BAB III METODE PENELITIAN
5. Perhitungan Jumlah C Tersimpan
3.4 Analisis Data
3.4 Analisis Data
Pengukuran biomassa tegakan pohon dihitung menggunakan rumus persamaan alometrik. Sedangkan untuk pengukuran biomassa tumbuhan bawah
dihitung menggunakan rumus Hairiah dan Rahayu (2007). Data karbon tersimpan yang diperoleh dari pengukuran biomassa di Pulau Situ Gintung berupa tegakan pohon maupun tumbuhan bawah dianalisis secara deskriptif.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Vegetasi Tegakan Pohon
Berdasarkan pengamatan tegakan pohon pada 6 plot di Taman Wisata Pulau Situ Gintung yang berukuran 25 m × 25 m tercatat sebanyak 11 spesies pohon yang termasuk ke dalam 7 famili dengan jumlah pohon sebanyak 74 individu. Famili Fabaceae memiliki jumlah spesies tertinggi yaitu 4 spesies dibandingkan famili lain. Berdasarkan hasil analisis vegetasi diperoleh bahwa spesies-spesies pohon yang ada di lokasi penelitian memiliki Indeks Nilai Penting (INP) yang berkisar antara 6,2-75,9%.
Tabel 4 . Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi Pohon
Famili NamaSpesies
Indeks nilai penting tertinggi terdapat pada spesies palem raja (R. regia) yaitu sebesar 75,9 % (Tabel 3). Hal ini dikarenakan palem raja (R. regia) yang ditanam oleh pihak pengelola Taman Wisata Pulau Situ Gintung dalam jumlah banyak yaitu 22 individu dan tersebar pada 4 plot dari keseluruhan 6 plot penelitian sehingga memiliki nilai INP yang tinggi. INP Pohon palem raja yang tinggi menunjukkan bahwa spesies pohon tersebut memiliki dominansi dan peranan yang tinggi pada lokasi penelitian. Sesuai dengan definisi INP menurut Wirakusumah (2003) yaitu INP menyatakan kepentingan suatu spesies tumbuhan serta memperlihatkan besarnya peranan dalam suatu komunitas.
Pada lokasi lain yaitu di Taman Kota 1 Bumi Serpong damai, INP tertinggi terdapat pada jenis palem raja yaitu sebesar 75,99 %. Indeks nilai penting terendah terdapat pada jenis waru merah, beringin daun panjang, melinjo, dan keben dengan INP yang sama masing-masing sebesar 1,9 % (Nugraha, 2010).
Kedua lokasi tersebut yaitu Taman Wisata Pulau Situ Gintung dengan Taman Kota 1 Bumi Serpong Damai memiliki INP tertinggi pada jenis yang sama yaitu palem raja. Hal ini dikarenakan palem raja sengaja ditanam dalam jumlah banyak oleh pihak pengelola di kedua lokasi tersebut. Jumlah tersebut melebihi jumlah pohon yang lainnya karena palem raja merupakan pohon yang memiliki banyak manfaat khususnya dalam mengurangi polusi udara. Selain itu, palem raja juga bermanfaat sebagai tanaman hias karena bentuknya yang menawan. Palem raja termasuk suku Arecaceae (palem-paleman) dan merupakan tumbuhan biji tertutup (Angiospermae). Palem raja (R. regia) merupakan palem yang memiliki potensi
sebagai pengisi ruang terbuka hijau karena dapat mengasimilasi pencemaran udara khususnya CO2, NO2 dan debu (Soerjani, 1997).
Indeks nilai penting dengan nilai rendah yaitu pada kisaran < 9 % terdapat pada sawo (M. kauki), melinjo (G. gnemon ), saga (A. microsperma), dan beringin (F. benjamina). Hal ini dikarenakan spesies-spesies tersebut memiliki jumlah individu yang sedikit pada plot penelitian. Sawo (M. kauki) terdapat 1 pohon, melinjo (G. gnemon ) terdapat 2 pohon, saga (A. microsperma) terdapat 1 pohon, dan beringin (F. benjamina) terdapat 2 pohon. Hal ini menunjukkan bahwa jenis pohon-pohon tersebut memiliki dominansi dan peranan yang rendah pada lokasi penelitian.
