• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Analisis Data Penelitian

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui nilai residual dari regresi berdistribusi normal. Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan metode analisis Kolmogorov-Smirnov. Selain itu, metode Kolmogorov-Smirnov digunakan apabila subjek lebih dari 30 subjek (Santoso, 2012). Untuk mengathui asumsi normalitas terpenuhi atau tidaknya dilihat dari Asymp. Sig. (2-Tailed). Asumsi normalitas akan terpenuhi apabila nilai Asymp. Sig. (2-Tailed) ≥ 0.05. Berikut tabel hasil uji normalitas residu:

Tabel 4.7

Uji normalitas residu

Berdasarkan dari tabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-Tailed) untuk regresi POS dengan Safety Behavior sebesar 0.001, regresi POS dengan komitmen afektif sebesar 0.081, regresi untuk komitmen afektif dengan safety behavior sebesar 0.001, dan regresi berganda antara POS, komitmen afektif, dan safety behavior

sebesar 0.001. Nilai normalitas regresi POS dengan komitmen afektif menunjukkan bahwa data berdistribusi normal (p ≥ 0.05). Akan tetapi, nilai normalitas regresi POS dengan safety behavior, komitmen afektif dengan safety behavior, dan regresi berganda antara POS, komitmen afektf dengan safety behavior tidak bersditribusi normal (p ≤ 0.05).

b. Uji Linearitas

Selanjutnya, salah satu asumsi yang dijadikan sebagai syarat regresi adalah asumsi linearitas. Pengujian linearitas digunakan dengan tujuan untuk melihat apakah hubungan antara variabel independen dan variabel dependen bersifat linear atau tidak. Peneliti menggunakan metode test for linearity. Asumsi linearitas dapat dikatakan terpenuhi

One- Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Asymp. Sig. (2-Tailed ) N

POS - Safety Behavior 0.001 100

POS – Komitmen Afektif 0.081 100

AC - Safety Behavior 0.001 100

POS – Komitmen Afektif - Safety Behavior

apabila nilai signifikansinya ≤ 0.05. Berikut di bawah ini merupakan tabel uji linearitas

Tabel 4.8 Uji Linearitas

ANOVA Table

Sig. Keterangan N

POS - Safety Behavior 0.000 Linear 100

POS – Komitmen Afektif 0.000 Linear 100

Komitmen Afektif - Safety Behavior

0.000 Linear 100

Berdasarkan tabel 4.8 diketahui nilai signifikasi untuk hubungan POS dengan safety behavior sebesar 0.000, nilai signifikansi untuk hubungan POS dengan komitmen afektif sebesar 0.000, dan nilai signifikansi untuk hubungan komitmen afektif dengan safety behavior

sebesar 0.000. Ketiga angka tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara variabel bersifat linear. Hal ini ditunjukkan dari nilai signifikansi lebih kecil atau ≤ 0.05

c. Uji Homoskedastisitas

Uji homoskedastisitas merupakan salah satu syarat uji asumsi regresi yang digunakan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians residualnya tetap maka peristiwa ini disebut dengan homoskedastisitas. Sebaliknya, jika varians residualnya berbeda maka peristiwa ini disebut dengan

heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas (Santoso, 2014). Uji homoskedastisitas dilakukan dengan metode Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan cara melihat nilai regresi antara variabel bebas dengan nilai absolute residualnya. Asumsi uji Glejser dikatakan terpenuhi apabila nilai signifikansinya ≥ 0.05 (Prasetyo, 2016).

Tabel 4.9

Uji Homoskedastisitas

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai signifikansi ketiga regresi tersebut berada di atas 0.05 (p ≥ 0.05), artinya variansi dari residu untuk setiap nilai dari variabel terikat bersifat konstan atau tidak terjadi heteroskedastisitas.

d. Uji Multikolinieritas

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam suatu uji asumsi regresi yang baik adalah dengan melakukan uji multikolinieritas. Uji multikolinearitas dianggap memuaskan apabila tidak terjadi korelasi antar variabel independennya. Untuk membuktikan terjadi atau tidaknya multikolinearitas adalah dengan melihat besaran VIF (Variance Inflation Factor), Tolerance, dan

Glejser Test

Sig. N

POS - Safety Behavior 0.767 100

POS - Komitmen Afektif 0.914 100

korelasi antar variabel. Jika nilai besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan tolerance mempunyai angka mendekati 1 dan korelasi dibawah 0.05, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinearitas. Berikut di bawah ini tabel yang mengenai uji multikolinieritas:

Tabel 4.10

Uji multikolineritas POS – Komitmen Afektif – Safety Behavior

Coefficientsa

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 AC .699 1.431

POS .699 1.431

a. Dependent Variable: SB

Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan bahwa nilai tolerance sebesar 0.699 dengan nilai VIF sebesar 1.431. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada masalah dalam uji multikolinieritas. Kemudian, nilai korelasi antar variabel independen juga diketahui sebesar -0.549. Angka ini menunjukkan bahwa nilai korelasi antar variabel di bawah 0.05 (p ≤ 0.05). Nilai korelasi yang di bawah 0.05 ini menunjukkan

Coefficient Correlationsa Model POS AC 1 Correlations POS 1.000 -.549 AC -.549 1.000 Covariances POS .015 -.007 AC -.007 .009 a. Dependent Variable: SB

bahwa tidak adanya korelasi yang kuat antar variabel independennya, sehingga dapat disimpulkan bahwa uji multikolinieritas dapat dikatakan sudah memenuhi syarat uji asumsi regresi.

