DAN TURUNANNYA
(Studi Kasus : Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor)
Oleh: FITRINA A14302014
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN
HOUTT) dan Turunannya. Studi Kasus di Desa Tamansari Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor (Dibawah bimbingan A. FAROBY FALATEHAN).
Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra produksi pala Indonesia. Produksi pala di Kabupaten Bogor tersebar di beberapa kecamatan, antara lain adalah Kecamatan Tamansari. Penelitian ini memfokuskan pada Desa Tamansari Kecamatan Tamansari. Hal ini karena Desa Tamansari memiliki kuantitas dan kualitas kualitas produksi pala yang sangat baik. Sebagian besar hasil produksi pala di lokasi penenlitian akan berakhir di penyulingan minyak pala. Suatu potensi yang cukup baik apabila komoditas pala di lokasi ini terus dikembangkan. Karena komoditas ini memiliki peran penting dalam memenuhi bahan baku minyak pala yang permintaannya terus menigkat di pasaran internasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui preferensi petani pala dalam menjual hasil produksinya, menganalisis saluran pemasaran pala dan turunannya, dan menganalisis efisiensi pemasaran dari komoditas pala dan turunannya.
Penelitian ini dilakukan di Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Jumlah responden 40 orang, yang terdiri dari 30 petani pala, 3 orang pedagang pengumpul desa, 3 orang penyuling, 2 orang tengkulak, dan 2 orang eksportir. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data skunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden, sedangk an data skunder diperoleh dari instansi- instansi yang berkaitan dengan penelitian. Data yang diperoleh, kemudian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif yaitu untuk mengetahui preferensi penjualan yang dilakukan petani pala dan menganalisis saluran pemasaran pala dan turunannya. Sedangkan secara kuantitatif yaitu untuk mengetahui efisiensi pemasaran pala dan turunannya yang dilakukan oleh petani dan lembaga pemasaran lainnya yang terlibat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 27 orang petani responden (83,33 persen) akan menjual hasil produksinya dalam bentuk biji basah, 3 orang (10 persen) menjual dalam bentuk buah pala seutuhnya, dan 2 orang (6,67 persen) menjual dalam bentuk biji basah juga mengolah daging buah menjadi manisan pala. Komoditas pala merupakan salah satu produk yang membutuhkan pengolahan lanjutan dan merupakan komoditas ekspor yang penting saat ini membutuhkan lembaga pemasaran yang akan memperlancar penyampaian produk sampai ke tangan konsumen akhir. Lembaga pemasaran yang terdapat di lokasi penelitian adalah petani, pedagang pengumpul desa, penyuling, tengkulak dan eksportir.
desa cukup besar, sedangkan pada tingkat pengumpul penyuling, penyuling, tengkulak, dan eksportir adalah besar. Struktur pasar yang terjadi adalah mengarah pada struktur pasar yang tidak bersaing murni, karena pada tingkat pedagang pengumpul dan penyuling menghadapi struktur pasar oligopoli, sedangkan tengkulak dan eksportir menghadapi struktur pasar duopoli.
Berdasarkan analisis perilaku pasar, pada praktek pembelian dan penjualan akan terjadi sepanjang tahun. Karena tidak ada bulan-bulan tertentu dimana komoditas pala dipanen. Akan tetapi terdapat periode panen, yaitu panen akan dilakukan setelah periode empat bulan. Pada praktek penentuan harga, eksportir yang akan menjadi pihak pertama dalam penentuan harga yang selanjutnya diteruskan kepada lembaga-lembaga pemasaran yang terdapat di bawahnya. Praktek dalam manjalankan fungsi pemasaran; (1) petani : fungsi penjualan dan pengangkutan, (2) PPD : fungsi pembelian, pengangkutan, pengolahan, penanggungan resiko, dan penjualan, (3) Penyuling: fungsi pembelian, pengolahan, pengangkutan, penanggungan resiko, informasi harga, dan penjualan, (4) Tengkulak : fungsi pembelian, pengangkutan, sortasi, penanggungan resiko, informasi harga, dan penjualan, (5) Eksportir : fungsi pembelian, pengangkutan, sortasi, pengemasan, penanggungan resiko, informasi harga, dan penjualan.