Nilai Kerapatan Relatif (KR) tertinggi terdapat pada palem raja (R. regia) yaitu sebesar 30,3 % dan nilai KR terendah terdapat pada saga (A. microsperma) dan sawo (M. kauki) yaitu sebesar 1,3 %. Palem raja (R. regia) memiliki nilai kerapatan tertinggi dikarenakan pohon tersebut memiliki jumlah individu terbanyak yaitu 22 individu dibandingkan spesies lain, sedangkan saga (A.
microsperma) dan sawo (M. kauki) masing-masing hanya ditemukan 1 individu
dari seluruh plot penelitian (Tabel 3).
Nilai Frekuensi Relatif (FR) tertinggi terdapat pada kelapa (C. nucifera) yaitu sebesar 20,8% sedangkan nilai FR terendah terdapat pada melinjo (G.
gnemon ), sawo (M. kauki), saga (A. microsperma) dan beringin (F. benjamina)
dengan nilai masing-masing sebesar 4,1 %. Pohon-pohon yang memiliki nilai frekuensi relatif terendah yaitu melinjo, sawo, saga, dan beringin karena masing-masing spesies tersebut hanya ditemukan pada 1 plot saja dari keseluruhan plot
penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa pohon-pohon tersebut memiliki nilai persentase kemunculan yang rendah. Kelapa memiliki nilai FR yang tinggi dikarenakan pada lokasi penelitian, kelapa (C. nucifera) merupakan pohon yang terdapat secara merata pada plot-plot penelitian. Meskipun jumlah individu kelapa lebih sedikit dibandingkan palem raja tetapi penyebaran pohon ini lebih merata dibanding palem raja. Pohon kelapa terdapat pada 5 plot dari seluruh plot penelitian. Semakin sering suatu spesies pohon muncul dalam plot penelitian maka nilai frekuensi relatif spesies tersebut tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kelapa memiliki persentase kemunculan yang tinggi pada lokasi penelitian.
Kelapa merupakan spesies yang keberadaannya memberi manfaat bagi lingkungan taman wisata tersebut . Tempurung kelapa dapat dibuat menjadi arang aktif yang memiliki banyak manfaat yaitu dapat mengurangi zat beracun dengan menyerap kandungan logam berat Pb (Plumbum = Timbal) dan Cd (Cadmium) (Pari dkk., 2012).
Nilai Dominansi Relatif (DR) menunjukkan proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh jenis tumbuhan dengan luas total habitat serta menunjukkan jenis tumbuhan yang dominan di dalam komunitas (Indriyanto, 2006). Nilai DR tertinggi terdapat pada palem raja (R. regia) yaitu sebesar 29 % sedangkan nilai DR terendah dengan kisaran 0,2-0,8 % dimiliki oleh melinjo (G. gnemon ) sebesar 0,2 %, beringin (F. benjamina) sebesar 0,6 % dan sawo (M. kauki) yaitu sebesar 0,8 %. Palem raja memiliki nilai DBH rata-rata yang rendah yaitu 32,33 cm tetapi memiliki nilai DR tertinggi yaitu 29 %. Hal ini dikarenakan palem raja memiliki jumlah individu terbanyak yaitu 22 individu. Nilai dominansi ini berasal dari nilai
luas basal yang diperoleh dari pengukuran diameter batang. Meskipun ukuran luas basal palem raja relatif kecil namun jenis pohon ini memiliki jumlah individu terbanyak sehingga nilai total luas basalnya terbesar diantara jenis pohon lainnya (Tabel 3). Sementara itu pada pohon melinjo, beringin dan sawo memiliki dominansi yang rendah karena masing-masing pohon tersebut memiliki jumlah individu paling sedikit diantara pohon lainnya. Selain itu juga karena memiliki nilai DBH rata-rata yang relatif rendah.
Seluruh jenis pohon yang terdapat di Taman Wisata Pulau Situ Gintung merupakan jenis-jenis pohon untuk penghijauan (Tabel 3). Adapun jenis-jenis pohon tersebut antara lain pinus, jambu monyet, nangka, sawo kecik, melinjo, dan asam jawa (Indriyanto, 2008). Jenis-jenis pohon yang tumbuh memiliki beberapa keunggulan yaitu mampu tumbuh pada keadaan tanah miskin hara, mampu bertahan dengan alang-alang atau gulma lain, biji sebagai bahan tanam mudah diperoleh, dan daunnya yang rindang menyebabkan kemampuan pohon-pohon tersebut dalam menyerap karbondioksida semakin baik.
