• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Analisis Data

Setelah data diperoleh dan dikumpulkan secara lengkap selanjutnya data dianalisa kemudian disimpulkan untuk mendapatkan gambaran atau jawaban permasalahan yang dikehendaki, dalam hal ini adalah implementasi peralihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Bangunan pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta. Adapun permasalahan tersebut antara lain:

1. Implementasi peralihan BPHTB pada DPPKA Kota Surakarta

Untuk mengetahui implementasi peralihan BPHTB pada DPPKA Kota Surakarta, dapat dijelaskan berdasar pelaksanaan pemungutan BPHTB, hasil pungutan BPHTB, dan semua kewenangan dalam pemungutan BPHTB menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah Kota Surakarta melalui Walikota, dan Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2010 adalah peraturan daerah yang merupakan payung hukum implementasi peralihan BPHTB pada DPPKA Kota Surakarta.

2. Perubahan Penerimaan BPHTB Kota Surakarta ketika sebagai

pajak pusat dan setelah menjadi pajak daerah

Dahulu BPHTB adalah pajak pusat dan merupakan dana perimbangan, yakni dikelola Pemerintah Pusat dan hasil penerimaannya dibagikan secara merata ke Pemerintah Daerah. Tetapi sejak 1 Januari 2011, BPHTB sudah dialihkan menjadi pajak daerah. Untuk mengetahui perubahan penerimaan tersebut dilakukan perbandingan penerimaan BPHTB ketika sebagai pajak pusat dan setelah menjadi pajak daerah. Dalam hal ini, jangka waktu yang penulis ambil adalah 3 bulan terakhir 2010 dan 3 bulan awal 2011.

commit to user

3. Kontribusi penerimaan BPHTB terhadap Pendapatan Asli

Daerah Kota Surakarta

Untuk mengetahui kontribusi penerimaan BPHTB terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta, dilakukan dengan cara perhitungan sebagai berikut:

4. Hambatan yang dihadapi oleh pihak DPPKA Kota Surakarta

dalam mengoptimalkan penerimaan BPHTB di Surakarta Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh pihak DPPKA Kota Surakarta dalam mengoptimalkan penerimaan BPHTB adalah dengan melakukan wawancara dengan pihak dalam instansi terkait.

5. Upaya yang dilakukan DPPKA Kota Surakarta dalam

mengoptimalkan penerimaan BPHTB di Surakarta

Untuk mengetahui upaya yang dihadapi oleh pihak DPPKA Kota Surakarta dalam mengoptimalkan penerimaan BPHTB adalah dengan melakukan wawancara dengan pihak dalam instansi terkait.

Realisasi penerimaan BPHTB

Kontribusi = x 100%

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30 BAB II

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Landasan Teori

1. Definisi Pajak

Beberapa kutipan difinisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli, adalah sebagai berikut:

a. Pajak (P. J. A. Adriani dalam Waluyo, 2007) adalah iuran kepada

kas negara (yang dapat dipisahkan) yang terutang oleh wajib pajak yang membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.

b. Pajak (Rochmat Soemitro dalam Richard dan Wirawan, 2004) adalah

iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa–imbal (kontra– prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Adapun fungsi pajak (Mardiasmo, 2003) antara lain:

a. Fungsi Budgeter yaitu sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi

commit to user

b. Fungsi Reguler yaitu sebagai alat mengatur atau melaksanakan

kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sistem Pemungutan Pajak dapat dibagi menjadi:

a. Official Assesment System adalah sistem pemungutan yang memberi

wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

b. Self Assesment System adalah sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada wajib pajak menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

c. With Holding System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang pada pihak ketiga.

Seperti yang dikutip dalam buku Perpajakan Teori dan Kasus oleh Siti Resmi, pajak menurut lembaga pemungut dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Pajak Pusat, adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat

yang dalam pelaksanaanya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak.

b. Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

2. Pajak Daerah

Berdasarkan Undang–Undang No. 28 tahun 2009, yang disebut dengan pajak daerah adalah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kriteria pajak daerah secara spesifik diuraikan oleh Davey (1988) dalam Pajak dan Retribusi Daerah, terdiri dari empat hal:

a. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan

dari daerah sendiri.

b. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan pemerintah pusat tetapi

penetapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah.

c. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah.

d. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat

tetapi hasil pungutannya diberikan kepada pemerintah daerah.

