• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS VEGETASI DAN POTENSI KARBON TERSIMPAN PADA AREA PERMUKAAN ATAS TANAH DI TAMAN WISATA PULAU SITU GINTUNG FITRI HANDAYANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS VEGETASI DAN POTENSI KARBON TERSIMPAN PADA AREA PERMUKAAN ATAS TANAH DI TAMAN WISATA PULAU SITU GINTUNG FITRI HANDAYANI"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

FITRI HANDAYANI

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2012 M/1434 H

(2)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

FITRI HANDAYANI 106095003207

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2012 M/1434 H

(3)
(4)
(5)

DAN LEMBAGA MANAPUN

Jakarta, Desember 2012

Fitri Handayani 106095003207

(6)

Jakarta.

Perubahan iklim merupakan salah satu masalah lingkungan yang sedang berkembang karena adanya pemanasan global yang diakibatkan oleh meningkatnya gas rumah kaca (GRK). Melalui proses fotosintesis, tumbuhan dapat menyerap CO2. Pada proses ini tumbuhan menggunakan CO2 dalam proses fotosintesis dan menghasilkan O2 dan energi, dan sebagian energi disimpan dalam bentuk biomassa. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis vegetasi yang tumbuh di Pulau Situ Gintung dan mengetahui simpanan karbon pada area permukaan atas pulau situ gintung. Metode hubungan allometrik digunakan untuk menduga biomassa dan karbon di atas permukaan tanah dengan plot pengukuran seluas 625 m2, menggunakan metode non-destruktif dengan peubah diameter.

Hasil penelitian menunjukkan tercatat 11 jenis dari 7 famili dengan 74 individu yang tersebar dalam tingkat pertumbuhan pohon. Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi untuk pertumbuhan pohon adalah palem raja yaitu 75,9% dan tumbuhan bawah terdapat pada spesies rumput jukut yaitu sebesar 152,11 %. Total karbon tersimpan di area permukaan atas tanah adalah 99,96 ton.

Kata Kunci: analisis vegetasi, karbon tersimpan, biomassa

(7)

Climate change is one of the current important environmental problems due to global warming which is caused by the increase of green house gasses concentration in the atmosphere. Through the process of photosynthesis, vegetation absorbs carbon. In this process, vegetation uses CO2 for the process of photosynthesis and produces O2 and energy. Some energy is stored in form of biomass. The allometric relation was use to estimated biomass and above ground carbon stock with sample area large 625 m2, a non destructive method are used with diameter as a measure parameter. The purpose of this researchwas to analyzing the vegetation that grows on the Situ Gintung Island and determine the carbon stock in above ground of SituGintungIsland. The results showedthat there were 11 species of seven families with 74 individues were scattered in the growth rate of trees. Importance value index (IVI) of tallest tree species found on king palm was 75,9% and the bottom of the plant species jukut grass was equal to 152,11%. Total stock carbonin thearea ofthe upper surfacewas99,96 ton.

Keywords :analysis of vegetation, carbon stock, biomass

(8)

i

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim….

Alhamdulillah segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya.

Skripsi ini disusun dalam rangka melengkapi salah satu syarat untuk menyelesaikan program S1 pada jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih setulus hati kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungannya, yaitu :

1. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Ketua Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi dan pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan, nasihat dan saran-saran.

3. Priyanti, MSi. selaku dosen pembimbing II. Terimakasih atas bimbingan, arahan, nasihat dan saran-saran yang telah diberikan kepada penulis selama penulisan skripsi.

4. Dasumiati M,Si. dan Dini Fardila M,Si. selaku dosen penguji seminar hasil.

Terimakasih atas nasihat dan saran-saran yang telah diberikan kepada penulis.

5. Dra. Nani Radiastuti M,Si. dan Etyn Yunita M,Si. Selaku dosen penguji sidang munaqosah. Terimakasih atas nasihat dan saran-saran yang telah diberikan kepada penulis.

6. Heru Prasetyanto dan Seluruh Karyawan Pulau Situ Gintung. Terimakasih atas dukungannya yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

(9)

ii 7. Seluruh Dosen Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi yang

telah mendidik saya selama saya menimba ilmu di Universitas ini.

8. Seluruh Laboran Pusat Laboratorium Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta:

Mbak Ida, Mbak Puji, Mbak Dian, Mbak Dini, Kak Bahri yang telah membantu saya selama perkuliahan maupun penelitian

9. Kedua orangtuaku yang telah mendukung baik secara moral maupun materi. Terimakasih ibu, bapak, dan Azka yang selama ini telah mendampingi serta mendukung aku.

10. Kak Ibnu Suryadi Nugroho yang telah menjadi penyemangat dalam suka maupun duka. Mudah-mudahan selalu menjadi matahariku.

11. Teman-teman Biologi Angkatan 2006 yang selalu menjadi motivator dalam setiap penyelesaian skripsi ini.

12. Sahabatku Nur Afifah, Mas Zaki dan Jajang Sunandar yang telah bersedia menjadi tempat berbagi dalam suka maupun duka.

13. Temanku Anggi, Iis, Yelvi, Nunu, Nana, Nita dan Yudhi Bio’07 yang telah memberikan dukungannya.

14. Pihak-pihak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatunya, terima kasih atas segala bimbingan dan bantuannya.

Penulis sangat sadar bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat dilaksanakan tanpa izin dari Allah SWT, bantuan, petunjuk, bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.

Jakarta, Desember 2012

Penulis

(10)

iii DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Konsep Dasar Biomassa dan Karbon ... 4

2.2 Siklus Karbon ... 7

2.3 Karbon Tersimpan ... 9

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan CO2... 11

2.5 Struktur Vegetasi ... 12

2.6 Ruang Terbuka Hijau ... 14

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 17

3.2 Bahan dan Alat ... 18

3.3 Cara Kerja ... 18

1. Penentuan Sampling Plot ... 18

(11)

iv

2. Analisis Vegetasi ... 20

3. Pengukuran Biomassa Pohon ... 22

4. Pengukuran Biomassa Tumbuhan Bawah ... 22

5. Perhitungan Jumlah C Tersimpan ... 23

3.4 Analisis Data ... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Vegetasi Tegakan Pohon ... 25

4.2 Biomassa Tegakan Pohon ... 30

4.3 Karbon Tersimpan pada Tegakan Pohon ... 31

4.4 Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah ... 35

4.5 Biomassa pada Tumbuhan Bawah ... 38

4.6 Karbon Tersimpan pada Tumbuhan Bawah ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

LAMPIRAN ... 47

(12)

v DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Citra satelit Pulau Situ Gintung ... 17 Gambar 2. Peta Pulau Situ Gintung ... 18 Gambar 3. Bentuk Plot Persegi yang dipakai dalam Pengukuran

Biomassa ... 20 Gambar 4. Rumput Jukut ... 36

(13)

vi DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Persebaran Hutan Kota di Wilayah Jakarta ... 15 Tabel 2. Kisaran Diameter Batang dan Ukuran Plot yang

Disarankan... 19 Tabel 3. Estimasi Biomassa Pohon Menggunakan Persamaan

Allometrik ... 22 Tabel 4. Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi Pohon ... 25 Tabel 5. Biomassa, Karbon Tersimpan, Kerapatan Relatif (KR)

serta Diameter rata rata Tegakan Pohon ... 30 Tabel 6. Kemampuan Daya Serap Karbon oleh Beberapa

Jenis Pohon ... 33 Tabel 7. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah ... 36 Tabel 8. Biomassa dan Karbon Tersimpan pada Vegetasi

Tumbuhan Bawah ... 38

(14)

vii LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Lokasi Plot Pengamatan ... 47

Lampiran 2. Penentuan Banyaknya Plot Berdasarkan Hasil Karbon Tersimpan pada Survei Awal ... 48

Lampiran 3. Cara Kerja di Lapangan ... 49

Lampiran 4. Karbon Tersimpan pada Vegetasi Pohon ... 50

Lampiran 5. Korelasi Sederhana Diameter dengan Biomassa Pohon ... 53

Lampiran 6. Pengamatan Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah ... 54

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gas Rumah Kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan untuk menyerap dan memantulkan kembali radiasi matahari yang dipancarkan ke bumi. Konsentrasi GRK meningkat akan menyebabkan suhu atmosfer bumi juga meningkat. Salah satu gas rumah kaca yang konsentrasinya meningkat pada saat ini adalah gas karbon dioksida (CO2). Gas CO2 dihasilkan dari berbagai kegiatan alam dan manusia seperti kebakaran hutan, gunung berapi, penggunaan kendaraan bermotor, kegiatan industri, dan sebagainya (Latief, 2007).

