• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

B. Analisis Deskriptif

Dalam bab ini penulis menganalisis data yang telah terkumpul. Data yang telah dikumpulkan tersebut berupa data IHSG dari perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia periode 2006 sampai dengan 2010 dan juga berupa data makroekonomi dan harga emas perbulan periode 2006 sampai dengan 2010. Hasil pengolahan data berupa informasi untuk menganalisis apakah Harga Emas Dunia, variabel makroekonomi (Inflasi, Kurs, Suku Bunga BI) dan Indeks Dow Jones memiliki pengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan berapa besar pengaruh yang ditimbulkan dari penelitian tersebut.

Sesuai dengan permasalahan dan perumusan model yang yang telah di kemukakan sebelumnya serta kepentingan dari pengujian hipotesis, maka teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif dan analisis statistik. Analisis Deskriptif merupakan analisis yang menjelaskan gejala- gejala yang terjadi pada variabel-variabel penelitian untuk mendukung analisis statistik. Sedangkan Analisis statistik merupakan analisis yang mengacu pada perhitungan data penelitian yang berupa angka-angka yang dapat dianalisis dengan bantuan program komputer sofware Eviews. Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis pertama hingga kedua.

Berikut ini akan dijelaskan analisis deskriptif yaitu menjelaskan data dari variabel data dari seluruh variabel yang akan dimasukkan dalam periode

1. Harga Emas (X1)

Harga emas yang digunakan dalam satuan internasional yang menyatakan berat emas yaitu Troy Once atau TOZ

2. Inflasi (X2)

Inflasi yang digunakan pada penelitian ini merupakan inflasi bulanan yang didapat dari Bank Indonesia. Inflasi yang digunakan dalam satuan persentase.

3. Kurs (X3)

Kurs tengah diperoleh dari hasil pembagian antara penjumlahan kurs beli dan kurs jual yang diperoleh dari Bank Indonesia.

4. Tingkat suku bunga BI (X4)

Suku bunga Bank Indonesia (Bi rate) yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data perbulan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia dalam satuan persentase.

5. Indeks Dow Jones (X5)

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) menggunakan data perbulan yang diperoleh dari IDX Statistic.

6. Indeks Harga Saham Gabungan (Y)

IHSG yang digunakan dalam penelitian ini adalah data perbulan yang diperoleh dari IDX statistic.

Adapun untuk menjelaskan variabel-variabel tersebut dapat ditunjukkan dari tabel dibawah ini:

Tabel 4.1

Harga Emas Dunia (USD) Tahun 2006-2010

Sumber : Kitco berbagai tahun terbit.

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui harga emas tertinggi terjadi pada akhir periode penelitian bulan Desember tahun 2010 sebesar 1390,55, sedangkan harga emas terendah terjadi pada awal periode penelitian pada bulan Januari 2006 sebesar 549,86. Dapat terlihat dari tabel tersebut bahwa harga emas dunia mengalami trend kenaikan. Untuk menjelaskan lebih rinci nilai tertinggi dan terendah variabel harga emas, di sajikan grafik harga emas sebagai berikut:

periode 2006 2007 2008 2009 2010 Januari 549,86 631,17 889,60 858,69 1117,96 Februari 555,00 664,75 922,30 943,16 1095,41 Maret 557,09 654,90 968,43 924,27 1113,34 April 610,65 679,37 909,70 890,20 1148,69 Mei 676,51 666,86 888,66 928,64 1205,43 Juni 596,15 655,49 889,49 945,67 1232,92 Juli 633,77 665,30 939,77 934,23 1192,97 Agustus 632,59 665,41 839,02 949,38 1215,81 September 598,19 712,65 829,93 996,59 1271,1 Oktober 585,78 754,60 806,62 1043,16 1342,02 November 627,83 806,25 760,86 1127,04 1369,89 Desember 629,79 803,20 816,09 1134,72 1390,55

Gambar 4.1

Grafik Perkembangan Harga Emas Dunia 2006-2010

Sumber : Kitco berbagai tahun terbit, data diolah

Berdasarkan gambar 4.1 secara umum terlihat harga emas akan selalu mengalami kenaikan seiring dengan berjalannya waktu karena didasari jumlahnya yang semakin langka. Selain itu, harga emas selalu menyesuaikan diri terhadap inflasi, sehingga sering dijadikan pilihan oleh investor yang memiliki karakteristik menghindari risiko. Alternatif ini sebagai langkah untuk melakukan perlindungan terhadap nilai investasinya.