Adapun jenis Pajak Daerah yang tercantum dalam Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah antara lain:

a. Pajak propinsi yang terdiri dari:

1) Pajak Kendaraan Bermotor

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

4) Pajak Air Permukaan, dan

5) Pajak Rokok

b. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:

1) Pajak Hotel

commit to user

3) Pajak Hiburan

4) Pajak Reklame

5) Pajak Penerangan Jalan

6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

7) Pajak Parkir

8) Pajak Air Tanah

9) Pajak Sarang Burung Walet

10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan

11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

B. Tinjauan Umum BPHTB

1. Definisi dan Dasar Hukum

Berdasarkan Peraturan Daerah No. 13 tahun 2010 yang dimaksud dengan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan. Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang- undang di bidang pertanahan dan bangunan.

Sesuai dengan bunyi Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi sebagai berikut: “Bumi, dan air, dan kekayaan dan yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Tanah sebagai bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, di samping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan. Di samping itu, bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, wajar menyerahkan sebagian dari nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak, yang dalam hal ini adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Dasar hukum pemungutan BPHTB pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta adalah:

a. Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.

b. Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 13 tahun 2010 tentang Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

2. Pelaksanaan Pemungutan BPHTB

Subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Subyek pajak berkewajiban membayar pajak sebagai wajib pajak, sedangkan obyek BPHTB yaitu perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang meliputi:

commit to user

a. Pemindahan Hak

Pemindahan hak disebabkan oleh peristiwa hukum jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukkan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha dan hadiah.

b. Pemberian Hak Baru, meliputi:

1) Kelanjutan pelepasan hak.

2) Di luar pelepasan hak.

Menurut ketentuan Pasal 4 (empat) Peraturan Daerah No. 13 tahun 2010, obyek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah sebagai berikut:

a. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasar asas timbal balik.

b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan

pembangunan guna kepentingan umum.

c. Perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri.

d. Orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum

lain dengan tidak adanya perubahan nama.

e. Karena wakaf.

f. Untuk digunakan kepentingan ibadah.

Prinsip-prinsip yang diatur dalam Undang-Undang BPHTB adalah:

a. Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkar sistem Self

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

b. Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek

Pajak Kena Pajak.

c. Adanya sanksi bagi Wajib Pajak maupun pejabat-pejabat umum

yang melanggar ketentuan atau tidak melaksnakan kewajibannya menurut Undang-Undang yang berlaku.

d. Hasil penerimaan BPHTB sebagian besar diserahkan kepada

Pemerintah Daerah, untuk meningkatkan pendapatan daerah.

e. Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan di

luar ketentuan ini tidak diperkenankan.

Berdasarkan prinsip di atas, pemenuhan kewajiban Bea Perolehan

Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah menggunakan sistem Self

Assesment yaitu sistem pemungutan di mana Wajib Pajak harus

menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan jumlah pajak

yang terutang. Aparat Pajak (fiskus) hanya bertugas melakukan

penyuluhan dan pengawasan untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak. Menurut ketentuan Pasal 6 (enam) Peraturan Daerah No. 13 tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan menyebutkan adanya:

a. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Obyek Pajak (NPOP).

b. Nilai Perolehan Obyek Pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) dalam

hal:

1) Jual-beli adalah harga transaksi.

commit to user

3) Hibah adalah nilai pasar.

4) Hibah wasiat adalah nilai pasar.

5) Waris adalah nilai pasar.

6) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah

nilai pasar.

7) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar.

8) Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang

tercantum dalam risalah lelang.

9) Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum

tetap adalah nilai pasar.

10)Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan

hak adalah nilai pasar.

11)Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai

pasar.

12)Penggabungan usaha adalah nilai pasar.

13)Peleburan usaha adalah nilai pasar.

14)Pemekaran usaha adalah nilai pasar.

15)Hadiah adalah nilai pasar.

NPOP apabila tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP PBB, maka yang digunakan adalah NJOP PBB pada tahun terjadinya perolehan. Sesuai Peraturan Daerah No. 13 tahun 2010, tarif BPHTB merupakan tarif tunggal sebesar 5% (lima persen). Penentuan tarif tunggal dimaksudkan untuk kesederhanaan dan kemudahan perhitungan. Khusus untuk tanah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

dan/atau bangunan yang diperoleh dari waris atau hibah ditetapkan sebesar 2,5% (dua setengah persen).

