• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tahap Satu Identifikasi dan Analisis Potensi Pengembangan Usaha

3.1.3. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam Tabel, Gambar dan Grafik. Beberapa analisis yang digunakan meliputi :

1. Analisis Location Quation (LQ)

Analisis LQ digunakan untuk mengetahui wilayah Basis atau non Basis sapi potong di kabupaten Lima Puluh Kota. Metode LQ dirumuskan sebagai berikut :

LQ = Si / Ni Keterangan :

Si : Rasio antara populasi ternak sapi potong (ST) wilayah tertentu dengan jumlah penduduk diwilayah yang sama

Ni : Ratio antara populasi ternak sapi di kabupaten Lima Puluh kota dengan jumlah penduduk di kabupaten yang sama

LQ > 1 merupakan daerah basis peternakan sapi potong LQ < 1 merupakan daerah non basis peternakan sapi potong

2. Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Perhitungan KPPTR, merujuk pada metode Nell dan Rollinson (1974). Persa- maan yang digunakan adalah :

1. PSML = a LG + b PR + c R dimana,

PSML : Potensi maksimum (dalam satuan ternak = ST) berdasarkan sumber- daya lahan.

LG : Lahan garapan tanaman pangan (Ha) yaitu hasil penjumlahan dari luas lahan sawah (sawah basah dan kering), lahan tegalan dan ladang.

a : Koefisien antara populasi ternak ruminansia (ST) dengan luas lahan garapan (Ha).

PR : Luas padang rumput (Ha)

b : Koefisien kapasitas tampung padang rumput R : Luas Rawa (Ha)

c : Koefsien kapasitas tampung rawa (ST/Ha) 2. PMKK = d KK

dimana,

PMKK : Potensi maksimum (ST) berdasarkan kepala keluarga petani KK : Kepala keluarga petani termasuk buruh tani

d : Koefisien satuan ternak (ST) yang dapat dipelihara oleh satu keluarga 3. KPPTR (SL) = PMSL - POPRIL

dimana,

KPPTR (SL) : Kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (ST) berdasar- kan sumberdaya lahan.

POPRIL : Populasi riil ternak ruminansia (ST) pada tahun tertentu 4. KPPTRP (KK) : PMKK - POPRIL

dimana,

KPPTR (KK) : Kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (ST) berda- sarkan kepala keluarga petani

5. KPPTR Efektif : KPPTR (SL), jika KPPTR (SL) < KPPTR (KK) 6. KPPTR Efektif : KPPTR (KK), jika KPPTR (KK) < KPPTR (SL)

KPPTR Efektif ditetapkan sebagai kapasitas peningkatan populasi ternak ru- minansia di suatu wilayah kecamatan tertentu, yaitu KPPTR (SL) atau KPPTR (KK) yang mempunyai nilai lebih kecil atau dengan kata lain KPPTR yang berlaku sebagai kendala efektif (binding constraint).

KPPTR untuk Kabupaten dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut : n

7. KPPTR Ef, =

Σ

KPPTR Efi i=1

i = 1, 2, 3 ……….n

KPPTR Ef : KPPTRP Efektif untuk kabupaten KPPTR Efi : KPPTRP Efektif untuk kecamatan

3.2 Tahap dua; Analisis Program Pengembangan Usaha Sapi Potong di Kapaten Lima Puluh Kota

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis dan mendapatkan informasi detail program pengembangan usaha sapi potong yang telah atau sedang dilakukan dibeberapa wilayah pengembangan sapi potong.

3.2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian tahap satu ditetapkan lokasi sampel pengem- bangan sapi potong untuk digunakan pada penelitian tahap dua. Penetapan lokasi dilakukan secara purposive berdasarkan beberapa pertimbangan antara lain :

a. Hasil penelitian tahap satu, didapatkan empat kecamatan yang merupakan wilayah basis sapi potong yakni kecamatan Luhak, Lareh Sago Halaban, Situjuah Limo Nagari, dan Bukit Barisan.

b. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten Lima Puluh kota, telah me- netapkan wilayah pengembangan usaha sapi potong di tiga kecamatan yakni kecamatan Luhak, Lareh Sago Halaban, dan Situjuah Limo Nagari.

c. Kebijakan penyebaran/pengembangan ternak sapi potong yang dilakukan oleh PEMDA. Pemda kabupaten Lima Puluh kota telah melakukan program pengembangan sapi potong di tiga kecamatan yaitu kecamatan Luhak, Lareh Sago Halaban, dan Situjuah Limo Nagari.

