanto, 2010). Overtraining
digambarkan sebagai latihan berlebihan yang dilakukan setiap hari dalam
waktu lama, tanpa istirahat, dilakukan dengan intensitas yang tinggi, namun
disertai pola makan yang tidak seimbang dan istirahat yang cukup. Latihan
yang berlebihan akan menimbulkan menurunnya fungsi kekebalan tubuh (Tuan
dkk, 2012). Ketidakseimbangan antara latihan dengan pemulihan ditandai
dengan gejala utama yaitu kelelahan, adapun gejala lainnya adalah gangguan
fisiologis, biokimia, psikologis dan menurunnya sistem kekebalan serta status
menimbulkan dampak pada kehidupan individu seperti nyeri otot kronis,
penurunan berat badan yang berlebihan, kehilangan motivasi dan semangat
(Jenkins dalam widiyanto, 2010).
Overtraining umumnya dialami oleh para atlet sehingga para pelatih
dan ilmuwan olahraga tertarik untuk menemukan metode baru guna
meningkatkan kualitas dan kuantitas latihan untuk para atlet (Kellmann, 2010).
Pengukuran overtraining pada atlet yang memiliki standar mutlak didiagnosis
melalui ekskresi urin katekolamin pada malam setelah latihan, ACTH, GH,
kortisol dan katekolamin plasma (Cunha, 2006). Selain atlet, non-atlet atau
orang awam juga mungkin mengalami overtraining karena orang awam juga
melakukan latihan beban guna mengubah fisiknya di fitness center. Akan
tetapi, (D’Elia dkk, 2002) mengatakan bahwa tidak ada gold standard atau
standar mutlak pengukuran overtraining di fitness center. Oleh karena itu,
variabel penelitian ini dibatasi pada kecenderungan overtraining.
Kemungkinan adanya hubungan antara citra tubuh dengan
kecenderungan overtraining di fitness center didukung oleh penelitian yang
dilakukan Parnell (2011). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
ketidakpuasan terhadap tubuh secara signifikan berkorelasi dengan exercise
dependence yaitu ketergantungan pada latihan. Ketergantungan pada latihan
memiliki beberapa karakteristik yang menjadi indikasi adanya overtraining
yaitu kebutuhan untuk melakukan latihan yang banyak untuk mencapai tujuan,
keterlibatan latihan yang lebih atau lama, kurangnya kontrol dalam melakukan
ketergantungan pada latihan belum dapat dikatakan overtraining walaupun
memiliki ciri yang mirip, karena overtraining memiliki pengertian tidak hanya
sebatas latihan yang berlebihan tetapi mencakup pemulihan dan gejalanya.
Oleh karena itu, hubungan antara citra tubuh dengan kecenderungan
overtraining masih perlu dibuktikan secara empiris.
B.Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara citra tubuh dan kecenderungan
overtraining di fitness center pada pria dewasa awal?
C.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antara citra tubuh dan kecenderungan overtraining di fitness center.
D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Hasil pada penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu psikologi pada bidang olahraga dan kesehatan.
2. Manfaat Praktis
Dengan mengetahui pengaruh citra tubuh terhadap kecenderungan
overtraining di fitness center, kita dapat melakukan intervensi bagi individu
yang memiliki citra tubuh yang rendah untuk mencegah munculnya
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A.Overtraining di Fitness Center
1. Definisi Fitness Center
Fitness center adalah suatu tempat yang digunakan untuk melatih
kebugaran tubuh. Di fitness center terdapat berbagai macam fasilitas untuk
latihan, selain itu juga terdapat ruangan untuk cardio training dan weight
training (Yudha,2006). Fitness center berfokus pada setiap fasilitasnya,
tidak hanya fasilitas kecil tetapi fasilitas berupa peralatan serba guna yang
digunakan untuk latihan sebagai pusat kegiatan klub (Coffman, 2007).
Dapat disimpulkan bahwa fitness center merupakan tempat latihan
yang memiliki fasilitas untuk melakukan olahraga, yang terdiri dari
beberapa ruangan dan dilengkapi oleh alat-alat olahraga.
a. Jenis Latihan Fisik di Fitness Center
Wiarto (2012), menjelaskan dua istilah untuk jenis latihan yaitu :
1) Aerobic
Latihan aerobic adalah latihan fisik yang secara intensif
mempercepat denyut jantung dan dilakukan untuk jangka waktu yang
panjang, minimal selama 20 menit. Jenis latihan atau olahraganya
2) Anaerobic
Latihan ini dilakukan dalam jangka waktu yang pendek dan
membantu memperkuat otot. Bentuk latihan atau olahraganya seperti
angkat beban dan berlari.
Jenis latihan di fitness center tergantung pada tujuan yang ingin
dicapai dari latihan. Yudha (2006), membagi tujuan jenis latihan di
fitness center sebagai berikut :
1) Kebugaran tubuh
Latihan dilakukan untuk meningkatkan kualitas kebugaran
tubuh. Kelompok yang melakukan latihan ini merupakan kelompok
yang benar-benar sadar arti pentingnya hidup sehat.
2) Menurunkan berat badan / loss weight
Memilih latihan untuk mendapatkan bentuk tubuh yang ideal
dan cenderung memiliki motivasi yang tinggi untuk melakukan
latihan. Semakin tinggi kebutuhan untuk memiliki tubuh yang
ramping dan ideal, maka intensitas latihan akan ditingkatkan.
3) Menaikan berat badan / gain mass
Latihan yang dilakukan bertujuan untuk membentuk tubuh
yang ideal karena memiliki tubuh yang kurus. Tubuh yang berisi dan
berbentuk lebih terkesan sensual. Latihan ini lebih berfokus pada
latihan beban. Jenis latihan ini berkaitan dengan otot, latihan ini
4) Pemulihan kondisi
Latihan yang di fitness center terdorong karena ingin
memulihkan kondisi, misalnya setelah sembuh dari penyakit tertentu
yang mengubah kondisi fisik.