Perubahan iklim global pada dekade terakhir ini terjadi karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir akibat meningkatnya konsentrasi GRK terutama karbon dioksida (CO2). Indonesia merupakan negara penyumbang CO2 terbesar ketiga di dunia, emisi CO2 yang dihasilkan oleh Indonesia rata-rata per tahun 3000 Mt (metrik ton). Metrik ton adalah satuan massa yang sama dengan 1000 Kilogram (Kg) (Wetlands International, 2006).

Meningkatnya konsentrasi CO2 disebabkan oleh pengelolaan lahan yang kurang tepat (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Karbon tersimpan dalam tegakan pohon dan tumbuhan bawah merupakan banyaknya karbon yang telah diserap dari atmosfer. Jumlah karbon pada setiap tumbuhan akan berbeda tergantung dari jenis tumbuhan tersebut. Semakin besar jumlah karbon dalam suatu tumbuhan maka semakin baik peranannya dalam

1

(16)

penyerapan karbon. Hal tersebut berguna untuk mengatasi peningkatan gas karbon yang terjadi saat ini.

Biomassa pada ekosistem daratan dapat dibedakan ke dalam dua kategori yaitu biomassa tumbuhan di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass). Biomassa di atas permukaan tanah meliputi pohon, anakan pohon, tumbuhan bawah, dan nekromassa. Biomassa di atas permukaan tanah adalah berat bahan unsur organik per unit luas pada waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produksi, umur tegakan hutan dan distribusi organik. Biomassa di bawah permukaan tanah meliputi akar dan bahan organik tanah (Kusmana, 1997). Jumlah karbon di dalam tanah relatif lebih kecil dan masa keberadaannya singkat dibandingkan karbon pada permukaan atas tanah sehingga untuk memperoleh potensial penyerapan karbon yang maksimum perlu ditekankan pada kegiatan peningkatan biomasa di atas permukaan tanah bukan karbon yang ada dalam tanah (Canadell, 2002).

Pulau Situ Gintung merupakan salah satu Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang juga berfungsi sebagai tempat rekreasi. Beberapa pohon yang terdapat di RTH Situ Gintung antara lain yaitu pinus, kelapa, sengon, melinjo, jambu monyet, sawo, saga, nangka, akasia, palem raja dan beringin. Adapun tumbuhan bawahnya antara lain rumput jukut, tapak liman, cabai, patikan kebo, legetan, putri malu, meniran, belulangan, dan aglaonema.

Sebagai ruang terbuka hijau, Pulau Situ Gintung mempunyai peranan dalam siklus karbon yaitu sebagai penyimpan maupun penghasil karbon.

(17)

Penelitian tentang karbon tersimpan telah dilakukan di RTH lain, seperti di Taman Kota 1 Bumi Serpong Damai seluas 2,5 ha (Nugraha, 2010) yaitu sebesar 287,8 ton. Potensi karbon tersimpan pada tegakan pohon dan tumbuhan bawah di Taman Wisata Pulau Situ Gintung belum pernah diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai potensi karbon tersimpan di lokasi ini.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana analisis vegetasi di Taman Wisata Pulau Situ Gintung ? 2. Berapa jumlah karbon tersimpan pada area permukaan atas tanah di

Taman Wisata Pulau Situ Gintung ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis vegetasi yang tumbuh di Taman Wisata Pulau Situ Gintung.

2. Menganalisis jumlah karbon tersimpan pada area permukaan atas tanah di Taman Wisata Pulau Situ Gintung.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Menjadi sumber informasi bagi pengelola Pulau Situ Gintung maupun masyarakat mengenai daya serap karbon oleh area permukaan atas tanah di Taman Wisata Pulau Situ Gintung.

2. Menjadi acuan bagi pengelola Pulau Situ Gintung untuk meningkatkan jumlah tanaman yang dapat menyerap karbon lebih banyak.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Konsep Dasar Biomassa dan Karbon

Biomassa adalah total berat atau volume organisme dalam suatu area atau volume tertentu (IPCC, 1995). Biomassa juga didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown, 1997).

Biomassa bisa dinyatakan dalam ukuran berat seperti berat kering dalam satuan gram, atau dalam kalori. Kandungan air pada setiap tumbuhan berbeda sehingga biomassanya diukur berdasarkan berat kering. Unit satuan biomassa adalah g/m2 atau ton/ha (Poole, 1974, Chapman, 1976, Brown, 1997 dalam Onrizal, 2004). Laju produksi biomassa adalah laju akumulasi biomassa dalam kurun waktu tertentu sehingga unit satuannya juga menyatakan per satuan waktu, misalkan kg/ha per tahun (Barbour dkk., 1987 dalam Onrizal, 2004).

Tumbuhan membentuk biomassa dari hasil fotosintesis dan digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya seperti batang, ranting, daun, bunga dan buah selama pertumbuhannya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa terhadap umur tumbuhan akan terjadi dan merupakan indikator pertumbuhan suatu tumbuhan yang paling sering digunakan. Biomassa tumbuhan meliputi semua bahan tumbuhan yang berasal dari hasil fotosintesis (Sitompul dan Guritno, 1995).

4

(19)

Biomassa tumbuhan dapat bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Laju pengikatan biomassa disebut produktivitas primer bruto.

Biomassa pada produktivitas primer bruto belum berkurang akibat dari proses respirasi. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas primer bruto adalah luas daun yang terkena sinar matahari, intensitas penyinaran, dan suhu.

Sedangkan sisa dari hasil respirasi yang dilakukan tumbuhan disebut produktivitas primer bersih (Anwar dkk., 1984).

Keutamaan dari pengukuran biomassa total tumbuhan adalah merupakan parameter yang paling baik digunakan sebagai indikator pertumbuhan suatu tumbuhan. Selain itu bahan kering tumbuhan merupakan sebagai simpanan dari semua proses dan peristiwa yang terjadi dalam pertumbuhan suatu tumbuhan.

Oleh karena itu parameter ini dapat digunakan sebagai ukuran seluruh pertumbuhan tumbuhan dengan semua peristiwa yang terjadi selama pertumbuhannya (Sitompul dan Guritno, 1995).

Beberapa istilah yang terkait dengan penelitian biomassa menurut Clark (1979), sebagai berikut :

1. Biomassa hutan (forest biomass) adalah keseluruhan volume makhluk hidup dari semua spesies pada waktu tertentu dan dapat dibagi ke dalam 3 kelompok utama yaitu pohon, semak dan vegetasi yang lain.

2. Pohon secara lengkap (complete tree) meliputi seluruh bagian dari suatu pohon termasuk akar, tunggul /tunggak, batang, cabang dan daun-daun.

(20)

3. Tunggul dan akar (stump and roots) yaitu tunggul dengan ukuran tertentu dari keseluruhan akar yang ditetapkan oleh pengelola setempat. Akar dengan diameter lebih kecil dari diameter minimum yang ditetapkan sering dikesampingkan dan tidak dihitung.

4. Batang di atas tunggul (tree above stump) merupakan seluruh komponen pohon kecuali akar dan tunggul. Pada setiap pengukuran dalam kegiatan forest biomass inventories, biomassa di atas tunggul/tunggak ditetapkan

sebagai biomassa pohon secara lengkap.

5. Batang (stem) merupakan komponan pohon mulai di atas tunggul hingga ke pucuk selain cabang dan daun.

6. Batang komersial merupakan komponen pohon di atas tunggul dengan diameter minimal tertentu. Pada umumnya komponen pohon ini digunakan untuk kegiatan komersial.

7. Tajuk pohon (stem topwood) adalah bagian dari batang dengan diameter ujung minimal tertentu hingga ke pucuk, bagian ini sering merupakan komponen utama dari sisa pembalakan.

8. Cabang (branches) meliputi semua dahan dan ranting kecuali daun.

9. Dedaunan (foliage) meliputi semua duri-duri, daun, bunga dan buah.

Penelitian pengukuran biomassa hutan saat ini mengharuskan pengukuran biomassa dari seluruh komponen hutan. Pengukuran biomassa hutan mencakup seluruh biomassa hidup yang ada di atas dan di bawah permukaan tanah.

Pengukuran biomassa hutan meliputi biomassa dari pepohonan, semak, palem,

(21)

anakan pohon, tumbuhan bawah (tumbuhan menjalar, liana, epifit dan sebagainya) serta biomassa dari tumbuhan mati seperti kayu dan serasah (Sutaryo, 2009).

