• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAYA CERNA PATI

Dalam dokumen MODIFIKASI PATI GARUT (Halaman 49-53)

Setelah diperoleh pati garut modifikasi dengan 6 perlakuan berbeda, dilakukan uji daya cerna pati terhadap keenam pati garut modifikasi, pati garut, dan Novelose 330 (RS tipe III komersial). Daya cerna pati dijadikan parameter awal karena pati modifikasi dengan daya cerna lebih rendah kemungkinan memiliki kandungan pati resisten yang lebih besar. Daya cerna pati adalah tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dapat dihidrolisis oleh enzim pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih kecil. Penentuan daya cerna pati sampel dilakukan secara in vitro dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Muchtadi (1989). Dalam metode ini sampel dihidrolisis oleh enzim α-amilase menjadi unit-unit sederhana seperti maltosa.

Jumlah maltosa hasil hidrolisis enzim diukur secara spektrofotometri. Larutan hasil hidrolisis direaksikan dengan asam dimetilsalisilat (DNS) sehingga terbentuk warna jingga kemerahan yang kepekatannya berbanding lurus dengan kadar maltosa dalam larutan. Kandungan maltosa sampel ditentukan berdasarkan kurva standar maltosa (Lampiran 1). Sebagai koreksi ditentukan juga kandungan maltosa sampel yang tidak diberi perlakuan hidrolisis enzim untuk menentukan kandungan maltosa awal yang mungkin terdapat dalam sampel. Daya cerna pati dihitung sebagai persentase relatif terhadap pati murni (solube starch).

Uji daya cerna pati dilakukan untuk menentukan proses modifikasi pati yang terpilih. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa daya cerna pati sampel pati garut adalah 70.70 % bk. Daya cerna pati sampel pati garut yang tinggi, hampir mendekati daya cerna pati murni (soluble starch) sesuai dengan pernyataan Kay (1973) bahwa umbi garut menghasilkan pati yang mudah dicerna sehingga dapat digunakan sebagai makanan bayi dan orang yang mengalami gangguan pencernaan. Novelose 330 yang merupakan pati resisten tipe III komersial memiliki daya cerna 47.85 % bk lebih rendah dari pati garut. Novelose 330 memiliki daya cerna pati yang rendah karena proses autoclaving pada pati jagung dapat menjadikan pati tersebut lebih resisten terhadap

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 N PG PM 1 siklus,15’ PM 1 siklus,30’ PM 3 siklus,15’ PM 3 siklus,30’ PM 5 siklus,15’ PM 5 siklus,30’ sampel da y a c e rna pa ti ( % bk )

enzimolisis (Hujin et al. (1998) ; Kim dan Lee (1998)) di dalam Raja dan Shindu (2000).

Pati modifikasi 5 siklus yang digelatinisasi selama 15 dan 30 menit serta pati modifikasi 3 siklus 15 menit dan 30 menit masing-masing memiliki daya cerna 28.35 %bk, 33.01 %bk, 48.45 %bk, dan 62.08 %bk. Ketiga jenis perlakuan modifikasi pati tersebut menghasilkan pati modifikasi yang daya cernanya lebih rendah dari RS III komersial. Hal ini menunjukkan bahwa pati garut yang diberi perlakuan siklus pemanasan suhu tinggi-pendinginan (autoclaving-cooling) berulang tersebut potensial untuk dijadikan pangan fungsional berbasis RS III. Hasil pengukuran daya cerna pati sampel pati garut, Novelose 330, serta pati modifikasi disajikan pada Gambar 5.

Keterangan : N : Novelose 330, PG : Pati Garut, PM : Pati Modifikasi

Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

Gambar 5 Daya cerna pati garut, Novelose 330, dan pati modifikasi.

Adanya penurunan daya cerna pati disebabkan oleh siklus

autoclaving-cooling, terjadi penyusunan ulang molekul-molekul pati antara

amilosa-amilosa, amilosa-amilopektin, amilopektin-amilopektin berakibat pada penguatan ikatan pada pati dan membuat pati lebih sulit untuk tercerna (Shin

47.85± 13.54 bc 70.70± 3.22 de 70.81± 0.34 de 80.03±3.22 e 48.45± 0.84 bc 62.08± 0.85 cd 28.35± 6.94 a 33.01± 11.50 ab

2004). Perubahan struktur dan sifat pati karena siklus autoclaving-cooling sangat tergantung pada sumber botani. Jenis umbi-umbian lebih rentan bila diberi perlakuan siklus autoclaving-cooling dibandingkan dengan jenis biji-bijian dan kacang-kacangan (Shin 2004). Hal ini mengakibatkan pati umbi garut yang telah dimodifikasi menghasilkan daya cerna yang lebih rendah dibandingkan dengan Novelose 330 yang berbahan pati jagung.

