• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Deskriptif

Dalam dokumen EFEKTIFITAS KEBIJAKAN (Halaman 27-35)

Uji 2 Beda Rata-rata (Uji T untuk Sampel Berpasangan)

A. Hasil dan Pembahasan

4.1 Analisis Deskriptif

Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengalihan PBB-P2 ke seluruh Pemerintah kabupaten/kota telah dimulai 1 Januari 2014. Pengalihan penerimaan PBB-P2 kepada daerah membuat PAD Kota Metro meningkat. Peningkatan penerimaan pajak ini selain karena pengalihan ini juga dipengaruhi oleh tarif, luas lahan, jumlah luas bangunan dan NJOP. Untuk melihat kondisi tersebut maka akan diuraikan sebagai berikut:

1. Tarif

Tarif PBB-P2 sebelum dialihkan didasarkan pada Undang-Undang Pasal 88 Ayat 1, yaitu sebesar 0,5%, setelah dialihkan ke Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) pasal 80 tarif pajak daerah paling tinggi sebesar 0,3% dan ditetapkan dengan peraturan daerah Undang-Undang 28 Tahun 2009 Pasal 79 Ayat 3. Kota Metro menetapkan besarnya tarif sebesar 0,3 % dan ini merupakan kebijakan dari Kota Metro itu sendiri. Penentuan tarif setiap daerah berbeda sebagaimana sesuai dengan acuan masing-masing setiap daerah.

Luas tanah ditentukan dengan membedakan klasifikasi tanah menurut nilai jualnya. Kota Metro memiliki 5 kecamatan yaitu Metro Barat, Metro Selatan, Metro Utara, Metro Pusat dan Metro Timur. Sebagaimana tercantum dalam pasal 1 UU Pajak Bumi dan Bangunan, yang dimaksud dengan bumi adalah permukaan bumi, (perairan) dan tubuh bumi yang berada di bawahnya. Permukaan bumi itu sebetulnya tidak lain daripada tanah. Jadi yang menjadi objek PBB-P2 itu adalah tanah (perairan) dan tubuh bumi. Untuk memudahkan penghitungan PBB-P2 yang terutang, tanah perlu diklasifikasikin (Soemitro, 1989). Klasifikasi tanah adalah pengelompokkan tanah menurut nilai jualnya, dan memperhatikan faktor-faktornya.

Tabel 8. Luas Lahan Sebelum dan Setelah Pengalihan PBB-P2 di Kota Metro

Kecamatan Sebelum Pengalihan(m2) Setelah Pengalihan(m2) Perubahan (%) Metro Barat 36.512.830 36.743.794 0,632 Metro Utara 56.056.853 72.166.439 28,737 Metro Selatan 46.599.278 46.884.144 0,611 Metro Timur 30.785.662 38.044.580 23,578 Metro Pusat 38.526.432 37.026.250 -3,893 Jumlah 208.481.055 230.865.207 10,736

Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Metro.

Tabel di atas menjelaskan bahwa lahan seluas di Kota Metro dari 5 kecamatan. Baik sebelum dan setelah pengalihan adalah Kecamatan Metro Utara yang memiliki luas lahan yang lebih dari kecamatan lainnya, sedangkan lahan yang relatif lebih sempit yaitu pada Kecamatan Metro Timur sebesar 38.044.580 m2.

Sejak pengalihan pengelolaan PBB-P2 luas lahan di Kota Metro menjadi lebih luas. Pada Kecamatan Metro Utara dengan adanya pengalihan luas lahan

meningkat drastis sebesar 28,737% diikuti oleh Kecamatan Metro Timur sebesar 23,578%, ini dapat dikatakan bahwa dengan adanya pengalihan kewenangan yang dikelola Kota Metro berarti wilayah menjadi lebih berkembang dan luas.