Lokasi penelitian ditetapkan di tiga kecamatan yakni ; (1) kecamatan Luhak, (2) kecamatan Lareh Sago Halaban, dan (3) kecamatan Situjuah Limo Nagari.

Metode yang digunakan adalah survai melalui wawancara dan observasi kelokasi penelitian. Wawancara dilakukan dengan responden dan observasi langsung ke lokasi pemeliharaan sapi potong berdasarkan kuesioner (Lampiran 5), dan dilakukan selama tiga bulan (Mei s/d Juli 2005).

3.2.2 Responden Penelitian

Ditetapkan sebanyak 53 petani ternak sebagai responden dari tiga kecamatan terpilih yang statusnya anggota kelompok tani, masing-masing ; 16 responden dari kecamatan Luhak, 17 responden dari kecamatan Lareh Sago Halaban, dan 20 responden dari kecamatan Situjuah Limo Nagari. Kriterianya adalah ; (1) keikut sertaan sebagai anggota kelompok, (2) memiliki sapi betina induk minimal 1 (satu) ekor, dan (3) memiliki lahan usahatani. Luas lahan usahatani dikelompokkan atas dua kategori ; lahan I (≤ 1 Ha), dan lahan II (> 1 Ha).

3.2.3 Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati meliputi :

1. Karakteristik peternak program pengembangan. Karakteristik peternak terdiri atas : umur, tingkat pendidikan, pekerjaan utama, jumlah anggota keluarga, jumlah ternak sapi yang dipelihara, pengalaman beternak. Perilaku peternak (pengetahuan, sikap dan keterampilan) dan motivasi usaha (tujuan dan alasan mengikuti program pengembangan, ada tidaknya dukungan dan keinginan mengembangkan usaha).

2. Kelembagaan : Kelompok peternak (peran kelompok dalam mencapai tujuan program), lembaga penyuluhan (peran penyuluh dalam mencapai tujuan program), lembaga keuangan, dan lembaga pemerintah (peran lembaga peme- rintah dalam hal pencapaian tujuan program). Sarana dan prasarana : Keterse- diaan fasilitas untuk pengembangan usaha sapi potong, seperti Pos Keswan, Pos IB (petugas dan semen beku), petugas penyuluh, sarana transportasi, pasar ternak, RPH.

3. Teknologi budidaya; penerapan teknologi dalam pembibitan/reproduksi, pa- kan, tatalaksana pemeliharaan, dan pengendalian penyakit.

4. Tatalaksana pemeliharaan sapi potong (Bibit/reproduksi, pakan, tatalaksana pemeliharaan, pencegahan/pengobatan penyakit).

5. Produktivitas ternak sapi potong (struktur populasi ternak di daerah peneli- tian, tingkat kelahiran, tingkat kematian anak, afkir induk/pejantan/dara) 6. Karakteristik usahatani (luas tanam, pola tanam, tenaga kerja, modal, sarana

produksi yang digunakan, hasil yang diperoleh) 7. Sistem pemasaran usahatani-ternak

3.2.4 Analisis Data

Data yang diperoleh di analisis secara deskriptif untuk memberikan gambaran tentang karakteristik peternak yang ikut dalam program pengembangan, imple- mentasi program, identifikasi kendala-kendala yang dihadapi dan solusi alternatif. Untuk mengetahui gambaran tentang motivasi, dan penguasaan teknologi budidaya digunakan uji Mann-Whitney dan Kruskal Wallis (Siegel 1997).

Motivasi beternak sapi potong dinilai berdasarkan skor dari jawaban respon- den terhadap 25 pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner (Lampiran 5). Kisaran total skor antara 25 sampai 50 (masing-masing jawaban mempunyai nilai 2 untuk

jawaban ya, dan 1 untuk jawaban tidak). Total skor antara 41-50 menunjukkan motivasi yang kuat, 31-40 menunjukkan motivasi cukup, kurang atau sama dengan 30 menunjukkan motivasi kurang dalam pengembangan usaha sapi potong.

