• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

III. METODE PENELITIAN

3.5 Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan metode penyadapan kopal terhadap peningkatan produktivitasnya maka dilakukan analisis data dengan menggunakan analisis ragam atau Analysis of Variance (ANOVA) untuk rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan. Analisis ragam tersaji pada Tabel 2.

 

Tabel 2 Analisis of variance (ANOVA)

Sumber Keragaman Derajat

bebas (dB) Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung Perlakuan (t-1) JKR KTR KTR/KTS Sisa (r-1) JKS KTS Total (Tr-1) JKT Hipotesis:

Pengujian terhadap pengaruh metode penyadapan H0 : τ1 = τ2 = …….τi = 0

H1 : sekurangnya ada satu τi ≠ 0

Terima H0 : Perbedaan taraf perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap respon percobaan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05). Terima H1 : Sekurangnya ada taraf perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap respon percobaan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05). Hasil uji F-hitung yang diperoleh dari ANOVA dibandingkan dengan F-tabel pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan kaidah:

1. Jika F-hitung < F-tabel maka H0 diterima, H1 ditolak sehingga perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap produktivitas getah pinus pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05).

2. Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak, H1 diterima sehingga perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah pinus pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05).

Selanjutnya, setelah uji F apabila perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas kopal, maka dilakukan uji lanjut berupa uji Duncan dengan menggunakan Software SPSS 16 untuk mengetahui pengaruh nyata antar perlakuan berdasarkan produktivitas rata-ratanya.

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat

Pada Tahun 1951 kawasan Hutan Gunung Walat sudah mulai ditanami pohon damar (Agathis loranthifolia). Hutan yang ditanam pada tahun 1951-1952 tersebut saat ini telah berwujud sebagai tegakan hutan damar yang lebat di sekitar

basecamp. Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan penjajakan kerjasama dengan Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat dan Direktorat Jenderal Kehutanan Departemen Pertanian pada tahun 1967 untuk mengusahakan Hutan Gunung Walat menjadi Hutan Pendidikan. Tahun 1968 Direktorat Jenderal Kehutanan memberikan bantuan pinjaman Kawasan Hutan Gunung Walat kepada IPB untuk digunakan seperlunya bagi pendidikan kehutanan yang dikelola oleh Fakultas Kehutanan IPB. Kemudian tahun 1969 diterbitkan Surat Keputusan Kepala Jawatan Kehutanan Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 7041/IV/69 tertanggal 14 Oktober 1969 yang menyatakan bahwa Hutan Gunung Walat seluas 359 Ha ditunjuk sebagai hutan pendidikan yang pengelolaannya diserahkan kepada IPB.

SK Menteri Pertanian RI No. 008/Kpts/DJ/I/73 tentang penunjukan komplek Hutan Gunung Walat menjadi Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) pada tahun 1973 diterbitkan. Pengelolaan kawasan hutan Gunung Walat seluas 359 Ha dilaksanakan oleh IPB dengan status hak pakai sebagai hutan pendidikan dan dikelola Unit Kebun Percobaan IPB dengan jangka waktu 20 tahun. Pada tahun 1973 penanaman telah mencapai 53%. Tahun 1980 seluruh wilayah HPGW telah berhasil ditanami berbagai jenis tanaman yaitu damar (Agathis loranthifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), kayu afrika (Maesopsis eminii), mahoni (Swietenia macrophylla), rasamala (Altingia excelsa), sonokeling (Dalbergia latifolia), gamal (Gliricidae sp.), sengon (Paraserianthes falcataria), meranti (Shorea sp.), dan mangium (Acacia mangium). Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 687/Kpts-II/1992 tentang penunjukan komplek hutan gunung walat sebagai hutan pendidikan, pengelolaan kawasan hutan gunung walat sebagai hutan pendidikan dilaksanakan bersama antara Fakultas Kehutanan IPB dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan/Balai Latihan

Kehutanan (BLK) Bogor. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 24 Januari 1993. Status hukum kawasan HPGW pada tahun 2005 dikuatkan oleh diterbitkannya SK Menhut No. 188/Menhut-II/2005, yang menetapkan fungsi hutan kawasan HPGW sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) dan pengelolaannya diserahkan kepada Fakultas Kehutanan IPB dengan tujuan khusus sebagai Hutan Pendidikan (Badan Eksekutif HPGW 2009).