Adapun pohon lainnya seperti sengon, angsana, saga, dan beringin merupakan tumbuhan yang mempunyai sistem perakaran dalam, akarnya banyak dan kuat, serta mampu memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Pemilihan jenis pohon untuk ruang terbuka hijau yang tepat akan meningkatkan fungsi dari lahan tersebut (Indriyanto, 2008).
4.2 Biomassa Tegakan Pohon
Biomassa tertinggi pada lokasi penelitian terdapat pada plot 1 yaitu sebesar 251,1 ton/ha sedangkan terendah terdapat pada plot 6 yaitu sebesar 78,98 ton/ha (Tabel 4). Hal ini dikarenakan plot 1 memiliki jumlah pohon yang banyak dibandingkan plot 6 yang hanya 8 pohon saja. Selain itu, faktor DBH rata-rata pohon yang terdapat pada plot 1 juga berpengaruh terhadap besarnya nilai biomassa pada plot tersebut. Plot 1 memiliki DBH rata-rata terbesar dibandingkan plot lainnya yaitu sebesar 40,76 cm.
Tabel 5. Biomassa, Karbon Tersimpan, Kerapatan Relatif (KR) serta Diameter rata rata Tegakan Pohon
Secara umum biomassa bagian-bagian pohon (biomassa daun, biomassa cabang, biomassa batang dan biomassa akar) berkorelasi positif secara signifikan dengan diameter pohon (r = 0,95). Nilai r yang positif dan mendekati 1 menunjukkan adanya korelasi positif tersebut. Hal ini diperkuat dengan hasil uji t yang menunjukkan t hitung sebesar 4,4 dengan uji signifikansi α = 5% maka t tabel sebesar 2,776. Hasil tersebut menunjukkan bahwa t hitung lebih besar
daripada t tabel. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Maka dapat diartikan bahwa terdapat hubungan antara diameter batang dengan biomassa pohon. Korelasi positif tersebut menunjukkan bahwa peningkatan diameter pohon akan diikuti pula dengan peningkatan biomassa pada setiap bagian-bagian pohon tersebut. Pohon-pohon di lokasi penelitian merupakan pohon-pohon berumur tua sehingga memiliki diameter pohon yang besar (Adinugroho, 2009).
Tingginya nilai biomassa menunjukkan kandungan karbon di dalamnya pun besar karena sekitar 48% dari berat biomassa adalah karbon. Biomassa pohon di Taman Wisata Pulau situ Gintung jauh berbeda dengan biomassa pohon yang terdapat di Taman Kota 1 Bumi Serpong Damai. Hal ini dikarenakan perbedaan jumlah pohon di kedua lokasi tersebut. Di Taman Wisata Pulau Situ Gintung hanya terdapat 74 pohon sedangkan di Taman Kota 1 Bumi Serpong Damai terdapat 272 pohon.
4.3 Karbon Tersimpan pada Tegakan Pohon
Karbon tersimpan tegakan pohon di lokasi penelitian seluas 1,5 ha adalah 94,17 tonC/ha dengan total biomassa sebesar 204,73 ton/ha. Pada tabel 4 memperlihatkan bahwa karbon tersimpan tertinggi terdapat pada plot 1 yaitu sebesar 115,5 tonC/ha dengan biomassa sebesar 251,1 ton/ha. Sementara itu karbon tersimpan terendah terdapat pada plot 6 yaitu sebesar 36,33 tonC/ha dengan biomassa sebesar 78,98 ton/ha
Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa terdapat perbedaan jumlah karbon tersimpan pada plot 1 dan plot 6. Hal ini berkaitan dengan jumlah biomassa,
kerapatan relatif serta DBH rata-rata kedua plot tesebut. Dalam hal ini, plot 1 memiliki karbon tersimpan tegakan pohon dan kerapatan tertinggi dibandingkan plot-plot lain yaitu sebesar 115,5 tonC/ha dan 25,6%. Hal ini dikarenakan jumlah individu pohon pada plot 1 dalam jumlah banyak yang menyebabkan plot 1 memiliki karbon tersimpan tertinggi. Selain itu, plot 1 memiliki karbon tersimpan tertinggi dikarenakan plot tersebut didominansi oleh pinus (P. merkusii) yang memiliki DBH rata-rata seluruh pohon dalam plot 1 dengan nilai tertinggi yaitu 40,76 cm serta memiliki jumlah individu pohon yang banyak sehingga pinus (P.
merkusii) memiliki indeks nilai penting (INP) yang tinggi yaitu 43,1 %.