5) Sebagai variasi
Tujuan dari latihan ini karena ingin menghilangkan kejenuhan
pada latihan yang rutin dilakukan.
Dapat disimpulkan bahwa individu memiliki kebutuhan untuk
latihan yang berbeda dengan orang lain. Jenis latihan yang dilakukan di
fitness center dapat disesuaikan dengan tujuannya. Kebutuhan untuk
latihan menentukan jenis latihan yang akan dipilih. Pada penelitian ini,
jenis latihan yang digunakan adalah menurunkan berat badan (loss
weight) dan menaikan berat badan (gain mass) guna membentuk tubuh
karena kedua jenis latihan tersebut berkaitan dengan ketidakpuasan
terhadap tubuh.
b. Metode Latihan
Yudha (2006) menjelaskan bahwa ada lima metode dalam
melakukan latihan. Metode latihan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Pemanasan(warm up)
Pemanasan berfungsi agar otot siap latihan yang lebih berat,
warm up dilakukan dengan latihan-latihan ringan untuk
menit. Pemanasan dapat dilakukan dengan treadmill, jogging atau
sepeda statis.
2) Peregangan (stretching)
Peregangan dilakukan setelah tubuh sudah cukup panas untuk
melakukan olahraga. Hal ini dilakukan untuk melenturkan badan
supaya tidak kaku, dilakukan selamat 5- 10 menit.
3) Aerobic
Latihan aerobic adalah latihan cardio yang dilakukan terus
menerus, tanpa berhenti, dengan bantuan oksigen sekitar 30 -60 menit.
Melakukan latihan ini secara teratur dapat membantu pembakaran
lemak pada tubuh.
4) Latihan beban
Latihan beban merupakan bagian dari kebugaran, latihan beban
dibantu dengan mengunakan alat-alat sebagai beban. Latihan beban
lebih bertujuan untuk membentuk tubuh dan mengencangkan otot.
5) Cooling down
Cooling down atau pendinginan dilakukan beberapa saat
menjelang selesai olahraga yang memicu denyut jantung dan
menegangkan otot-otot tubuh kembali keposisi semula dengan
keadaan lebih nyaman dan segar. Latihan tersebut berupa stretching
dan jalan perlahan di treadmill selama kurang lebih 5 menit.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa latihan di
yang dilakukan memiliki tujuan tertentu yang bermanfaat untuk tubuh.
Latihan tersebut dilakukan secara bertingkat mulai dari pemanasan/
warm up, peregangan/ streching, latihan beban/ anaerobic, dan cooling
down/ pendinginan.
2. Definisi Overtraining
Overtraining adalah suatu proses yang melibatkan latihan beban
secara berlebihan dan pemulihan yang tidak memadai (Meehan, 2002).
Menurut Plowman dan Smith ( 2003), overtraining adalah keadaan stress
otot yang berlebihan atau kegagalan beradaptasi dengan latihan beban.
Latihan intensitas tinggi, harus diikuti dengan istirahat yang cukup selama
masa pemulihan.
Overtraining merupakan keadaan latihan yang patologis, ini
merupakan akibat dari pengabaian rasio latihan dan pemulihan serta
dihadapkan dengan intensitas ransangan yang tinggi (Bompa, 1994).
Menurut Bandyopadhyay dkk (2012), overtraining adalah hasil dari
ketidakseimbangan stress latihan dan pemulihan. Rippetoe, Kilgore &
Pendlay (2006), mengatakan bahwa overtraining adalah tumpukan hasil dari
latihan yang tinggi-volume atau intensitas tinggi tanpa henti, atau keduanya,
tanpa pemulihan yang memadai, yang mengakibatkan kelelahan dari
kemampuan tubuh untuk memulihkan dan beradaptasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa overtraining
adalah suatu kondisi atau keadaan latihan beban yang dilakukan oleh
yang berlebihan berarti individu melakukan latihan beban melebihi batas
kemampuan fisiknya.
a. Aspek-aspek Kecenderungan Overtraining
Menurut Meehan (2002), ada 2 aspek penting dalam overtraining,
yaitu:
1) Latihan berlebihan ( excessive exercise )
Salah satu aspek yang memicu terjadinya overtraining adalah
latihan berlebihan, individu dikategorikan melakukan latihan yang
berlebihan apabila melakukan latihan dengan porsi yang besar dan
memaksa tubuhnya untuk melakukan latihan. Menurut Sajoto (1988),
dalam melakukan latihan beban perlu memperhatikan prinsip
progressive overload, hal ini agar tubuh diberi kesempatan untuk
beradaptasi secara fisiologis terhadap latihan yang berat. Proses
adaptasi tubuh terhadap latihan harus memerlukan waktu yang cukup,
bukan memaksa tubuh untuk langsung melakukan latihan beban yang
berat. Hal ini untuk menghindari adanya overtraining. Oleh karena itu,
untuk memenuhi prinsip tersebut dapat dimanipulasi dengan
memperhatikan hal-hal berikut :
a) Intensitas latihan
Intensitas suatu latihan adalah suatu dosis latihan yang
harus dilakukan. Apabila intensitas latihan tidak memadai maka,
pengaruh latihan terhadap tubuh kecil. Sebaliknya, jika intensitas
b) Frekuensi
Frekuensi latihan adalah berapa kali seseorang melakukan
latihan yang cukup intensif dalam 1 minggu. Menentukan frekuensi
latihan sebaiknya melihat batas kemampuan, setiap individu
memiliki kemampuan yang berbeda. Hal ini dikarenakan tubuh
tidak dapat beradaptasi dengan cepat dari batas kemampuannya.
