• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEOR

C. Inflasi

Menurut Mishkin Frederic S (2008:342) Inflasi di definisikan sebagai kondisi kenaikan tingkat harga secara terus menerus. Ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai macam itu naik dengan presentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan, yang terpenting terdapat kenaikan harga-harga barang secara umum berlangsung terus-menerus selama satu priode tertentu. Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dalam persentasi yang cukup besar) bukan termasuk inflasi.

Inflasi merupakan perubahan harga secara agregat. Pembangunan akan berjalan lancar bila inflasi dapat ditekan serendah mungkin. Perhitungan inflasi dilakukan oleh Badan Pusat Statistik. Perhitungan inflasi negara dihitung berdasarkan inflasi di 45 kota yang terdiri dari 30 provinsi dan meliputi 293-397 harga barang dan jasa (Pananda Pasaribu dkk, 2009:4).

Menurut Asfia Murni (2006:203-205) Jenis inflasi dapat dibedakan berdasarkan berdasarkan tingkat atau laju inflasi yang terdiri dari:

a. Moderat Inflation (laju inflasi antara 7-10%) adalah laju inflasi yang di tandai dengan harga-harga yang meningkat secara lambat.

b. Galloping Inflation adalah inflasi ganas (tingkat laju inflasinya antara 20- 100%) yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan serius terhadap perekonomian, hal ini ditandai dengan uang kehilangan nilainya dengan

cepat sehingga orang tidak suka memegang uang atau lebih baik memegang barang. Kredit jangka panjang berdasarkan Indeks harga atau menggunakan mata uang asing seperti dolar. Kegiatan investasi masyarakat lebih banyak diluar negeri.

c. Hyper inflation, adalah tingkat inflasinya sangat tinggi (di atas 100%). Inflasi ini cendrung mematikan kegiatan perekonomian masyarakat. Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga cendrung mengalami kenaikan (Eduardus Tandelilin, 2010:342).

Berdasarkan alasan penyebabnya, inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut (Junaiddin Zakaria,2009:62):

a. Demand full inflation atau inflasi sebagai akibat dari tarikan permintaan yang sering disebut juga dengan kelebihan permintaan. Apabila permintaan tersebut terus-menerus bertambah sedangkan seluruh faktor produksi sudah digunakan secara full, maka hal ini akan menimbulkan kenaikan harga. Kenaikan harga secara terus-menerus ini akan menimbulkan inflasi, dan inflasi yang tinggi akan menimbulkan pengangguran tenaga kerja.

b. Cost full inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan biaya produksi, upah dan biaya produksi yang tinggi akan mendorong

produsen untuk menjual hasil produksinya dengan harga yang tinggi, yang akhirnya akan mendesak harga-harga barang lain ikut naik.

c. Pemerintah banyak mencetak uang melalui bank sentral pemerintah menciptakan uang yang cukup banyak karena ingin melayani permintaan kredit dari masyarakat umum dan dari dunia usaha pada khususnya. Pertambahan jumlah uang beredar jika tidak diimbangi dengan penciptaan barang dipasar maka harga-harga barang tersebut akan naik, jika hal ini terjadi secara terus-menerus maka akan timbul inflasi.

Menurut Sadono Sukirno (2008:339) Inflasi akan membawa dampak terhadap perekonomian suatu negara, yaitu:

a. Inflasi akan menurunkan pendapatan rill orang-orang yang berpendapatan tetap.

b. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang. c. Memperburuk pembagian kekayaan

Upaya-upaya untuk mengendalikan laju inflasi dapat berupa penerapan kebijakan fiskal dan moneter. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan pemerintah untuk mengubah dan mengendalikan penerimaan dan pengeluran pemerintah melalui APBN (Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara) dengan maksud mengatasi masalah yang sedang di hadapi. Ada 3 Bentuk kebijakan fiskal untuk jangka pendek:

a. Membuat perubahan yang berkaitan dengan pengeluaran pemerintah b. Membuat perubahan yang berkaitan sistem pajak dan jumlah pajak yang

Untuk jangka panjang kebijakan fiskal:

a. Kebijakan penstabilan otonomik yang artinya menjalankan sistem pajak yang telah ada.

b. Kebijakan fiskal diskresioner artinya kebijakan secara khusus membuat perubahan terhadap sistem yang ada, misalkan membuat peraturan yang baru dibidang penerimaan dan pengeluaran pemerintah.

Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dilakukan bank sentral dalam mengatur dan mengendalikan jumlah uang beredar. Kebijakan ini meliputi:

a. Kebijakan operasi pasar terbuka (open-market operation) yaitu membeli atau menjual obligasi pemerintah.

b. Kebijakan tingkat diskonto yaitu kebijakan dalam menetapkan tingkat bunga.

c. Kebijakan cadangan wajib yaitu cadangan dalam menetapkan deposito bank dan juga lembaga keuangan lainnya (Asfia Murni, 2006:209).

Menurut Paul A. Samuelson (2004:116) terdapat efek buruk yang disebabkan adanya inflasi yaitu sebagai berikut:

a. Inflasi dan perkembangan ekonomi

Inflasi yang tinggi tingkatnya akan menggalakan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik meyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk spekulasi. Inflasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi akan menurun, akan mengakibatkan

b. Inflasi dan kemakmuran rakyat

Disamping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi negara inflasi juga akan menimbulkan efek-efek terhadap individu dan masyarakat.

c. Inflasi akan menurunkan pendapatan rill orang-orang yang berpendapatan tetap.

Pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan harga-harga. Maka inflasi akan menurunkan individu yang berpendapatan tetap, sehingga daya beli masyarakat juga akan menurun.

d. Inflasi akan megurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang

Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang, simpanan di bank, simpanan tunai dan simpanan dalam institusi-institusi keuangan lainnya. Nilainya akan menurun apabila inflasi berlaku.

e. Memperburuk pembagian kekayaan

Penerimaan pendapatan tetap akan menghadapi kemerosotan dalam nilai rill pendapatannya dan pemilik kekayaan bersifat keuangan mengalami penurunan dalam nilai rill pendapatannya, dan pemilik kekayaaan bersifat keuangan mengalami penurunan dalam nilai rill kekayaannya. Sebagian penjual atau pedagang dapat mempertahankan nilai rill pendapatannya. Dengan demikian inflasi menyebabkan pembagian pendapatan di antara golongan berpendapatan tetap dengan pemilik harta tetap dan pedagang menjadi semakin tidak merata.

Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali (2010:184) terdapat dua indikator untuk mengukur inflasi:

a. Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan harga dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Dilakukan atas dasar survei bulanan di 45 kota, dipasar tradisional dan modern terhadap 283-397 jenis barang atau jasa disetiap kota dan secara keseluruhan terdiri dari 742 komunitas. b. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) merupakan indikator yang

menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah.

Disagregasi Inflasi:

1. Inflasi inti yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental: a. Interaksi permintaan dan penawaran.

b. Lingkungan eksternal : nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra.

c. Ekspansi inflasi dari perdagangan kekonsumen.

2. Inflasi non inti yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental. Dalam hal ini terdiri dari:

a. Inflasi Volatile Food yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh shock dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam dan gangguan penyakit

b. Inflasi Administered Prices yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh shock

berupa kebijakan harga pemerintah, seperti harga BBM, tarif listrik, tarif angkutan dan lain-lain.

Dokumen terkait