Adapun Pasal 7 Undang-Undang No. 28 tahun 2009 mengatur mengenai besarnya Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Khusus untuk tanah dan/atau bangunan yang diperoleh dari waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami atau istri, Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Perhitungan BPHTB terutang: 5% x NPOP Kena Pajak

commit to user

C. Pembahasan

1. Implementasi peralihan BPHTB pada DPPKA Kota Surakarta

Awalnya BPHTB adalah pajak pusat, sehingga Pemerintah Daerah hanya mendapat penerimaan BPHTB melalui pola bagi hasil, yaitu 64% dari 80% total penerimaan BPHTB. Namun kini dengan adanya Undang- Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, 100% penerimaan BPHTB menjadi hak daerah yang merupakan lokasi transaksi pajak properti guna pembiayaan kebutuhan daerah bersangkutan. BPHTB sepenuhnya dialihkan ke kabupaten atau kota sejak 1 Januari 2011.

Pemerintah Kota Surakarta membuat Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2010 sebagai payung hukum yang menguatkan pelaksanaan pemungutan BPHTB di Surakarta. Perwakilan personel Pemerintah Kota Surakarta juga sudah dikirim untuk mengikuti diklat BPHTB yang diadakan di balai perpajakan di Yogyakarta. Hal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan personel Pemerintah Kota Surakarta agar dapat melakukan pemungutan BPHTB sesuai ketentuan yang berlaku. Adanya

software dan hardware yang sudah siap, guna mekanisme pemungutan BPHTB, yaitu saat pembayaran dan pelaporan yang dilakukan masyarakat sebagai wajib pajak, misalnya mempersiapkan SSPD BPHTB (Surat Setoran Pajak Daerah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan) yang digunakan untuk menyetor BPHTB. Di samping itu,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

penyetoran BPHTB yang di akhir tahun akan digunakan untuk laporan realisasi pendapatan BPHTB, dan dijadikan bahan untuk menetapkan target di tahun berikutnya. Pemerintah Kota Surakarta juga sudah bekerja sama dengan Perhimpunan Notaris Surakarta, sehingga SSPD BPHTB dapat diambil di notaris. Hal ini mempermudah masyarakat selaku wajib pajak dalam pengisian SSPD BPHTB karena dalam pengisian tersebut wajib pajak mendapat bantuan dari notaris.

Implementasi peralihan BPHTB ini tentunya merubah pihak yang menangani pemungutan BPHTB, yaitu yang semula tanggung jawab Direktorat Jendral Pajak melalui KPP, kini menjadi tanggung jawab DPPKA Kota Surakarta melalui Walikota. Adapun bagian pada DPPKA Kota Surakarta yang berkaitan dalam implementasi peralihan

pemungutan BPHTB, meliputi: Kas Daerah, Customer Service Office

(CSO), Pendaftaran dan Pendataan (Dafda) dan Penetapan. Kegiatan yang sehubungan dengan pemungutan BPHTB pada masing-masing bagian adalah setelah dilakukannya pengisian SSPD BPHTB, wajib pajak mendatangi Kas Daerah untuk membayar BPHTB terhutang, selanjutnya

wajib pajak ke CSO untuk pengecekan berkas yang diperlukan dalam

pembayaran BPHTB. Dari CSO, berkas dan SSPD BPHTB masuk ke

Dafda untuk diinput data. Penetapan menjadi bagian terakhir dalam pembayaran pajak oleh wajib pajak, yaitu berkas dari bagian Dafda dimasukkan ke bagian Penetapan untuk pengecekan data, pada langkah ini dapat pula dilakukan cek lapangan jika dirasa perlu. Di bidang

commit to user

Penetapan juga dilakukan validasi untuk menentukan adanya kurang atau lebih bayar dalam perhitungan yang dilakukan wajib pajak. Apabila telah dilakukan validasi, maka berkas yang disampaikan di bagian Penetapan

kemudian dikembalikan kepada wajib pajak melalui CSO, yang

kemudian berkas SSPD BPHTB menjadi syarat untuk mengurus balik nama ke Badan Pertanahan Nasional.

Berdasar Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 dan Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2010, dasar pengenaan BPHTB adalah NPOP, tetapi pada kenyataan yang terjadi yang digunakan adalah NJOP, karena Pemerintah Daerah untuk mengarah ke NPOP tidak mudah. Sementara wajib pajak pada dasarnya menginginkan kewajiban pajaknya rendah dan notaris juga cenderung ingin membantu meringankan klien dalam membayar pajaknya, di samping itu penggunaan NJOP lebih mudah karena sudah diketahui nominalnya, sedangkan NPOP itu sendiri sulit diketahui besaran nominalnya. Perhitungan untuk BPHTB terhutang dengan menggunakan NPOP maupun NJOP sama, yaitu menggunakan tarif tunggal 5% dari nilai transaksi setelah dikurangi NJOPTKP, yang membedakan hanyalah besaran nominalnya. Adapun apabila NJOP lebih tinggi daripada harga jual, misal NJOP Rp 825.000/meter sedangkan harga jualnya adalah Rp 500.000/meter, maka tetap saja yang digunakan adalah NJOP, yaitu Rp 825.000/meter.