Karbon merupakan salah satu unsur yang mengalami siklus dalam ekosistem. Karbon di atmosfer berpindah melalui tumbuhan hijau (produsen) melalui proses fotosintesis, konsumen, dan organisme pengurai, kemudian kembali lagi ke atmosfer. Karbon di atmosfer terdapat dalam bentuk senyawa karbon dioksida (CO2) (Indriyanto, 2006).

Karbon adalah bahan penyusun dasar semua senyawa organik pada makhluk hidup. Pergerakan karbon dan energi dalam suatu ekosistem terjadi bersamaan melalui zat kimia lain. Karbohidrat dihasilkan selama fotosintesis dan CO2 dibebaskan bersama energi selama respirasi. Dalam siklus karbon, proses timbal balik fotosintesis dan respirasi menyediakan suatu hubungan antara lingkungan atmosfer dan lingkungan terrestrial (daratan). Tumbuhan mendapatkan karbon dalam bentuk CO2 dari atmosfer melalui stomata daunnya dan menggabungkannya ke dalam bahan organik biomassa tubuhnya melalui proses fotosintesis (Rahma, 2008).

2.2 Siklus Karbon

Siklus karbon sangat menyerupai arus energi dalam memasuki rantai makanan melalui proses fotosintesis pada tumbuhan. Semua karbon memasuki organisme melalui daun-daunan hijau dan kembali ke udara melalu respirasi hingga merupakan siklus yang lengkap. Akan tetapi sebagian ada yang difermentasikan atau membentuk jaringan lainnya menjadi karbon terikat.

(22)

Diantara sumber-sumber karbon ada yang tersedia tidak dalam bentuk karbon terikat, tetapi sebagai karbon anorganik karbonat (CO 3+) (Wirakusumah, 2003).

Berikut adalah pembentukan karbon anorganik karbonat:

CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO2- ↔ 2H+ +CO3

Aspek penting dari siklus karbon, diawali oleh terjadinya perpindahan energi matahari ke makhluk hidup kemudian ke geosfer (tanah) dan akhirnya ke atmosfer (udara). Karbon organik atau karbon biologis (CH2O), banyak mengandung molekul-molekul dengan energi tinggi yang dapat bereaksi dengan molekul oksigen sehingga menghasilkan kembali CO2 dan energi. Hal ini dapat terjadi secara biokimia dalam organisme melalui respirasi aerob, atau dapat juga terjadi pada pembakaran kayu dan bahan bakar fosil (Achmad, 2004). Berikut adalah proses dari respirasi pada makhluk hidup:

CH2O+O2(g) CO2+H2O

Karbon dioksida merupakan salah satu bagian udara terpenting karena dapat mempengaruhi radiasi panas dari bumi dan dapat membentuk persediaan karbon anorganik. Proses fotosintesis yang terjadi pada tumbuhan (produsen) merupakan proses pengubahan karbon dioksida (karbon anorganik) menjadi karbohidrat (senyawa hidrokarbon/senyawa karbon organik). Proses tersebut disertai dengan penyimpanan energi yang bersumber dari radiasi matahari sehingga dalam tubuh tumbuhan terdapat energi biokimia yang tersimpan bersama dengan senyawa organik kompleks. Senyawa tersebut akan terurai dan CO2 dibebaskan lagi ke udara melalui respirasi pada tumbuhan, sebagian karbon

(23)

organik lainnya diubah menjadi senyawa organik kompleks dalam tumbuhan selama pertumbuhannya (Indriyanto, 2006).

2.3 Karbon Tersimpan

Tumbuhan melakukan fotosintesis dengan menyerap CO2 dan menyimpannya sebagai biomassa tubuhnya. Banyaknya materi organik yang tersimpan dalam biomassa hutan per unit luas dan per unit waktu merupakan pokok dari produktivitas hutan. Di hutan kurang lebih terdapat 90% biomassa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah), hewan dan jasad renik (Heriansyah, 2005).

Karbon tersimpan pada hutan alami lebih tinggi dibandingkan dengan hutan yang dialihfungsikan menjadi sistem penggunaan lahan (SPL) pertanian, dikarenakan keragaman tumbuhannya tinggi. Sistem penggunaan lahan pertanian memiliki karbon tersimpan yang rendah dikarenakan jumlah vegetasinya lebih sedikit dibandingkan hutan alami. Proses penimbunan karbon (C) dalam tubuh tumbuhan hidup dinamakan proses sekuestrasi (C- sequestration). Konsentrasi CO2 di atmosfer yang diserap oleh tumbuhan dapat diukur dari karbon tersimpan di dalam tubuh tumbuhan pada suatu lahan. Pada pengukuran karbon yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati (nekromassa) secara tidak langsung menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Tumbuhan yang berumur panjang dan hidup di hutan maupun di kebun campuran (agroforestri) merupakan tempat penyimpanan C yang jauh lebih besar

(24)

daripada tumbuhan semusim. Hutan alami yang memiliki keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan serasah yang banyak merupakan gudang penyimpanan C tertinggi (baik di atas maupun di dalam tanah). Hutan juga melepaskan CO2 ke udara melalui respirasi dan dekomposisi (pelapukan) serasah namun pelepasannya terjadi secara bertahap tidak sebesar bila ada pembakaran yang melepaskan CO2 sekaligus. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang maka karbon tersimpan akan berkurang (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Saat ini konsentrasi CO2 yang meningkat di atmosfer harus dikendalikan dengan cara meningkatkan vegetasi supaya meningkatkan daya serap CO2 dan mengurangi pelepasan CO2 serendah mungkin, salah satunya dengan cara mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Berbagai cara seperti mempertahankan keutuhan hutan alami, menanam pepohonan pada lahan-lahan gundul dan melindungi lahan gambut sangat penting untuk mengurangi konsentrasi CO2 berlebih di udara (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Setiap lahan memiliki karbon tersimpan berbeda-beda. Hal ini tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya. Karbon tersimpan di atas tanah (biomasa tanaman) ditentukan oleh karbon tersimpan di dalam tanah (bahan organik tanah, BOT). Bila tanah dalam kondisi subur maka dapat meningkatkan karbon tersimpan yang terdapat pada lahan tersebut karena karbon merupakan salah satu bahan yang diperlukan untuk kelangsungan hidup tumbuhan (Hairiah dan Rahayu, 2007).

(25)

Penyimpanan karbon pada biomassa di atas permukaan tanah lebih besar dibandingkan dengan penyimpanan karbon di bawah permukaan tanah. Maka dari itu, kegiatan peningkatan biomassa di atas permukaan tanah perlu ditingkatkan agar penyerapan karbon dapat maksimal. Jumlah bahan organik tanah relatif lebih kecil dan masa keberadaannya singkat. Akan tetapi hal ini tidak berlaku pada tanah gambut karena tanah tersebut mengandung bahan organik yang tinggi (Rahayu dkk, 2007).

Pada ekosistem daratan, karbon tersimpan terdapat dalam 3 komponen pokok yaitu:

1. Biomassa: masa dari bagian vegetasi yang masih hidup diantaranya yaitu pohon, tumbuhan bawah dan tumbuhan semusim.

2. Nekromassa yaitu bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon), atau telah tumbang/tergeletak di permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (serasah) yang belum terlapuk.

3. Bahan organik tanah yaitu bahan organik yang berasal dari sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia) yang telah mengalami pelapukan (Hairiah dan Rahayu, 2007).

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan CO2

Proses penyerapan CO2 oleh ekosistem daratan tergantung dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penyerapan tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain: iklim, tanah, adanya gangguan alam, vegetasi: komposisi jenis

(26)

tanaman yang ada, struktur dan distribusi umur tanaman (terutama untuk hutan), dan pengelolaan lahan (Hairiah, 2007). Sebagai contoh, penyerapan CO2 dari atmosfer akan meningkat pada ekosistem tumbuhan yang sedang tumbuh dikarenakan tumbuhan-tumbuhan muda memerlukan CO2 yang tinggi untuk membentuk komponen-komponen tubuhnya dan untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Faktor jenis tanah yang mempengaruhi penyerapan CO2 terdapat pada hutan gambut. Pada hutan ini terjadi akumulasi CO2 pada permukaan tanah (lapisan organik) sehingga tanah gambut mengandung C tersimpan yang tinggi.