4.2 Letak dan Luas Areal

HPGW terletak 2,4 km dari poros jalan Sukabumi-Bogor (desa segog). Dari simpang Ciawi berjarak 46 km dan dari Sukabumi 12 km. Secara Geografis Hutan Pendidikan Gunung Walat berada pada 106°48'27''BT sampai 106°50'29''BT dan -6°54'23''LS sampai -6°55'35''LS. Secara administrasi pemerintahan HPGW terletak di wilayah Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Sedangkan secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi.

Luas kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah 359 Ha, terdiri dari tiga blok, yaitu Blok Timur (Cikatomas) seluas 120 Ha, Blok Barat (Cimenyan) seluas 125 Ha, dan Blok Tengah (Tangkalak) seluas 114 Ha (Badan Eksekutif HPGW 2009).

4.3 Topografi dan Iklim

HPGW terletak pada ketinggian 460-715 m dpl. Topografi bervariasi dari landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan ke bagian utara mempunyai topografi yang semakin curam. Klasifikasi iklim HPGW menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar antara 1600-4400 mm. Suhu udara maksimum di siang hari 29°C dan minimum 19°C di malam hari (Badan Eksekutif HPGW 2009).

4.4 Tanah dan Hidrologi

Tanah HPGW adalah kompleks dari podsolik, latosol dan litosol dari batu endapan dan bekuan daerah bukit. Sedangkan bagian di barat daya terdapat areal peralihan dengan jenis batuan Karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk

beberapa gua alam karst (gamping). HPGW merupakan sumber air bersih yang penting bagi masyarakat sekitarnya terutama di bagian selatan yang mempunyai anak sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu anak sungai Cipeureu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. Kawasan HPGW masuk ke dalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri (Badan Eksekutif HPGW 2009).

4.5 Vegetasi

Tegakan Hutan di HPGW didominasi tanaman damar (Agathis loranthifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla) dan jenis lainnya seperti kayu afrika (Maesopsis eminii), rasamala (Altingia excelsa), sonokeling (Dalbergia latifolia), Gliricidae sp., Shorea sp., dan mangium (Acacia mangium). Di HPGW paling sedikit terdapat 44 jenis tumbuhan, termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis bambu. Selain itu terdapat jenis tumbuhan obat sebanyak 68 jenis.

Potensi tegakan hutan ± 10.855 m3 kayu damar, 9.471 m3 kayu pinus, 464 m3 puspa, 132 m3 sengon, dan 88 m3 kayu mahoni. Pohon damar dan pinus juga menghasilkan getah kopal dan getah pinus. Di HPGW juga ditemukan lebih dari 100 pohon plus damar, pinus, kayu afrika sebagai sumber benih dan bibit unggul (Badan Eksekutif HPGW 2009).

4.6 Penduduk

Penduduk di sekitar HPGW umumnya memiliki mata pencaharian sebagai petani, peternak, tukang ojek, pedagang hasil pertanian dan bekerja sebagai buruh pabrik. Pertanian yang dilakukan berupa sawah lahan basah dan lahan kering. Jumlah petani penggarap yang dapat ditampung dalam program agroforestry

HPGW sebanyak 300 orang petani penggarap. Hasil pertanian dari lahan

agroforestry seperti singkong, kapolaga, pisang, cabe, padi gogo, kopi, sereh dll. Jumlah ternak domba/kambing di sekitar HPGW sebanyak 1875 ekor, jika setiap ekor domba/kambing memerlukan 5 kg rumput, maka diperlukan hijauan sebanyak 9.375 ton. Hijauan pakan ternak tersebut sebagian besar berasal dari HPGW.

