VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.7. Analisis Efisiensi Pemasaran Pala dan Turunannya
6.7.1. Marjin Pemasaran
Besarnya marjin pemasaran dihitung dengan menjumlahkan biaya-biaya
pemasaran dengan besarnya keuntungan pada setiap lembaga pemasaran yang
terlibat dalam jalur tataniaga tersebut. Sebagian besar hasil panen pala milik
petani di Desa Tamansari pada akhirnya akan disalurkan ke penyulingan dalam
bentuk biji basah. Sangat jarang ditemukan petani menyalurkan hasil panen dalam
bentuk daging sebagai bahan baku industri manisan pala dan sebagainya. Dari 30
responden, terdapat 2 orang responden yang mengolah daging buah untuk menjadi
manisan pala. Mereka akan mengolah apabila memang ada konsumen yang
memesan secara langsung. Jika tidak ada pemesanan, mereka akan membuang
daging buah tersebut sebagai limbah saja.
Pala yang kemudian akan menjadi minyak pala akan mengalami proses
pengolahan yang mengubah bentuk biji basah atau buah seutuhnya menjadi
minyak pala. Dahl and Hammond (1977) menegaskan bahwa untuk menghitung
marjin pemasaran suatu komoditas harus dalam satu satuan pengukuran, maka
semakin besar perubahan dan semakin banyak komoditas yang menyusun suatu
produk akhir, maka akan semakin sulit menghitung marjin pemasarannya. Pala
mengalami perubahan bentuk ketika rantai tataniaga berada pala lembaga
pemasaran penyuling. Adapun satuan pengukuran marjin pemasaran dihitung atas
dasar satu kilogram biji basah.
a. Buah Pala Seutuhnya
Penjualan dalam bentuk buah pala seutuhnya mempunyai satu pola saluran
• Petani ? Pedagang Pengumpul Desa ? Penyuling 1? Tengkulak ? Eksportir
Marjin pemasaran buah pala seutuhnya adalah sebesar Rp 3.362,16 yang
diperoleh dari PPD, penyuling, tengkulak, dan eksportir. Marjin terbesar adalah
pada lembaga pemasaran PPD yaitu sebesar Rp 2.000. Biaya yang dikeluarkan
oleh PPD untuk transportasi sebesar Rp 33,33 untuk 1 kilogram biji basah.
Pemanenan dan pengelupasan buah pala dilakukan oleh tenaga kerja dalam
keuarga. Biaya penyusutan yang ditanggung oleh PPD adalah sebesar Rp 67 untuk
setiap 1 kilogram biji basah.
Penyuling 1 yang lokasinya jauh dari PPD, yaitu di Desa Ciherang Pondok
Kecamatan Caringin menggunakan mobil sebagai alat transportasi pengangkutan.
Dengan menggunakan mobil, penyuling mengeluarkan biaya sebesar Rp 100.000
untuk mengangkut biji basah sebanyak kurang lebih 5 ton biji basah. Maka biaya
angkut biji basah per kilogram adalah Rp 20. Setelah sampai di lokasi
penyulingan, biji basah dipisahkan dari kulit yang mengelupasinya (fuli) untuk
kemudian dijemur. Dalam kegiatan penjemuran ini dibutuhkan 1 orang tenaga
kerja yang dibayar Rp 25.000 per hari. Lamanya penjemuran adalah 4 hari,
dengan kondisi panas yang baik. Maka biaya penjemuran hingga menghasilkan
biji kering dan fuli kering adalah Rp 20 per kilogram biji basah. Setelah kering,
proses penyulingan segera dimulai dengan proses penggilingan. Dan seterusnya
mengikuti tahapan-tahapan dalam penyulingan hingga menghasilkan minyak pala,
yang rata-rata waktu penyulingan normal adalah sekitar 42 jam. Dalam proses
Proses penyulingan minyak ini membutuhkan bahan bakar minyak tanah
sebanyak 4 drum, atau sekitar 800 liter minyak tanah. Harga minyak tanah per
liter adalah Rp 2.500. Maka biaya bahan bakar per 1 kilogram biji basah adalah
Rp 400.