Jangka waktu C tersimpan dalam biomasa tumbuhan tergantung dari waktu-paruh karbon (half-life carbon). waktu-paruh karbon yaitu hilangnya 50 % total C yang disimpan dalam biomassa tanaman per satuan waktu (tahun). Waktu- paruh C di alam tergantung dari beberapa faktor yaitu jenis tanaman dan macam bagian tanaman, misalnya untuk serasah daun sekitar 0.3 tahun, untuk cabang pohon sekitar 1 tahun, untuk kayu balok sekitar 4 tahun, dan untuk batang pohon yang masih hidup sekitar 20-30 tahun (Hairiah, 2007).

2.5 Struktur Vegetasi

Struktur vegetasi merupakan susunan anggota komunitas vegetasi pada suatu area yang dapat dinilai dari tingkat densitas (kerapatan) individu dan diversitas (keanekaragaman) jenis. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komposisi dan struktur suatu vegetasi antara lain: jenis tumbuhan pada vegetasi tersebut, habitat, iklim, dan sebagainya (Kusumawati, 2008).

(27)

Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh pada satu tempat. Dalam vegetasi terdapat interaksi antara makhluk-makhluk hidup di dalamnya, interaksi antar tumbuhan maupun antar hewan dengan lingkungannya.

Vegetasi tidak hanya terdiri dari individu-individu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan di mana individu-individunya saling tergantung satu sama lain, yang disebut sebagai suatu komunitas tumbuh-tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan, 1978).

Analisis vegetasi dilakukan untuk mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan.

Analisis vegetasi menggunakan data jenis, jumlah, diameter dan tinggi dari tumbuhan. Data tersebut digunakan untuk menentukan indeks nilai penting (INP) dari penyusun komunitas hutan tersebut. INP diperoleh dari data kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif vegetasi tumbuhan. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Komposisi suatu vegetasi dapat mempengaruhi karbon tersimpan pada suatu lahan. Maka dari itu, analisis vegetasi perlu dilakukan (Greig-Smith, 1983 dalam Irwanto, 2007 ).

Tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu: pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas- batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda, menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal, dan melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan

(28)

tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983 dalam Irwanto, 2007 ).

Analisis vegetasi dapat dilakukan dengan metode berpetak (teknik sampling kuadrat : petak tunggal atau ganda, metode jalur, metode garis berpetak) dan metode tanpa petak (metode berpasangan acak, titik pusat kwadran, metode titik sentuh, metode garis sentuh, metode bitterlich). Penentuan suatu metode yang akan digunakan dalam analisis vegetasi disesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian (Kusmana, 1997). Penelitian yang mengarah pada analisis vegetasi difokuskan terhadap komposisi jenis. Struktur masyarakat hutan dapat dipelajari dengan mengetahui sejumlah karakteristik tertentu diantaranya, kepadatan, frekuensi, dominansi dan nilai penting (Cain dan Castro, 1959 dalam Soerianegara dan Indrawan, 1978).

2.6 Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah ruang terbuka yang ditumbuhi vegetasi berkayu yang memberikan manfaat lingkungan kepada penduduk kota dalam hal proteksi, estetika serta rekreasi. Akan tetapi, fungsi utama ruang terbuka hijau yaitu sebagai pengendali dari peningkatan gas-gas di atmosfer terutama di daerah perkotaan yang terdapat banyak sumber polusi udara (Fukuara, 1986).

Fungsi ruang terbuka hijau antara lain :

1. Tanaman sebagai elemen hijau, pada pertumbuhannya menghasilkan zat asam (O2) yang sangat diperlukan bagi makhluk hidup.

(29)

2. Memiliki fungsi sebagai pengatur lingkungan, vegetasi akan menimbulkan hawa lingkungan setempat sejuk.

3. Pencipta lingkungan hidup (ekologi), penghijauan dapat menciptakan ruang hidup bagi makhluk hidup di alam.

4. Merupakan tempat hidup bagi satwa-satwa yang hidup di dalamnya.

5. Jalur hijau dengan aneka vegetasi mengandung nilai-nilai ilmiah yang dapat berfungsi sebagai tempat rekreasi dan dapat menambah wawasan (Irwan,1997).

Tabel 1. Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Jakarta (Maida, 2012)

No. Nama Lokasi Luas (Ha)

1 Hutan Kota Srengseng Jakarta Barat 15

2 Hutan Kota Blok P Jakarta Selatan 1,8

3 Hutan Kota Universitas Indonesia Jakarta Selatan 54,4

4 Hutan Kota Ragunan Jakarta Selatan 10

5 Hutan Kota Situ Manggabolong Jakarta Selatan 7,8 6 Hutan Kota Situ Babakan Jakarta Selatan 8,9 7 Hutan Kota Situ Rawa Dongkal Jakarta Timur 3,5

8 Hutan Kota Cilangkap Jakarta Timur 87,8

9 Hutan Kota Kemayoran Jakarta Pusat 4,6

10 Hutan Kota Arboretum Cibubur Jakarta Timur 29 11 Hutan Kota Halim Perdana Kusumah Jakarta Timur 3,5

12 Hutan Kota PT. JIEP Jakarta Timur 11,5

13 Hutan Kota Sunter Utara Jakarta Utara 8,2

14 Hutan Kota Pluit Jakarta Utara 6,8

(30)

Taman Wisata Pulau Situ Gintung adalah salah satu wahana rekreasi yang merupakan ruang terbuka hijau dan berada di wilayah Situ Gintung, Cirendeu, Tangerang Selatan, tepatnya di belakang kampus II Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Suasana alam terasa begitu sejuk, ketika menginjakkan kaki ke kawasan wisata seluas 1,5 hektar ini. (Tohir, 2011).

Situ Gintung memiliki sejarah panjang sebelum berubah menjadi kawasan wisata air. Situ Gintung merupakan saluran irigasi yang dibangun pada zaman Belanda. Menurut Kepala Balai Besar Sungai Ciliwung-Cisadane Pitoyo Subandrio, dibuat pada tahun 1932 oleh Belanda. Pada awalnya Situ Gintung berfungsi sebagai sarana pengairan dalam rangka pengendalian banjir di Jakarta.

Seiring berjalannya waktu fungsi situ beralih menjadi tempat wisata, serapan air warga sekitar, sarana olahraga. Pada tahun 2009 Situ Gintung mengalami bencana, yaitu jebolnya tanggul situ tersebut. Bencana tersebut disebabkan oleh lokasinya yang tidak strategis yaitu dikelilingi oleh bangunan-bangunan dan letaknya lebih tinggi dari perumahan warga, serta tidak memiliki saluran pintu keluar air baik dan bangunan tanggul sudah tua. (Anonim, 2011).

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2010 sampai Januari 2011.

Penelitian dilakukan di Pulau Situ Gintung yang berada di kota Tangerang Selatan, tepatnya di Jl. Kertamukti, Pisangan Raya No. 60 Kelurahan Cireundeu Kecamatan Ciputat Timur. Pengamatan potensi karbon tersimpan dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Gambar 1. Citra satelit Pulau Situ Gintung (Sumber: www.googleearth.com)

17

(32)

Gambar 2. Peta Situ Gintung

(sumber: Badan Geologi Nasional, Google earth, Google map) http://www.crisp.nus.edu.sg/coverages/SituGintungDam/index.html

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah pohon, tumbuhan bawah, kertas putih, dan tali rapia. Alat yang digunakan adalah gunting, pita ukur (meteran), pacul, kantung plastik, luxmeter, hygrometer, soil tester, thermometer, klinometer, timbangan presisi, oven, gergaji, pisau golok, kuadran kayu (0,5 m x 0,5 m), nampan, pisau atau gunting rumput, dan alat tulis.