Pinus merupakan pohon dengan laju pertumbuhan 19,9-22,4 m3/ha/th dan kisaran umur 15-25 th (Indriyanto, 2008). Dengan laju pertumbuhannya yang besar maka pinus dapat menyimpan karbon lebih besar. Pinus merupakan tumbuhan reboisasi karena beberapa sifat unggul yang dimilikinya, diantaranya sebagai tanaman pelindung tanah secara ekologis dan sebagai penghasil kayu. Selain itu, pinus juga memiliki daya kompetitif yang besar terhadap tumbuhan lain di sekitarnya sehingga mampu bersaing (Marisa, 1990). Pinus memiliki saluran resin yang dapat menghasilkan suatu metabolit sekunder bersifat alelopati sehingga mempunyai potensi sebagai bahan bioherbisida untuk mengontrol pertumbuhan gulma (Taiz dan Zeiger, 1991). Maka dari itu pinus termasuk salah satu pohon yang sering ditanam oleh pihak pengelola selain pohon palem.
Plot 6 memiliki karbon tersimpan dan KR terendah yaitu sebesar 36,33 tonC/ha dan 12,8%. Pada plot 6 terdapat 4 spesies pohon dengan total keseluruhan 8 individu pohon. Spesies-spesies tersebut yaitu kelapa (C. nucifera), jambu monyet (A. occidentale), beringin (F. benjamina) dan akasia (A. mangium). Plot 6
memiliki karbon tersimpan terendah dikarenakan plot tersebut memiliki jumlah individu pohon paling sedikit dibandingkan plot lain yaitu hanya 8 individu sehingga biomassa yang dihasilkan rendah. Meskipun beberapa pohon pada plot tersebut termasuk pohon yang memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap karbon (Tabel 5) tetapi jumlah individunya yang sedikit menyebabkan karbon tersimpan di dalam plot ini rendah.
Setiap lokasi penelitian dapat memiliki karbon tersimpan yang berbeda-beda, tergantung pada kerapatan tumbuhan di lokasi penelitian. Selain itu, jenis spesies juga dapat mempengaruhi karbon tersimpan di lokasi penelitian tersebut.
Di Taman Wisata Pulau Situ Gintung plot 1 memiliki kerapatan tertinggi sehingga memiliki biomassa yang besar. Suatu sistem penggunaan lahan yang terdiri dari pohon dengan spesies yang mempunyai nilai kerapatan kayu tinggi, biomasanya akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan yang mempunyai spesies dengan nilai kerapatan kayu rendah (Rahayu dkk, 2007).
Tabel 6. Kemampuan Daya Serap Karbon oleh Beberapa Jenis Pohon (Sumber:
Dahlan, 2007)
No Nama Lokal Nama Ilmiah Daya Serap CO2
(Kg/pohon/tahun)
1 Beringin Ficus benjamina 535,90
2 Saga Adenanthera pavoniana 221,18
3 Nangka Arthocarpus integra 126,51
4 Akasia Acacia auriculiformis 48,68
5 Sawo Manilkara kauki 36,19
6 Angsana Pterocarpus indica 11,12
7 Asam Tamarindus indica 1,49
Di Taman Wisata Pulau Situ Gintung terdapat berbagai pohon yang termasuk memiliki daya serap karbondioksida yang tinggi. Hal ini sesuai dengan
penelitian Dahlan (2007) (Tabel 5) yang memberikan hasil bahwa terdapat berbagai jenis tanaman yang mempunyai kemampuan tinggi sebagai tanaman penyerap karbon dioksida (CO2). Pohon-pohon tersebut diantaranya adalah beringin, saga, nangka, akasia, sawo, dan angsana memiliki kemampuan menyerap karbon yang besar.