Perilaku peternak yang diamati, terdiri dari pengetahuan, sikap dan keteram- pilan beternak sapi sapi potong. Perilaku memiliki total skor antara 20 sampai 100 yang diperoleh dari 20 pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner (Lampiran 5). Masing-masing jawaban memiliki skor antara 1 hingga 5 (skor 5 sangat setuju, 4 setuju, 3 ragu-ragu, 2 tidak setuju, 1 sangat tidak setuju). Total skor 81-100 menun- jukkan perilaku baik, 61-80 menunjukkan perilaku cukup, 41-60 menunjukkan peri- laku kurang, dan kecil atau sama dengan 40 menunjukkan perilaku sangat kurang.

Teknologi budidaya yang dinilai adalah dalam hal pembibitan, pakan, tata- laksana pemeliharaan, dan pengendalian penyakit. Penguasaan teknologi budidaya memiliki total skor antara 20 sampai 100 dari 20 pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner (Lampiran 5). Total skor antara 81-100 menunjukkan bahwa responden menguasai teknologi budidaya, total skor 61-80 responden cukup menguasai tekno- logi budidaya, total skor 41-60 kurang menguasai, dan total skor sama atau kurang dari 40 tidak menguasai teknologi budidaya.

Untuk menghitung tingkat Penggunaan sumberdaya yang ada ditingkat petani digunakan Program Linier (Linier Programming), model umum program linier dalam penelitian ini (Agrawal dan Heady, 1972) sebagai berikut :

n

Maksimasi : Z =

Σ

Cj Xj, untuk j = 1, 2, 3, ……n j=1

dimana :

Z : Pendapatan total usahatani (Rp)

Cj : Keuntungan yang diperoleh dari jenis tanaman ke j (Rp/ha) Xj : Luas optimal dari jenis tanaman ke j.

Dengan syarat atau kendala :

m n Luas lahan :

Σ Σ

a ij xj ≤ Ai i=1 j=1 m n Tenaga kerja :

Σ Σ

b ij xj ≤ Bi i=1 j=1

m n

Modal :

Σ Σ

c ij xj ≤ Ci

i=1 j=1 dan xj ≥ 0 untuk j = 1, 2, 3, ….. n dimana :

Ai : Luas lahan yang tersedia tiap keluarga (ha) pada musim tanam ke-i Bi : Jumlah tenaga kerja tersedia pada bulan ke-i (HKP/bln)

Cj : Jumlah modal yang tersedia dalam satu musim/tahun a ij : Koefisien input output luas lahan yang diusahakan

b ij : Kebutuhan tenaga kerja pada bulan ke 1 tanaman ke j (HKP/bln/ha) C ij : Kebutuhan biaya pada bulan ke-i tanaman ke-j (Rp)

n : Banyaknya tanaman yang diusahakan

m : Banyaknya sumberdaya yang tersedia dan dibutuhkan

Dalam penelitian ini matrik dasar perencanaan linier secara garis besarnya terdiri atas 3 komponen utama, yaitu :

(1) Vektor baris biaya produksi (2) Vektor kolom aktivitas

- aktivitas produksi pola tanam tanaman pangan - aktivitas produksi memelihara sapi potong - aktivitas menyewa tenaga kerja

- aktivitas pembelian bibit dan sarana produksi - aktivitas menjual hasil produksitanaman dan ternak (3) Vektor lajur kendala sumber daya

- lahan dan sapi - tenaga kerja - modal

Besarnya pendapatan peternak dianalisis dan dihitung berdasarkan luas kepemilikan lahan dalam kurun waktu satu tahun meliputi ; usahatani tanaman, usaha ternak, dan kegiatan diluar usahatani-ternak. Dalam perhitungan digunakan formula sebagai berikut (Soekartawi 1995) : Pendapatan peternak diperoleh dari Total Penerimaan (Total Revenue =TR) dikurangi Total Biaya (Total Cost = TC). Total penerimaan usahatani adalah perkalian antara total produksi dengan harga jualnya.

n

TR =

Σ

Yij Pyi i=1

Keterangan :

TR : Total Revenue

Yi : Produksi komponen usahatani Pyi : Harga produksi komponen usahatani i : 1, 2, 3, …. n

Total biaya usahatani adalah seluruh pengeluaran dalam usahatani, yaitu total dari biaya tetap (Fixed Cost = FC) dan biaya variabel (Variable Cost = VC). Biaya tetap adalah pengeluaran usahatani yang tidak tergantung pada besarnya produksi. Biaya varabel adalah pengeluaran usahatani yang jumlahnya berubah sesuai dengan besarnya produksi (misalnya bibit, pakan, obat-obatan).

n

VC =

Σ

Xi Pxi i=1

Keterangan :

VC : Variable Cost

Xi : Input yang membentuk variable cost Pxi : Harga input

i : 1, 2, 3, ….. n

n : macam input dari variable cost

Masing-masing komponen usahatani dihitung pendapatannya, kemudian dihitung kontribusi pendapatan usaha sapi potong dari total pendapatan usahatani- ternak.