Pihak tengkulak akan segera dihubungi apabila penyulingan sudah selesai
dan minyak pala telah siap untuk dijual. Tengkulak akan mengangkut sendiri
minyak pala dari penyuling 1 dengan menggunakan mobil angkut ke lokasi
ekportir. Untuk biaya pengangkutan, biaya yang dikeluarkan tengkulak adalah
sebesar Rp 15 per kg biji basah. Biaya pengemasan yang dikeluarkan oleh
tengkulak adalah sebesar Rp 7,5 per kg biji basah.
Pihak esportir melakukan pengemasan minyak pala dengan biaya Rp 47,29
per kg biji basah. Biaya tenaga kerja di tingkat eksportir sulit diperhitungkan,
karena eksportir tidak hanya menjual dan membeli minyak pala tetapi juga
minyak atsiri lainnya dan tenaga kerja dibayar per bulan. Maka biaya tenaga kerja
dihitung berdasarkan persentase kontribusi minyak pala terhadap total penjualan
minyak atsiri yang dikalikan dengan total biaya tenaga kerja yang dibayarkan per
bulannya. Diperoleh biaya tenaga kerja yang ditanggung perkilogram biji basah
adalah Rp 40,5. Biaya pengiriman minyak pala ke luar negeri adalah sebesar
Rp 6,14 per kg biji basah. Biaya sortasi yang dikeluarkan oleh eksportir adalah
sebesar Rp 54,05. Adapun biaya penyimpanan adalah biaya sewa gudang
berkapasitas 500 drum sebesar Rp 10 juta per tahun. Secara lengkap mengenai
b. Biji Basah
Penjualan dalam bentuk biji basah mempunyai dua pola saluran
pemasaran, yang masing- masing adalah sebagai berikut :
• Petani ? Pedagang Pengumpul Desa ? Penyuling 1 ? Tengkulak? Eksportir (Saluran 1)
• Petani ? Penyuling 2? Tengkulak ? Eksportir (Saluran 2)
Marjin pemasaran biji basah pada Saluran 1 sebesar Rp 1.662,16 yang
diperoleh dari PPD, penyuling 1, tengkulak, dan eksportir. Marjin terbesar adalah
pada lembaga pemasaran penyuling 1 yaitu sebesar Rp 600. Komponen biaya
yang dikeluarkan oleh penyuling 1 sebesar RP 480. Petani tidak mengeluarkan
biaya pemasaran, karena lokasi PPD tidak jauh dari rumah mereka. Pemanenan
dan pengelupasan dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga.
Begitu pula dengan PPD, pihak ini tidak menge luarkan biaya pemasaran. Karena
pihak penyuling sendiri yang mengambil biji basah ke PPD. Selain itu, tidak ada
kegiatan pengolahan tertentu yang dilakukan oleh PPD.
Penyuling 1 yang lokasinya jauh dari PPD, yaitu di Desa Ciherang Pondok
Kecamatan Caringin menggunakan mobil sebagai alat transportasi pengangkutan.
Dengan menggunakan mobil, penyuling mengeluarkan biaya sebesar Rp 100.000
untuk mengangkut biji basah sebanyak kurang lebih 5 ton biji basah. Maka biaya
angkut biji basah per kilogram adalah Rp 20. Setelah sampai di lokasi
penyulingan, biji basah dipisahkan dari kulit yang mengelupasinya (fuli) untuk
kemudian dijemur. Dalam kegiatan penjemuran ini dibutuhkan 1 orang tenaga
biji kering dan fuli kering adalah Rp 20 per kilogram biji basah. Setelah kering,
proses penyulingan segera dimulai dengan proses penggilingan. Dan seterusnya
mengikuti tahapan-tahapan dalam penyulingan hingga menghasilkan minyak pala,
yang rata-rata waktu penyulingan normal adalah sekitar 42 jam. Dalam proses
penyulingan ini membutuhkan 4 tenaga kerja dengan bayaran sebesar Rp 25.000
per orang. Dalam hal ini biaya penyulingan adalah Rp 40 per kilogram biji basah.
Proses penyulingan minyak ini membutuhkan bahan bakar minyak tanah
sebanyak 4 drum, atau sekitar 800 liter minyak tanah. Harga minyak tanah per
liter adalah Rp 2.500. Maka biaya bahan bakar per 1 kilogram biji basah adalah
Rp 400.
Pihak tengkulak akan segera dihubungi apabila penyulingan sudah selesai
dan minyak pala telah siap untuk dijual. Tengkulak akan mengangkut sendiri
minyak pala dari penyuling dengan menggunakan mobil angkut ke lokasi ekportir.