Penyadap getah kopal sebanyak 15 orang dengan karakteristik yang beragam baik dari segi pendidikan dan umur. Mayoritas penyadap berdomisili di desa sekitar HPGW yakni Desa Nangerang, Desa Citalahap, Desa Cipereu dan Desa Cijati. Penghasilan rata-rata yang diperoleh penyadap dari hasil menyadap kopal adalah Rp 400.000-Rp 500.000/bulan (Badan Eksekutif HPGW 2009).

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Lokasi Penelitian

Penyadapan kopal dilakukan di Petak Penelitian Permanen Teknologi Penyadapan Getah Agathis yang letaknya berdekatan dengan base camp. Petak penelitian ini mempunyai luasan 2,5 Ha dengan topografi landai dan didominasi oleh tegakan Agathis loranthifolia. Diameter pohon agathis yang ada di lokasi penelitian berkisar antara 40-80 cm dengan kondisi pohon sehat walaupun ada sedikit pohon yang ditemui terserang jamur.

5.2 Produktivitas Kopal Menggunakan ETRAT 1240

ETRAT merupakan formulasi terbaru dimana dalam satu larutan mengandung Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dan stimulansia organik. Dengan demikian ETRAT mempunyai 2 fungsi yaitu meningkatkan kapasitas produksi getah dan memperlancar keluarnya getah (Santosa 2011). ETRAT 1240 yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari CV. Permata Hijau Lestari. ETRAT 1240 merupakan produk yang diimplementasikan pada hutan dengan komposisi 100 ppm ethylene dan 150 ppm asam sitrat. Penelitian ini menguji pengaruh ETRAT 1240 terhadap produktivitas penyadapan kopal dengan berbagai cara pemberian.  

Bahan kimia yang terkandung dalam ETRAT 1240 tidak berbahaya baik bagi kesehatan para penyadap, kondisi pohon yang disadap dan lingkungan sekitar. Penggunaan stimulansia organik sebelumnya pernah dilakukan pada pohon pinus berupa ekstraksi lengkuas dan jeruk (Azis 2010). Pada penyadapan getah pinus di Hutan Pendidikan Gunung Walat sudah digunakan ETRAT 1240 dengan cara disemprotkan namun untuk penyadapan kopal baru pertama kali dilakukan setelah sekian lama menggunakan stimulansia anorganik berupa Cairan Asam Sulfat.

ZPT yang digunakan dalam ETRAT 1240 adalah ethylene. Aplikasi ethylene telah banyak digunakan di bidang pertanian untuk pengelolaan pasca panen buah. Ethylene memiliki fungsi di berbagai proses fisiologis seperti menstimulasi pemasakan buah, absisi daun, menghambat pertumbuhan akar, meningkatkan permeabilitas batang, merangsang pembentukan bunga dan lain sebagainya. Selain fungsi-fungsi yang disebutkan sebelumnya, salah satu fungsi ethylene adalah merangsang eksudasi atau pengeluaran getah (Wattimena 1988).

Dari hasil pengamatan selama 15 kali panen getah dengan periode sadap 3 hari sekali, dapat diketahui produktivitas getah dengan menggunakan 4 perlakuan yaitu kontrol, penyemprotan ETRAT 1240 pada kayu, penyemprotan ETRAT 1240 pada luka sadapan dan penyemprotan ETRAT 1240 pada kulit. Produktivitas rata- rata penyadapan kopal dengan berbagai perlakuan tersaji dalam Tabel 3.

Tabel 3 Produktivitas rata-rata penyadapan kopal dengan berbagai perlakuan (g/quarre/hari)

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa produktivitas kopal yang paling tinggi yaitu pada perlakuan C atau ETRAT 1240 yang disemprotkan pada luka sadapan dengan rata-rata produktivitas kopal sebesar 5,89 g/quarre/hari dan yang paling rendah adalah perlakuan kontrol dengan rata-rata produktivitas kopal sebesar 3,31 g/quarre/hari. Rata-rata produktivitas kopal perhari dari masing-masing perlakuan dibandingkan terhadap kontrol sehingga diperoleh persentase peningkatan produktivitas getah. persentase peningkatan produktivitas kopal dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Persentase peningkatan produktivitas kopal Perlakuan Rata-rata produktivitas

kopal (g/quarre/hari) Persentase peningkatan produktivitas kopal (%) 1 = perlakuan : kontrol x 100% Kontrol 3,31 - Kayu 5,49 165,86 Luka sadapan 5,89 177,95 Kulit 4,38 132,33