3.3 Tahap Tiga; Peningkatan Produksi dan Pendapatan usahatani-ternak melalui Penerapan Teknologi Pakan dan Pemanfaatan Limbah Ternak Penelitian bertujuan untuk menganalisis efisiensi usahatani-ternak melalui teknologi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan, dan pengolahan limbah ternak sebagai pupuk organik.

3.3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian tahap tiga dilakukan dalam bentuk percobaan lapangan (on-farm research) selama 4 bulan (Agustus s/d Nopember 2005). Metode yang digunakan adalah pendekatan partisipatory melibatkan 5 (lima) orang peternak di kecamatan Luhak (anggota kelompok yang ikut program pengembangan), yang berpartisipasi secara aktif menyediakan ternak, kandang, jerami padi yang akan diolah, tempat pengolahan pupuk organik, hijauan pakan selama penelitian, dan tenaga kerja, sedangkan biaya konsentrat, bahan yang diperlukan untuk pengolahan pakan dan pupuk organik disediakan oleh peneliti.

3.3.2 Materi Penelitian on-farm

Ternak yang digunakan berjumlah 12 ekor sapi PO milik anggota kelompok, yang berumur 1,5-2 tahun berat badan antara 250-300 kg. Ternak ditempatkan dalam

satu kandang, yang terdiri dari tiga bagian untuk masing-masing perlakuan yaitu ; T0 : diberikan 75% rumput gajah + 25% jerami padi (kontrol), T1 : diberikan campuran 40% rumput gajah + 15% jerami padi fermentasi + 45% konsentrat, dan T2 : pemberian campuran 20% rumput gajah + 35% jerami padi fermentasi + 45% konsentrat.

3.3.3 Metode Penenelitian on-farm

Penelitian on-farm menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari tiga perlakuan dan masing-masing perlakuan terdiri dari 4 ulangan. Model matema- tika yang digunakan adalah sebagai berikut (Steel & Torrie 1981) :

Yij =

µ

+

τ

i +

έ

ij Keterangan :

Yij : Nilai pengamatan

µ

: Nilai tengah umum

τ

i : Pengaruh perlakuan

έ

ij : Komponen acak

TO T1 T2

1 Ulangan 1 Ulangan 1 Ulangan

2 Ulangan 2 Ulangan 2 Ulangan

3 Ulangan 3 Ulangan 3 Ulangan

4 Ulangan 4 Ulangan 4 Ulangan

Gambar 2 Lay out penelitian on-farm

Teknologi yang diintroduksikan adalah pengolahan jerami fermentasi untuk pakan ternak dan pengolahan pupuk organik.

Teknologi jerami hasil fermentasi untuk pakan ternak. Teknik pengolahan jerami fermentasi mengacu pada panduan teknis pengolahan jerami fermentasi menurut Haryanto et al. (2002) sebagai berikut :

a. Jerami padi yang baru dipanen (kandungan air sekitar 65%) dikumpulkan pada tempat yang sudah disediakan.

b. Bahan yang digunakan dalam proses fermentasi jerami terdiri dari urea dan probion, masing-masingnya 2,5 kg untuk setiap ton jerami padi segar.

c. Jerami padi yang akan difermentasikan ditumpuk hingga ketebalan 20 cm, kemudian ditaburi urea dan probiotik secara merata dan diteruskan pada lapisan jerami berikutnya yang juga setebal 20 cm. Demikian seterusnya

hingga ketebalan tumpukan jerami padi mencapai 1-2 m, kemudian disimpan pada tempat yang terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung.

d. Tumpukan didiamkan selama 21 hari agar proses fermentasi dapat berlang- sung sempurna.

e. Tumpukan jerami yang telah mengalami proses fermentasi tersebut, dikering- kan dengan sinar matahari dan dianginkan sehingga cukup kering, sebelum disimpan dan digunakan.