Karbon tersimpan tegakan pohon pada Taman Wisata Pulau Situ Gintung yaitu sebesar 94,17 tonC/ha. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang besar dibandingkan pada lokasi lain yaitu Perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara sebesar 39,13 tonC/ha (Cesylia, 2009). Akan tetapi jumlah tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan karbon tersimpan yang terdapat di Taman Kota 1 BSD yaitu sebesar 287,8 tonC/ha (Nugraha, 2010). Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa Taman Wisata Pulau Situ Gintung dapat berperan dalam mengurangi kadar karbon dari lingkungan sekitarnya. Perbedaan besar nilai karbon tersimpan di Taman Wisata Pulau Situ Gintung dengan beberapa lokasi lain salah satunya yaitu di Taman Kota 1 Bumi Serpong Damai karena perbedaan jenis dan jumlah tegakan pohon. Semakin banyak jumlah pohon maka semakin besar jumlah biomassa yang tersimpan.
Adanya pembukaan lahan untuk pembangunan menyebabkan lahan hijau berkurang sehingga berkurang pula tumbuhan yang dapat menyerap gas CO2.
Potensi karbon setiap lahan sangat dibutuhkan dalam menanggulangi efek pemanasan global yang terjadi saat ini akibat meningkatnya gas CO2 di atmosfer.
Dengan adanya pembuatan ruang terbuka hijau seperti Taman Wisata Pulau Situ Gintung maka dapat membantu mengurangi efek dari pemanasan global tersebut.
Jenis pohon yang terdapat di Pulau Wisata Situ Gintung sengaja ditanam oleh pihak pengelola. Penambahan dan pemilihan jenis pohon yang tepat dapat meningkatkan daya serap karbon suatu area. Semakin tinggi daya serap karbon maka semakin baik pula upaya dalam mengurangi polusi udara.
Pada lokasi penelitian, suhu udara berkisar antara 27-28 oC sedangkan suhu tanah yaitu 25-26oC kemudian kelembabannya yaitu 65 % dengan derajat keasaman (pH) tanah yaitu 6,8 serta intensitas cahaya sebesar 22,8 cd. Semua nilai faktor abiotik tersebut masih dalam kisaran normal yang dapat menunjang pertumbuhan suatu vegetasi. Suhu yang baik bagi tumbuhan adalah antara 22 oC sampai dengan 37 oC. Derajat keasaman (pH) tanah menentukan kemampuan tumbuhan dalam menyerap bahan-bahan organik dalam tanah. Pada pH netral, bahan organik mudah diserap oleh tumbuhan (Hardjowigeno, 2007) Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan vegetasi tumbuhan antara lain yaitu iklim, kondisi tanah, kelembaban dan sinar matahari. Jika faktor abiotik dalam kisaran normal maka pertumbuhan tumbuhan pun akan berjalan baik.
Pertumbuhan yang baik juga akan mempengaruhi kemampuan penyerapan karbon (Daniel dkk, 1992).
4.4 Analisis Vegetasi Tumbuhan bawah
Berdasarkan hasil pengamatan analisis vegetasi pada tumbuhan bawah diperoleh data sebagai berikut (Tabel 6):
Tabel 7 . Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah
Spesies Nama lokal KR FR INP
Aglaonema sp. Aglaonema 0,11 % 2,17 % 2,28 %
Axonopus compressus Rumput Jukut 91,14 % 60,97 % 152,11 %
Capsicum anum Cabai 0,05 % 2,17 % 2,22 %
Chromolaena odorata Patikan Kebo 0,91 % 9,55 % 10,46 % Elephantopus Scaber linn. Tapak Liman 1 % 4,48 % 5,48 %
Eleusine indica Belulangan 1,44 % 2,17 % 3,61 %
Synedrella nodiflora Legetan 1,55 % 2,17 % 3,72 %
Mimosa pudica Putri Malu 0,22 % 2,17 % 2,39 %
Phyllanthus urinaria Meniran 0,66 % 2,17 % 2,83 %
Analisis vegetasi tumbuhan bawah dilakukan untuk mengetahui bagaimana kerapatan maupun frekuensi serta peranan dari masing-masing spesies di Taman Wisata Pulau Situ Gintung. Indeks nilai penting tertinggi terdapat pada spesies rumput jukut (A. compressus) yaitu sebesar 152,11 %. Hal ini dikarenakan spesies rumput jukut (A. compressus) tersebut sengaja ditanam dalam jumlah banyak oleh pihak pengelola (Lampiran 1). Rumput ini cocok ditanam sebagai penutup tanah dan memiliki ketahanan terhadap pangkasan atau injakan (Gambar 4). Selain itu, toleran terhadap daerah basa, asam, tanah berpasir dengan tingkat kesuburan rendah, berkembang cepat melalui bijinya atau dengan batang pemanjatnya. Bijinya mudah sekali menempel pada benda yang menyentuhnya terutama bila dalam keadaan basah (Yuzni, 2006).