Individu yang sudah terbiasa dengan latihan beban tentu saja
berbeda dengan individu yang belum terbiasa. Jika frekuensi
latihan berlebihan, dapat mengakibatkan cedera yang
berkepanjangan. Untuk latihan anaerobic, frekuensi 3 kali
perminggu cukup efektif.
c) Lama latihan
Lama latihan atau durasi adalah berapa lama waktu yang
digunakan untuk melakukan latihan.
2) Pemulihan ( recovery)
Pemulihan adalah proses pengurangan stress otot pada
individu yang membutuhkan waktu untuk pembentukan kembali otot
setelah latihan (Kellmann, 2010). Pemulihan yang memadai didukung
oleh berbagai faktor yang berpengaruh terhadap tubuh. Pemulihan
diperlukan tubuh dengan tujuan untuk mencegah cedera maupun
overtraining. Pemulihan penting agar tubuh dapat mengambil asam
amino dan protein dari makanan atau suplemen untuk memperbaiki
komponen yang diperlukan dalam latihan. Menurut Rippetoe, Kilgore
&Pendlay ( 2006), faktor penting yang sangat berkontribusi dalam
proses pemulihan adalah sebagai berikut :
a) Tidur
Kurang tidur yang cukup selama pemulihan, mempengaruhi
keadaan mood, mengarah ke tingkat yang lebih besar dari kelelahan
yang dirasakan dan mengurangi motivasi untuk melakukan latihan.
Waktu tidur yang baik adalah delapan jam untuk orang dewasa.
Orang yang melakukan latihan sebaiknya pergi ke tempat tidur
pukul 11.00 dan bangun jam 7.00 (Rippetoe, Kilgore &Pendlay,
2006).
b) Hidrasi
Air sangat penting untuk pemulihan dari latihan. Hampir
setiap proses biokimia yang terjadi dalam tubuh manusia
berlangsung dalam air. Dehidrasi atau kekurangan cairan dapat
menyebabkan hilangnya kinerja. Meminum banyak air akan
mendukung pemulihan dan menghindari overtraining, asupan air
dalam tubuh perhari sekitar 1.6 sampai 1.8 liter air. Mengkonsumsi
air sebanyak 1.9 liter perhari membantu mempertahankan cairan
dalam tubuh.
c) Protein
Setiap jenis olahraga akan meningkatkan tingkat
rangsangan otot dan sintesis protein selama 24 jam. Sintesis protein
merupakan proses pembentukan otot yang baru. Sehingga, tubuh
memerlukan sumber protein dari makanan. Jika nutrisi yang
dibutuhkan untuk sintesis protein (untuk mempertahankan atau
perbaikan jaringan yang rusak) tidak cukup dari sumber makanan,
tubuh akan mengambil protein dalam tubuh yang tersimpan dalam
otot. Mengkonsumsi protein seharian sekitar 1,2-1,8 kg perhari.
d) Asupan yang diterima tubuh
Kalori yang dikeluarkan saat latihan, sebagian besar berasal
dari tubuh, cadangan yang tersimpan dalam karbohidrat dan lemak.
Syarat utama untuk pemulihan setelah latihan adalah peningkatan
kebutuhan energi untuk mengantikan energi yang digunakan
selama latihan. Alasan latihan membutuhkan kalori karena ketika
latihan tubuh mengeluarkan beberapa pecahan energi yang
tersimpan dalam tubuh dan latihan beban yang mengganggu
homeostasis dan struktural integritas otot. Protein dan kalori
lemak/karbohidrat untuk memfasilitasi perbaikan otot dan
pemulihan. Untuk mendapatkan tenaga yang lebih, perlu
mengkonsumsi sekitar 200 hingga 400 kalori lebih banyak dari
energi yang dikeluarkan.
e) Vitamin dan mineral
Vitamin dan mineral bertindak sebagai mediator reaksi
mineral harus mengkonsumsi banyak jenis makanan, vitamin dan
mineral membantu proses pemulihan setelah latihan. Vitamin
dipakai untuk menambah kebutuhan tenaga dan juga melawan
kelelahan misalnya vitamin D2
f) Asam lemak
dan E.
Satu senyawa yang mempengaruhi pemulihan adalah asam
lemak esensial (EFA), beberapa lemak adalah zat gizi esensial serta
efisien sumber energi. Asam lemak omega-3 adalah yang paling
relevan untuk pemulihan karena mendukung proses anabolik dan
membantu dalam manajemen pasca-latihan. Asam lemak ini dapat
diperoleh dengan mengkonsumsi suplemen minyak ikan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui faktor-faktor
penting yang berkontribusi terhadap pemulihan. Pada penelitian ini,
peneliti memasukkan vitamin dan mineral serta asam lemak dalam
asupan tubuh. Oleh karena itu, faktor yang berkontribusi pada
pemulihan menjadi empat yaitu tidur, hidrasi, protein dan asupan
tubuh.
3. Faktor- faktor yang Menyebabkan Overtraining
Bandyopadhyay, Bhattacharjee & Sousana (2012), membagi faktor
overtraining menjadi 2, yaitu :
a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri atau
tersebut seperti, kesehatan secara umum, status gizi, kondisi kesehatan,
usia, dan tipe kepribadian. Bandyopadhyay dkk (2012) tidak menjelaskan
secara detail faktor yang menyebabkan overtraining. Namun, pada
penelitian yang dilakukan oleh Hausenblas and Giacobb (2004)
menjelaskan bahwa tipe kepribadian yang diprediksi menjadi faktor
overtraining adalah neuroticism, ekstraversion dan agreeableness. Citra
tubuh diduga menjadi faktor internal yang juga menyebabkan
overtraining, hal tersebut didukung oleh penelitian parnell (2011).
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal luar diri individu.
Faktor-faktor tersebut seperti intensitas dan jumlah latihan fisik,
sosial-ekonomi, riwayat latihan, kurang tidur dan obat-obatan. D’Elia dkk
(2010) menambahkan faktor lain yang menyebabkan meningkatnya
resiko terjadinya overtraining di fitness center adalah frekuensi tinggi
dari kompetisi, latihan yang monoton dan stressor.