Berdasarkan analisis efisiensi pemasaran, marjin dan bagian harga yang diterima petani pada saluran pemasaran dalam bentuk buah pala seutuhnya adalah sebesar Rp 3.362,16 dan 59,79 persen Untuk rasio keuntungan dan biaya pada penjualan dalam bentuk buah pala seutuhnya; dari sisi petani terjadi pada kedua tingkat harga Rp 5.000. Sedangkan dari sisi pedagang, PPD lebih efisien bila dibandingkan dengan lembaga pemasaran lainnya karena rasio keuntungan terhadap biaya yang diperoleh PPD jauh lebih besar sebesar 18. Marjin dan bagian harga yang diterima petani pada saluran pemasaran dalam bentuk biji basah adalah sebesar Rp 1.662,16 dan 80,12 persen (saluran I) dan Rp 1.462,16 dan 82,5 persen (saluran II). Marjin yang terdapat pada saluran II lebih kecil dibandingkan pada saluran I, sedangkan bagian harga yang diterima petani adalah lebih besar pada saluran II dibandingkan dengan saluran I. Oleh karena itu saluran II lebih efisien dibandingkan saluran I. Untuk rasio keuntungan dan biaya pada penjualan dalam bentuk biji basah; dari sisi petani terjadi pada saluran 2 dengan tingkat harga Rp 6.900. Sedangkan dari sisi pedagang, tengkulak lebih efisien bila dibandingkan dengan lembaga pemasaran lainnya dengan rasio keuntungan dan biaya sebesar 9,57.
(Studi Kasus : Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten
Bogor)
Oleh: FITRINA A14303014
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN
Kasus :Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor)
Nama : FITRINA
NRP : A14303014
Menyetujui, Dosen Pembimbing
A. Faroby Falatehan, SP. ME
NIP. 132 311 853
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr.Ir. Didy Sopandie, MAgr
NIP. 131 124 019
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI
BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, 21 Mei 2007
Fitrina
Penulis dilahirkan di Tanjung Karang Provinsi Lampung pada tanggal 28
Juni 1985. penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan
Sanusi Idris dan Prisrita.
Pendidikan formal penulis di muali dari TK Aisyah Kalianda pada tahun
1990, SD Negeri 02 Kalianda pada tahun 1991, SLTP Al Kautsar Bandar
Lampung tahun 1997 dan melanjutkan ke pendidikan menengah atas pada SMU
Negeri 01 Kalianda pada tahun 2000.
Pada pertengahan tahun 2003, penulis diterima di Program Studi Ekonomi
Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu – ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI). Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah
menjabat sebagai staf Departemen Human Resource and Development Keluarga
Muslim Sosek pada tahun 2004/2005. Penulis juga aktif staf Departemen
Pengembangan Sumberdaya Anggota dan staf Departemen Usaha Koperasi
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan hidayah dan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Analisis
Saluran Pemasaran Komoditas Pala (Myristica fragran HOUTT) dan Turunannya
(Studi Kasus : Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor)” ini
dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Institut Pertanian Bogor, Fakultas
Pertanian, Departemen Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tamansari Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui
preferensi petani pala dalam menjual hasil produksinya, menganalisis saluran
pemasaran pala dan turunannya, dan menganalisis efisiensi pemasaran dari
komoditas pala dan turunannya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan. Semoga skripsi ini diberkati oleh Allah SWT dan dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Mei 2007
Pada kesempatan kali ini dengan setulus hati penulis mengucapkan terima
kasih kepada orang-orang yang telah memberikan doa, cinta, semangat dan empati
yang begitu besar:
1. Keluarga penulis tercinta; Ayah, Mama, Tante Upik dan Om, Kakak-kakakku
tercinta (Nessy yunita, Desty Hidayati dan Salma Milanti Sari) dan adikku M.