Gambar 4. Rumput Jukut (Sumber : http://www.discoverlife.org)
Indeks nilai penting rendah terdapat pada beberapa spesies aglaonema (Aglaonema sp.), putri malu (M. pudica), cabai (C. anum), dan meniran (P.
urinaria). Hal ini dikarenakan spesies-spesies tersebut memiliki jumlah individu
yang sedikit dan penyebaran spesies yang rendah sehingga memiliki nilai kerapatan relatif dan frekuensi relatif rendah. Nilai KR dan FR yang rendah mempengaruhi hasil INP, dimana INP merupakan penjumlahan dari kedua nilai tersebut (Tabel 6).
Nilai kerapatan relatif (KR) tertinggi terdapat pada spesies rumput jukut (A. compressus) yaitu sebesar 91,14 %. Kerapatan relatif terendah terdapat pada spesies cabai (C. anum) yaitu sebesar 0,05 %. Rumput jukut memiliki nilai kerapatan relatif tertinggi dikarenakan rumput ini memiliki jumlah individu terbanyak dibandingkan spesies lain. Sementara itu cabai memiliki kerapatan relatif terendah karena hanya terdapat 1 individu. Kerapatan merupakan jumlah suatu jenis tumbuhan dalam suatu luasan tertentu. Semakin banyak jumlah individu suatu jenis tumbuhan maka semakin tinggi nilai kerapatannya.
Nilai frekuensi relatif (FR) tertinggi terdapat pada spesies rumput jukut (A.
compressus) yaitu sebesar 60,97 %. Frekuensi relatif terendah terdapat pada
spesies belulangan (E. indica), aglaonema (Aglaonema sp.), putri malu (M.
pudica), legetan (S. nodiflora), cabai (C. anum), dan meniran (P. urinaria)
masing-masing spesies tersebut memiliki nilai yang sama yaitu 2,17 %. Hal ini dikarenakan rumput jukut terdapat pada seluruh plot penelitian sedangkan spesies-spesies dengan frekuensi relatif rendah hanya terdapat dalam 1 plot dari keseluruhan plot penelitian sehingga memiliki nilai frekuensi relatif yang rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa rumput jukut memiliki persentase kemunculan yang tinggi pada lokasi penelitian. Nilai frekuensi menunjukkan persentase kemunculan suatu spesies pada lokasi penelitian atau jumlah plot dimana ditemukan jenis tersebut dari sejumlah plot yang dibuat.
4.5 Biomassa pada Tumbuhan Bawah
Total keseluruhan biomassa vegetasi tumbuhan bawah pada lokasi penelitian yaitu 12,6 ton/ha (Tabel 7). Berdasarkan data indeks nilai penting (Tabel 6), vegetasi tumbuhan bawah didominansi oleh rumput jukut (Axonopus compressus). Hal ini sesuai dengan pernyataan Odum (1971) yang menyatakan
bahwa jenis yang dominan mempunyai produktivitas yang besar. Rumput jukut merupakan salah satu spesies yang dapat menyerap logam-logam berat seperti Seng (Zn), Cu, dan Timbal (Pb). Maka dari itu, dengan meningkatkan penanaman rumput ini maka akan semakin baik karena peranannya sangat penting dalam mengurangi polusi udara (Badri, 1986).
Tabel 8. Biomassa dan Karbon Tersimpan pada Vegetasi Tumbuhan Bawah Plot
Berdasarkan tabel tersebut biomassa tertinggi terdapat pada plot 6 yaitu sebesar 12,58 ton/ha sedangkan biomassa terendah terdapat pada plot 3 yaitu sebesar 3,7 ton/ha. Perbedaan ini dikarenakan tumbuhan bawah pada plot 6 lebih banyak, lebat dan subur dibandingkan dengan plot 3. Plot 6 memiliki kerapatan pohon terendah dengan jumlah individu 8 pohon sedangkan plot 3 memiliki kerapatan pohon tertinggi dengan jumlah individu 16 pohon (Tabel 4). Hal ini mempengaruhi pertumbuhan dari tumbuhan bawah yang terdapat pada plot tersebut. Dimana terjadi persaingan tempat hidup dan perebutan unsur hara antara pohon dengan tumbuhan bawah. Semakin banyak jumlah pohon dalam suatu lokasi maka semakin sedikit wilayah yang dapat ditumbuhi oleh tumbuhan bawah serta unsur hara yang dapat diperoleh. Kompetisi untuk memperebutkan sumber-sumber daya ekosistem merupakan faktor utama dalam pengendalian populasi (Wirakusumah, 2003).