Dalam disimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan terjadi
overtraining dalam latihan dibagi menjadi 2 yaitu, faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal yang menyebabkan terjadinya
overtraining seperti tipe kepribadian, usia, kondisi medis dan kesehatan
secara umum. Sedangkan faktor eksternal adalah intensitas dan jumlah
4. Gejala dan Dampak Overtraining
a. Gejala Overtraining
Menurut D’Elia dkk (2010), individu yang melakukan latihan di
fitness center mengalami perubahan suasana hati (mood). Hal ini
menunjukkan adanya tanda dan gejala overtraining, perubahan suasana
hati disebabkan oleh adanya perubahan zat didalam tubuh seperti
penumpukan asam laktat tubuh karena latihan berlebihan, adapun
variabel dari suasana hati tersebut adalah sebagai berikut :
1) Tension (Tegangan)
Ketegangan ditandai oleh perasaan seperti kegelisahan,
ketakutan, kekhawatiran dan kecemasan ( Wijk,2011).
2) Depression (Depresi)
Depresi dikaitkan dengan skema diri yang negatif ditandai
dengan keputusasaan, merasa kekurangan, tidak berharga, dan
menyalahkan diri ( Wijk,2011).
3) Anger (Kemarahan)
Kemarahan ditandai oleh perasaan yang bervariasi dalam
intensitas dari gangguan ringan terhadap amarah dan kemarahan, dan
berhubungan dengan dari sistem saraf otonom ( Wijk,2011).
4) Vigor (Semangat )
Ditandai oleh perasaan gembira, kewaspadaan dan energi pada
5) Fatigue (Kelelahan)
Kelelahan yang ditandai oleh perasaan kelelahan mental dan
fisik.kelelahan terjadi karena tubuh kekurangan oksigen dan pada otot
(Wijk,2011).
6) Confusion (Kebingungan)
Kebingungan adalah keadaan perasaan yang ditandai dengan
bingung dan ketidakpastian, terkait dengan kegagalan umum untuk
mengendalikan perhatian dan emosi ( Wijk,2011).
Menurut Cunha (2006), salah satu penanda yang paling penting
adalah kelelahan (fatigue) yang didefinisikan sebagai ketidakmampuan
menjaga intensitas latihan, dapat dianggap sebagai peringatan dari tubuh
dalam respon terhadap stress yang berlebihan. Gejala-gejala lain yang
muncul karena overtraining adalah tersebut sebagai berikut.
1) Fisiologis
a) Penurunan kinerja fisik, otot dan koordinasi
b) Periode pemulihan yang lama
c) Peningkatan tenaga yang dirasakan
d) Gangguan tidur
e) Anoreksia
f) Perubahan laktat darah
2) Biokimia
a) Penurunan glikogen otot
c)
3)
Peningkatan kontisol dan urea
a)
Peningkatan infeksi dan penyakit
Penurunan neutrofil
Bompa (1994) menambahkan beberapa gejala overtraining
lainnya yang diidentifikasi melalui tiga cara,yaitu sebagai berikut :
1) Psikologis
a) Eksitabilitas meningkat
b) Penurunan konsetrasi
c) Hilang kepercayaan diri
d) Hilang daya juang
2) Motor dan fisik
a) Peningkatan tensi otot
b) Penurunan tingkat kecepatan, kekuatan dan daya tahan
c) Kecepatan pemulihan menurun
d) Cenderung mudah mendapatkan cedera dan kecelakaan
3) Fungsional
a) Gangguan pencernaan
c) Penurunan kemampuan vital
d) Mudah terkena infeksi kulit
b. Dampak Overtraining
Menurut Widiyanto (2010), overtraining memiliki dampak yang
buruk terhadap fisiologis dan psikologis, adapun dampak tersebut sebagai
berikut:
1) Dampak fisiologis
a) Penurunan berat badan yang berlebihan
b) Peningkatan denyut jantung
c) Penurunan kekuatan otot
d) Nyeri otot kronis
e) Sembelit
f) Sering infeksi kecil
2) Dampak psikologis
a) Kehilangan nafsu makan
b) Kehilangan motivasi
c) Kehilangan semangat
d) Kelelahan secara mental
e) Iritabilitas/ menjadi tidak peka
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa ada 2 aspek
yang menyebabkan terjadinya overtraining, yaitu latihan yang berlebihan
dan pemulihan kurang memadai. Pada penelitian ini peneliti akan
dikarenakan tidak ada gold standard pengukuran overtraining di fitness
center (D’Elia, 2010). Kecenderungan overtraining dapat dilihat dari
persepsi diri tentang latihan dan pemulihan. Mood yang buruk atau flat
menjadi penanda ada overtraining di fitness center (D’Elia, 2010). Oleh
karena itu, penelitian ini akan mengukur kecenderungan overtraining berupa
laporan diri terhadap latihan yang meliputi intensitas, frekuensi dan durasi.
Sedangkan untuk aspek pemulihan meliputi pola tidur, hidrasi, protein,
asupan terhadap tubuh serta memasukkan mood sebagai subvariabel. Data
dari latihan berlebihan dan pemulihan dan mood akan digabungkan untuk
melihat kecenderungan overtraining di fitness center.
B.Citra Tubuh pada Pria Dewasa Awal
1. Definisi Citra Tubuh
Menurut Cash & Pruzinsky (2002), citra tubuh adalah derajat
kepuasan terhadap diri secara fisik yang mencakup ukuran, bentuk dan
penampilan umum. Citra tubuh berkaitan erat dengan perhatian terhadap
bagian tubuh tertentu atau aspek yang lebih dari penampilan secara
keseluruhan (Thompson, Heinberg, Altabe, Dunn, 1998).