Selama periode pengamatan, kenaikan harga emas secara tajam dimulai pada bulan Januari 2008. Hal ini disebabkan karena krisis global yang terjadi di Amerika Serikat dan mulai menjadi perhatian para investor. Hal ini mengakibatkan investor yang hendak mengurangi resiko dari kerugian di pasar keuangan mengalihkan sebagian besar investasinya ke instrument investasi yang lain, salah satunya ke emas. Hal ini dapat mengakibatkan harga emas cendrung naik hingga pada akhir periode penelitian.

Tabel 4.2

Inflasi Bulanan Indonesia 2006-2010 Periode 2006 2007 2008 2009 2010 Januari 0,0142 0,0052 0,0061 0,0076 0,0031 Februari 0,0149 0,0053 0,0062 0,0072 0,0032 Maret 0,0131 0,0054 0,0068 0,0066 0,0029 April 0,0128 0,0052 0,0075 0,0061 0,0033 Mei 0,0130 0,0050 0,0087 0,0050 0,0035 Juni 0,0129 0,0048 0,0092 0,0030 0,0042 Juli 0,0126 0,0051 0,0099 0,0023 0,0052 Agustus 0,0124 0,0054 0,0099 0,0023 0,0054 September 0,0121 0,0058 0,0101 0,0024 0,0048 Oktober 0,0052 0,0057 0,0098 0,0021 0,0047 November 0,0044 0,0056 0,0097 0,0020 0,0053 Desember 0,0055 0,0055 0,0092 0,0023 0,0058 Sumber : Bank Indonesia berbagai tahun terbit.

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa tingkat inflasi di Indonesia tertinggi pada tahun 2006 dan terendah tahun 2009, dimana tingkat inflasi tertinggi pada bulan Februari 2006 sebesar 1,49% dan terendah pada bulan November 2009 sebesar 0,2%. Untuk memberikan penjelasan yang lebih rinci, di bawah ini disajikan grafik variabel inflasi sebagai berikut:

Gambar 4.2

Grafik Perkembangan laju Inflasi Bulanan Indonesia Tahun 2006-2010

Sumber : Bank Indonesia berbagai tahun terbit, data diolah

Berdasarkan gambar 4.2 terlihat inflasi mengalami trend penurunan. Inflasi tertinggi dimulai pada awal periode penelitian bulan Februari 2006 sebesar 1,49% melonjak dari bulan Januari sebesar 1,42%. Hal ini disebabkan oleh kuatnya tekanan eksternal akibat melambungnya harga minyak dunia berlanjutnya kondisi moneter ketat global dan respon kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) domestik serta apresiasi kurs rupiah (Laporan Perekonomian Indonesia, 2006).

Menurut Eduardus Tandelilin (2010:342) inflasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power money). Di samping itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan rill yang diperoleh investor dari investasinya. Sebaliknya, jika tingkat inflasi suatu negara mengalami penurunan, maka hal ini merupakan hal positif bagi investor seiring dengan turunnya risiko daya beli uang dan risiko penurunan pendapatan rill. Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali (2010:184) inflasi merupakan resiko yang

harus dipertimbangkan dalam proses investasi. Adanya kenaikan harga secara umum akan berdampak pada berkurangnya daya beli sehingga tingkat hasil rill akan turun. Dengan demikian apabila inflasi naik, maka investor akan menginginkan hasil nominal guna melindungi tingkat inflasi rillnya.