4.6 Karbon Tersimpan pada Tumbuhan Bawah
Karbon tersimpan pada tumbuhan bawah diperoleh dari hasil perhitungan biomassa tumbuhan bawah yang terdapat di lokasi penelitian. Plot pada perhitungan biomassa ini dibuat sebanyak 6 plot sesuai dengan banyaknya plot pohon. Plot 6 memiliki karbon tersimpan tertinggi yaitu sebesar 5,78 tonC/ha. Hal ini dikarenakan plot 6 memiliki vegetasi tumbuhan bawah yang lebat, banyak dan subur dibandingkan pada plot-plot lain sehingga memiliki biomassa yang besar yaitu 12,58 ton/ha.
Nilai karbon tersimpan terendah terdapat pada plot 3 yaitu sebesar 1,7 tonC/ha dengan nilai biomassa sebesar 3,7 ton/ha. Hal ini terlihat dari kondisi di lapangan, pada plot tersebut terdapat tumbuhan bawah dengan kondisi yang kering dan sedikit sehingga biomassa yang dihasilkan pun sedikit (Lampiran 1).
Jika biomassa rendah maka karbon tersimpan tumbuhan bawah pada plot ini pun rendah.
Jumlah karbon tersimpan pada tumbuhan bawah yaitu sebesar 5,79 tonC/ha dan pada tegakan pohon yaitu sebesar 94,17 tonC/ha. Dengan demikian total karbon tersimpan pada tegakan pohon maupun tumbuhan bawah di Taman Wisata Pulau Situ Gintung seluas 1,5 ha yaitu sebesar 99,96 tonC/ha.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Indeks nilai penting (INP) pohon tertinggi terdapat pada spesies palem raja yaitu 75,9 % dan tumbuhan bawah terdapat pada spesies rumput jukut (A.
compressus) yaitu sebesar 152,11 %. Total keseluruhan karbon tersimpan pada
area permukaan atas tanah di Taman Wisata Pulau Situ Gintung baik pada vegetasi pohon maupun tumbuhan bawah yaitu sebesar 99,96 tonC/ha. Karbon tersimpan tertinggi terdapat pada tegakan pohon yaitu 94,17 tonC/ha sedangkan pada tumbuhan bawah 5,79 tonC/ha.
5.2 Saran
Meningkatkan jumlah tegakan pohon yang memiliki tajuk luas terutama dari jenis dikotil di Taman Wisata Pulau Situ Gintung supaya peranan dalam siklus karbon pun meningkat terutama dalam mengurangi peningkatan CO2 sebagai penyebab dari pemanasan global. Salah satu cara mengatasi efek dari perubahan iklim yaitu dengan meningkatkan jumlah tegakan pohon dan tumbuhan bawah. Peran dari vegetasi adalah menyerap karbondioksida di atmosfer yang dimanfaatkan untuk proses fotosintesis.
41
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, F. 2004. Kimia Lingkungan. ANDI. Yogyakarta.
Adinugroho, W.C. 2009. Pendugaan Cadangan Karbon.
http://wahyukdephut.files.wordpress.comeksi-persamaan-alometrik-biomassa-dan-bef.pdf . Diakses 17 September 2010.
Akhadi, M. 2009. Ekologi Energi Mengenali Dampak Lingkungan dalam Pemanfaatan Sumber-Sumber Energi. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Anonim, 2011. www.greenlibrary-uin.com. Diakses 20 juni 2012.
Anwar J, S.J Damanik N, Hisyam dan AJ Whitten. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Badri, M.A. 1986. Plants as Indicators of Heavy Metal Pollution in the Kuala Lumpur city. Malaysia.
Bakri, 2009. Analisis Vegetasi dan Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan pada Pohon di hutan Taman Wisata Alam Taman Eden DEsa Sionggang Utara
Bakri, 2009. Analisis Vegetasi dan Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan pada Pohon di hutan Taman Wisata Alam Taman Eden DEsa Sionggang Utara