Adanya wilayah yang diidentifikasi memiliki tingkat kerawanan yang tinggi terhadap bencana tanah longsor harus ditanggapi secara strategis, taktis dan praktis sesuai dengan kebijakan, panduan serta kondisi lingkungan setempat untuk mencegah atau memperkecil resiko, baik kerugian ekonomi, jiwa, sosial ataupun fungsi lingkungan.
Berdasarkan hasil tumpang susun antara peta kerawanan tanah longsor dengan peta penutupan lahan menggambarkan bahwa ada areal pusat kegiatan masyarakat berupa wilayah pemukiman serta kawasan budidaya produktif pertanian berupa sawah, kebun dan ladang yang berada pada wilayah dengan tingkat kerawanan longsor tinggi dan sangat tinggi.
Untuk mengetahui seberapa besar resiko yang akan terjadi jika ada bencana tanah longsor dibutuhkan pendekatan nilai resiko dapat dibuat dengan cara tumpang susun Peta Properti dan Peta Tingkat Kerawanan.
Dalam proses pembentukan Peta Properti dilakukan mekanisme skoring dengan memberikan skor berdasarkan kriteria penilaian pada masing-masing parameter yaitu jenis infrastruktur, tipe jaringan jalan dan tipe penutupan lahan. Kriteria penilaian yang digunakan meliputi fisik, manusia dan manfaat. Nilai skor dinyatakan dalam angka tertentu berdasarkan nilai kegunaan yang dimilikinya (Alhasanah 2006). Semakin tinggi nilai atau atribut yang dimiliki, maka semakin tinggi nilai skor yang diberikan, begitu pula sebaliknya. Nilai skor yang digunakan adalah 1 untuk properti bernilai rendah, 2 untuk properti bernilai sedang, 3 untuk properti bernilai tinggi dan 4 untuk properti bernilai sangat tinggi. Berdasarkan hasil tumpang susun untuk Peta Properti didapatkan klasifikasi kelas properti dengan interval skor seperti tercantum pada Tabel 16 serta distribusi spasial tiap kelas properti dapat dilihat pada Gambar 10.
Tabel 16 Interval Skor Kelas Properti
No Interval Kelas Properti
1. 3-8,25 Rendah
2. 8,25-13,5 Sedang
3. 13,5-18,75 Tinggi
Ga mbar 10 P eta P rope rti .
.
Berdasarkan hasil analisis seperti tercantum pada Tabel 17, luas total wilayah yang memiliki nilai properti rendah adalah 37.052,10 Ha atau 81,15% dari luas total wilayah penelitian dan sebagian besar berada di Kecamatan Argapura yaitu 20,11% dengan luas 7451,91 Ha. Sedangkan kecamatan yang memiliki wilayah dengan nilai properti paling kecil adalah Cikijing dengan luas 2902,50 Ha (7,83%). Wilayah dengan nilai properti sedang memiliki luas total 7247,34 Ha dan areal penyebaran paling luas terdapat di Kecamatan Sukahaji dengan luas 1366,00 Ha (18,85%), sedangkan wilayah yang memiliki sebaran properti sedang paling kecil adalah Sindangwangi yaitu 561,15 Ha (7,71%). Tabel 17 Distribusi Kelas Properti per Kecamatan
Kecamatan Luas Kelas Properti dalam Hektar
Rendah % Sedang % Tinggi % Sangat Tinggi %
Sukahaji 5135,49 13,86 1365,84 18,85 212,13 18,78 29,88 13,00 Argapura 7451,91 20,11 786,15 10,85 101,79 9,01 9,45 4,11 Maja 5814,63 15,69 1066,32 14,71 126,81 11,23 21,51 9,36 Talaga 3173,58 8,57 752,22 10,38 128,61 11,38 19,17 8,34 Banjaran 3179,16 8,58 599,13 8,27 84,60 7,49 32,67 14,21 Cingambul 2919,51 7,88 662,94 9,15 156,15 13,82 42,03 18,29 Cikijing 2902,50 7,83 878,13 12,12 122,13 10,81 28,44 12,37 Sindangwangi 3508,20 9,47 561,15 7,74 76,68 6,79 17,19 7,48 Rajagaluh 2967,12 8,01 575,46 7,94 120,78 10,69 29,52 12,84 Luas (Ha) 37052,10 100,00 7247,34 100,00 1129,68 100,00 229,86 100,00 % 81,15 15,87 2,47 0,50
Wilayah dengan nilai properti tinggi memiliki luas 1129,68 Ha (2,47%) serta memiliki sebaran yang cukup merata di tiap Kecamatan. Sukahaji merupakan yang memiliki sebaran areal dengan nilai properti tinggi yang paling luas yaitu 212,13 Ha (18,78%) dan yang paling kecil adalah Sindangwangi dengan luas areal sebaran 76,68 Ha (6,79).