Perubahan dengan rata-rata sebesar 10,736 % tersebut terjadi karena semakin tertibnya aparatur mendata luas lahan warga karena kewenangan pengukuran sudah ditetapkan Kota Metro makin luas lahan yang dimiliki, makin tinggi pula penerimaan pajak yang diperoleh pemerintah kota, dan pada akhirnya akan menambah penerimaan PBB-P2. Setiap penambahan luas lahan yang dimanfaatkan masyarakat, akan menambah jumlah wajib pajak baru, sehingga akan meningkatkan penerimaan PBB-P2.

Penelitian ini juga didukung oleh Sasana (2005) bahwa adanya pengaruh atau hubungan positif antara jumlah luas lahan dengan penerimaan PBB di Kabupaten Banyumas. Peningkatan jumlah luas lahan yang menjadi objek PBB di Kabupaten Banyumas sebesar 1%, akan meningkatkan penerimaan PBB-P2. Penelitian lainnya didukung oleh Afriansyah (2015), bahwa jumlah luas lahan memiliki pengaruh signifikan terhadap penerimaan PBB-P2 di Kota Tangerang periode 2010-2013.

3. Jumlah Luas Bangunan

Jumlah luas bangunan diukur dengan banyaknya bangunan yang menjadi objek PBB-P2 di setiap Kecamatan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dalam satuan meter persegi (m2). Bangunan yang juga dijadikan objek PBB adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah (dan / atau perairan), yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau

tempat berusaha atau tempat yang dapat diusahakan. Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor (Soemitro, 1989): a) bahan yang digunakan, b) rekayasa, c) letak, d) kondisi lingkungan dan lain-lain. Sedangkan bangunan dapat dikategorikan dalam :

a. Bangunan beton, bangunan bertingkat / susun b. Bangunan terbuat dari batu

c. Bangunan terbuat dari kayu

d. Bangunan semi permanen, dan sebagainya.

Tabel 9. Jumlah Luas Bangunan Sebelum dan Setelah Pengalihan PBB-P2 di Kota Metro Kecamatan Sebelum Pengalihan(m2) Setelah Pengalihan(m2) Perubahan (%) Metro Barat 1.487.401 1.588.622.5 6,805 Metro Utara 1.100.185 1.140.285 3,644 Metro Selatan 634.537 716.324,49 12,889 Metro Timur 2.021.316 1.934.847 -4,277 Metro Pusat 3.400.822 2.945.513 -13,388 Jumlah 8.644.261 8.325.591,99 -3,686

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Metro

Dilihat dari tabel di atas bahwa total jumlah bangunan di Kota Metro setelah pengalihan mengalami penurunan jumlah luas bangunan sebesar (3,686%). Penurunan ini terjadi karena ada 2 kecamatan yang jumlah luas bangunannya menurun pada Kecamatan Metro Timur menjadi sebesar -4,277% dan Metro Pusat menjadi sebesar -13,388%. Sebelum adanya pengalihan yang paling kecil di antara lainnya adalah Kecamatan Metro Selatan. Ini adalah wilayah yang belum banyak bangunan yang berdiri maka dengan itu kecamatan ini jumlah bangunannya lebih kecil. Tetapi setelah adanya pengalihan PBB-P2 Metro

Selatan yang meningkat drastis jumlah bangunannya dari pada kecamatan lainnya. Jumlah luas bangunan sebelum pengalihan sebesar 8.644.261 m2

kemudian mengalami penurunan setelah adanya pengalihan sebesar 8.325.591,99 m2.

Perubahan jumlah luas bangunan tersebut mengalami fluktuatif dan yang berbeda pada kecamatan Metro Selatan. Pada kecamaatan ini peningkatan perubahan terjadi sebesar 12,889 %. Sedangkan perubahan yang turun sangat jauh pada kecamatan Metro Pusat sebesar -13,388 %, penurunan ini terjadi karena masyarakat lebih memilih membangun di tempat lain yang lebih strategis dan lebih kecil dalam pengenaan NJOPnya dengan rata-rata perubahan sebelum dan setelah pengalihan yaitu sebesar -3,686 %. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan antara jumlah luas bangunan dengan penerimaan PBP-P2 di Kota Metro mempunyai sifat yang elastis, karena peningkatan jumlah luas bangunan yang kecil mampu menyebabkan peningkatan yang lebih besar pada penerimaan PBB-P2 di Kota Metro. Jumlah luas bangunan juga merupakan variabel yang dominan dalam mempengaruhi penerimaan PBB-P2 di Kota Metro.