Untuk biaya pengangkutan, biaya yang dikeluarkan tengkulak adalah sebesar
Rp 15 per kg biji basah. Biaya pengemasan yang dikeluarkan oleh tengkulak
adalah sebesar Rp 7,5 per kg biji basah. Selanjutnya pihak esportir melakukan
pengemasan minyak pala dengan biaya Rp 47,29 per kg biji basah. Biaya tenaga
kerja di tingkat eksportir sulit diperhitungkan, karena eksportir tidak hanya
menjual dan membeli minyak pala tetapi juga minyak atsiri lainnya dan tenaga
kerja dibayar per bulan. Maka biaya tenaga kerja dihitung berdasarkan persentase
kontribusi minyak pala terhadap total penjualan minyak atsiri yang dikalikan
dengan total biaya tenaga kerja yang dibayarkan per bulannya.
Diperoleh biaya tenaga kerja yang ditanggung perkilogram biji basah
Rp 6,14 per kg biji basah. Biaya sortasi yang dikeluarkan adalah sebesar
Rp 54,05. Adapun biaya penyimpanan adalah biaya sewa gudang berkapasitas 500
drum sebesar Rp 10 juta per tahun.
Marjin pemasaran pada Saluran 2 adalah Rp 1.462,16. Marjin ini berasal
dari pihak penyuling 2, tengkulak, dan eksportir. Biaya yang dikeluarkan oleh
penyuling antara lain biaya penjemuran yaitu sebesar Rp 20 per 1 kilogram biji
basah, biaya transportasi ke tempat penyulingan di Desa Cimande Kecamatan
Caringin sebesar Rp 20 per 1 kilogram biji basah, dan biaya penyulingan per 1
kilogram biji basah adalah sebesar Rp 540,-. Biaya penyulingan ini berdasarkan
biaya penyulingan sebesar Rp 20.000,- untuk setiap 1 kilogram minyak pala.
Selanjutnya tengkulak akan segera dihubungi apabila penyulingan sudah
selesai dan minyak pala telah siap untuk dijual. tengkulak akan mengangkut
sendiri minyak pala dari penyuling dengan menggunakan mobil angkut ke lokasi
eksportir di Jakarta. Marjin pemasaran terbesar adalah pada lembaga pemasaran
pengumpul penyuling yaitu sebesar Rp 700 dengan biaya yang dikeluarkan adalah
Rp 580,54. Untuk mengetahui mengenai marjin pemasaran penjualan pala dalam
Tabel 23. Marjin Pada Masing-masing Pelaku Pasar dan Saluran Pemasaran Buah Pala Seutuhnya (Per Kg Biji Basah) Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007 Pelaku Pasar Saluran 1 Harga (Rp) (%) 1. Petani • Biaya Pupuk 200 2,40 • Harga Jual 5.000 59,79 2. PPD • Harga Beli 5.000 59,79 • Biaya Transportasi 33,33 0,39 • Penyusutan 67 8,01 • Keuntungan 1899,67 22,71 • Marjin 2.000 23,90 • Harga Jual 7.000 83,70 3. Penyuling • Harga Beli 7.000 83,70 • Biaya Produksi o TK Penjemuran 20,00 0,23 o TK Penyuling 40,00 0,47 o Bahan Bakar 400,00 4,78 • Transportasi 20,00 0,23 • Keuntungan 90,00 1,07 • Marjin 570 6,81 § Harga Jual 7.600 90,88 4. Tengkulak • Harga Beli 7.600 90,88 • Biaya Angkut 15,00 0,17 • Biaya Pengemasan 7,5 0,08 • Keuntungan 215,33 2,57 • Marjin 237,83 2,84 • Harga Jual 7.837,83 93,72 5. Eksportir • Harga Beli 7.837,83 93,72 • Biaya pengiriman 6,14 0,07 • Biaya pengemasan 47,29 0,56 • Biaya TK 40,5 0,48 • Biaya Sortasi 54,05 0,64 • Biaya Penyimpanan 3,0 0,035 • Keuntungan 373,35 4,46 • Marjin 524,33 6,27 • Harga Jual 8.362,16 100,00