Hasil uji daya cerna pati pada pati modifikasi 1 siklus 15 menit tidak berbeda nyata dengan pati garut tanpa modifikasi yaitu 70.81 % bk. Sedangkan pati modifikasi 1 siklus 30 menit yaitu 80.02 % bk lebih besar dari pati garut namun bedasarkan analisis ragam tidak berbeda nyata. Hal ini berarti modifikasi pati garut 1 siklus kemungkinan belum menghasilkan pati resisten dengan kadar yang signifikan untuk menghasilkan pati dengan daya cerna yang lebih rendah. Jika diamati pati garut modifikasi dengan waktu gelatinisasi 30 menit akan menghasilkan daya cerna pati lebih besar daripada yang diberi perlakuan gelatinisasi selama 15 menit. Hasil ini serupa dengan penelitian Anderson et al. (2002) bahwa pati termodifikasi dengan waktu pemanasan selama 30 menit menghasilkan daya cerna yang lebih tinggi dibandingkan pati termodifikasi dengan waktu pemanasan 15 menit dan 60 menit.

Serat pangan diketahui sebagai bagian dari pangan yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan, serta dapat menghambat proses pencernaan zat nutrisi seperti karbohidrat. Kadar serat pangan pati garut modifikasi 3 siklus dan 5 siklus dengan waktu gelatinisasi 15 menit serta Novelose 330 semuanya tinggi (Lampiran 5). Kandungan serat pangan yang besar yang pada pati garut yang telah dimodifikasi menyebabkan pati garut modifikasi 3 dan 5 siklus memiliki daya cerna pati yang lebih rendah dibandingkan pati garut. Keberadaan pati resisten sebagai fraksi pati yang tidak tercerna enzim pencernaan normal juga dapat menentukan daya cerna bahan pangan sumber karbohidrat. Autoclaving-cooling yang dilakukan secara berulang ternyata

menghasilkan pati modifikasi dengan daya cerna lebih rendah. Hasil ini berkorelasi positif dengan peningkatan kadar pati resisten. Kadar pati resisten pati garut yang telah dimodifikasi lebih tinggi daripada pati garut tanpa perlakuan modifikasi menghasilkan daya cerna pati yang lebih rendah.

Kadar serat pangan pangan (Lampiran 5) dan kadar pati resisten (Lampiran 6) pati garut modifikasi 5 dan 3 siklus dengan waktu gelatinisasi 15 menit lebih rendah dibandingkan dengan Novelose 330. Akan tetapi berdasarkan hasil analisis ragam, pati garut modifikasi pati garut modifikasi 3 siklus 15 tidak berbeda nyata dengan Novelose 330. Pati garut modifikasi 5 siklus 15 menit memiliki daya cerna yang lebih rendah dibandingkan Novelose 330. Hal ini disebabkan kadar maltosa awal sampel pati garut modifikasi sampel pati garut lebih tinggi dibandingkan Novelose 330. Oleh karena itu walaupun kadar maltosa Novelose 330 lebih rendah, persentase daya cerna patinya terukur lebih tinggi terhadap pati modifikasi 5 siklus dan tidak berbeda nyata terhadap pati modifikasi 3 siklus secara in vitro. Menurut Tharanathan dan Mahadevamma (2003), proses pencernaan pati dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang menyebabkan pati lambat dicerna dalam usus halus yaitu jika bentuk fisik makanan mengganggu pengeluaran amilase pankreatik, khususnya jika granula pati terhalang oleh material lain. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi daya cerna pati adalah transit time, bentuk makanan, konsentrasi amilase pada usus, kadar tanin, jumlah pati dan keberadaan komponen pangan lainnya.

Pati modifikasi 5 siklus yang digelatinisasi selama 15 menit memiliki daya cerna paling rendah diantara pati modifikasi lainnya. Berdasarkan hasil analisis ragam, pati garut modifikasi 5 siklus yang digelatiniaasi 30 menit tidak berbeda nyata dengan pati garut modifikasi 5 siklus waktu gelatinisasi 15 menit. Akan tetapi, pati garut modifikasi 5 siklus dengan waktu gelatinisasi 15 menit dipilih untuk dianalisis lebih lanjut karena lebih mempersingkat lama pemanasan. Berdasarkan hasil analisis ragam, daya cerna pati garut 3 siklus dengan gelatinisasi 15 dan 30 menit menghasilkan daya cerna yang tidak berbeda nyata dengan Novelose 330 yang merupakan RS III komersial. Oleh karena itu selain pati garut modifikasi 5 siklus dengan gelatinisasi 15 menit, pati modifikasi 3 siklus dengan gelatinisasi 15 menit juga dianalisis lebih lanjut sebab mempersingkat jumlah siklus pembuatan pati resisten tipe III dan mempersingkat lama pemanasan.

Dalam dokumen MODIFIKASI PATI GARUT (Halaman 49-53)

Dokumen terkait