Menurut Melliana (2006), citra tubuh adalah penilaian individu
tentang tubuhnya yang melibatkan pikiran, perasaan, imajinasi, kesadaran
dan perilaku mengenai penampilan dan bentuk tubuh. Hal ini dipengaruhi
dari adanya idealisasi tentang gambaran tubuh yang baik di masyarakat, hal
Dapat disimpulkan bahwa citra tubuh adalah cara seseorang menilai
diri secara fisik yang berhubungan dengan kepuasan atau ketidakpuasannya
terhadap tubuh mencakup ukuran, bentuk dan penampilan umum yang
melibatkan perasaan , pikiran dan perilaku. Penilaian terhadap kepuasan
atau ketidakpuasan terhadap tubuh dipengaruhi oleh adanya idealiasi atau
standar tubuh ideal pada lingkungannya.
2. Aspek- aspek Citra Tubuh
Menurut Banfield & McCabe ( 2002), citra tubuh dibagi menjadi tiga
aspek, yaitu :
a. Afektif
Aspek ini menyangkut masalah emosional subjektif seseorang,
berkaitan dengan perasaan yang dimiliki individu terhadap penampilan
tubuhnya. Misalnya perasaan terhadap kepuasaan atau ketidakpuasan
terhadap tubuh secara keseluruhan.
b. Kognitif
Aspek ini berhubungan dengan pikiran dan keyakinan serta
kepercayaan individu mengenai tentang bentuk tubuh dan penampilan.
Pikiran, keyakinan dan kepercayaan seseorang terbentuk berdasarkan
yang telah dilihat kemudian membentuk suatu gagasan atau ide mengenai
karakteristik umum. Misalnya pemikiran tentang tubuh yang ideal adalah
c. Perilaku
Aspek perilaku atau aspek konatif dalam struktur sikap
menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku.
Kepercayaan dan perasaan mempengaruhi perilaku dengan kata lain
perilaku merupakan respon atau reaksi individu yang muncul
dikarenakan adanya pikiran, keyakinan kepercayaan dan perasaan.
Misalnya individu yang berpikir bahwa dengan berolahraga dapat
membentuk tubuh ideal kemudian ia melakukan olahraga.
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa citra tubuh
memiliki tiga aspek yang saling berhubungan antara satu dengan yang
lainnya. Aspek-aspek tersebut meliputi perasaan, pikiran dan keyakinan
tentang bentuk tubuh, yang kemudian dimanifestasi ke dalam sebuah
perilaku atau kecenderungan perilaku tertentu.
3. Dampak Citra Tubuh
Pentingnya citra tubuh, baik positif maupun negatif memberikan
dampak terhadap diri individu. Oleh karena itu penting bagi kita mengetahui
dampak dari citra tubuh. Adapun dampak citra tubuh pada hal-hal berikut
ini:
a. Konsep diri
Citra tubuh memiliki pengaruh terhadap konsep diri. Menurut
Husdarta (2011), konsep diri merupakan pandangan atau perasaan kita
tentang diri kita yang bersifat psikologis, sosial dan fisik. Konsep diri
(Hurlock,1993). Konsep diri berkaitan dengan harapan dan evaluasi
terhadap diri. Ketika individu berpikir tentang diri, pada saat yang sama
akan memiliki pikiran tentang harapan terhadap dirinya.Setelah individu
dapat mengetahui diri sendiri dan harapan terhadap dirinya, individu
dapat mengevaluasi atau menilai diri(Calhoun,1995). Oleh karena itu,
tinggi atau rendahnya citra tubuh akan berpengaruh pada konsep diri. Hal
ini menunjukkan bahwa ada penerimaan atau penolakan terhadap diri
secara fisik. Citra tubuh yang negatif dapat menyebabkan individu
memiliki perasaan dan penilaian yang negatif terhadap dirinya.
b. Self-efficacy
Self efficacy adalah keyakinan dalam kemampuan seseorang
untuk mengatur dan menjalankan rangkaian tindakan yang diperlukan
untuk mengelola situasi yang akan muncul. Berkaitan dengan
kemampuan individu untuk mencapai jenis performance. Menurut
Fortman (2006), individu yang memiliki citra tubuh yang positif
menyebabkan individu tersebut memiliki self- efficacy yang tinggi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, citra tubuh
berpengaruh terhadap konsep diri yang dimiliki oleh individu. Selain itu,
citra tubuh juga mempergaruhi self- efficacy. Penilaian diri yang positif
akan memberikan pengaruh yang baik terhadap harapan dan harga diri serta
dapat meningkatkan keyakinan terhadap kemampuan diri untuk beradaptasi
positif akan memberikan pengaruh yang negatif pada konsep diri dan
self-efficacy.
4. Definisi Pria Dewasa Awal
Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata
adultus yang berarti telah tumbuh menjadi ukuran yang sempurna atau telah
menjadi dewasa. Menurut Santrock (2002), masa dewasa awal diawali
dengan usia 18 sampai 30 tahun. Masa dewasa awal adalah masa untuk
bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan jenis.
Kenniston (dalam Santrock, 2002) mengatakan bahwa masa muda
(youth) adalah periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang
merupakan perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi yang sementara.
