• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.3. Metode Penelitian 1.Pengumpulan Data 1.Pengumpulan Data

3.3.3 Analisis Data Kerawanan Bencana Tanah Longsor

Analisis peta kerawanan tanah longsor dilakukan setelah peta-peta tematik parameter yaitu Peta Curah Hujan, Peta Jenis Tanah, Peta Geologi, Peta Kemiringan Lahan dan Peta Penutupan Lahan wilayah tersebut tersedia dan siap dalam bentuk peta digital. Setiap jenis peta tersebut dilakukan klasifikasi berdasarkan skor serta diberi bobot kemudian ditumpangsusunkan (overlay)..

Berdasarkan model pendugaan Puslittanak 2004, parameter-parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat kerawanan adalah penutupan lahan (landcover), jenis tanah, kemiringan lahan, curah hujan dan formasi geologi (batuan induk). Overlay tersebut dilakukan dengan menggunakan software Arc View 3.3 . Pada proses overlay setiap parameter memiliki klasifikasi skor yang dikalikan dengan bobot masing-masing parameter, kemudian hasil perkalian skor dan bobot tersebut dijumlahkan berdasarkan kesesuaian lokasi geografisnya.

Dalam penentuan skor curah hujan Puslittanak membagi menjadi 5 (lima) kelas, semakin besar curah hujan yang turun maka semakin tinggi skor curah hujan tersebut seperti tercantum pada Tabel 2. Curah hujan yang turun akan mempengaruhi kondisi air tanah, tanah yang kandungan air tanahnya meningkat maka akan meningkat massanya dan semakin rendah tingkat kepadatan dan kekompakannya.

Tabel 2 Klasifikasi Curah Hujan (mm/tahun)

Parameter Bobot Skor

Curah Hujan (mm/tahun) 30 %

a. Sangat Basah (>3000) 5

b. Basah (2501-3000) 4

c. Sedang (2001-2500) 3

d. Kering (1501-2000) 2

e. Sangat kering (< 1500) 1

Sumber: Puslittanak Bogor (2004)

Hermawan dan Darmawan (2000) mengemukakan bahwa longsoran disebabkan oleh kondisi tata air tanah dan sifat fisik/mekanik tanah yang tidak baik, sehingga pada saat musim hujan telah terjadi air tinggi sehingga dapat

menimbulkan peningkatan tekanan air tanah (pore water pressure), penurunan kekuatan dan tahanan geser tanah akan menyebabkan longsoran.

Jenis batuan diklasifikasikan berdasarkan asal bentuknya yaitu batuan vulkanik, batuan sedimen serta batuan aluvial. Batuan vulkanik merupakan batuan gunung api yang tidak teruraikan dan terdiri dari tufa, breksi dan lava. Jenis ini memiliki sifat lulus air dan biasanya merupakan akuifer atau daerah imbuhan air yang baik. Batuan vulkanik di lokasi penelitian merupakan batuan gunung api muda yang mudah tererosi dan rawan longsor jika jenuh air. Dalam kejadian tanah longsor batuan vulkanik biasanya merupakan bidang gelincir karena sifatnya yang kompak apabila tanah di atasnya jenuh air. Skoring dan pembobotan pada tiap jenis batuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Klasifikasi Jenis Batuan

Parameter Bobot Skor

Jenis Batuan 20 %

a. Batuan Vulkanik 3

b. Batuan Sedimen 2

c. Batuan Aluvial (Berbahan Resent) 1

Sumber: Puslittanak Bogor (2004)

Wilopo dan Agus (2005), batuan formasi andesit dan breksi merupakan faktor pemicu terjadinya longsor karena sifatnya yang kedap air, sehingga bisa menjadi bidang gelincir untuk terjadinya longsor.

Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk dari lingkungan laut dan pesisir serta perairan lain seperti sungai dan danau kuno sampai batuan tersebut terangkat menjadi daratan pada masa lalu. Umumnya batuan ini memiliki permeabilitas kecil bahkan kedap air kecuali jika batuan banyak mempunyai rekahan atau telah mengalami pelarutan, maka dapat bersifat lulus air sehingga menjadi akuifer (batuan penyimpan air tanah) atau dapat berfungsi sebagai imbuhan air.

Batuan aluvial merupakan batuan berbahan resent atau hasil endapan proses geodinamika yang terjadi pada batuan di wilayah tersebut. Jenis batuan ini merupakan akuifer serta bisa berfungsi sebagai imbuhan tanah air dangkal. Dalam bencana tanah longsor faktor kemiringan lahan sangat berpengaruh, semakin tinggi dan semakin tegak lereng maka kemungkinan terjadinya longsoran

semakin tinggi. Hal tersebut berkaitan dengan kestabilan lereng, semakin curam lereng maka lereng akan mengalami tekanan beban yang lebih besar sehingga makin tidak stabil untuk menahan beban di atasnya dari pengaruh gravitasi bumi. Skor dan bobot parameter kemiringan lahan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Skor Parameter Kemiringan Lahan