Zia yang senantiasa memberikan doa yang terbaik.
2. A. Faroby Falatehan SP, ME selaku dosen pembimbing skripsi atas segala
pengertian dan perhatiannya dalam membimbing penulis menyelesaikan
tulisan ini.
3. Dr. Ir. Ratna Winandi MS selaku dosen penguji utama atas kritik dan saran
yang menyempurnakan skripsi ini.
4. Eva Anggraini SPi, MSi selaku dosen penguji Wakil Komisi Pendidikan atas
koreksi dan saran yang menyempurnakan skripsi ini.
5. Bapak Suwandi dari PT. Djasula Wangi atas semua informasi dan data-data
yang telah diberikan hingga melengkapi penelitian ini.
6. Sahabat-sahabat MD (Mai,Eka, Endang, Ratih dan Dian) dan chubby girls eps
40 (nie,hanum,puri, dan aroem). Terima kasih atas semangat dan hari- hari yag
tak terlupakan.
7. Dany Syahrial atas segala perhatian dan dukungannya selama ini.
8. Penghuni WBA : Rita, Diana, Yeni, Ai, Lala, Neli, Devi, beserta adik-adikku
10.Teman-teman satu bimbingan: Andi Oktoriyana dan Rini Adriana atas
dukungan yang besar kepada penulis selama menyelesaikan tulisan ini.
11.Staf Sekret EPS; mba Pini, teh Sopi, mba Santi, pak Basir, pak Dayat, dan pak
Husen atas segala bantuan dan dukungannya.
12.Teman-teman EPS 40 yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terimakasih
atas semua canda, tawa dan kebersamaan selama ini.
13.Semua pihak yang sangat membantu dan belum tercatat di lembaran ini
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ...v
DAFTAR LAMPIRAN ...vi
I. PENDAHULUAN ...1
1.1. Latar Belakang ...1
1.2. Perumusan Masalah...5
1.3. Tujuan Penelitian...7
1.4. Kegunaan Penelitian...7
1.5. Batasan Penelitian ...8
II. TINJAUAN PUSTAKA ...9
2.1. Botani Tanaman Pala ...9
2.2. Syarat Tumbuh ...10
2.2.1. Iklim ...10
2.2.2. Tanah ...11
2.3. Turunan Pala ...11
2.5. Hasil Penelitian Terdahulu ...16
III. KERANGKA PEMIKIRAN ...19
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ...19
3.1.1. Sistem Pemasaran...19
3.1.2. Lembaga Pemasaran...20
3.1.3. Fungsi- fungsi Pemasaran ...22
3.1.4. Saluran Pemasaran ...23
3.1.5. Struktur Pasar ...25
3.1.6. Perilaku Pasar ...27
3.1.7. Efisiensi Pemasaran...28
3.1.7.1 Marjin Pemasaran...29
3.1.7.2 Farmer’s Share...32
3.1.7.3 Rasio Keuntungan dan Biaya...32
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional...33
IV. METODE PENELITIAN ...35
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian...35
4.2. Metode Pengumpulan Data ...35
4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data...36
4.3.1. Analisis Saluran Pemasaran ...36
4.3.2. Analisis Lembaga Pemasaran...37
4.3.3. Analisis Struktur dan Perilaku Pasar ...39
4.3.4. Analisis Efisiensi Pemasaran Operasional ...39
4.3.4.1. Analisis Marjin Pemasaran………..39
4.3.4.2. Analisis Farmer's Share………...40
4.3.4.3. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya……….40
4.4. Definisi Operasional...41
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...43
5.2. Keadaan Alam dan Geografis Desa Tamansari...45
5.3. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian ...45
5.4. Sarana dan Prasarana ...47
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ...48
6.1. Karakteristik Responden ...48
6.1.1. Usia Petani Pala...49
6.1.2. Pendidikan Petani Pala ...49
6.1.3. Pengalaman Petani Berusahatani Pala ...49
6.1.4. Kepemilikan Pohon Pala ...50
6.2 Kegiatan Usahatani Pala ...50
6.3. Preferensi Petani Menjual Hasil Produksi Pala dan Turunannya ...53
6.4. Analisis Saluran Pemasaran Tanaman Pala dan Turunannya ...55
6.5. Analisis Struktur Pasar ...57
6.5.1. Jumlah Lembaga Pemasaran ...58
6.5.2. Konsentrasi Pasar ...61
6.5.3. Kondisi Keluar Masuk Pasar...62
6.6. Analisis Perilaku Pasar Pala dan Turunannya...64
6.6.1. Transaksi Pembelian dan Penjualan ...64
6.6.2. Praktek Penentuan Harga ...66
6.6.3. Praktek dalam Menjalankan Fungsi Pemasaran...67