Penelitian ini didukung oleh Sasana (2005) bahwa adanya pengaruh atau hubungan positif antara jumlah bangunan dengan penerimaan PBB di Kabupaten Banyumas. Angka elastisitas menunjukkan bahwa peningkatan jumlah bangunan yang menjadi objek PBB di Kabupaten Banyumas sebesar 1 %, dengan asumsi variabel yang lain konstan, akan meningkatkan penerimaan PBB. Penelitian lainnya didukung oleh Afriansyah (2015) bahwa wajib pajak, jumlah luas lahan,

jumlah bangunan memiliki pengaruh signifikan terhadap penerimaan PBB di Kota Tangerang periode 2010-2013.

4. NJOP

Penentuan besarnya NJOP tanah maupun bangunan untuk kondisi tanggal 1 Januari tahun pajak dilakukan melalui proses penilaian tanah dan atau bangunan. Penilaian dilakukan dengan tujuan untuk menentukan NJOP tanah maupun bangunan per m2 sebagai dasar pengenaan PBB. Penentuan NJOP tanah per

meter persegi, dilakukan setiap tahun oleh Pemda. NJOP ditetapkan berdasarkan surat keputusan bupati/walikota. Besarnya NJOP ditetapkan berdasarkan penilaian yang dilakukan dengan metode perbandingan data pasar dan dilaksanakan secara masal. Penilaian tanah dilakukan dengan tujuan untuk menentukan besarnya NJOP sebagai dasar pengenaan PBB-P2 dan tanggal penilaian ditetapkan untuk keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari tahun pajak. Nilai NJOP sebelum pengalihan dimulai dari Rp. 7.150/m2 sampai Rp.

702.000/m2 sesuai dengan zona nilai tanah. Sumber data pasar tanah diperoleh melalui penjualan dan pembelian, notaris PPAT, broker, aparat daerah atau sumber lainnya yang dipercaya. Untuk Kota Metro sendiri semenjak pengalihan belum melakukan penyesuaian khususnya NJOP bumi. Rencana estimasi penyesuaian NJOP akan menggunakan dua kelas dari harga nilai jual tanah pasar. Penyesuaian NJOP ini berdasarkan aksesibilitas dan status jalan. Perubahan NJOP mengacu pada Perda Kota Metro Nomor 1 Tahun 2017 tentang pajak daerah. Pelaksaanan perubahan ini baru akan diterapkan pada tahun 2018.

Pertumbuhan nilai tanah maupun bangunan yang semakin meningkat diiringi dengan kegiatan perekonomian yang ada, sehingga menyebabkan penerimaan dari sektor pajak khususnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga meningkat. Dalam hal ini nilai jual objek pajak (NJOP) yang menjadi dasar perhitungan PBB sangat berpengaruh penting dalam penerimaan PBB. Penetapan NJOP yang tinggi menyebabkan penerimaan PBB juga mengalami peningkatan (Ovelia V. Imbing, 2013:484).

Penjelasan ini didukung oleh Purnamasari (2015) NJOP berbengaruh signifikan terhadap Penerimaan Pajak dan dapat dikatakan bahwa NJOP searah dengan

Penerimaan Pajak yang dilaporkan. Yang dimana jika NJOP meningkat maka Penerimaan Pajak juga meningkat. Pengaruh langsung NJOP Pajak terhadap

Penerimaan Pajak lebih besar, sedangkan Pengaruh tidak langsung Nilai Jual Objek

Pajak terhadap Penerimaan lebih kecil dari pengaruh langsung. Total Pengaruh Nilai

Jual Objek Pajak searah positif, artinya Pendapatan Daerah dipengaruhi oleh Nilai Jual Objek Pajak ke Penerimaan Pajak.