2. Uji Hipotesis

Setelah melakukan uji asumsi normalitas, linearitas, homoskedastisitas, dan multikolinearitas menunjukkan bahwa data penelitian ini memiliki nilai residu yang tidak terdistribusi normal, hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen bersifat linear, tidak terjadinya heteroskedastisitas atau tidak ada varian yang sama, dan tidak terjadi korelasi yang kuat antar variabel independen. Hal ini dapat dikatakan bahwa uji syarat asumsi untuk regresi tidak memenuhi syarat untuk diolah menggunakan metode analisis regresi.

Peneliti tetap melanjutkan analisis dengan menggunakan analisis regresi parametrik. Hal ini dikarenakan salah satu kelemahan dalam penelitian ini adalah ada beberapa outliers yang tidak dapat diatasi. Dalam penelitian ini, outliers disebabkan oleh situasi pabrik Pusri yang sedang

emergency, sehingga menyebabkan subjek terburu-buru dalam mengerjakan skala penelitian. Situasi yang emergency dapat menjadi faktor yang menyebabkan outliers, karena menurut Santoso (2012) subjek cenderung memberikan jawaban tidak dengan sungguh-sungguh. Di sisi lain, karena situasi ini juga yang menyebabkan kebanyakan subjek mengalami kesalahan dalam memberikan jawaban dan ekstrim dalam

memberikan jawaban (Evans; Dornyei dan Taguchi; Zijlstra, van der ark, & Sijtsma dalam Widiarso dan Sumintono, 2016).

Menurut Sunaryo dan Siagian (2011), sebaiknya jumlah outlier dalam data tidak melebihi 50%. Namun kenyataannya dalam penelitian ini,

outliers melebihi 50%. Walaupun data tidak terdistribusi normal, peneliti tetap menggunakan statistik parametrik. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan informasi mengenai regresi non parametrik.

Pengujian hipotesis menggunakan metode regresi sederhana untuk tiga tahapan dan metode regresi berganda untuk melihat peran dari mediasi. Untuk melihat bagaimana peran variabel mediator memediasi hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, maka peneliti menggunakan metode yang dikembangkan oleh Baron dan Kenny (1986), ada empat tahap yang dianggap sebagai syarat uji mediator:

a. Meregresikan variabel independen (Persepsi terhadap Dukungan Organisasi) dengan variabel mediator (Komitmen Afektif) untuk mengetahui nilai jalur a

b. Meregresikan variabel mediator (Komitmen Afektif) dengan variabel dependen (Safety Behavior) untuk mengetahui nilai jalur b

c. Meregresikan variabel independen (Perceived Organizational Support) dengan variabel dependen (safety behavior) untuk mengetahui nilai jalur c.

d. Meregresikan variabel independen (Persepsi terhadap Dukungan Organisasi) dan variabel mediator (Komitmen Afektif) ke variabel

dependen (Safety Behavior) untuk mengetahui nilai indirect effect

(nilai c’).

Path c / T3

Path c’ / Hipotesis

Variabel mediator dapat dianalisis jika setiap model regresi pada jalur a, b, dan c menunjukkan hasil yang signifikan, yaitu p ≤ 0.05. Kemudian, untuk mengetahui bagaimana variabel mediator berperan dalam memediasi hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dilihat melalui koefisien regresi variabel independen pada jalur c’ berkurang ketika variabel mediator mengontrol. Apabila koefisien regresi variabel independen pada jalur c’ menurun dari koefisien regresi pada jalur c dan nilai signifikansi pada jalur c’ menjadi tidak siginifikan (p ≥ 0.05) maka dapat dikatakan variabel mediator terbukti memediasi secara penuh atau sering disebut dengan full mediation. Di sisi lain, jika hasil

Komitmen Afektif (Variabel Mediator) Persepsi terhadap Dukungan Organisasi (IV) Safety Behavior (DV)

regresi variabel mediator pada jalur c’ tetap signifikan (p ≤ 0.05), maka dapat disimpulkan bahwa variabel mediator hanya memediasi sebagian atau partial mediation. (Baron & Kenny, 1986). Berikut di bawah ini merupakan analisis regresi setiap hipotesisnya:

Tahap 1: Terdapat hubungan positif signifikan antara POS dengan Komitmen Afektif.