3.3 Cara Kerja

1. Penentuan Sampling Plot.

Ukuran plot dibuat sesuai dengan ukuran rata-rata diameter pohon. Ukuran plot yang disarankan tercantum pada tabel 1 (Pearson dan Brown, 2004) berikut ini:

(33)

Tabel 2. Kisaran diameter batang dan ukuran plot yang disarankan untuk pengukuran karbon tersimpan

Diameter batang Ukuran plot persegi

< 5 cm 2 m x 2 m

5-20 cm 7 m x 7 m

20-50 cm 25 m x 25 m

>50 cm 35 m x 35 m

Berdasarkan survei awal penelitian, pohon-pohon pada lokasi penelitian memiliki diameter rata-rata 34,74 cm. Diameter tersebut merupakan diameter yang berada pada kisaran 20-50 cm sehingga pada penelitian ini digunakan plot dengan ukuran 25 m x 25 m. Rumus persamaan alometrik dibutuhkan untuk menentukan jumlah plot pada lokasi penelitian. Rumus tersebut adalah:

n =

Keterangan:

n : Jumlah plot

N : Luas daerah penelitian / Luas plot S : Standar deviasi

E : Karbon tersimpan (dari persamaan alometrik) × Nilai ketelitian t : Nilai dari sampel distribusi t dimana tingkat kepercayaan 95%

(Pearson dkk. 2005)

Berdasarkan rumus alometrik tersebut, pada lokasi penelitian ini diperoleh sebanyak 6 plot pengamatan (Lampiran 2). Bentuk plot pengamatan seperti pada gambar 3

(34)

Gambar 3. Bentuk plot yang dipakai dalam pengukuran biomassa

2. Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi pada lokasi penelitian dilakukan dengan metode berpetak. Metode ini mudah dilakukan pada lokasi penelitian yang memiliki lahan datar. Metode ini merupakan suatu teknik survei vegetasi yang sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Petak contoh dalam metode ini biasanya dibagi dalam kuadrat-kuadrat berukuran lebih kecil. Ukuran kuadrat- kuadrat dalam metode ini disesuaikan dengan bentuk morfologis jenis dan lapisan distribusi vegetasi secara vertikal (stratifikasi) (Kusmana,1997). Plot diletakkan dengan teknik random sampling yaitu secara acak dan tersebar dalam lokasi penelitian.

A. Analisis Vegetasi Pohon

Pada analisis vegetasi pohon sama dengan plot yang digunakan pada pengukuran stok karbon dengan ukuran 25 m x 25 m sebanyak 6 plot. Semua pohon yang terdapat pada plot dicatat berdasarkan jenis, jumlah, diameter batang setinggi dada (DBH), dan tinggi (Lampiran 4).

Plot pohon

Tumbuhan bawah

(35)

B. Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah

Plot yang dibuat untuk mengamati tumbuhan bawah berukuran 1 m x 1 m.

Didalam plot besar berukuran 25 m x 25 m terdapat 3 plot pengukuran sebesar 1 m x 1 m. Jumlah dan jenis tumbuhan bawah dicatat pada lembar pengamatan (Lampiran 6).

Dalam analisis vegetasi, diperlukan beberapa parameter yang dapat menjadi penentu struktur vegetasi. Parameter-parameter yang digunakan untuk analisis vegetasi adalah :

Kerapatan = ∑ individu Luas petak contoh

Kerapatan Relatif (%) (KR) = Kerapatan suatu jenis (x 100 %) Kerapatan seluruh jenis

Frekuensi = Jumlah plot ditemukan jenis Jumlah seluruh plot

Frekuensi Relatif (%) (FR) = Frekuensi suatu jenis (x100%) Frekuensi seluruh jenis

Dominansi = Luas bidang dasar suatu spesies Luas petak contoh

Dominansi Relatif (%) (DR) = D suatu jenis (x100%) D total seluruh jenis

INP (Indeks Nilai Penting) = KR + FR + DR (untuk tingkat pohon) INP = KR + FR (untuk tumbuhan bawah) (Odum, 1971)

(36)

3. Pengukuran Biomassa Pohon

Tabel 3 . Estimasi Biomassa Pohon Berdasarkan Persamaan Allometrik (Hairiah dan Rahayu, 2007)

Jenis pohon Estimasi Biomassa pohon, kg/pohon

Pohon bercabang BK = 0.11 ρ D 2.62

Pohon tidak bercabang BK = 6.666 + 12.826 × height0.5 × ln(height)

Sengon BK = 0.0272 D 2.831

Pinus BK = 0.0417 D 2.6576

Keterangan :

BK = berat kering H = tinggi pohon, cm

D = diameter pohon, cm ρ = BJ (Berat Jenis) kayu, g cm-3

Berat Jenis (BJ) kayu dari masing-masing jenis pohon dihitung dengan cara memotong kayu dari salah satu cabang lalu diukur panjang, diameter dan ditimbang berat basahnya. Batang tersebut dimasukkan dalam oven pada suhu 1000C sampai berat konstan dan ditimbang berat keringnya (Lampiran 3).

Penghitungan volume dan BJ kayu berdasarkan Hairiah dan Rahayu (2007) yaitu:

Volume (cm3) = π R2 T

Keterangan : R = jari-jari potongan kayu = ½ x Diameter (cm) T = panjang kayu (cm)2

1

BJ (g cm-3) =Berat kering (g) Volume (cm3)

4. Pengukuran Biomassa Tumbuhan Bawah

Tumbuhan bawah adalah tumbuhan yang berdiameter < 5 cm, seperti rumput-rumputan. Pengambilan sampel tumbuhan bawah dilakukan pada subplot 0,5 m x 0,5 m. semua organ tumbuhan bawah diambil dengan cara mencangkul

(37)

tanah sehingga diperoleh akar, batang, dan daunnya sebanyak 100 gram (berat basah sampel) (Lampiran 3). Tumbuhan dimasukkan dalam oven pada suhu 800 C sampai berat konstan kemudian ditimbang sebagai berat kering. Total berat kering tumbuhan bawah per kuadran dihitung dengan rumus Hairiah dan Rahayu (2007) sebagai berikut :

Total BK (g) = BK subcontoh (g) x Total BB (g) BB subcontoh

Keterangan : BK = Berat Kering BB = Berat Basah

5. Perhitungan Karbon (C) tersimpan

Karbon (C) tersimpan adalah jumlah C dalam tubuh tumbuhan. Melalui proses fotosintasis, CO2 di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tumbuhan dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tumbuhan berupa daun, batang, ranting, bunga dan buah.

Proses penimbunan C dalam tubuh tumbuhan hidup dinamakan proses sekuestrasi.

Dalam petunjuk praktis perhitungan karbon tersimpan dihitung menggunakan rumus menurut Pearson (2005), karbon tersimpan dapat dihitung dengan rumus tersebut :

Karbon tersimpan = Berat kering biomassa (ton) x 0.48

3.4 Analisis Data

Pengukuran biomassa tegakan pohon dihitung menggunakan rumus persamaan alometrik. Sedangkan untuk pengukuran biomassa tumbuhan bawah

(38)

dihitung menggunakan rumus Hairiah dan Rahayu (2007). Data karbon tersimpan yang diperoleh dari pengukuran biomassa di Pulau Situ Gintung berupa tegakan pohon maupun tumbuhan bawah dianalisis secara deskriptif.

(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Vegetasi Tegakan Pohon

Berdasarkan pengamatan tegakan pohon pada 6 plot di Taman Wisata Pulau Situ Gintung yang berukuran 25 m × 25 m tercatat sebanyak 11 spesies pohon yang termasuk ke dalam 7 famili dengan jumlah pohon sebanyak 74 individu. Famili Fabaceae memiliki jumlah spesies tertinggi yaitu 4 spesies dibandingkan famili lain. Berdasarkan hasil analisis vegetasi diperoleh bahwa spesies-spesies pohon yang ada di lokasi penelitian memiliki Indeks Nilai Penting (INP) yang berkisar antara 6,2-75,9%.

Tabel 4 . Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi Pohon

Famili NamaSpesies

Nama Lokal

Jumlah individu

DBH rata-

rata

(cm) KR FR DR INP

Arecaceae

Cocos nucifera Kelapa 14 23,99 19,1 %

20,8% 12,8% 52,7 % Roystonea

regia

Palem Raja

22 32,33

30,3 % 16,6% 29 % 75,9 % Anacardiaceae

Anacardium occidentale

Jambu

Monyet 4 55,73 4.1 % 8,3 % 6,2 % 18,6 %

Fabaceae

Paraserianthes

falcataria Sengon 8 47,09 11 % 12,5% 15,3% 38,8 % Arthocarpus

integra Nangka 4 15,68 5,4 % 8,3 % 2,5 % 16,2 % Acacia

mangium Akasia 4 40,09 5,4 % 12,5% 6,5 % 24,4 % Adenanthera

microsperma Saga 1 77,07 1,3 % 4,1 % 3,1 % 8,5 % Gnetaceae

Gnetum

gnemon Melinjo 2 27,53 2,7 % 4,1 % 0,2 % 7 % Moraceae

Ficus

benjamina Beringin 2 7,77 2,7 % 4,1 % 0,6 % 7,4 % Pinnacea

Pinnus

merkussii Pinus 12 46,06 16,5 % 4,1 % 22,5% 43,1 % Sapotaceae

Manilkara

kauki Sawo 1 21,33 1,3 % 4,1 %

0,8 %

6,2 %

25

(40)

Indeks nilai penting tertinggi terdapat pada spesies palem raja (R. regia) yaitu sebesar 75,9 % (Tabel 3). Hal ini dikarenakan palem raja (R. regia) yang ditanam oleh pihak pengelola Taman Wisata Pulau Situ Gintung dalam jumlah banyak yaitu 22 individu dan tersebar pada 4 plot dari keseluruhan 6 plot penelitian sehingga memiliki nilai INP yang tinggi. INP Pohon palem raja yang tinggi menunjukkan bahwa spesies pohon tersebut memiliki dominansi dan peranan yang tinggi pada lokasi penelitian. Sesuai dengan definisi INP menurut Wirakusumah (2003) yaitu INP menyatakan kepentingan suatu spesies tumbuhan serta memperlihatkan besarnya peranan dalam suatu komunitas.