Masih digunakannya NJOP sebagai dasar pengenaan di suatu daerah tidak dijadikan masalah, dan rencananya suatu saat Pemerintah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Daerah pasti akan menggunakan NPOP sebagai dasar pengenaan BPHTB, dimana itu masih membutuhkan kesiapan Pemerintah Daerah melalui berbagai sosialisasi kepada wajib pajak maupun notaris.

2. Perubahan penerimaan BPHTB Kota Surakarta ketika sebagai

pajak pusat dan setelah menjadi pajak daerah

Dahulu BPHTB adalah pajak pusat dan merupakan dana perimbangan, yaitu dikelola Pemerintah Pusat dan hasil penerimaannya dibagikan secara merata ke Pemerintah Daerah. Tetapi seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang No. 28 tahun 2009, BPHTB dialihkan menjadi pajak daerah, terhitung sejak 1 Januari 2011. Untuk

mengetahui perubahan penerimaan tersebut maka dilakukan

perbandingan penerimaan BPHTB ketika sebagai pajak pusat yaitu tahun 2010 dan setelah menjadi pajak daerah yaitu tahun 2011. Dalam hal ini, jangka waktu yang penulis ambil adalah 3 (tiga) bulan terakhir 2010 dan 3 (tiga) bulan awal 2011.

Selama tiga bulan terakhir 2010, penerimaan BPHTB adalah Rp 13.535.319.168,00 sedangkan untuk tiga bulan awal tahun 2011 adalah Rp 5.583.713.121,25. Berdasarkan data tersebut terlihat jelas bahwa penerimaan BPHTB setelah menjadi pajak daerah lebih rendah dibandingkan ketika menjadi salah satu pajak pusat. Perkembangan penerimaan BPHTB di Kota Surakarta selama 6 (enam) bulan terakhir dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

commit to user

Tabel II. 1

Penerimaan BPHTB di Kota Surakarta

Pajak Pusat Penerimaan BPHTB

Oktober 2010 Rp 3.537.408.287,00 November 2010 Rp 1.675.581.842,00 Desember 2010 Rp 8.322.329.039,00 Total Rp 13.535.319.168,00 Pajak Daerah Januari 2011 Rp 323.775.425,00 Februari 2011 Rp 2.382.190.800,00 Maret 2011 Rp 2.877.746.896,25 Total Rp 5.583.713.121,25

Sumber: DPPKA Kota Surakarta

Penerimaan BPHTB ketika setelah menjadi pajak daerah lebih rendah bukan semata-mata masa transisi atau adaptasi dari kantor pajak kepada DPPKA Kota Surakarta, namun karena Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) batasannya naik. Berdasar Undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu NPOPTKP yang semula Rp 20 juta naik menjadi Rp 60 juta dan khusus untuk waris dan hibah wasiat NPOPTKP naik menjadi Rp 100 juta yaitu yang semula Rp 200 juta menjadi Rp 300 juta, sehingga otomatis wajib pajak yang terjaring akan lebih sedikit. Berdasar wawancara yang penulis lakukan dengannsalah satu pejabat di instansi terkait, target tersebut sudah bagus untuk di Kota Surakarta, di samping itu Surakarta nyaman, kondusif dan investasi banyak berdatangan. Jual beli tanah di Surakarta juga pesat, banyak dilirik oleh para investor.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Terlepas dari lebih rendahnya penerimaan BPHTB setelah menjadi pajak daerah, penerimaan BPHTB yang dimulai sejak Januari 2011 hingga Maret 2011 selalu mengalami kenaikan. Hal ini dapat menjadi salah satu catatan positif bagi DPPKA Kota Surakarta karena merupakan awal keberhasilan dalam pemungutan BPHTB sebagai pajak daerah.

3. Kontribusi penerimaan BPHTB terhadap Pendapatan Asli Daerah

Kota Surakarta

Keberhasilan suatu daerah dapat diukur dengan melihat kemampuan daerah dalam menghasilkan PAD yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah. PAD terdiri dari beberapa komponen, salah satunya adalah pendapatan pajak daerah yang di dalamnya terdapat 11 (sebelas) jenis pajak di antaranya yaitu Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Berikut ini adalah beberapa penerimaan masing-masing jenis pajak di Kota Surakarta selama 3 (tiga) bulan terakhir tahun anggaran 2010 dalam bentuk tabel II. 2 sebagai berikut:

commit to user

Dari tabel II.2 dapat dilihat penerimaan yang dihasilkan oleh beberapa jenis pajak daerah sejak Oktober 2010 sampai dengan Maret 2011 dan BPHTB menduduki peringkat pertama dengan total penerimaan Rp 19.119.032.289.