Berdasarkan pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa persentase peningkatan kopal yang paling tinggi adalah penyemprotan ETRAT 1240 pada luka sadapan yaitu

Panen ke- Kontrol Penyemprotan pada Penyemprotan pada Penyemprotan

pada

kayu luka sadapan kulit

1 2,95 3,68 4,70 3,60 2 2,63 2,88 3,33 2,70 3 2,70 4,15 4,38 3,08 4 3,40 5,60 6,40 5,27 5 3,12 5,75 6,13 3,12 6 2,67 6,23 6,07 4,12 7 3,30 6,33 7,28 5,10 8 3,68 7,27 6,80 5,62 9 4,00 7,53 8,00 6,68 10 3,75 6,57 6,97 5,82 11 2,67 5,10 5,77 4,23 12 3,67 5,30 5,22 3,95 13 3,60 5,55 6,53 4,27 14 3,23 3,97 4,07 2,92 15 4,27 6,37 6,68 5,30 Total 49,63 82,28 88,33 65,77 Rata-rata 3,31 5,49 5,89 4,38

sebesar 177,95 % diikuti oleh penyemprotan ETRAT 1240 pada kayu sebesar 165,86% kemudian yang paling kecil yaitu penyemprotan ETRAT 1240 pada kulit sebesar 132,33%. Untuk mengetahui grafik kecenderungan produktivitas rata-rata penyadapan kopal dalam setiap panennya, dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Produktivitas rata-rata penyadapan kopal berdasarkan perlakuan (g/quarre/hari).

Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa produksi kopal yang disemprotkan ETRAT 1240 pada luka sadapan mengalami peningkatan yang paling tinggi dibandingkan cara pemberian yang lain, kemudian diikuti dengan penyemprotan ETRAT 1240 pada kayu, penyemprotan ETRAT 1240 pada kulit dan yang paling kecil yaitu kontrol.

Pada panen pertama produktivitas getah yang dihasilkan dari semua perlakuan tinggi, ini karena deposit getah yang ada di dalam pohon keluar akibat pelukaan. Keluarnya getah merupakan respon dari pohon ketika ada bagian tanaman yang tersakiti, terinfeksi atau mengalami suhu yang ekstrim. Setelah itu pada panen kedua mengalami penurunan karena pada rentang waktu ini pohon belum stabil untuk membentuk getah sehingga belum bisa mengisi deposit getah. Pada panen ke tiga dan panen ke empat, ethylene sudah dapat mempengaruhi pohon sehingga laju produktivitasnya sudah mulai stabil dan meningkat. Sampai akhirnya pada panen ke lima mengalami penurunan kembali. Hal ini disebabkan

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Produkt iv it as rat a-rat a peny adapan kopal berdasarkan perl akuan (gram /quarre/hari) Panen ke- kontrol Penyemprotan pada kayu Penyemprotan pada luka sadapan Penyemprotan pada kulit

karena faktor eksternal yaitu hujan. Aliran batang pada saat hujan dapat meluruhkan ETRAT 1240 yang telah disemprotkan. Selanjutnya untuk panen ke enam sampai panen ke sembilan, kembali mengalami peningkatan. Namun pada panen selanjutnya sampai panen terakhir, grafik bergerak secara fluktuatif dikarenakan hujan yang tidak menentu.

5.3 Mekanisme ETRAT 1240 Menyerap ke dalam Batang Pohon

Pelukaan pada pohon agathis merangsang keluarnya getah karena ini merupakan respon dari pohon bila ada bagian pohon yang terluka atau terinfeksi. Letak saluran getah antara pohon pinus dan pohon agathis berbeda. Menurut Salverda (1937) dalam Manuputty (1995), saluran-saluran getah pada agathis terdapat dalam kulit bagian dalam, berjalan tangensial antara kambium dan kambium gabus. Jika ditampang, kulit bagian dalam agathis terlihat saluran- saluran damar yang lebar dan terang. Jalannya saluran-saluran damar membujur tetapi hubungan melintang dalam lapisan-lapisan tangensial juga terdapat. Lapisan masing-masing tidak berhubungan satu sama lain. Jika dilukai, tentu terdapat aliran yang keras oleh karena banyak saluran damar yang terpotong.