Periode masa muda rata-rata terjadi 2 sampai 8 tahun tetapi dapat juga lebih
lama. Dua kriteria yang diajukan untuk menunjukkan akhir masa muda dan
permulaan dari masa dewasa awal adalah kemandirian dalam mengatur
ekonomi sendiri yang berhubungan dengan pengelolaan uang dan berani
membuat dan mengambil tindakan atas keputusan tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pria dewasa
awal adalah individu yang berusia 18 sampai 30 tahun. Pada masa ini, pria
mengalami perubahan fisik dan psikologis. Dewasa awal ditandai dengan
kemandirian dalam mengatur keuangan, berani membuat keputusan. terlibat
5. Ciri- ciri Masa Dewasa Awal
Menurut Santrock (2002), ciri-ciri dewasa awal dibagi menjadi
beberapa hal , yaitu sebagai berikut :
1) Perkembangan fisik
a) Puncak dan penurunan kemampuan fisik
Pada masa ini kondisi perkembangan fisik mencapai puncak dan
penurunan kemampuan fisik, status fisik puncak dicapai pada usia 18
sampai 30 tahun, setelah itu fisik akan mengalami penurunan.
b) Nutrisi dan perilaku makan
Pada masa ini seseorang sering kali mengalami masalah
kegemukan atau kelebihan berat badan yang disebabkan oleh faktor
genetik, mekanisme fisiologis, kognitif dan lingkungan. Pola makan
yang berlebihan merupakan salah satu penyebab terjadinya
kegemukan. Oleh karena itu, pada masa ini nutrisi dan perilaku makan
harus diatur agar tidak menyebabkan kelebihan berat badan.
c) Olahraga
Ada banyak program untuk mengurangi berat badan antara lain
dengan obat-obatan, akan tetapi cara yang paling baik dan efektif
adalah dengan olahraga, apalagi dengan mengkombinasi dengan
konsumsi lemak yang sedikit. Berolahraga dengan tingkat yang
sedang maupun intensif menghasilkan efek fisik dan psikologis,
d) Ketergantungan dan pemulihan
Ketergantungan pada obat-obatan adalah hal yang paling
menyimpang. Pengunaan obat-obatan membuat individu yang tampak
malu-malu mulai untuk berani berbicara dan menjadi lebih santai.
Pemulihan terhadap ketergantungan adalah sangat sulit karena perlu
berkelanjutan.
2) Perkembangan kognitif
a) Fase pencapaian prestasi
Fase ini melibatkan penerapan intelektualitas pada situasi yang
memiliki konsekuensi besar dalam mencapai tujuan jangka panjang,
seperti pencapaian karier.
b) Fase tanggungjawab
Fase yang terjadi ketika keluarga terbentuk dan perhatian
diberikan pada keperluan-keperluan pasangan dan keturunan.
c) Kreativitas
Pada fase ini seseorang memiliki produktivitas tinggi dari kerja
yang hebat tampaknya terjadi pada sampai usia 30.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri- ciri dewasa
awal ditunjukkan adanya pemuncakan kemampuan secara fisik dan
perubahan pada fisik yang dipengaruhi oleh genetik maupun
lingkungannya. Dewasa awal memiliki perkembangan kognitif, dengan
6. Tugas Perkembangan Pria Dewasa Awal
Menurut Santrock (2002), tugas perkembangan pria dewasa awal
sejalan dengan tugas pengembangan pada masa dewasa awal secara umum.
adapun tugas perkembangan pria dewasa awal adalah sebagai berikut :
1) Karir dan pekerjaan
Perkembangan karir menganjurkan bahwa orang seharusnya
mengeksplorasi berbagai pilihan karir, merencanakan dan mengambil
keputusan tentang karir. Pada karier dan pekerjaan, pria memiliki
tanggung jawab yang lebih untuk bekerja dan memiliki karier.
2) Kekertarikan, cinta dan hubungan dekat
Pada masa ini seseorang akan menyukai atau tertarik dengan
individu lain yang memiliki kesamaan atau kemiripan dengannya.
Mencintai seseorang berarti percaya pada pasangan, memiliki kedekatan,
ketergantungan dan tidak berorientasi pada diri sendiri.
3) Perkawinan dan keluarga
Pada masa dewasa awal, individu mulai meninggalkan rumah dan
menjadi orang dewasa yang hidup sendiri. Seseorang cenderung untuk
ingin menikah dan bergabung menjadi sebuah keluarga baru melalui
pernikahan dan menjadi orangtua bagi anak-anaknya.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan
dewasa awal adalah memilih karir serta pekerjaan yang baik. Kemudian pria
dewasa awal dituntut untuk membangun hubungan dengan lawan jenis yang
rumah tangga dengan pasangan melalui pernikahan dan menjadi orangtua
bagi anak-anaknya.
7. Citra Tubuh pada Pria Dewasa Awal
Memiliki penampilan fisik yang ideal merupakan hal yang
diperhatikan oleh pria dewasa awal. Secara umum, pria menginginkan tubuh
yang ideal dan proposional, tidak terlalu kurus atau terlalu gemuk, tapi
tubuh yang berotot dan ramping.
Grogan (1999) membagi jenis bentuk tubuh pada pria menjadi 3, yaitu :
a. Ektomorfik
Bentuk tubuh dengan ciri badan kurus, tinggi, kurang berotot.
Orang yang memiliki bentuk tubuh ini biasanya terlihat kurus.
b. Mesomorfik
Bentuk tubuh yang rata-rata, memiliki dada yang cukup berisi,
memiliki otot-otot yang cukup menonjol, kuat serta tegap. Pada
umumnya ciri tubuh inilah yang banyak diinginkan pria.
c. Endomorfik
Memiliki bentuk tubuh yang terlihat gemuk, pendek, dan otot
yang kurang berkembang.
Pada umumnya, pria menginginkan tubuh yang tegap dan berotot.
Grogan (1999) mengungkapkan tubuh ideal laki- laki adalah tubuh yang
ramping dan cukup berotot. Penampilan menarik merupakan minat pribadi
yang dimiliki pria dewasa awal. Hal ini, dikarenakan pria dewasa awal
dewasa awal juga memiliki tugas-tugas perkembangan seperti karir,
menjalin hubungan dengan orang lain yang membutuhkan penampilan yang
menarik. Keinginan memiliki penampilan menarik tidak lepas dari ciri pada
masa dewasa awal.
Penampilan fisik memperngaruhi citra tubuh pada pria dewasa awal.
jika seorang pria dewasa awal memiliki penampilan yang menarik maka ia
akan memiliki citra tubuh yang positif. Tetapi sebaliknya, jika memiliki
penampilan yang kurang menarik maka citra tubuh yang dimiliki juga akan
negatif.