Pada lokasi lain yaitu di Taman Kota 1 Bumi Serpong damai, INP tertinggi terdapat pada jenis palem raja yaitu sebesar 75,99 %. Indeks nilai penting terendah terdapat pada jenis waru merah, beringin daun panjang, melinjo, dan keben dengan INP yang sama masing-masing sebesar 1,9 % (Nugraha, 2010).

Kedua lokasi tersebut yaitu Taman Wisata Pulau Situ Gintung dengan Taman Kota 1 Bumi Serpong Damai memiliki INP tertinggi pada jenis yang sama yaitu palem raja. Hal ini dikarenakan palem raja sengaja ditanam dalam jumlah banyak oleh pihak pengelola di kedua lokasi tersebut. Jumlah tersebut melebihi jumlah pohon yang lainnya karena palem raja merupakan pohon yang memiliki banyak manfaat khususnya dalam mengurangi polusi udara. Selain itu, palem raja juga bermanfaat sebagai tanaman hias karena bentuknya yang menawan. Palem raja termasuk suku Arecaceae (palem-paleman) dan merupakan tumbuhan biji tertutup (Angiospermae). Palem raja (R. regia) merupakan palem yang memiliki potensi

(41)

sebagai pengisi ruang terbuka hijau karena dapat mengasimilasi pencemaran udara khususnya CO2, NO2 dan debu (Soerjani, 1997).

Indeks nilai penting dengan nilai rendah yaitu pada kisaran < 9 % terdapat pada sawo (M. kauki), melinjo (G. gnemon ), saga (A. microsperma), dan beringin (F. benjamina). Hal ini dikarenakan spesies-spesies tersebut memiliki jumlah individu yang sedikit pada plot penelitian. Sawo (M. kauki) terdapat 1 pohon, melinjo (G. gnemon ) terdapat 2 pohon, saga (A. microsperma) terdapat 1 pohon, dan beringin (F. benjamina) terdapat 2 pohon. Hal ini menunjukkan bahwa jenis pohon-pohon tersebut memiliki dominansi dan peranan yang rendah pada lokasi penelitian.

Nilai Kerapatan Relatif (KR) tertinggi terdapat pada palem raja (R. regia) yaitu sebesar 30,3 % dan nilai KR terendah terdapat pada saga (A. microsperma) dan sawo (M. kauki) yaitu sebesar 1,3 %. Palem raja (R. regia) memiliki nilai kerapatan tertinggi dikarenakan pohon tersebut memiliki jumlah individu terbanyak yaitu 22 individu dibandingkan spesies lain, sedangkan saga (A.

microsperma) dan sawo (M. kauki) masing-masing hanya ditemukan 1 individu

dari seluruh plot penelitian (Tabel 3).

Nilai Frekuensi Relatif (FR) tertinggi terdapat pada kelapa (C. nucifera) yaitu sebesar 20,8% sedangkan nilai FR terendah terdapat pada melinjo (G.

gnemon ), sawo (M. kauki), saga (A. microsperma) dan beringin (F. benjamina)

dengan nilai masing-masing sebesar 4,1 %. Pohon-pohon yang memiliki nilai frekuensi relatif terendah yaitu melinjo, sawo, saga, dan beringin karena masing- masing spesies tersebut hanya ditemukan pada 1 plot saja dari keseluruhan plot

(42)

penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa pohon-pohon tersebut memiliki nilai persentase kemunculan yang rendah. Kelapa memiliki nilai FR yang tinggi dikarenakan pada lokasi penelitian, kelapa (C. nucifera) merupakan pohon yang terdapat secara merata pada plot-plot penelitian. Meskipun jumlah individu kelapa lebih sedikit dibandingkan palem raja tetapi penyebaran pohon ini lebih merata dibanding palem raja. Pohon kelapa terdapat pada 5 plot dari seluruh plot penelitian. Semakin sering suatu spesies pohon muncul dalam plot penelitian maka nilai frekuensi relatif spesies tersebut tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kelapa memiliki persentase kemunculan yang tinggi pada lokasi penelitian.

Kelapa merupakan spesies yang keberadaannya memberi manfaat bagi lingkungan taman wisata tersebut . Tempurung kelapa dapat dibuat menjadi arang aktif yang memiliki banyak manfaat yaitu dapat mengurangi zat beracun dengan menyerap kandungan logam berat Pb (Plumbum = Timbal) dan Cd (Cadmium) (Pari dkk., 2012).

Nilai Dominansi Relatif (DR) menunjukkan proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh jenis tumbuhan dengan luas total habitat serta menunjukkan jenis tumbuhan yang dominan di dalam komunitas (Indriyanto, 2006). Nilai DR tertinggi terdapat pada palem raja (R. regia) yaitu sebesar 29 % sedangkan nilai DR terendah dengan kisaran 0,2-0,8 % dimiliki oleh melinjo (G. gnemon ) sebesar 0,2 %, beringin (F. benjamina) sebesar 0,6 % dan sawo (M. kauki) yaitu sebesar 0,8 %. Palem raja memiliki nilai DBH rata-rata yang rendah yaitu 32,33 cm tetapi memiliki nilai DR tertinggi yaitu 29 %. Hal ini dikarenakan palem raja memiliki jumlah individu terbanyak yaitu 22 individu. Nilai dominansi ini berasal dari nilai

(43)

luas basal yang diperoleh dari pengukuran diameter batang. Meskipun ukuran luas basal palem raja relatif kecil namun jenis pohon ini memiliki jumlah individu terbanyak sehingga nilai total luas basalnya terbesar diantara jenis pohon lainnya (Tabel 3). Sementara itu pada pohon melinjo, beringin dan sawo memiliki dominansi yang rendah karena masing-masing pohon tersebut memiliki jumlah individu paling sedikit diantara pohon lainnya. Selain itu juga karena memiliki nilai DBH rata-rata yang relatif rendah.

Seluruh jenis pohon yang terdapat di Taman Wisata Pulau Situ Gintung merupakan jenis-jenis pohon untuk penghijauan (Tabel 3). Adapun jenis-jenis pohon tersebut antara lain pinus, jambu monyet, nangka, sawo kecik, melinjo, dan asam jawa (Indriyanto, 2008). Jenis-jenis pohon yang tumbuh memiliki beberapa keunggulan yaitu mampu tumbuh pada keadaan tanah miskin hara, mampu bertahan dengan alang-alang atau gulma lain, biji sebagai bahan tanam mudah diperoleh, dan daunnya yang rindang menyebabkan kemampuan pohon-pohon tersebut dalam menyerap karbondioksida semakin baik.

Adapun pohon lainnya seperti sengon, angsana, saga, dan beringin merupakan tumbuhan yang mempunyai sistem perakaran dalam, akarnya banyak dan kuat, serta mampu memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Pemilihan jenis pohon untuk ruang terbuka hijau yang tepat akan meningkatkan fungsi dari lahan tersebut (Indriyanto, 2008).

(44)

4.2 Biomassa Tegakan Pohon

Biomassa tertinggi pada lokasi penelitian terdapat pada plot 1 yaitu sebesar 251,1 ton/ha sedangkan terendah terdapat pada plot 6 yaitu sebesar 78,98 ton/ha (Tabel 4). Hal ini dikarenakan plot 1 memiliki jumlah pohon yang banyak dibandingkan plot 6 yang hanya 8 pohon saja. Selain itu, faktor DBH rata-rata pohon yang terdapat pada plot 1 juga berpengaruh terhadap besarnya nilai biomassa pada plot tersebut. Plot 1 memiliki DBH rata-rata terbesar dibandingkan plot lainnya yaitu sebesar 40,76 cm.