Jumlah saluran kopal yang berada dalam kulit yang masih hidup itu, semakin ke dalam semakin bertambah. Jika suatu luka dibuat pada kulit dalam, maka sesudah beberapa detik, kopal mengalir keluar dari saluran-saluran dan merupakan titik-titik pada permukaan luka itu. Jika kopal mulai mengeras, saluran damar itu menjadi tersumbat dan luka itu harus diperbaharui setelah kopal diambil.

Pada perlakuan A atau kontrol, kopal yang dihasilkan sangat sedikit yaitu 3,31 gram/quarre/hari dan kondisi bidang sadapnya sangat kering sehingga ketika dipanen, kopalnya sudah mengeras. Jika kopal mulai mengeras, saluran kopal akan tersumbat. Pengerasan ini disebabkan hubungan dengan udara luar. Kopal tidak akan berhenti mengalir apabila kecepatan turun kopal lebih besar atau sama dengan kecepatan kopal keluar dari permukaan luka sadapan, apabila kecepatan turun kopal tidak secepat keluarnya kopal maka semakin lambat dan akhirnya menyumbat saluran kopal.

Pada perlakuan C atau penyemprotan pada luka sadapan mempunyai produktivitas yang paling tinggi. Hal ini disebabkan, saat dilakukan penyemprotan ETRAT 1240 tidak semuanya mengenai luka sadapan, namun otomatis mengenai bagian kayu juga. Asam sitrat yang terdapat di dalam ETRAT 1240 bekerja di luka sadapan untuk membuka saluran getah sehingga getah dapat keluar dengan lancar. Sedangkan ETRAT 1240 masuk ke dalam jaringan kayu secara difusi. Kayu batang agathis mempunyai pH lebih dari 4 sedangkan ethylene mempunyai pH kurang dari 3, keadaan ini memungkinkan ethylene eksogen berubah dari cair menjadi gas sehingga dapat merangsang aktifnya ethylene endogen. Ethylene endogen dan ethylene eksogen akan bersama-sama mempengaruhi pohon untuk melakukan metabolisme sekunder sehingga terbentuklah getah. Selanjutnya getah masuk ke dalam saluran resin.

Jadi bila ETRAT 1240 disemprotkan pada luka sadapan, maka fungsi dari asam sitrat dan ethylene dapat bekerja dengan baik. Menurut Santosa (2006), ZPT mempengaruhi proses metabolisme sekunder di dalam pohon untuk memproduksi getah lebih banyak. Sedangkan asam organik mempengaruhi tekanan turgor dinding sel sehingga getah keluar dari saluran getah dengan lebih mudah dan lancar.

Menurut Frank & Cleon (1995), ethylene yang terdapat pada pohon merupakan hormon stres sebab diproduksi dalam jumlah jauh lebih besar saat tumbuhan mengalami berbagai keadaan rawan. Sedangkan menurut Winarno (2002) mengatakan bahwa asam sitrat bersifat sebagai chelating agent (komponen penghambat) yaitu senyawa yang dapat mengikat logam-logam divalen seperti Mn, Mg dan Fe yang sangat diperlukan sebagai katalisator (senyawa yang membantu mempercepat suatu reaksi) dalam reaksi-reaksi biologis. Karena itu reaksi biologis dapat dihambat dengan penambahan asam sitrat, dimana asam sitrat dapat berperan seperti asam sulfat yaitu mampu menghambat getah untuk membentuk rantai siklik dan tetap dalam bentuk aldehida sehingga getah tetap encer. Hal inilah yang menyebabkan pada pemukaan bidang koakan perlakuan C selalu lengket karena getah terus menerus mengalir.