Besarnya kontribusi yang diberikan oleh BPHTB terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat diketahui dengan membandingkan antara realisasi penerimaan BPHTB dengan realisasi penerimaan PAD. Realisasi merupakan jumlah yang diterima dari hasil pemungutan pajak pada periode tertentu dengan potensi yang ada pada BPHTB. Kontribusi BPHTB terhadap PAD Kota Surakarta dapat dihitung dengan formula berikut:

Realisasi penerimaan BPHTB

Kontribusi = x 100%

Realisasi Pendapatan Asli Daerah Tabel II. 2

Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Kota Surakarta 6 (enam) bulan terakhir

PAJAK 2010 2011

Oktober November Desember Januari Februari Maret

Hotel 1.013.991.817 1.327.533.669 1.149.575.552 1.428.706.022 1.061.229.683 995.047.462 Restoran 982.869.711 903.087.692 1.043.441.025 1.129.843.169 970.430.087 822.628.160 Hiburan 581.869.824 485.371.669 538.461.923 507.148.385 454.739.878 372.369.058 Reklame 417.471.425 463.400.682 467.416.415 285.026.389 423.808.457 595.662.520 PPJ 2.183.517.871 4.665.391.182 2.845.343.291 4.867.393.443 2.458.096.716 Parkir 85.273.850 108.480.300 118.054.400 94.464.851 58.299.200 133.040.500 BPHTB 3.537.408.287 1.675.581.842 8.322.329.039 323.775.325 2.382.190.800 2.877.746.896

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Berdasarkan formula di atas, maka dapat dihitung kontribusi penerimaan BPHTB Kota Surakarta terhadap PAD Kota Surakarta untuk bulan Oktober 2010 sampai dengan bulan Maret 2011.

Kontribusi BPHTB terhadap PAD bulan Oktober 2010

3.537.408.287,00

= x 100%

8.603.147.631,00 = 41,11%

Kontribusi BPHTB terhadap PAD bulan November 2010 1.675.581.842,00

= x 100%

12.942.566.732,00 = 12,94%%

Kontribusi BPHTB terhadap PAD bulan Desember 2010 8.322.329.039,00

= x 100%

12.682.303.656,25 = 65,62%%

Kontribusi BPHTB terhadap PAD bulan Januari 2011 323.775.425,00

= x 100%

3.860.625.423,00 = 8,38%

Kontribusi BPHTB terhadap PAD bulan Februari 2011 2.382.190.800,00

= x 100%

10.355.777.184,00 = 23,00%

commit to user

Kontribusi BPHTB terhadap PAD bulan Maret 2011 2.877.746.896,00 = x 100% 8.587.076.879,03 = 33,51% Tabel II. 3 Rekapitulasi Kontribusi BPHTB

Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surakarta

Bulan Penerimaan BPHTB Penerimaan PAD %

Oktober 2010 Rp 3.537.408.287,00 Rp 8.603.147.631,00 41,11 November 2010 Rp 1.675.581.842,00 Rp 12.942.566.732,00 12,94 Desember 2010 Rp 8.322.329.039,00 Rp 12.682.303.656,25 65,62 Januari 2011 Rp 323.775.325,00 Rp 3.860.625.423,00 8,38 Februari 2011 Rp 2.382.190.800,00 Rp 10.355.777.184,00 23,00 Maret 2011 Rp 2.877.746.896,00 Rp 8.587.076.879,03 33,51

Sumber: DPPKA Kota Surakarta

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa kontribusi BPHTB terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta pada bulan Oktober 2010 mencapai 41,11% dari total penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Tetapi pada bulan November 2010 kontribusi BPHTB mengalami penurunan sebesar 28,17% yaitu dari 41,11% menjadi 12,94%. Kemudian meningkat sebesar 52,68% di bulan Desember 2010. Januari 2011 merupakan awal mula BPHTB dipungut sebagai pajak daerah, dan di bulan inilah kontribusi awal BPHTB terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta yaitu sebesar 8,38% yang kemudian selama dua bulan berikutnya masih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

mengalami peningkatan, yaitu 23,00% di bulan Februari dan 33,51% di bulan Maret 2011.

Data di atas menunjukkan bahwa prosentase kontribusi yang diberikan BPHTB terhadap Pendapatan Asli Daerah cukup baik. Hal

Dokumen terkait