Parameter Bobot Skor

Kemiringan Lahan (%) 20 % a. > 45 5 b. 30-45 4 c. 15-30 3 d. 8-15 2 e. < 8 1

Sumber: Puslittanak Bogor (2004)

Kondisi penutupan lahan sebagai faktor penyebab tanah longsor berkaitan dengan kestabilan lahan, kontrol terhadap kejenuhan air serta kekuatan ikatan partikel tanah. Tegalan dan sawah memiliki vegetasi yang tidak bisa menjaga stabilitas permukaan karena bersifat tergenang, serta memiliki sistem perakaran yang dangkal sehingga kurang menjaga kekompakan partikel tanah. Tabel 5 Kelas Penutupan Lahan

Parameter Bobot Skor

Tutupan Lahan 20 %

a. Tegalan, sawah 5

b. Semak- belukar 4

c. Hutan dan perkebunan 3

d. Kota/pemukiman, bandara, lapangan golf 2

e. Tambak, waduk, perairan 1

Sumber: Puslittanak Bogor (2004)

Untuk penentuan skor jenis tanah dilakukan berdasarkan tingkat permeabilitas jenis tanah tersebut, semakin lambat permeabilitasnya maka semakin tinggi skor yang diberikan. Hal tersebut berhubungan dengan tingkat kemampuan tanah menahan dan melepaskan air yang masuk, tanah dengan permeabilitas sangat lambat sangat kuat menahan air yang masuk dan sangat sulit untuk melepaskannya, hal itu akan meyebabkan tanah menahan beban yang lebih besar dan apabila curah hujan semakin tinggi serta tanah tersebut berada pada wilayah yang memiliki topografi yang terjal sampai sangat curam maka longsor kemungkinan besar terjadi. Secara umum tingkat permeabilitas tanah berbanding

terbalik dengan kepekaan terhadap erosi, semakin lambat permeabilitasnya maka semakin peka terhadap erosi.

Lahan yang ditutupi hutan dan perkebunan relatif lebih bisa menjaga stabilitas lahan karena sistem perakaran yang dalam sehingga bisa menjaga kekompakan antar partikel tanah serta partikel tanah dengan batuan dasar dan bisa mengatur limpasan dan resapan air ketika hujan. Pemukiman dan lahan kosong memiliki andil yang lebih kecil karena limpasan air lebih banyak terjadi di banding genangan dan resapan karena sifat permukaan yang kedap air baik kondisi tanah permukaan maupun karena penutup tanah berupa beton atau sejenisnya.

Tabel 6 Klasifikasi Kondisi Tanah

Parameter Bobot Skor

Permeabilitas Tanah 10 % a. Sangat lambat 5 b. Lambat 4 c. Sedang 3 d. Cepat 2 e. Sangat cepat 1

Sumber: Puslittanak Bogor (2004)

Penentuan skor tiap kelas parameter didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Puslittanak (2004). Skor dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah sebanding dengan tingkat bahaya yang tanah longsor yang akan ditimbulkan. Semakin tinggi skor, maka semakin tinggi pula potensi tanah longsor yang akan terjadi.

Model yang digunakan untuk menganalisis kerawanan kongsor adalah model pendugaan yang mengacu pada penelitian Puslittanak tahun 2004 dengan formula :

SKOR TOTAL = 0,3FCH+0,2FBD+0,2FKL+0,2FPL+0,1FJT

Keterangan: FCH = Faktor Curah Hujan

FBD = Faktor Jenis Batuan

FKL = Faktor Kemiringan Lereng

FPL = Faktor Penutupan Lahan

FJT = Faktor Jenis Tanah

Besarnya bobot parameter ditentukan berdasarkan pada penelitian Savitri (2007) dengan menggunakan rumus :

Wj =

n – rj+1

(n-rj+1)

Keterangan: W j = nilai yang dinormalkan (bobot nilai)

n = jumlah kriteria ( k=1,2,3…n)

rj = posisi urutan kriteria

Klasifikasi hasil akhir overlay dilakukan dengan membuat 4 kelas kerawanan longsor yaitu : -rendah, -sedang, -tinggi dan -sangat tinggi berdasarkan jumlah skor akhir, semakin besar jumlah skor maka semakin tinggi tingkat kerawanan, dengan penentuan selang skor :

Selang Skor = Skor Tertinggi - Skor Terendah Jumlah Kelas Klasifikasi 3.3.4. Analisis Resiko Tanah Longsor

Resiko bencana tanah longsor sangat berkaitan erat dengan aktifitas manusia di wilayah tersebut, semakin tinggi aktifitas manusia di suatu wilayah maka akan semakin tinggi pula resiko yang akan terjadi. Analisis resiko atas terjadinya bencana tanah longsor secara spasial bisa di dapatkan dengan cara menganalisis peta resiko bencana tanah longsor. Menurut Alhasanah (2006) peta resiko bencana tanah longsor merupakan hasil overlay antara peta properti dengan peta kerawanan. Secara matematis, nilai resiko longsor dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

R = H + P

Dokumen terkait