Wilayah dengan nilai properti sangat tinggi merupakan memiliki luas total areal penyebaran yang paling kecil dibanding wilayah dengan nilai properti yang lain yaitu hanya memiliki luas 229,86 Ha atau 0,503% dari luas total area penelitian. Sebesar 18,29% (42,03 Ha) dari areal penyebarannya berada di Kecamatan Cingambul, sedangkan yang paling kecil berada di Argapura dengan luas 9,45 Ha (4,11%).
Tumpang susun antara Peta Properti dan Peta Kerawanan menghasilkan Peta Resiko dengan 4 kelas klasifikasi serta interval skor tiap kelas seperti tercantum pada Tabel 18 serta distribusi spasial seperti terlihat pada Gambar 11. Tabel 18 Interval Skor Kelas Resiko
No Kelas Resiko Interval Skor Luas (Ha) %
1. Rendah 2-3 13212,36 28,93
2. Sedang 4 31507,38 69,00
3. Tinggi 5 806,94 1,77
4. Sangat Tinggi 6-8 137,88 0,30
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa 69,00 % (31507,38 Ha) dari luas wilayah penelitian merupakan areal dengan resiko sedang dan merupakan kelas resiko yang paling luas area penyebarannya. Sedangkan sisanya merupakan wilayah dengan resiko rendah 28,93% (13212,36 Ha), wilayah dengan resiko tinggi yang memiliki luas 806,94 Ha (1,77%) serta wilayah resiko sangat tinggi yang memiliki areal penyebaran paling kecil yaitu 137,88 Ha (0,30%).
Tabel 19 Distribusi Kelas Resiko per Kecamatan
Berdasarkan Tabel 19 serta analisis terhadap peta resiko longsor, sebagian besar wilayah di areal penelitian memiliki resiko sedang dengan presentase 69,00% atau 31507,38 Ha dari luas total wilayah penelitian.
Luas Kelas Resiko dalam Hektar
Kecamatan Rendah % Sedang % Tinggi % Sangat Tinggi %
Sukahaji 1889,28 14,30 4720,95 14,98 116,91 14,49 18,90 13,71 Argapura 414,63 3,14 7734,24 24,55 184,59 22,88 19,26 13,97 Maja 1087,11 8,23 5761,53 18,29 148,50 18,40 32,67 23,69 Talaga 2434,59 18,43 1598,40 5,07 36,90 4,57 4,77 3,46 Banjaran 1393,29 10,55 2399,67 7,62 87,75 10,87 11,52 8,36 Cingambul 2105,91 15,94 1636,92 5,20 31,32 3,88 6,30 4,57 Cikijing 2291,94 17,35 1591,65 5,05 44,28 5,49 3,24 2,35 Sindangwangi 1050,66 7,95 3028,41 9,61 70,11 8,69 14,76 10,70 Rajagaluh 544,95 4,12 3035,61 9,63 86,58 10,73 26,46 19,19 Luas (Ha) 13212,36 100,00 31507,38 100,00 806,94 100,00 137,88 100,00
Ga mbar 11 P eta R es iko B enc ana T ana h L ongs or .