6.7. Analisis Efisiensi Pemasaran Pala dan Turunannya ...72
6.7.1. Marjin Pemasaran...72
6.7.2. Farmer’s Share80………80
6.7.3. Rasio Biaya dan Keuntungan ...81
6.2. Peningkatan Pendapatan Petani Pala...83
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ...85
7.1. Kesimpulan...85
7.2. Saran ...86
DAFTAR PUSTAKA ...87
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Volume dan Nilai Ekspor Beberapa Produk Pala Indonesia
Tahun 2000-2005...2
2. Produksi dalam Bentuk Mentah Komoditas Unggulan Kabupaten Bogor Tahun 2004-2006...4
3. Luas Areal dan Produksi Tanaman Pala yang Menghasilkan Produksi Kabupaten Bogor Tahun 2002-2005...4
4. Luas Areal dan Produksi Pala Kecamatan Tamansari Tahun 2004-2006...6
5. Standar Mutu Minyak Pala Indonesia ...15
6. Jenis-jenis Struktur Pasar Berdasarkan Jumlah Perusahaan dan Sifat Produk...26
7. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Usia ...45
8. Kualitas Penduduk Dirinci Menurut Pendidikan yang ditamatkan ...45
9. Jumlah Responden dalam Penelitian...47
10. Usia Petani Pala Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007 ...48
11. Tingkat Pendidikan Petani Pala di Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007 ...48
12. Pengalaman Petani Berusahatani Pala di Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007 ...49
13. Kepemilikan Pohon Pala Petani Responden...49
14. Nilai Produksi per Pohon Pala di Desa TamansariKecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007...51
17. Jumlah Lembaga Pemasaran Buah Pala Seutuhnya di Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007...57
18. Jumlah Lembaga Pemasaran Biji Basah Pala di Desa Tamansari
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007...59
19. Volume Transaksi Pala dan Turunannya dari Desa Tamansari
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Perminggu oleh
Penyuling...61
20. Bentuk dan Kisaran Harga Pala dan Turunannya yang dijual Petani
Pala Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor
Tahun 2007...63
21. Fungsi Pemasaran Setiap Lembaga Pemasaran Pala Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor dalam Bentuk Buah
Seutuhnya...68
22. Fungsi Pemasaran Setiap Lembaga Pemasaran Pala Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor dalam Bentuk Biji Basah...70
23. Marjin pada Masing- masing Pelaku Pasar dan Saluran Pemasaran Buah Pala Seutuhnya (per Kilogram Biji Basah) Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007...76
24. Marjin Pada Masing- masing Pelaku Pasar dan Saluran Pemasaran Biji
Basah (per Kilogram Biji Basah) Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007...77
25. Rasio Keuntungan terhadap Biaya Masing- masing Lembaga pada
Saluran Pemasaran Dalam Bentuk Buah Pala Seutuhnya...81
26. Rasio Keuntungan terhadap Biaya Masing- masing Lembaga
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Pola Umum Saluran Pemasaran Produk-Produk Pertanian
di Indonesia ...24
2. Saluran Pemasaran Barang Konsumsi ...25
3. Hubungan antara Fungsi- fungsi Pertama dan Turunan terhadap Marjin Tataniaga dan Nilai Marjin Tataniaga...31
4. Kerangka Pemikiran Operasional...34
5. Pola Saluran Pemasaran Buah Pala Seutuhnya...55
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Kuesioner Petani dan Pedagang Pala dan Turunannya...87
2. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga per Pohon per Musim Tanam di
Desa Tamansari Kecamatan Tamansari
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang bercorak agraris; bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya, merupakan potensi yang sangat besar untuk
pengembangan perkebunan dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat. Perkebunan diselenggarakan berdasarkan atas asas manfaat
dan berkelanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, serta berkeadilan.