Tabel 4.3

Kurs Rupiah Terhadap USD Tahun 2006-2010 Periode 2006 2007 2008 2009 2010 Januari 9395 9090 9291 11355 9275 Februari 9230 9160 9051 11980 9348 Maret 9075 9118 9217 11575 9173 April 8775 9083 9234 10713 9027 Mei 8220 8828 9318 10340 9183 Juni 9300 9054 9225 10225 9147 Juli 9070 9186 9118 9920 9048 Agustus 9100 9410 9153 10060 8971 September 9235 9137 9378 9681 8975 Oktober 9110 9103 10995 9545 8927 November 9165 9376 12151 9480 8938 Desember 9020 9419 10950 9400 9020

Sumber : Bank Indonesia berbagai tahun terbit, data diolah

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai tukar (Kurs Rupiah terhadap US$) selama periode penelitian terus-menerus mengalami fluktuasi. Data kurs yang digunakan adalah kurs tengah rupiah terhadap USD. Nilai kurs rupiah terhadap US$ tahun 2006 secara umum cendrung menguat dengan volatilitas yang menurun. Pada bulan April Rupiah sebesar 8775/US$ menjadi 8220/US$ cendrung mengalami apresiasi, hal ini di topang oleh oleh kondisi ekonomi global yang secara umum lebih kondusif dan membaiknya fundamental perekonomian

stabil pada kisaran 9000an/US$. Pada akhir 2007 Rupiah berada pada posisi 9419/US$. Terjaganya kondisi ekonomi dalam negeri seperti stabilnya tingkat inflasi memberikan pengaruh positif bagi kurs rupiah walaupun terjadi tekanan dari luar negeri akibat naiknya harga sejumlah komoditas internasional (Laporan Perekonomian Indonesia, 2007). Pada Oktober 2008 Rupiah sebesar 10995/US$ menjadi 12151/US$ sampai pertengahan tahun 2009 pada kisaran 10000an/US$. Pada September 2009 sampai akhir tahun penelitian Desember 2010 Rupiah berada pada posisi 8000-9000/US$. Untuk menjelaskan lebih disajikan grafik nilai tukar Rupiah terhadap US$ sebagai berikut:

Gambar 4.3

Grafik Perkembangan Kurs Rupiah Terhadap US$ Tahun 2006-2010

Sumber : Bank Indonesia berbagai tahun terbit, data diolah

Menurut Sitinjak dan Kurniasari (2003) dalam Ana Octavia (2007) menyimpulkan bahwa jika kurs (nilai tukar rupiah terhadap dollar) naik satu satuan berarti akan terjadi penurunan indikator pasar (IHSG) saham sebesar satu- satuan. Terutama sekali pada saat kondisi pasar sedang bearish. Sedangkan pada

pasar sedang bullish, indikator pasar saham dan indikator pasar uang secara bersama-sama berpengaruh positif.

Tabel 4.4

Tingkat Suku Bunga BI Tahun 2006-2010 Periode 2006 2007 2008 2009 2010 Januari 0,0106 0,0079 0,0067 0,0073 0,0054 Februari 0,0106 0,0077 0,0067 0,0069 0,0054 Maret 0,0106 0,0075 0,0067 0,0065 0,0054 April 0,0106 0,0075 0,0067 0,0063 0,0054 Mei 0,0104 0,0073 0,0069 0,0060 0,0054 Juni 0,0104 0,0071 0,0071 0,0058 0,0054 Juli 0,0102 0,0069 0,0073 0,0056 0,0054 Agustus 0,0106 0,0069 0,0075 0,0054 0,0054 September 0,0094 0,0069 0,0077 0,0054 0,0054 Oktober 0,0090 0,0069 0,0079 0,0054 0,0054 November 0,0085 0,0069 0,0079 0,0054 0,0054 Desember 0,0081 0,0067 0,0077 0,0054 0,0054 Sumber : Bank Indonesia berbagai tahun terbit.