Areal penyebaran wilayah dengan resiko rendah yang paling besar berada di Kecamatan Talaga dengan luas 2434,59 Ha (18,43%), sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Argapura 414,63 Ha (3,14%). Wilayah dengan resiko sedang paling sempit adalah Cikijing dengan luas 1591,65 Ha (5,05%), sedangkan Kecamatan Argapura merupakan wilayah yang memiliki kawasan resiko sedang paling tinggi dengan luas 7734,24 Ha (24,55%).
Penyebaran wilayah dengan resiko tinggi yang paling luas berada di Kecamatan Argapura yaitu 22,88% dengan luas 184,59 Ha, sedangkan Kecamatan Cingambul merupakan dengan areal penyebaran wilayah resiko tinggi paling kecil yaitu hanya 3,88% atau 31,32 Ha.
Areal penyebaran wilayah dengan resiko sangat tinggi yang paling besar berada di Kecamatan Maja dengan luas 32,67 Ha (23,69%), kemudian Rajagaluh dengan luas 26,46 Ha (19,19%), Argapura dengan luas 19,26 Ha (13,97%), dan Sukahaji 13,71% (18,90 Ha). Sedangkan kecamatan dengan sebaran wilayah dengan resiko sangat tinggi yang paling kecil adalah Kecamatan Cikijing 3,24 Ha (2,35%).
Kesimpulan
1. Berdasarkan model pendugaan kerawanan tanah longsor Puslittanak (2004), di lokasi penelitian diperoleh 4 kelas kerawanan longsor yaitu kerawanan longsor rendah dengan luas 2160,45 Ha, kerawanan longsor sedang 15319,71 Ha, kerawanan longsor tinggi 21992,49 Ha serta kerawanan longsor sangat tinggi dengan luas 6191,91 Ha. Kecamatan Argapura merupakan wilayah dengan tingkat kerawanan longsor sangat tinggi yang paling luas yaitu 2811,78 Ha (45,41%).
2. Berdasarkan analisis peta resiko, wilayah penelitian memiliki luas areal tingkat resiko rendah dengan luas 13212,36 Ha (28,93%), tingkat resiko sedang memiliki luas 31507,38 Ha (69,00%), tingkat resiko tinggi 806,94 Ha (1,77%) dan tingkat resiko sangat tinggi 137,88 Ha (0,30%). Wilayah yang memiliki tingkat resiko sangat tinggi paling luas adalah Kecamatan Maja dengan luas 32,67 Ha (23,69%).
Saran
1. Pada wilayah dengan tingkat kerawanan sangat tinggi terutama Kecamatan Argapura yang memiliki wilayah distribusi paling luas harus dilakukan sosialisasi mitigasi bencana longsor, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang mengikuti kaidah pelestarian lingkungan serta larangan pembangunan pemukiman di kawasan dengan tingkat kerawanan bencana sangat tinggi.
2. Diperlukan kebijakan yang jelas dalam pengelolaan wilayah berkaitan dengan resiko bencana tanah longsor yang tinggi seperti relokasi pemukiman yang berada di wilayah dengan tingkat kerawanan dan resiko tinggi serta sangat tinggi.
Longsor serta Upaya Mitigasinya Menggunakan Sistem Informasi Geografis. [Tesis]. Pascasarjana. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Anonim. 2002. Laporan Singkat Hasil Pemeriksaan Bencana Gerakan Tanah di Kabupaten Sumedang,1985-2002. Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Lingkungan, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung.