Tabel 24. Marjin pada Masing-masing Pelaku Pasar dan Saluran Pemasaran Biji Basah (Per Kg Biji Basah Pala) Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007 Pelaku Pasar Saluran 1 Saluran 2 Harga (Rp) (%) Harga (Rp) (%) 1. Petani • Biaya Pupuk 200 2,4 200 2,4 • Harga Jual 6.700 80,12 6.900 82,5 2. PPD • Harga Beli 6.700 80,12 - • Biaya Transportasi - - - • Penyusutan 67 0,8 - - • Keuntungan 233 2,78 - - • Marjin 300 3,58 - - • Harga Jual 7.000 0,83 - - 3. Penyuling 1 • Harga Beli 7.000 0,83 - - • Biaya Produksi - TK Penjemuran 20,00 0,23 - - - TK Penyuling 40,00 0,47 - - - Bahan Bakar 400,00 4,78 - - • Transportasi 20,00 0,23 - - • Keuntungan 120 1,43 - - • Marjin 600 7,17 - - § Harga Jual 7.600 90,88 - - 4. Penyuling 2 • Harga Beli - 6.900 82,5 • Biaya Penjemuran - 20 0,23 • Biaya Penyulingan - 540,54 6,46 • Transportasi - 20 0,23 • Keuntungan - 119,46 1,42 • Marjin - 700 8,37 • Harga Jual - 7.600 90,88 5. Tengkulak • Harga Beli 7.600 90,88 7.600 90,88 • Biaya Angkut 15,00 0,17 15,00 0,17 • Pengemasan 7,5 0,08 7,5 0,08 • Keuntungan 215,33 2,57 215,33 2,57 • Marjin 237,83 2,84 237,83 2,84 • Harga Jual 7.837,83 93,72 7.837,83 93,72 4. Eksportir • Harga Beli 7.837,83 93,72 7.837,83 93,72 • Biaya pengiriman 6,14 0,07 6,14 0,07 • Biaya pengemasan 47,29 0,56 47,29 0,56 • Biaya TK 40,5 0,48 40,5 0,48 • Biaya Sortasi 54,05 0,64 54,05 0,64 • Biaya Penyimpanan 3,0 0,035 3,0 0,035 • Keuntungan 373,35 4,46 373,35 4,46 • Marjin 524,33 6,27 524,33 6,27 • Harga Jual 8.362,16 100 8.362,16 100
6.7.2. Farmer’s Share
Farmer’s share merupakan bagian harga yang dibayarkan oleh konsumen
yang dapat dinikmati oleh produsen. Semakin tinggi bagian harga yang diterima
petani, maka pemasaran dapat dikatakan semakin efisien, karena semakin rendah
mark-up atau persentase marjin, yang menunjukkan bahwa sistem pemasaran
tersebut dapat menyampaikan produk dari produsen ke konsumen dengan porsi
biaya dan keuntungan pedagang yang relatif lebih rendah.
a. Bentuk Buah Pala Seutuhnya
Tabel 23 menunjukkan bahwa bagian yang diterima petani dalam
penjualan dengan bentuk buah pala seutuhnya adalah sebesar 59,79 persen dari
harga jual di tingkat eksportir. Setelah dilakukan pengolahan hingga menjadi biji
basah, PPD akan menyalurkan kepada pihak penyuling. Pihak tersebut akan
melakukan pengolahan biji pala menjadi minyak pala. Hasil olahan tersebut
kemudian akan dijual kepada tengkulak, yang selanjutnya akan menyalurkan
minyak pala langsung kepada pihak eksportir.
b. Bentuk Biji Basah
Tabel 24 menunjukkan bahwa besarnya bagian harga yang diterima petani
pada saluran pemasaran 2 adalah lebih tinggi daripada saluran pemasaran 1.
Dengan memilih saluran pemasaran 2, petani akan mendapatkan harga yang lebih
tinggi dari hasil produksinya. Namun demikian, tidak seluruhnya dari petani akan
memilih Saluran 2. Karena hubungan antara petani dengan PPD sudah sangat baik
(langganan) dan adanya hubungan tetangga yang terjalin baik diantara mereka,
merasa lebih efisien apabila menjual kepada PPD yang berlokasi tidak jauh dari
mereka.