Pria dewasa awal yang memiliki citra tubuh yang tinggi akan
melihat dirinya lebih menarik dan memiliki kepuasaan yang tinggi juga
terhadap tubuhnya. Kepuasaan terhadap tubuh akan menyebabkan pria
dewasa awal merasa lebih bahagia, serta memiliki harga diri yang tinggi
sehingga membuat konsep diri yang positif pada dirinya. Citra tubuh yang
rendah akan menyebabkan pria dewasa memandang tubuhnya kurang
menarik. Pria dewasa awal yang memiliki tubuh yang kurang menarik dapat
membuat dirinya menarik diri atau menjadi kurang percaya diri.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada
umumnya, pria dewasa awal mempunyai keinginan untuk memiliki tubuh
yang tegap dan cukup berotot, berpenampilan menarik merupakan minat
pribadi yang dimiliki pria dewasa awal. Tubuh ideal dan menarik dapat
dada bidang , kuat dan tegap. Citra tubuh yang dimiliki pria dewasa awal
akan menunjang tugas-tugas perkembangan pada fase dewasa awal.
C.Hubungan antara Citra Tubuh dengan Kecenderungan Overtraining di
Fitness Center pada Pria Dewasa Awal
Fitness center adalah tempat untuk melatih fisik. Melatih fisik
merupakan pilihan para pria untuk memperoleh bentuk tubuh ideal dari pada
diet dan mengkonsumsi obat-obatan. Latihan yang dilakukan untuk
membentuk tubuh adalah latihan beban (weight training). Latihan ini berguna
untuk menambah dan membentuk otot agar memperoleh tubuh yang ideal.
Latihan atau berolahraga adalah cara pria dewasa awal untuk
mempertahankan dan memiliki tubuh ideal. Hal ini dikarenakan pria dewasa
awal telah menyadari perkembangan fisik. Kriteria tubuh ideal bagi pria adalah
bentuk tubuh mesomorfik yaitu tubuh yang agak berotot, perut kecil dan berisi.
Keinginan mempertahankan tubuh atau memiliki tubuh yang ideal
berhubungan dengan citra tubuh, artinya ada unsur kepuasaan atau
ketidakpuasaan terhadap fisik sehingga para pria tersebut ingin memiliki tubuh
yang ideal. Ketidakpuasaan terhadap tubuh sama artinya dengan citra tubuh
yang negatif sedangkan kepuasaan terhadap fisik berarti memiliki citra tubuh
yang positif.
Citra tubuh yang negatif akan menyebabkan konsep diri yang rendah
artinya pandangan atau perasaan mau gambaran terhadap diri menjadi rendah
atau negatif, begitu sebaliknya citra tubuh yang positif akan membuat konsep
konsep dirinya negatif maka individu tersebut akan cenderung untuk tidak
menerima diri artinya penerimaan dirinya rendah, khususnya penerimaan diri
secara fisik. Namun, berbeda jika individu tersebut memiliki konsep diri yang
tinggi atau positif, individu cenderung untuk menerima fisiknya.
Penerimaan diri yang rendah terhadap fisik menimbulkan dorongan atau
keinginan untuk mengubah fisik yang tinggi agar individu tersebut dapat
menerima fisiknya. Semakin rendah penerimaan dirinya, menimbulkan
dorongan yang sangat besar untuk mengubah fisiknya. Sebaliknya jika
peneriman dirinya lebih tinggi maka dorongan untuk mengubah fisik juga akan
rendah, artinya individu tersebut dapat menerima diri.
Motivasi atau dorongan yang tinggi untuk memperoleh tubuh yang
ideal memicu individu untuk latihan yang lebih agar dapat dengan lebih cepat
memperoleh bentuk tubuh ideal. Hal ini didukung oleh perkembangan fisik
yang sedang mencapai puncak. Latihan yang lebih dapat memicu adanya
kecenderungan overtraining. sebaliknya penerimaan diri yang tinggi
menimbulkan motivasi atau dorongan yang rendah untuk memperoleh tubuh
ideal dan melakukan latihan secara normal.
Latihan yang memicu munculnya kecenderungan overtraining adalah
latihan yang dilakukan dengan memaksa tubuh untuk melakukan latihan
melebih batas kemampuan (berlebihan) dan disertai dengan pemulihan yang
kurang memadai. Ada atau tidaknya kecenderungan overtraining dapat dilihat
melalui mood yang cenderung buruk, karena mood yang cenderung buruk
overtraining. sebaliknya jika latihan tidak memicu adanya kecenderungan
overtraining adalah latihan beban yang dilakukan melebihi batas
kemampuannya atau tidak berlebihan.
Dapat disimpulkan bahwa semakin negatif citra tubuh yang dimiliki
pria dewasa awal maka semakin besar keinginan seseorang untuk melakukan
latihan sehingga memicu adanya kecenderungan overtraining. Begitu juga
sebaliknya, jika pria dewasa awal memiliki citra tubuh yang positif maka
semakin rendah keinginan untuk melakukan latihan yang berlebihan sehingga
Secara lebih jelas hubungan citra tubuh dengan kecenderungan
overtraining pada pria dewasa awal dapat dilihat dalam skema berikut ini :
Skema hubungan citra tubuh dengan kecenderungan overtraining.
Kriteria tubuh ideal :
• Tubuh yang Ramping dan Berotot
Positif
Konsep Diri yang Rendah Konsep Diri yang Tinggi Negatif
Ciri Pria Dewasa Awal :
• Mengalami perkembangan fisik, mencapai puncak dan penurunan fisik.