Pada perlakuan B atau penyemprotan pada kayu atau bidang sadapan dihasilkan kopal sebesar 5,49 gram/quarre/hari. Ethylene dapat menyerap dengan

baik ke dalam jaringan kayu sehingga getah yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan perlakuan C. Namun asam sitrat hanya sedikit mengenai luka sadapan dan hanya mengenai bagian sisi kiri dan kanan koakan saja. Selain itu luka yang berada di pinggir koakan tidak pernah diperbaharui sehingga banyak saluran getah yang sudah tertutup sehingga asam sitrat tidak dapat menyerap dengan baik. Pada perlakuan ini hanya ethylene yang dapat berfungsi dengan baik. Ini yang menyebabkan getahnya lebih sedikit dari perlakuan C.

a. Perlakuan A c. Perlakuan C

b. Perlakuan B d. Perlakuan D

Gambar 9 Kondisi setiap koakan. Ket Perlakuan A: Kontrol, Perlakuan B: penyemprotan pada kayu, Perlakuan C: penyemprotan pada luka sadapan, Perlakuan D: penyemprotan pada kulit.

Pada perlakuan D atau penyemprotan pada kulit dihasilkan kopal sebesar 4,38 gram/quarre/hari. Pembuatan bagian yang disemprot ETRAT 1240 berada di atas bidang koakan dengan cara mengikis bagian kulit sampai terlihat kulit bagian dalam. Hal ini dilakukan karena diduga ETRAT 1240 akan bekerja secara maksimal bila langsung disemprotkan pada penampang kulit yang telah dikikis karena kulit agathis bagian dalam mengandung banyak saluran getah. Namun ternyata kerja ethylene tidak akan terbentuk bila hanya di kulit karena sulit untuk menyerap ke dalam kayu. Sedangkan fungsi asam sitrat juga tidak bekerja karena adanya jarak antara penyemprotan dengan luka sadapan. Inilah yang menyebabkan produktivitas perlakuan D mendekati kontrol.

Menurut Soenarno dan Idris (1987), produksi kopal dapat disebabkan oleh banyak faktor antara lain: iklim mikro di sekitar lokasi penelitian, unsur hara yang terkandung di dalam tanah dan kerapatan tegakan. Semakin tinggi kerapatan tegakan maka intensitas cahaya matahari sebagai sumber energi dalam fotosintesis lebih rendah, sehingga kopal yang dihasilkan lebih kecil bila dibandingkan kerapatan tegakan yang mempunyai jumlah pohon yang optimal persatuan luas. Kerapatan tegakan di lokasi penelitian yaitu 1.150 pohon/Ha.

Sedangkan faktor internal yang berpengaruh pada produktivitas getah adalah besarnya diameter pohon dan tajuk pohon. Setiap pohon contoh memiliki diameter yang berbeda-beda, kisarannya yaitu 42-78 cm. Diameter pohon yang lebih besar pasti memiliki kulit yang lebih besar sehingga kemampuan menghasilkan getah menjadi besar pula. Menurut Doan dalam Azis (2010) pohon yang memiliki ukuran tajuk lebat dan lebar merupakan pohon yang menghasilkan getah banyak. Hal ini dikarenakan pohon mampu berfotosintesis lebih baik sehingga laju metabolismenya pun berjalan dengan baik.

Dalam satu pohon dibuat empat koakan untuk empat perlakuan yang berbeda. Hal ini dikarenakan keragaman genetis dalam satu pohon lebih sedikit dibandingkan keragaman antar pohon. Keragaman genetis dalam satu pohon dibuktikan dengan arah pertumbuhan batang yang berbeda-beda, tergantung dari aktivitas sel tumbuh yang bekerja menutup pelukaan. Saluran traumatis akan lebih mengarah pada sumber rangsangan yang sinyalnya lebih kuat sehingga aktivitas tumbuh pun menjadi lebih besar. Sedangkan pemutaran arah mata angin berfungsi

untuk memberikan kesempatan yang sama untuk setiap perlakuan sehingga tidak hanya ke satu arah saja.