Walaupun posisi petani yang lemah sebagai penerima harga berdasarkan
harga yang ditentukan eksportir, ternyata bagian harga yang diterima petani
dengan melakukan penjualan dalam bentuk biji basah cukup tinggi. Bagian harga
yang diterima petani adalah sebesar 80,12 persen dari harga jual di tingkat
eksportir pada saluran 1 dan pada saluran 2 bagian harga yang diterima petani
adalah sebesar 82,5 persen dari harga jual di tingkat eksportir. Besarnya bagian
harga yang diterima petani seperti ini dimungkinkan akibat jumlah biji basah yang
diminta tidak sebanding dengan penawaran yang ada. Sehingga pihak PPD
ataupun penyuling masih dapat memberikan harga yang cukup baik kepada petani.
Jadi harga yang disampaikan kepada petani adalah harga yang sebenarnya atau
harga yang tidak jauh berbeda dengan harga yang sebenarnya.
6.7.3. Rasio Biaya dan Keuntungan
Suatu pemasaran dapat dikatakan efisien bagi kedua pihak yaitu bagi
petani dan lembaga pemasaran dengan syarat sebagai berikut (Khairida, 2002) :
a. Bagi petani, pemasaran efisien bila harga yang diterima petani relatif tinggi
b. Bagi lembaga pemasaran, pemasaran efisien bial keuntungan yang diperoleh
relatif tinggi dan biaya yang dikeluarkan relatif rendah.
Syarat no.2 tercermin dalam rasio antara keuntungan dan biaya (p/c). jika
a. Bentuk Buah Seutuhnya
Efisiensi dari sisi petani terjadi pada tingkat harga Rp 5.000. Sedangkan
dari sisi pedagang efisiensinya dapat terlihat pada Tabel 25 berikut.
Tabel 25. Rasio Keuntungan terhadap Biaya Masing-masing Lembaga pada Saluran Pemasaran dalam Bentuk Buah Pala Seutuhnya
Lembaga Pemasaran Sal 1 Total Biaya (C) (Rp) Sal 1 Total Keuntungan (p) (Rp) Rasio p terhadap C (p/C) PPD 100,33 1.899,67 18,00 Penyuling 480,00 90,00 0,18 Tengkulak 22,50 215,33 9,57 Eksportir 150,98 373,35 2,47
Berdasarkan Tabel 25 terlihat bahwa rasio keuntungan terhadap biaya
yang diperoleh PPD adalah sebesar 18. Artinya, setiap Rp 1 yang dikeluarkan oleh
PPD akan menghasilkan keuntungan sebanyak Rp 18. Sedangkan untuk
penyuling, rasio keuntungan terhadap biaya yang diperoleh adalah sebesar 0,18.
Untuk pihak tengkulak dan eksportir, rasio keuntungan dan biaya adalah sebesar
9,57 dan 2,47. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa pemasaran yang dilakukan
PPD lebih efisien bila dibandingkan dengan lembaga-lembaga pemasaran lain.
b. Bentuk Biji Basah
Efisiensi pemasaran dalam bentuk biji basah dari sisi petani terjadi pada
saluran 2 dengan tingkat harga Rp 6.900. Sedangkan dari sisi pedagang, efisiensi
pemasaran dapat dilihat melalui perbandingan antara keuntungan dengan biaya
Tabel 26. Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Masing-masing Lembaga pada Saluran Pemasaran dalam Bentuk Biji Basah
Lembaga Pemasaran Sal 1 Total Biaya (C) (Rp) Sal 1 Total Keuntungan (p) (Rp) Rasio p terhadap C (p/C) Sal 2 Total Biaya (C) (Rp) Sal 2 Total Keuntungan (p) (Rp) Rasio p terhadap C (p/C) PPD 67,00 233,00 3,47 - - - Penyuling 1 480,00 120,00 0,25 - - - Penyuling 2 - - - 580,54 119,46 0,20 Tengkulak 22,50 215,33 9,57 22,50 215,33 9,57 Eksportir 150,98 373,35 2,47 150,98 373,35 2,47
Berdasarkan Tabel 26 terlihat bahwa rasio keuntungan terhadap biaya
diperoleh penyuling 2 adalah sebesar 0,2. Artinya, setiap Rp 1 yang dikeluarkan
oleh penyuling akan menghasilkan keuntungan sebanyak Rp 0,2. Untuk pihak
tengkulak dan eksportir, rasio keuntungan dan biaya adalah sebesar 9,57 dan 2,47.
Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa pemasaran yang dilakukan tengkulak
lebih efisien bila dibandingkan dengan lembaga- lembaga pemasaran lain.