Perkebunan diselenggarakan dengan tujuan: (1) meningkatkan pendapatan
masyarakat, (2) meningkatkan penerimaan negara, (3) meningkatkan penerimaan
devisa negara, (4) menyediakan lapangan pekerjaan, (5) meningkatkan
produktivitas, nilai tambah, dan daya saing, (6) memenuhi kebutuhan konsumsi
dan bahan baku industri dalam negeri, dan (7) mengoptimalkan pengelolaan
sumber daya alam secara berkelanjutan (Direktorat Jendral Bina Produksi
Perkebunan, 2004).
Pembangunan perkebunan sebagai bagian dari pembangunan nasional
berkaitan dan saling mendukung dengan sektor lain dalam upaya memecahkan
masalah-masalah ekonomi nasional. Pengembangan perkebunan secara cepat
merupakan salah satu tujuan pemerintah, karena disamping itu untuk
menghasilkan devisa negara juga untuk memperluas kesempatan kerja dan juga
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat (Departemen Pertanian, 1990).
Komoditas ini merupakan salah satu dari beberapa komoditas utama yang
berkontribusi besar terhadap sub sektor perkebunan, antara lain kelapa, karet,
kelapa sawit, kopi, teh, lada, tembakau, kakao, pinang, tebu, dan bahan dari karet
(Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2005).
Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Beberapa Produk Pala Indonesia Tahun 1996-2005
Tahun Satuan Biji Pala Daging Pala Fuli Minyak Pala
1996
Berat (ton) 1.403,640 5.570,768 1.259,372 216,581
Nilai (US$) 1.707.664 8.380.719 4.082.962 3.105.894
1997
Berat (ton) 1.113,297 5.316,093 1.158,311 209,513
Nilai (US$) 1.587.152 9.371.007 5.065.976 3.778.535
1998
Berat ton) 2.967,260 4.683,493 1.634,262 382,100
Nilai (US$) 5.197.590 13.519.184 9.997.225 10.014.413
1999
Berat (ton) 1.752,875 6.002,785 1.700,372 383,725
Nilai (US$) 4.226.430 24.534.996 10.316.131 10.046.165
2000
Berat (ton) 1.101,878 8.071,150 1.284,115 350,544
Nilai (US$) 2.284.505 39.270.109 7.583.560 9.109.814
2001
Berat (ton) 1.258,818 5.449,564 1.263,831 438,936
Nilai (US$) 2.527.822 14.550,584 4.290.172 12.808.212
2002
(Jan-Sep)
Berat (ton) 778,986 4.651,111 1.493,687 252,299
Nilai (US$) 2.00.236 13.410.019 5.445.722 7.771.201
2003
Berat (ton) 2.575,773 5.657,834 2.527,178 615,616
Nilai (US$) 8.024.358 13.916.659 7.344.049 11.752.746
2004
Berat (ton) 2.912,408 8.657,424 3.269,564 955,466
Nilai (US$) 8.462.048 20.671.995 10.537.838 11.164.676
2005
(Jan-Nop)
Berat (ton) 1.773,632 5.182,128 6.438,720 903,241
Nilai (US$) 6.628.893 13.685.578 21.639.318 13.644.368
Tabel 1 menunjukkan volume dan nilai ekspor komoditas pala Indonesia
mengalami fluktuasi dalam perdagangan internasional. Perdagangan buah pala
yang terdiri dari biji pala, daging buah pala, fuli, dan minyak pala mengalami
keadaan yang stabil pada periode 1996-2005, dimana produk berupa biji pala
mencapai puncak ekspor pada tahun 2004 dengan volume 2.912,408 ton dan
nilainya US$ 8.462.048. produk berupa daging buah pala mengalami kenaikan
dan puncak pada tahun 2000 dengan volume 8.071,150 ton dan nilainya sebesar
US$ 39.270.190. produk berupa fuli mengalami kondisi yang stabil dimana
kenaikan dan penurunan ekspor tidak terjadi secara drastis, dimana terjadi puncak
ekspor pada tahun 2005 dengan volume sebesar 6.438,720 ton dan nilainya US$
21.639.318. Produk turunan berupa minyak pala mengalami puncak ekspor pada
tahun 2005 dengan volume 903,241 ton dan nilainya US$ 13.644.368. Suatu
kondisi yang baik ini sangat penting untuk terus dipertahankan dan ditingkatkan
melalui strategi dan langkah yang tepat dari semua pihak yang terkait dalam
sektor ini.