Pengolahan limbah menjadi pupuk. Pengolahan limbah kandang menjadi pupuk mengacu pada panduan teknis pengolahan pupuk organik menurut Haryanto et al. (2002) sebagai berikut :

a. Tempat pemrosesan pupuk kandang dibuat secara khusus (terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung), dekat dari kandang kolektif.

b. Kotoran ternak yang sudah ditampung dikandang kolektif, dibawa ke tempat pengolahan.

c. Kotoran ternak dicampur dengan probion sebanyak 2,5 kg, Urea 2,5 kg, dan TSP 2,5 kg masing-masing untuk setiap ton pupuk kandang, kemudian ditum- puk hingga ketinggian 1 m.

d. Tumpukan dibiarkan selama tiga minggu sambil diaduk satu kali dalam satu minggu.

3.3.4 Peubah yang diamati

1. Konsumsi pakan (kg/ekor/hr), sebelum pakan diberikan ditimbang terlebih dahulu dan dikurangi dengan sisa pakan yang tidak dikonsumsi. Ini dila- kukan setiap hari selama penelitian, untuk mendapatkan rata-rata konsum- si pakan.

2. Pertambahan bobot badan (kg/ekor/hari), sebelum ternak diberi perlakuan dilakukan penimbangan (penimbangan dilakukan pada pagi hari sebelum ternak diberi pakan) untuk mendapatkan bobot badan awal penelitian, kemudian sekali 2 (dua) minggu selama penelitian dilakukan penimbang- an, selisih bobot badan antara masing-masing penimbangan akan mengha- silkan rata-rata pertambahan bobot badan harian (ADG).

3. Produksi feses sapi yakni jumlah feses yang dihasilkan per ekor ternak di- kumpulkan dan ditimbang setiap harinya untuk mendapatkan produksi feses (kg/ekor/hari).

3.3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh disederhanakan ke dalam bentuk Tabel, Grafik, dan Gambar kemudian dianalisis secara deskriptif (kandungan nutrisi pakan yang diberi- kan, jumlah kotoran yang dihasilkan).

Data produktivitas ternak sapi selama penelitian (pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi pakan) dianalisis menggunakan sidik ragam (Analysis of Variance) perbedaan diantara perlakuan diuji dengan menggunakan uji kontras ortognal (Steel & Torrie 1981).

Untuk menganalisis pengaruh perbaikan teknologi terhadap pendapatan digunakan Partial budgeting, Gross margin dan Revenue/cost analysis (Amir et al. 1985).

Partial budgeting analysis dihitung berdasarkan adanya tambahan/berkurang- nya pendapatan dan biaya dari perbaikan teknologi dibandingkan dengan kondisi yang ada (Existing Conditions). Gross margin merupakan selisih antara total revenue dengan variabel cost. Jika nilai Gross margin dari perbaikan teknologi lebih tinggi maka perbaikan teknologi menguntungkan. Revenue/cost analysis dilakukan dengan membandingkan total revenue dengan total cost.

3.4 Tahap Empat; Merumuskan Strategi Pengembangan Usaha Sapi Potong di kabupaten Lima Puluh Kota

Berdasarkan hasil penelitian Tahap Satu, Dua, dan Tiga, diskusi dengan ber- bagai pihak terkait, seluruh data dianalisis untuk perumusan strategi pengembangan usaha sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota.

3.4.1 Analisis Data

Data dianalisis menggunakan analisis SWOT terhadap faktor internal dan eksternal yang dilanjutkan dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan strategi prioritas pengembangan sapi potong. Untuk memperoleh rumus- an program pengembangan dilakukan metode Focus Group Discussion(FGD).

1. Analisis Faktor Internal

Analisis faktor internal dilakukan untuk mengidentifikasi faktor kekuatan dan kelemahan yang ditemui dalam pengembangan sapi potong. Faktor tersebut dieva- luasi menggunakan matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dengan langkah sebagai berikut (David 2002) :

a. Menentukan faktor kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weaknessiss). b. Menentukan derajat kepentingan relatif setiap faktor internal (bobot).