Tabel 5. Biomassa, Karbon Tersimpan, Kerapatan Relatif (KR) serta Diameter rata rata Tegakan Pohon

Plot Jumlah Individu

Biomasssa (Ton/ha)

Karbon Tersimpan

(TonC/ha)

Kerapatan (ind/ha)

DBH rata-rata

(cm)

1 16 251,1 115,50 25,6 40.76

2 14 117,5 54,05 22.4 29.89

3 16 160,5 73,83 25,6 35.66

4 11 84,4 38,82 17,6 30.83

5 9 126,49 58,18 14,4 39.45

6 8 78,98 36,33 12,8 32

Total 818,97 376,72

Rata-rata 136,49 62,78

Total karbon seluas 1,5 ha (Rata-rata x luas

lokasi) 204,73 94,17

Secara umum biomassa bagian-bagian pohon (biomassa daun, biomassa cabang, biomassa batang dan biomassa akar) berkorelasi positif secara signifikan dengan diameter pohon (r = 0,95). Nilai r yang positif dan mendekati 1 menunjukkan adanya korelasi positif tersebut. Hal ini diperkuat dengan hasil uji t yang menunjukkan t hitung sebesar 4,4 dengan uji signifikansi α = 5% maka t tabel sebesar 2,776. Hasil tersebut menunjukkan bahwa t hitung lebih besar

(45)

daripada t tabel. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Maka dapat diartikan bahwa terdapat hubungan antara diameter batang dengan biomassa pohon. Korelasi positif tersebut menunjukkan bahwa peningkatan diameter pohon akan diikuti pula dengan peningkatan biomassa pada setiap bagian-bagian pohon tersebut. Pohon-pohon di lokasi penelitian merupakan pohon-pohon berumur tua sehingga memiliki diameter pohon yang besar (Adinugroho, 2009).

Tingginya nilai biomassa menunjukkan kandungan karbon di dalamnya pun besar karena sekitar 48% dari berat biomassa adalah karbon. Biomassa pohon di Taman Wisata Pulau situ Gintung jauh berbeda dengan biomassa pohon yang terdapat di Taman Kota 1 Bumi Serpong Damai. Hal ini dikarenakan perbedaan jumlah pohon di kedua lokasi tersebut. Di Taman Wisata Pulau Situ Gintung hanya terdapat 74 pohon sedangkan di Taman Kota 1 Bumi Serpong Damai terdapat 272 pohon.

4.3 Karbon Tersimpan pada Tegakan Pohon

Karbon tersimpan tegakan pohon di lokasi penelitian seluas 1,5 ha adalah 94,17 tonC/ha dengan total biomassa sebesar 204,73 ton/ha. Pada tabel 4 memperlihatkan bahwa karbon tersimpan tertinggi terdapat pada plot 1 yaitu sebesar 115,5 tonC/ha dengan biomassa sebesar 251,1 ton/ha. Sementara itu karbon tersimpan terendah terdapat pada plot 6 yaitu sebesar 36,33 tonC/ha dengan biomassa sebesar 78,98 ton/ha

Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa terdapat perbedaan jumlah karbon tersimpan pada plot 1 dan plot 6. Hal ini berkaitan dengan jumlah biomassa,

(46)

kerapatan relatif serta DBH rata-rata kedua plot tesebut. Dalam hal ini, plot 1 memiliki karbon tersimpan tegakan pohon dan kerapatan tertinggi dibandingkan plot-plot lain yaitu sebesar 115,5 tonC/ha dan 25,6%. Hal ini dikarenakan jumlah individu pohon pada plot 1 dalam jumlah banyak yang menyebabkan plot 1 memiliki karbon tersimpan tertinggi. Selain itu, plot 1 memiliki karbon tersimpan tertinggi dikarenakan plot tersebut didominansi oleh pinus (P. merkusii) yang memiliki DBH rata-rata seluruh pohon dalam plot 1 dengan nilai tertinggi yaitu 40,76 cm serta memiliki jumlah individu pohon yang banyak sehingga pinus (P.

merkusii) memiliki indeks nilai penting (INP) yang tinggi yaitu 43,1 %.

Pinus merupakan pohon dengan laju pertumbuhan 19,9-22,4 m3/ha/th dan kisaran umur 15-25 th (Indriyanto, 2008). Dengan laju pertumbuhannya yang besar maka pinus dapat menyimpan karbon lebih besar. Pinus merupakan tumbuhan reboisasi karena beberapa sifat unggul yang dimilikinya, diantaranya sebagai tanaman pelindung tanah secara ekologis dan sebagai penghasil kayu. Selain itu, pinus juga memiliki daya kompetitif yang besar terhadap tumbuhan lain di sekitarnya sehingga mampu bersaing (Marisa, 1990). Pinus memiliki saluran resin yang dapat menghasilkan suatu metabolit sekunder bersifat alelopati sehingga mempunyai potensi sebagai bahan bioherbisida untuk mengontrol pertumbuhan gulma (Taiz dan Zeiger, 1991). Maka dari itu pinus termasuk salah satu pohon yang sering ditanam oleh pihak pengelola selain pohon palem.

Plot 6 memiliki karbon tersimpan dan KR terendah yaitu sebesar 36,33 tonC/ha dan 12,8%. Pada plot 6 terdapat 4 spesies pohon dengan total keseluruhan 8 individu pohon. Spesies-spesies tersebut yaitu kelapa (C. nucifera), jambu monyet (A. occidentale), beringin (F. benjamina) dan akasia (A. mangium). Plot 6

(47)

memiliki karbon tersimpan terendah dikarenakan plot tersebut memiliki jumlah individu pohon paling sedikit dibandingkan plot lain yaitu hanya 8 individu sehingga biomassa yang dihasilkan rendah. Meskipun beberapa pohon pada plot tersebut termasuk pohon yang memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap karbon (Tabel 5) tetapi jumlah individunya yang sedikit menyebabkan karbon tersimpan di dalam plot ini rendah.

Setiap lokasi penelitian dapat memiliki karbon tersimpan yang berbeda- beda, tergantung pada kerapatan tumbuhan di lokasi penelitian. Selain itu, jenis spesies juga dapat mempengaruhi karbon tersimpan di lokasi penelitian tersebut.

Di Taman Wisata Pulau Situ Gintung plot 1 memiliki kerapatan tertinggi sehingga memiliki biomassa yang besar. Suatu sistem penggunaan lahan yang terdiri dari pohon dengan spesies yang mempunyai nilai kerapatan kayu tinggi, biomasanya akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan yang mempunyai spesies dengan nilai kerapatan kayu rendah (Rahayu dkk, 2007).

Tabel 6. Kemampuan Daya Serap Karbon oleh Beberapa Jenis Pohon (Sumber:

Dahlan, 2007)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Daya Serap CO2

(Kg/pohon/tahun)

1 Beringin Ficus benjamina 535,90

2 Saga Adenanthera pavoniana 221,18

3 Nangka Arthocarpus integra 126,51

4 Akasia Acacia auriculiformis 48,68

5 Sawo Manilkara kauki 36,19

6 Angsana Pterocarpus indica 11,12

7 Asam Tamarindus indica 1,49

Di Taman Wisata Pulau Situ Gintung terdapat berbagai pohon yang termasuk memiliki daya serap karbondioksida yang tinggi. Hal ini sesuai dengan

(48)

penelitian Dahlan (2007) (Tabel 5) yang memberikan hasil bahwa terdapat berbagai jenis tanaman yang mempunyai kemampuan tinggi sebagai tanaman penyerap karbon dioksida (CO2). Pohon-pohon tersebut diantaranya adalah beringin, saga, nangka, akasia, sawo, dan angsana memiliki kemampuan menyerap karbon yang besar.

Karbon tersimpan tegakan pohon pada Taman Wisata Pulau Situ Gintung yaitu sebesar 94,17 tonC/ha. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang besar dibandingkan pada lokasi lain yaitu Perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara sebesar 39,13 tonC/ha (Cesylia, 2009). Akan tetapi jumlah tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan karbon tersimpan yang terdapat di Taman Kota 1 BSD yaitu sebesar 287,8 tonC/ha (Nugraha, 2010). Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa Taman Wisata Pulau Situ Gintung dapat berperan dalam mengurangi kadar karbon dari lingkungan sekitarnya. Perbedaan besar nilai karbon tersimpan di Taman Wisata Pulau Situ Gintung dengan beberapa lokasi lain salah satunya yaitu di Taman Kota 1 Bumi Serpong Damai karena perbedaan jenis dan jumlah tegakan pohon. Semakin banyak jumlah pohon maka semakin besar jumlah biomassa yang tersimpan.