Arini, D. I. D. 2005. Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh Untuk Model Hidrologi Answer dalam Prediksi Erosi dan Sedimentasi. [Skripsi]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Aronnof, S. 1989. GIS A Manajemen Perspective. WDL Publication. Ottawa. Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Barus, B. 1999. Pemetaan Bahaya Longsoran Berdasarkan Klasifikasi Statistik Peubah Tunggal Menggunakan SIG. J. Ilmu Tanah dan Lingkungan. 2:7-16.
Deputi Bidang Tata Lingkungan. 2007. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KHLS) Pilot Project Ciayumajakuning. Kementrian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.
Dibyosaputro, S. 1999. Longsor Lahan di Daerah Kecamatan Semigaluh, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Majalah Geografi Indonesia. Th. 13, No. 23. Maret: 13 – 34.
Direktorat Geologi Tata Lingkungan. 1981. Gerakan Tanah di Indonesia. Direktorat Jenderal Pertambangan Umum. Departemen Pertambangan Dan Energi. Jakarta.
Djumhana, D. 1998. Wilayah Tanah Longsor Di Jawa Barat Ditinjau Dari Segi Kondisi Geologi. Makalah Teknik, No. 14 Tahun 7, Oktober: 1 – 5. (DVMBG) Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2005.
Managemen Bencana Tanah Longsor.
Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Geertman, S.C.M.; van Eck, J.R.R. 1995. GIS and Models of Accessibility Potential: An Application in Planning. International Journal of Geographical Information Systems. 9: 67-80.
Hermawan dan A. Darmawan. 2000. Pencegahan dan Penaggulanagan Longsoran Pada Ruas Jalan Beton PC. IV PT. Badak NGL – Bontang, Kalimantan Timur, Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral X Oktober: 20 – 30. Howard, J.A. 1996. Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan: Teori dan
Aplikasi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Karnawati, D. 2003. Himbauan Untuk Antisipasi Longsoran Susulan. Tim Longsoran Teknik Geologi UGM. Tidak Diterbitkan.
Lo, C. P. 1995. Penginderaan Jauh Terapan Terjemahan. Penerbit Universitas Indonesia Jakarta.
Nandi. 2007. Longsor. http://file.upi.edu/Direktori/B%20-% 20FPIPS/JUR.%20 PEND. % 20 GEOGRAFI /197901012005011%20-%20NANDI/BUKU %20LONGSOR .pdf_% 20Pengayaan % 20Geologi%20Lingkungan.pdf.
Diakses 12 mei 2008.
Paripurno, E.T. 2004. Partisipasi Masyarakat Dalam Penanggulangan Bencana Longsor, Dalam Permasalahan, Kebijakan dan Penanggulangan Bencana Tanah Longsor di Indonesia. P3-TPSLK BPPT dan HSF. Jakarta
Purwonegoro, H. 2005. Evaluasi Kawasan Lindung dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat ETM dan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus di Wilayah Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur). [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. IPB. Bogor.
(Puslittanak) Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2004. Laporan Akhir Pengkajian Potensi Bencana Kekeringan, Banjir dan Longsor di Kawasan Satuan Wilayah Sungai Citarum-Ciliwung, Jawa Barat Bagian Barat Berbasis Sistem Informasi Geografi. Bogor.
Prahasta, E. 2001. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika Bandung. Bandung.
Diakses 25 Juni 2008.
Savitri, Evi. 2007. Analisis Pemanfaatan Ruang dalam Kaitan dengan Resiko Tanah Longsor di Kabupaten Tanah Datar. [Tesis]. Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Lahan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Scholten, H.J. dan J.C.H. Stillwell. 1990. Geographical Information System for Urban and Regional Planning. Kluwer academic Publishers. Boston. Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. ANDI Yogyakarta.
Surono. 2009.Jabar Terbanyak Korban Longsor. http://www .ahmadheryawan .com/lintas jabar/lingkungan-hidup/1603-jabar-terbanyak-korban-longsor.html. Diakses 23 Maret 2009.
Sutikno. 1999. Penanggulangan Bencana Tanah Longsor. Buletin Geologi Tata Lingkungan. Vol. 11 No. 3. Desember: 159 – 165.