5. Penerimaan PBB-P2 Sebelum dan Setelah Pengalihan

PBB-P2 merupakan pajak objektif, di mana pengenaan pajak didasarkan pada objek dari PBB, yaitu bumi dan / atau bangunan, sehingga otomatis yang menjadi objek pajaknya adalah bumi dan bangunan. Undang – undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah bahwa penerimaan PBB-P2 dialihkan ke pemerintah kabupaten/kota.

Tabel 10. Penerimaan PBB-P2 Sebelum dan Setelah Pengalihan di Kota Metro

Kecamatan Sebelum Pengalihan (Rp) Setelah Pengalihan (Rp) Perubahan (%)

Metro Barat 1.778.662.436 1.535.487.796 -13,671 Metro Utara 1.158.309.644 1.560.946.225 34,760 Metro Selatan 776.493.313 877.321.014 12,985 Metro Timur 2.577.435.105 2.250.346.603 -12,690 Metro Pusat 1.600.448.249 3.211.667.373 100,672 Jumlah 7.891.348.747 9.435.769.008 19,571

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Metro

Penerimaan PBB-P2 di Kota Metro dapat dilihat di tabel atas setelah pengalihan meningkat sebesar 19,571% dari Rp. 7.891.348.747 menjadi Rp. 9.435.769.008. PBB-P2 sebelum pengalihan terbesarnya di kecamatan Metro Timur sebesar Rp.2.577.435.105. Sementara penerima PBB-P2 yang paling kecil diantaranya yaitu Metro Selatan sebesar Rp.776.493.313. Dengan adanya pengalihan kewenangan penerimaan PBB-P2 di Kota Metro penerimaannya meningkat drastis. Bisa dilihat pada kecamatan Metro Pusat penerimaanya sebesar Rp.3.211.667.373. Penerimaan sebelum adanya pengalihan sebesar Rp. 7.891.348.747 sedangkan setelah adanya pengalihan meningkat menjadi sebesar Rp. 9.435.769.008. Ini membuktikan bahwa pengalihan pengelolaan PBB-P2 dapat meningkatkan penerimaan pajak daerah di kota tersebut. Dari 5 kecamatan tersebut yang meningkat penerimaan PBB-P2 yaitu pada Kecamatan Metro Utara, Metro Selatan dan Metro Pusat. Peningkatan penerimaan setelah pengalihan ini karena ketaatan wajib pajak untuk membayar dan NJOP yang dikenakan sesuai dengan zona nilai tanah masing-masing kecamatan. Selanjutnya ada 2 kecamatan yang mengalami penurunan penerimaan PBB-P2 yaitu pada Kecamatan Metro Barat dan Metro Timur. Penurunan yang terjadi ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman kegunaan

dari membayar pajak tersebut dan NJOP yang dikenakan lebih kecil dari 3 kecamatan lainnya.

Perubahan sebelum dan setelah pengalihan yang penerimaan paling tinggi pada kecamatan Metro Pusat melebihi 100%. Peningkatan penerimaan ini terjadi setelah adanya pengalihan ke pemerintah kabupaten/kota. Hal ini secara langsung memperlihatkan bahwa pengalihan penerimaan ini seluruhnya dikelolah oleh daerah dan bukan bagi hasil dari pemerintah pusat.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Rahman (2011) bahwa pemungutan PBB berjalan dengan cukup efektif karena setiap tahun mengalami peningkatan pembayaran oleh wajib pajak. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan penerimaan pajak pada KPP Pratama Parepare setiap tahunnya.

Penelitian ini didukung oleh Saputro (2014) bahwa potensi penerimaan PBB di Kabupaten Gianyar dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Dengan beralih fungsinya lahan pertanian/tanah sawah menjadi tanah kering mengakibatkan nilai tanah berubah, di mana NJOP naik sehingga otomatis penerimaan PBB juga naik.

Dalam dokumen EFEKTIFITAS KEBIJAKAN (Halaman 27-35)

Dokumen terkait