Adanya pembukaan lahan untuk pembangunan menyebabkan lahan hijau berkurang sehingga berkurang pula tumbuhan yang dapat menyerap gas CO2.

Potensi karbon setiap lahan sangat dibutuhkan dalam menanggulangi efek pemanasan global yang terjadi saat ini akibat meningkatnya gas CO2 di atmosfer.

Dengan adanya pembuatan ruang terbuka hijau seperti Taman Wisata Pulau Situ Gintung maka dapat membantu mengurangi efek dari pemanasan global tersebut.

(49)

Jenis pohon yang terdapat di Pulau Wisata Situ Gintung sengaja ditanam oleh pihak pengelola. Penambahan dan pemilihan jenis pohon yang tepat dapat meningkatkan daya serap karbon suatu area. Semakin tinggi daya serap karbon maka semakin baik pula upaya dalam mengurangi polusi udara.

Pada lokasi penelitian, suhu udara berkisar antara 27-28 oC sedangkan suhu tanah yaitu 25-26oC kemudian kelembabannya yaitu 65 % dengan derajat keasaman (pH) tanah yaitu 6,8 serta intensitas cahaya sebesar 22,8 cd. Semua nilai faktor abiotik tersebut masih dalam kisaran normal yang dapat menunjang pertumbuhan suatu vegetasi. Suhu yang baik bagi tumbuhan adalah antara 22 oC sampai dengan 37 oC. Derajat keasaman (pH) tanah menentukan kemampuan tumbuhan dalam menyerap bahan-bahan organik dalam tanah. Pada pH netral, bahan organik mudah diserap oleh tumbuhan (Hardjowigeno, 2007) Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan vegetasi tumbuhan antara lain yaitu iklim, kondisi tanah, kelembaban dan sinar matahari. Jika faktor abiotik dalam kisaran normal maka pertumbuhan tumbuhan pun akan berjalan baik.

Pertumbuhan yang baik juga akan mempengaruhi kemampuan penyerapan karbon (Daniel dkk, 1992).

4.4 Analisis Vegetasi Tumbuhan bawah

Berdasarkan hasil pengamatan analisis vegetasi pada tumbuhan bawah diperoleh data sebagai berikut (Tabel 6):

(50)

Tabel 7 . Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah

Spesies Nama lokal KR FR INP

Aglaonema sp. Aglaonema 0,11 % 2,17 % 2,28 %

Axonopus compressus Rumput Jukut 91,14 % 60,97 % 152,11 %

Capsicum anum Cabai 0,05 % 2,17 % 2,22 %

Chromolaena odorata Patikan Kebo 0,91 % 9,55 % 10,46 % Elephantopus Scaber linn. Tapak Liman 1 % 4,48 % 5,48 %

Eleusine indica Belulangan 1,44 % 2,17 % 3,61 %

Synedrella nodiflora Legetan 1,55 % 2,17 % 3,72 %

Mimosa pudica Putri Malu 0,22 % 2,17 % 2,39 %

Phyllanthus urinaria Meniran 0,66 % 2,17 % 2,83 %

Analisis vegetasi tumbuhan bawah dilakukan untuk mengetahui bagaimana kerapatan maupun frekuensi serta peranan dari masing-masing spesies di Taman Wisata Pulau Situ Gintung. Indeks nilai penting tertinggi terdapat pada spesies rumput jukut (A. compressus) yaitu sebesar 152,11 %. Hal ini dikarenakan spesies rumput jukut (A. compressus) tersebut sengaja ditanam dalam jumlah banyak oleh pihak pengelola (Lampiran 1). Rumput ini cocok ditanam sebagai penutup tanah dan memiliki ketahanan terhadap pangkasan atau injakan (Gambar 4). Selain itu, toleran terhadap daerah basa, asam, tanah berpasir dengan tingkat kesuburan rendah, berkembang cepat melalui bijinya atau dengan batang pemanjatnya. Bijinya mudah sekali menempel pada benda yang menyentuhnya terutama bila dalam keadaan basah (Yuzni, 2006).

Gambar 4. Rumput Jukut (Sumber : http://www.discoverlife.org)

(51)

Indeks nilai penting rendah terdapat pada beberapa spesies aglaonema (Aglaonema sp.), putri malu (M. pudica), cabai (C. anum), dan meniran (P.

urinaria). Hal ini dikarenakan spesies-spesies tersebut memiliki jumlah individu

yang sedikit dan penyebaran spesies yang rendah sehingga memiliki nilai kerapatan relatif dan frekuensi relatif rendah. Nilai KR dan FR yang rendah mempengaruhi hasil INP, dimana INP merupakan penjumlahan dari kedua nilai tersebut (Tabel 6).

Nilai kerapatan relatif (KR) tertinggi terdapat pada spesies rumput jukut (A. compressus) yaitu sebesar 91,14 %. Kerapatan relatif terendah terdapat pada spesies cabai (C. anum) yaitu sebesar 0,05 %. Rumput jukut memiliki nilai kerapatan relatif tertinggi dikarenakan rumput ini memiliki jumlah individu terbanyak dibandingkan spesies lain. Sementara itu cabai memiliki kerapatan relatif terendah karena hanya terdapat 1 individu. Kerapatan merupakan jumlah suatu jenis tumbuhan dalam suatu luasan tertentu. Semakin banyak jumlah individu suatu jenis tumbuhan maka semakin tinggi nilai kerapatannya.

Nilai frekuensi relatif (FR) tertinggi terdapat pada spesies rumput jukut (A.

compressus) yaitu sebesar 60,97 %. Frekuensi relatif terendah terdapat pada

spesies belulangan (E. indica), aglaonema (Aglaonema sp.), putri malu (M.

pudica), legetan (S. nodiflora), cabai (C. anum), dan meniran (P. urinaria)

masing-masing spesies tersebut memiliki nilai yang sama yaitu 2,17 %. Hal ini dikarenakan rumput jukut terdapat pada seluruh plot penelitian sedangkan spesies-spesies dengan frekuensi relatif rendah hanya terdapat dalam 1 plot dari keseluruhan plot penelitian sehingga memiliki nilai frekuensi relatif yang rendah.

(52)

Hal ini menunjukkan bahwa rumput jukut memiliki persentase kemunculan yang tinggi pada lokasi penelitian. Nilai frekuensi menunjukkan persentase kemunculan suatu spesies pada lokasi penelitian atau jumlah plot dimana ditemukan jenis tersebut dari sejumlah plot yang dibuat.

4.5 Biomassa pada Tumbuhan Bawah

Total keseluruhan biomassa vegetasi tumbuhan bawah pada lokasi penelitian yaitu 12,6 ton/ha (Tabel 7). Berdasarkan data indeks nilai penting (Tabel 6), vegetasi tumbuhan bawah didominansi oleh rumput jukut (Axonopus compressus). Hal ini sesuai dengan pernyataan Odum (1971) yang menyatakan

bahwa jenis yang dominan mempunyai produktivitas yang besar. Rumput jukut merupakan salah satu spesies yang dapat menyerap logam-logam berat seperti Seng (Zn), Cu, dan Timbal (Pb). Maka dari itu, dengan meningkatkan penanaman rumput ini maka akan semakin baik karena peranannya sangat penting dalam mengurangi polusi udara (Badri, 1986).

Tabel 8. Biomassa dan Karbon Tersimpan pada Vegetasi Tumbuhan Bawah Plot

Biomassa (ton/ha)

karbon tersimpan (tonC/ha)

1 7,79 3,58

2 8,87 4,08

3 3,7 1,70

4 7,48 3,44

5 10,02 4,60

6 12,58 5,78

Total 50,45 23,20

Rata-rata 8,40 3,86

Total Karbon (rata-

rata x luas lokasi ) 12,6 5,79

Gambar

Gambar 1.       Citra satelit Pulau Situ Gintung  .........................................
Tabel 1.           Persebaran Hutan Kota di Wilayah Jakarta  ........................   15  Tabel 2
Tabel  1. Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Jakarta (Maida, 2012)
Gambar 1. Citra satelit Pulau Situ Gintung (Sumber: www.googleearth.com)
+7

Referensi

Dokumen terkait