Untuk mengetahui pengaruh berbagai cara pemberian ETRAT 1240 terhadap produktivitas penyadapan kopal maka dilakukan pengolahan statistik terhadap data hasil pengukuran. Hasil pengujian analisis ragam menunjukkan bahwa berbagai cara pemberian etrat memberikan pengaruh nyata terhadap rata- rata produktivitas kopal yang dihasilkan pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Hal ini ditunjukkan dengan nilai F hitung sebesar 15,569 lebih besar dari pada F tabel pada tingkat nyata 5% yaitu sebesar 2,77. Analisis ragam pengaruh cara pemberian ETRAT 1240 terhadap produktivitas penyadapan kopal dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Analisis ragam pengaruh cara pemberian ETRAT 1240 terhadap produktivitas penyadapan kopal selama 15 kali panen

Sumber keragaman db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Fhitung F0,05 P-value

Perlakuan 3 60,669 20.223 *15,569 2,77 <0,0001 Sisa 56 72,738 1.229 Total 59 133,407 *Nyata = Fhitung > F0,05

Oleh karena cara pemberian ETRAT 1240 yang berbeda berpengaruh nyata terhadap produktivitas kopal, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan yang disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil uji Duncan pengaruh cara pemberian ETRAT 1240 terhadap produktivitas penyadapan kopal dilihat dari perlakuan yang berbeda

Perlakuan N Produktivitas rata-rata

(g/quarre/hari)

Subset for alpha = 0.05

Kontrol 15 3.3093 a

Kulit 15 4.3853 b

Kayu 15 5.4853 c

Luka Sadapan 15 5.8887 c

Keterangan : Huruf yang sama artinya perlakuan yang dilakukan mempunyai pengaruh yang tidak berbeda terhadap produksi kopal, sedangkan huruf yang berbeda artinya perlakuan cara pemberian etrat mempunyai pengaruh yang berbeda nyata terhadap produksi

kopal pada taraf α = 5%.

Hasil uji Duncan membandingkan pengaruh antar perlakuan dilihat dari produktivitas rata-ratanya. Pada Tabel 6, huruf yang sama pada hasil uji Duncan

artinya cara pemberiannya mempunyai pengaruh yang tidak berbeda terhadap produktivitas kopal, yaitu perlakuan penyemprotan pada kayu (c) dan penyemprotan pada luka sadapan (c). Pada huruf yang berbeda seperti kontrol (a) dan penyemprotan pada kulit (b) artinya bahwa pengaruh cara pemberian keduanya memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap produktivitas kopal.

Penyemprotan ETRAT 1240 pada luka sadapan dan pada kayu menghasilkan produktivitas yang tidak jauh berbeda dan masing-masing bisa diterapkan. Namun produktivitas rata-rata kopal yang paling tinggi adalah penyemprotan pada luka sadapan yaitu 5,89 g/quarre/hari dengan persentase peningkatan getah sebesar 177,95%. Dengan mempertimbangkan dari produktivitas yang dihasilkan dan dari segi kemudahan dan kebiasaan para penyadap di Hutan Pendidikan Gunung Walat, maka penyemprotan ETRAT 1240 yang paling baik harus disemprotkan pada luka sadapan.

6.1 Kesimpulan

1. Penggunaan ETRAT 1240 yang mempunyai komposisi stimulansia organik dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dapat meningkatkan produktivitas penyadapan kopal.

2. Cara pemberian ETRAT 1240 pada luka sadapan menghasilkan produktivitas penyadapan kopal paling tinggi yaitu sebesar 5,89 g/quarre/hari dan paling rendah adalah kontrol (tanpa stimulansia) sebesar 3,31 g/quarre/hari. Persentase peningkatan kopal sebesar 177,95% dibandingkan dengan kontrol. Penyemprotan ETRAT 1240 pada luka sadapan memberikan hasil yang optimal dan sangat sesuai dari segi kemudahan para penyadap di Hutan Pendidikan Gunung Walat.

6.2. Saran

1. Dalam melakukan penyadapan kopal, pihak HPGW sebaiknya menggunakan ETRAT 1240 yang disemprotkan pada luka sadapan karena efektif menghasilkan getah lebih banyak dan ETRAT 1240 ini aman digunakan bagi kesehatan pekerja maupun pohon agathis.

Dokumen terkait