Minat Pribadi Pria Dewasa Awal : • Aktif berolahraga untuk
mempertahankan tubuh dan
Kecenderungan Overtaining Tinggi • Melakukan Latihan Beban yang
Berlebihan dan Pemulihan yang Tidak Baik
• Ditandai dengan Kondisi Mood Cenderung Jelek
D.Hipotesis Penelitian
Ada hubungan negatif antara citra tubuh dengan kecenderungan
overtraining pada pria dewasa awal. Semakin rendah citra tubuh yang dimiliki
individu maka akan semakin tinggi kecenderungan overtraining, sebaliknya
semakin tinggi citra tubuh akan semakin rendah kecenderungan overtraining
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian korelasional. Penelitian
korelasional adalah jenis penelitian yang berbentuk hubungan antara dua
variabel. Tujuan penelitian korelasional adalah mendeteksi sejauh mana
variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau
lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 2011).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Dalam penelitian ini,
peneliti ingin menyelidiki hubungan antara citra tubuh dengan kecenderungan
overtraining di fitness center pada pria dewasa awal.
B.Identifikasi Variabel
1. Variabel Tergantung : Kecenderungan Overtraining
2. Variabel Bebas : Citra Tubuh
C.Definisi Operasional
1. Kecenderungan Overtraining adalah persepsi subjek terhadap latihan dan
pemulihan yang berupa latihan dengan intensitas tinggi, durasi yang lama,
ketidakseimbangan latihan dengan pemulihan, tidak memadainya
pemulihan, istirahat yang kurang, pola makan yang tidak seimbang dan
disertai dengan mood yang cenderung jelek. Kecenderungan overtraining
diukur dengan mengunakan skala kecenderungan overtraining yang terdiri
mood. Data pada kedua subskala tersebut dikombinasikan untuk melihat
kecenderungan overtraining. Skala ini berupa laporan diri tentang gambaran
latihan, pemulihan dan status mood. Semakin tinggi nilai skor pada skala
kecenderungan overtraining yang diperoleh subjek maka, semakin tinggi
kecenderungan overtraining yang dilakukan oleh subjek. Demikian
sebaliknya, semakin rendah skor pada skala, maka semakin rendah adanya
kecenderungan overtraining.
2. Citra tubuh adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri mengenai
kepuasaan dan ketidakpuasan terhadap penampilan fisik yang didasarkan
pada aspek- aspek sebagai berikut :
a) Afeksi adalah perasaan individu terhadap tubuh yang dimilikinya,
meliputi kepuasaan dan ketidakpuasan
b) Kognisi adalah pikiran dan keyakinan individu tentang bentuk tubuh dan
penampilan fisiknya.
c) Perilaku atau konatif adalah perilaku atau kecenderungan berperilaku
yang merupakan respon atau reaksi individu yang muncul dikarenakan
adanya pikiran, keyakinan kepercayaan dan perasaan.
Semakin tinggi skor pada skala citra tubuh yang diperoleh subjek,
maka semakin positif penilaian subjek terhadap penampilan fisiknya.
Demikian sebaliknya, jika skor skala citra tubuh yang diperoleh subjek
rendah, maka subjek memiliki penilaian yang negatif terhadap penampilan
D.Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah pria dewasa awal yang melakukan latihan
fisik di fitness center, dengan kriteria sebagai berikut :
1. Pria dewasa awal dengan tentang usia 18- 30 tahun.
2. Mengikuti dan aktif melakukan latihan fisik di fitness center.
3. Memiliki keinginan untuk memperbaiki fisik / membentuk tubuh.
E.Sampling
Metode pengambilan sampel dalam penelitian mengunakan Purposive
sampling, yaitu pemilihan subjek berdasarkan atas ciri-ciri dan sifat tertentu
yang dianggap memiliki persamaan ciri atau sifat populasi yang sudah
ditentukan sebelumnya (Hadi, 2004). Peneliti memilih fitness center yang
anggotanya banyak pria dewasa awal, kemudian peneliti mengambil sampel
berdasarkan kriteria subjek yang sudah ditentukan seperti usia, keikutsertaan di
fitness center dan tujuan latihan.
F. Metode Pengambilan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan mengunakan skala.
Menurut Azwar (2001), skala adalah kumpulan pernyataan yang ditulis,
disusun dan dianalisis sedemikian rupa sehingga respon yang diberikan oleh
subjek terhadap pernyataan tersebut dapat diberi skor dan kemudian dapat
diinterpretasikan. Skala yang akan digunakan dalam penelitian ini ada 2
1. Skala Citra Tubuh
Skala citra tubuh mengunakan skala semantik diferensial atau biasa
disebut skala Osgood. Pada skala ini responden diminta untuk memberikan
bobot penilaian terhadap suatu stimulus menurut kata sifat yang ada pada
setiap kontinum dalam skala (Azwar, 2006). Skala ini mengadaptasi
aspek-aspek evaluasi terhadap citra tubuh yang dilakukan oleh Banfield &
McCabe (2002). Respon subjek yang didistribusikan dengan jawaban yang
kontinum yang mempunyai dua kutup yang berlawanan dengan titik nol
atau titik netral yang berada ditengah-tengah. Skala ini memiliki 21 aitem
yang terdiri atas aspek afeksi, kognisi dan perilaku.
Penskoran alat ukur pada skala ini dibagi atas 7 bagian yang diberi
angka 1 sampai dengan 7, mulai dari kutub unfavorabel sampai dengan
kutub favorabel.
Tabel 1
Blue Print Skala Citra Tubuh Sebelum Try Out Aspek No Aitem Jumlah b. Bentuk otot keseluruhan c. Otot bahu b. Bentuk otot keseluruhan c. Otot bahu
2. Skala Kecenderungan Overtraining
Dalam pengukuran kecenderungan overtraining, peneliti
mengunakan skala semantik diferensial atau biasa disebut skala Osgood,
pada skala ini responden diminta untuk memberikan bobot penilaian
terhadap suatu stimulus menurut kata sifat yang ada pada setiap kontinum