Tim Sebelas. 2003. Keputusan Alam Semakin Nyata: Evaluasi Musibah Tanah Longsor dan Banjir Bandang di Gunung Mandalawangi, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tidak Diterbitkan.
(UNDRO) Office of The United Nations Disaster Relief Co-Ordinator.1991. Mitigating Natural Disasters Phenomena, Effect, and Options : A Manual for Policy Makers and Planners. United Nations. New York. Wilopo, W. dan H. Agus. 2004. Bencana Alam Longsor di Indonesia ; Kasus
Longsoran Yang Terjadi di Kabupaten Purworejo dan Gunung Kidul. Yogyakarta.
Lampiran 1 Report Hasil Akurasi Klasifikasi Citra Landsat
CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT ---
Image File : d:/dat/cliptnh/coba/asssuuuu.img User Name : HAMID DOW
Date : Sat Dec 19 02:27:31 2009
ERROR MATRIX
Reference Data ---
Classified Data no data hutan kebun sawah --- --- --- --- --- no data 1 0 0 0 hutan 0 4 3 0 kebun 0 3 6 0 sawah 0 0 0 10 ladang 0 0 0 0 semak belukar 0 0 0 0 pemukiman 0 0 0 0 lahan kosong 0 0 0 0 tubuh air 0 0 0 2 awan 0 0 0 0 bayangan awan 0 0 0 0 Column Total 1 7 9 12 Reference Data ---
Classified Data ladang semak belu pemukiman lahan koso --- --- --- --- --- no data 0 0 0 0 hutan 0 0 0 0 kebun 0 0 0 0 sawah 0 0 0 1 ladang 9 1 0 0 semak belukar 2 10 0 0 pemukiman 0 0 6 2 lahan kosong 0 1 2 3 tubuh air 0 0 0 0 awan 0 0 0 0 bayangan awan 0 0 0 0 Column Total 11 12 8 6 Reference Data ---
Classified Data tubuh air awan bayangan a Row Total --- --- --- --- --- no data 0 0 0 1 hutan 0 0 0 7 kebun 0 0 0 9 sawah 0 0 0 11 ladang 0 0 0 10 semak belukar 0 0 0 12 pemukiman 0 0 0 8 lahan kosong 0 0 0 6 tubuh air 3 0 0 5 awan 0 0 0 0 bayangan awan 0 0 0 0 Column Total 3 0 0 69
ACCURACY TOTALS ---
Class Reference ClassifiedNumber ProducersUsers Name Totals Totals Correct Accuracy Accuracy --- --- --- --- --- --- no data 1 1 1 --- --- hutan 7 7 4 57,14% 57,14% kebun 9 9 6 66,67% 66,67% sawah 12 11 10 83,33% 90,91% ladang 11 10 9 81,82% 90,00% semak belukar 12 12 10 83,33% 83,33% pemukiman 8 8 6 75,00% 75,00% lahan kosong 6 6 3 50,00% 50,00% tubuh air 3 5 3 100,00% 60,00% awan 0 0 0 --- --- bayangan awan 0 0 0 --- --- Totals 69 69 52
Overall Classification Accuracy = 75,36% --- End of Accuracy Totals ---
KAPPA (K^) STATISTICS ---
Overall Kappa Statistics = 0,7159 Conditional Kappa for each Category ---
Class Name Kappa --- --- no data 1 hutan 0,523 kebun 0,6167 sawah 0,89 ladang 0,881 semak belukar 0,7982 pemukiman 0,7172 lahan kosong 0,4524 tubuh air 0,5818 awan 0 bayangan awan 0
Lampiran 2 Gambar Penutupan Lahan
Semak Belukar Semak Belukar
Sawah Sawah
Ladang
Hutan Alam Hutan Tanaman
Lahan Kosong Kebun Campuran