Berdasarkan tabel 4.4 selama tahun 2006, Bank Indonesia telah menurunkan BI rate sebanyak 7 (kali) hingga mencapai level sebesar 0,81% pada akhir tahun 2006. Pada awal tahun 2007 Bank Indonesia juga terus menurunkan BI rate hingga mencapai level 7% pada akhir tahun 2007, atau turun 53 basis poin dibandingkan pada akhir tahun 2006. Hingga akhir triwulan Bank Indonesia telah tetap mempertahankan BI rate di level 7%. Bank Indonesia secara bertahap dan terukur menaikan BI rate sebesar 34 basis poin hingga mencapai 0,79% pada November 2008. Suku bunga BI tertinggi terjadi pada awal periode penelitian

Dan terendah di mulai dari Agustus 2009 sampai akhir periode penelitian Desember 2010 sebesar 0,54%. Untuk memberikan penjelasan yang lebih rinci, di bawah ini disajikan grafik variabel BI rate sebagai berikut:

Gambar 4.4

Grafik Perkembangan Tingkat Suku Bunga BI 2006-2010

Sumber : Bank Indonesia berbagai tahun terbit, data diolah

Menurut Cahyono (2000:117) dalam Moh. Mansur (2009:2) terdapat penjelasan mengapa kenaikan suku bunga dapat mendorong harga saham ke bawah. Pertama, kenaikan suku bunga mengubah peta hasil investasi. Kedua, kenaikan suku bunga akan memotong laba perusahaan. Hal ini terjadi dengan dua cara. Kenaikan suku bunga akan meningkatkan beban emiten, sehingga labanya bisa terpangkas. Selain itu, ketika suku bunga tinggi, biaya produksi akan meningkat dan harga produk akan lebih mahal sehingga konsumen mungkin akan menunda pembeliannya dan menyimpan dananya di bank. Akibatnya penjualan perusahaan menurun. Penurunan penjualan perusahaan dan laba akan menekan harga saham.

Tabel 4.5

Indeks Dow Jones Industrial Average Tahun 2006-2010 Periode 2006 2007 2008 2009 2010 Januari 10864,86 12621,69 12650,36 8000,86 10067,33 Februari 10993,41 12268,63 12266,39 7062,93 10325,26 Maret 11109,32 12354,35 12262,89 7608,92 10856,63 April 11367,14 13062,91 12820,13 8168,12 11008,61 Mei 11168,31 13627,64 12638,32 8500,33 10136,63 Juni 11150,22 13408,62 11350,01 8447 9774,02 Juli 11185,68 13211,99 11378,02 9171,61 10465,94 Agustus 11381,15 13357,74 11543,55 9496,28 10014,72 September 11679,07 13895,63 10850,66 9712,28 10788,05 Oktober 12080,73 13930,01 9325,01 9712,73 11118,4 November 12221,93 13371,72 8829,04 10344,84 11006,02 Desember 12463,15 13264,82 8776,39 10428,05 11577,51 Sumber : IDX Statistic berbagai tahun terbit.

Berdasarkan tabel 4.6 nilai Dow Jones Industrial Average (DJIA) tertinggi terjadi pada periode pengamatan yaitu bulan Oktober 2007 sebesar 13930,01 sedangkan nilai DJIA terendah terjadi pada bulan Februari 2009 sebesar 7062.93. Untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci, di bawah ini disajikan grafik variabel DJIA untuk menunjukkan angka indeks tertinggi dan terendah, sebagai berikut:

Gambar 4.5

Grafik Perkembangan Indeks Dow Jones Industrial Average Tahun 2006-2010

Sumber : IDX Statistic berbagai tahun terbit, data diolah

Berdasarkan grafik 4.6 terlihat bahwa nilai Dow Jones Industrial Average (DJIA) selama periode pengamatan 2006 sampai 2010 Dow Jones menunjukan

trend kenaikan dimana DJIA sempat mencapai titik tertinggi pada bulan Oktober tahun 2007 dan mengalami penurunan pada bulan Oktober tahun 2008 sebesar 9325,01 poin dan mulai mengalami kenaikan lagi pada bulan November 2009 sebesar 10344,84 poin. Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan, Dow Jones Mengalami penurunan di tahun 2008 yang disebabkan oleh krisis financial akibat kasus subprime mortage dan menyebabkan perusahaan-perusahaan raksassa bangkrut. Hal ini juga berimbas pada sektor pasar modal. Selama tahun 2008, indeks Dow Jones terus mengalami penurunan dan pada akhir tahun 2008 menyentuh level 8776,39 poin atau turun 4488,43 poin, dibandingkan penutupan tahun 2007 dan merupakan posisi terendah selama 2 tahun terakhir.

Tahun 2009 merupakan tahun pemulihan bagi perekonomian Amerika Serikat setelah krisis financial pada tahun 2008. Hal ini terlihat pada indeks Dow Jones yang walaupun pada awal tahun masih mengalami tekanan dan bahkan mencapai titik terrendah pada bulan februari 7062,93 poin tetapi secara keseluruhan mengalami kenaikan. Sepanjang tahun 2010 indeks Dow Jones cendrung mengalami kenaikan. Namun, pada juni 2010 mengalami penurunan sebesar 9774,02 dan pada akhir periode mengalami kenaikan pada posisi 11577,51 poin.

Tabel 4.5

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Tahun 2006-2010 Periode 2006 2007 2008 2009 2010 Januari 1232,32 1757,26 2627,25 1332,67 2610,8 Februari 1230,66 1740,97 2721,94 1285,48 2549,03 Maret 1322,97 1830,92 2447,3 1434,07 2777,3 April 1464,41 1999,17 2304,52 1722,77 2971,25 Mei 1330 2084,32 2444,35 1916,83 2796,96 Juni 1310,26 2139,28 2349,1 2026,78 2913,68 Juli 1351,65 2348,67 2304,51 2323,24 3069,28 Agustus 1431,26 2194,34 2165,94 2341,54 3081,88 September 1534,61 2359,21 1832,51 2467,59 3501,3 Oktober 1582,63 2643,49 1256,7 2367,7 3635,32 Nopember 1718,96 2688,33 1241,54 2415,84 3531,21 Desember 1805,52 2745,83 1355,41 2534,36 3703,51 Sumber : IDX statistic berbagai tahun terbit.

Berdasarkan tabel 4.5 nilai IHSG tertinggi terjadi pada akhir periode pengamatan yaitu bulan Desember 2010 sebesar 3703,51 bps, sedangkan IHSG terendah terjadi pada bulan Februari 2006 sebesar 1230,66 bps. Untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci, di bawah ini disajikan grafik variabel

Gambar 4.5

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Tahun 2006-2010

Sumber : IDX statistic berbagai tahun terbit, data diolah.

Berdasarkan gambar 4.5 terlihat kinerja pasar modal mengalami peningkatan dari awal periode penelitian. IHSG pada akhir tahun 2006 mencapai 1805,52 bps. Faktor domestik yang menopang adalah penurunan BI rate sejak bulan Mei dan perkembangan beberapa indikator makroekonomi yang semakin membaik. Dari sisi eksternal dipengaruhi oleh pasar saham internasional dan regional. Pada Agustus 2008 terjadi krisis global kasus kredit macet perumahan (sub-prime mortage) di AS yang ikut mengguncang pasar saham di negara lain termasuk Indonesia. Selama pertengahan tahun 2008, IHSG terus mengalami penurunan dan pada akhir tahun 2008 menyentuh level 1355,41 atau turun 1390,42 bps. Dibandingkan pada penutupan tahun 2007 dan merupakan posisi terendah selama 2 tahun terakhir. Selama pertengahan tahun 2009 pada bulan Juni sampai pertengahan tahun 2010 IHSG mengalami kenaikan dan pada akhir periode penelitian mengalami kenaikan pada posisi 3703,51 bps.

Dokumen terkait