Tabel 4.11

Hasil analisis regresi POS –AC (jalur a)

a. D e p e b. Dependent Variable: AC

Berdasarkan tabel 4.11 diketahui hasil regresi antara POS dengan Komitmen Afektif memiliki hubungan positif yang signifikan. Persamaan regresi dari hipotesis pertama adalah Y = 7.789 + 0.424 X. Simbol Y adalah komitmen afektif dan X adalah POS. Angka korelasi antara POS dengan komitmen afektif dapat dilihat dari standardized coefficients (β) sebesar 0.549 dengan nilai signifikansi 0.000 (p ≤ 0.05). Koefisien regresi sebesar 0.549 artinya setiap penambahan satu nilai POS akan meningkatkan komitmen afektif sebesar 54.9%, sebaliknya jika terjadi penurunan satu nilai pada POS akan menurunkan komitmen afektif sebesar 54.9%. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi POS maka

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 7.789 1.544 5.044 .000 POS .424 .0.065 .549 6.499 .000

karyawan semakin mempersepsikan positif terhadap dukungan organisasi, sehingga hal ini menyebabkan semakin tinggi pula komitmen afektif yang dimunculkan oleh karyawan. Dengan demikian hasil ini menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara POS dengan komitmen afektif.

Tahap 2: Terdapat hubungan positif yang signifikan antara komitmen afektfif dengan safety behavior.

Tabel 4.12

Hasil analisis regresi Komitmen Afektif – Safety Behavior (jalur b)

Dependent Variable: SB

Berdasarkan tabel 4.12 diketahui hasil regresi antara komitmen afektif dengan safety behavior memiliki hubungan positif yang signifikan. Persamaan regresi dari hipotesis pertama adalah Y = 12.674 + 0.378 X. Simbol Y adalah safety behavior dan X adalah komitmen afektif. Angka korelasi antara komitmen afektif dengan safety behavior dapat dilihat dari

standardized coefficients (β) sebesar 0.340 dengan nilai signifikansi 0.001 (p ≤ 0.05). Koefisien regresi sebesar 0.340 artinya setiap penambahan satu nilai komitmen afektif akan meningkatkan safety behavior sebesar 34%,

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 12.674 1.886 6.720 .000 AC .378 .106 .340 3.581 .001

sebaliknya jika terjadi penurunan satu nilai pada komitmen afektif akan menurunkan safety behavior sebesar 34%. Hal ini mengindikasikan semakin tinggi komitmen afektif maka semakin tinggi pula safety behavior

yang dilakukan oleh karyawan. Dengan demikian, melalui kedua hal tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan positif yang signifikan antara komitmen afektif dengan safety behavior.

Tahap 3: Terdapat hubungan positif signifikan antara POS (Persepsi terhadap Dukungan Organisasi dengan Safety Behavior).

Tabel 4.13

Hasil analisis regresi POS– Safety Behavior (jalur c)

Berdasarkan tabel 4.13 menunjukkan bahwa hasil regresi antara POS dengan safety behavior memiliki hubungan positif yang signifikan. Persamaan regresi dari hipotesis pertama adalah Y = 12.555 + 0.291 X. Simbol Y adalah safety behavior dan X adalah POS. Angka korelasi antara POS dengan safety behavior dapat dilihat dari standardized coefficients (β) sebesar 0.338 dengan nilai signifikansi 0.001 (p ≤ 0.05). Koefisien regresi sebesar 0.338 artinya setiap penambahan satu nilai POS akan

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 12.555 1.931 6.501 .000 POS .291 .082 .338 3.559 .001 Dependent Variable: SB

meningkatkan safety behavior sebesar 33.8%, sebaliknya jika terjadi penurunan satu nilai pada POS akan menurunkan safety behavior sebesar 33.8%. Hal ini mengindikasikan semakin tinggi POS maka semakin tinggi

safety behavior yang dilakukan oleh karyawan. Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan positif yang signifikan antara POS dengan safety behavior.

Tahap 4: Komitmen afektif memediasi hubungan antara POS dengan safety behavior.

Tabel 4.14

Hasil analisis regresi POS– Komitmen Afektif - Safety Behavior (jalur c’)

Dependent Variable: SB

Berdasarkan tabel 4.14 diketahui POS dan komitmen afektif berkorelasi terhadap safety behavior. Persamaan regresi dari hipotesis pertama adalah Y = 10.641 + 0.186 X1 + 0.246 X2. Simbol Y adalah

safety behavior dan X1 adalah POS, sedangkan X2 adalah komitmen afektif. Berdasarkan uji analisis regresi berganda di atas diketahui bahwa nilai koefisien regresi pada jalur c turun. Penurunan terjadi dari 0.291 (lihat tabel 4.13) menjadi 0.186. kemudian nilai signifikansi setelah

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 10.641 2.136 4.981 .000 POS .186 .096 .217 1.936 .056 AC .246 .124 .221 1.973 .051

komitmen afektif mengontrol adalah 0.051 (p ≥ 0.05). Dengan demikian dapat diambil keputusan bahwa penelitian ini terjadi full mediation, artinya komitmen afektif memediasi secara penuh antara hubungan POS dengan

safety behavior.

Dokumen terkait