Penentuan bobot faktor internal dilakukan dengan memberikan penilaian atau pembobotan angka pada masing-masing faktor. Penilaian angka pem- bobot adalah : 2 jika faktor vertikal lebih penting dari faktor horizontal, 1 jika faktor vertikal sama pentingnya dengan faktor horizontal, dan 0 jika faktor vertikal kurang penting dari faktor horizontal.

c. Memberikan skala rating 1 sampai 4 pada setiap faktor, untuk menunjukkan apakah faktor tersebut mewakili kelemahan utama (peringkat = 1), kelemah- an kecil (peringkat = 2), kekuatan kecil (peringkat = 3), dan kekuatan utama (peringkat = 4). Pemberian peringkat didasarkan atas kondisi atau keadaan pengembangan usaha sapi potong dalam sistem usahatani di kabupaten Lima Puluh kota.

d. Mengalikan bobot dengan rating untuk mendapatkan skor tertimbang

e. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total. Nilai 1 menun- jukkan bahwa kondisi internal sangat buruk dan nilai 4 menunjukkan kondisi internal yang sangat baik, rata-rata nilai yang dibobotkan adalah 2,5. Nilai lebih kecil dari pada 2,5 menunjukkan bahwa kondisi internal selama ini masih lemah, sedangkan nilai lebih besar dari 2,5 menunjukkan kondisi in- ternal kuat.

2. Analisis Faktor Eksternal

Analisis faktor eksternal digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor sebagai berikut : (1) lingkungan makro yang terdiri dari kebijakan pemerintah, eko- nomi sosial dan teknologi, (2) lingkungan mikro yang terdiri dari pesaing, kreditur, pelanggan, kondisi pasar, tenaga kerja, bahan baku produksi, serta (3) lingkungan usaha berupa hambatan usaha, kekuatan pembeli, dan adanya produk substitusi. Hasil analisis eksternal digunakan untuk mengetahui peluang dan ancaman yang ada, dan strategi untuk mengatasi ancaman dan memanfaatkan peluang yang ada dalam pengembangan sapi potong. Tahapan dalam mengevaluasi faktor eksternal sesuai prosedur David (2002) sebagai berikut :

a. Menentukan faktor utama yang berpengaruh penting pada kesuksesan dan kegagalan usaha yang mencakup peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan melibatkan beberapa responden terbatas.

b. Menentukan derajat kepentingan relatif setiap faktor eksternal (bobot). Penentuan bobot faktor internal dilakukan dengan memberikan penilaian atau pembobotan angka pada masing-masing faktor. Penilaian angka pem- bobot adalah : 2 jika faktor vertikal lebih penting dari faktor horizontal, 1 jika faktor vertikal sama pentingnya dengan faktor horizontal, dan 0 jika faktor vertikal kurang penting dari faktor horizontal.

c. Memberikan peringkat (rating)1 sampai 4 pada peluang dan ancaman untuk menunjukkan seberapa efektif strategi mampu merespon faktor-faktor eksternal yang berpengaruh tersebut. Nilai peringkat berkisar antara 1 sampai 4, nilai 4 jika jawaban rata-rata dari responden sangat baik dan 1 jika jawaban menyatakan buruk.

d. Menentukan skor tertimbang dengan cara mengalikan bobot dengan rating e. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total. Nilai 1 menun-

jukkan bahwa kondisi eksternal sangat buruk dan nilai 4 menunjukkan kondisi eksternal yang sangat baik, rata-rata nilai yang dibobotkan adalah 2,5. Nilai lebih kecil dari pada 2,5 menunjukkan bahwa kondisi eksternal selama ini masih lemah, sedangkan nilai lebih besar dari 2,5 menunjukkan kondisi eksternal kuat.

3. Analisis SWOT (SWOT analysis)

Analisis SWOT digunakan untuk menentukan alternatif strategi pengembang- an usaha sapi potong yang merupakan lanjutan dari analisis IFE dan EFE. Perumus- an alternatif strategi dilakukan dengan menggabungkan antara dua faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dengan faktor eksternal (peluang dan ancaman), sehingga dihasilkan ; (a) strategi S-O menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, (b) strategi W-O mengatasi kelemahan untuk memanfaatkan peluang, (c) strategi S-T menggunakan kekuatan dan menghindari ancaman, dan (d) strategi W-T mengatasi kelemahan dan menghindari ancaman.

4. Analitik Hierarki Proses (AHP)

Analisis ini bertujuan untuk menentukan prioritas strategi, dari beberapa alternatif strategi yang didapat dari analisis SWOT, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah dalam bentuk hierarki (dekompo- sisi masalah).

b. Penilaian/perbandingan elemen

Membuat penilaian tentang kepentingan relatif antara elemen pada suatu tingkat tertentu (horizontal) dan dengan tingkat di atasnya (vertikal). Dalam melakukan penilaian/perbandingan menggunakan skala dari 1/9 sampai dengan 9. Jika alternatif A dan B dianggap sama (indifferent), maka A dan B masing-masing diberi nilai 1, jika A lebih baik/lebih disukai dari B, maka A diberi nilai 3 dan B diberi nilai 1/3. Jika A jauh lebih disukai dari pada B, maka A diberi nilai 7 dan B diberi nilai 1/7. Skala penilaian tersebut disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Skala AHP dan definisinya

Skala Urutan kepentingan

1 Sama pentingnya (equal importance)

3 Sedikit lebih penting (slightly more importance) 5 Jelas lebih penting (materially more importance)

7 Sangat jelas lebih penting (significantly more impor- tance)

9 Mutlak lebih penting (absolutely more importance) 2, 4, 6, 8 Apabila ragu-ragu antara 2 nilai yang berdekatan

1/(1-9) Kebalikan nilai tingkat kepentingan dari skala 1-9 Sumber: Saaty (2001)

Pengolahan Horisontal. Tahapan perhitungan yang dilakukan pada peng- olahan horizontaladalah sebagai berikut :

1. Perhitungan vektor eigen (VE) dengan rumus : n

VEi = n

п

aij I = 1,2, …… n i=1

Fokus Strategi Pengembangan Usaha Sapi Potong di Kabupaten Lima Puluh Kota

Kriteria Pakan Bibit Tatalaksana Penyakit Pemasaran

Aktor/ L-Keu P-Swt Peternak Instansi terkait Pelaku

Sasaran Perluasan Produksi dan Optimalisasi Peningkatan Perbaikan Usaha Produktivitas Sumberdaya Pendapatan Kualitas bibit

Alternatif Modal Efisiensi Penerapan Kawasan sentra Fungsi Strategi Usaha Usaha Teknologi Pembibitan Klpk

Gambar 3 Dekomposisi masalah

2. Perhitungan vektor prioritas dengan rumus :

VEi VPi = --- n

Σ

VE i=1

VPi = Vektor prioritas

3. Perhitungan nilai eigen maksimum (λ max) dengan rumus : VA = aij x VP

VA VB = --- VP

n

Σ

VBi

i =1

λ

maxs = --- n VA = Vektor antara VB = Nilai eigen

λ

maxs = Nilai eigen maksimum

4. Perhitungan indeks konsistensi (CI) dengan rumus :

λ

maxs - n

CI = --- n – 1

CI = Consistensi indeks

Perhitungan rasio konsistensi (CR) dengan rumus : CI

CR = --- ≤ 10% RI

Keterangan : RI adalah indeks acak (Random Indeks)

Nilai CR yang lebih kecil atau sama dengan 0,10 merupakan nilai yang mem- punyai tingkat konsistensi baik.

Pengolahan Vertikal. Pengolahan vertikal digunakan untuk menyusun prio- ritas setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan terhadap sasaran utama (ultimate goal). Perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut :

s CV ij =

Σ

CH ij (t, i –1)X VW t (i-1) t=1 Untuk : i = 1, 2, 3 …… p j = 1, 2, 3, …... r t = 1, 2, 3 ….... s Keterangan :

CVij : Nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat ke-i terhadap sasaran utama

CH ij (t, i-1) : Nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat ke-i terhadap elemen ke-t pada tingkat diatasnya (i-1) yang diperoleh dari ha- sil pengolahan horisontal

VW t (i-1) : Nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat ke (i-1) terha- dap sasaran utama, yang diperoleh dari hasil pengolahan vertikal. P : Jumlah tingkat hirarki keputusan

r : Jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-i s : Jumlah elemen yang ada pada tingkat ke (i-1)

c. Sintesis Penilaian

Sintesis penilaian merupakan penjumlahan dari bobot yang diperoleh setiap alternatif pada masing-masing kriteria.

n

bopi = ∑ boij * bc1 i=1

bopi = nilai/bobot untuk alternatif ke-i

Prioritas dapat disusun dengan membandingkan nilai yang diperoleh masing- masing alternative berdasarkan besarnya nilai tersebut. Semakin tinggi nilai suatu alternatif semakin tinggi prioritasnya dan sebaliknya.

Identifikasi dan Analisis

Potensi Pengembangan Sapi Potong

Analisis Program Pengembangan Analisis Sapi Potong yang sudah/sedang dilakukan IFE-EFE

Dokumen terkait