Indonesia memiliki sentra-sentra produksi buah pala yang selama ini
menghasilkan produksi yang berkualitas untuk diekspor ke berbagai negara. Salah
satu sentra produksi tersebut adalah Propinsi Jawa Barat. Menurut data dari
Direktorat Jendral Perkebunan (2005), jumlah rata-rata produksi buah pala
Propinsi Jawa Barat selama tahun 1996-2005 diperkirakan mencapai 498,400 ton
biji dan fuli per tahun. Produksi buah pala Propinsi Jawa Barat berasal dari
wilayah Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Kuningan dan yang terbesar adalah
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor
(2007) terdapat beberapa komoditas unggulan perkebunan yang terus
dikembangkan. Komoditas-komoditas yang unggulan tersebut antara lain yaitu
cengkeh, pala, kopi, karet, dan kelapa.
Tabel 2. Produksi dalam Bentuk Bahan Mentah Komoditas Unggulan Kabupaten Bogor Tahun 2004 - 2006
Komoditas
Produksi Bahan Mentah (Ton/Ha)
2004 2005 2006
Kelapa 39.009,95 41.628,98 16.293
Kopi 6.345,10 6.409,74 3.195,77
Cengkeh 738,15 835,95 417,97
Pala 586,83 535,74 267,87
Karet 1.668,83 1.685,51 917,67
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2006
Pala sebagai salah satu komoditas unggulan, memiliki luas areal sebesar
521,18 hektar pada tahun 2006. Luas areal ini mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya, yaitu pada tahun 2005 sebesar 519,18 hektar. Perkembangan untuk
luas areal tanaman dan produksi buah pala di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Tanaman Pala Menghasilkan Produksi Kabupaten Bogor Tahun 2004-2006
Tahun Bahan Mentah Hasil Olahan
2004 521,18 586,30 117,37 0,30
2005 519,18 535,74 133,93 0,34
2006 521,18 519,98 130,00 0,33
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan, 2007.
Pala sebagai komoditas unggulan di Kabupaten Bogor memiliki posisi
yang baik dalam hal mengisi peluang pasar (segi kualitas dan kuantitas), baik
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk kebutuhan luar negeri
atau perkebunan rakyat. Para petani pala di Kabupaten Bogor menjual biji
(nutmeg in shell) dan fuli (mace) sebagai hasil samping dengan harga jual lebih
tinggi dari produk manisan pala (Bank Indonesia, 2002). Adanya potensi tersebut
akan sangat baik apabila didukung dengan suatu sistem pemasaran yang efisien.
Selain mempengaruhi pendapatan nasional secara keseluruhan, peningkatan
produksi komoditas pala akan mempengaruhi kesejahteraan petani pala di
Kabupaten Bogor khususnya.
1.2. Perumus an Masalah
Sebagian besar pala dipasok dari wilayah timur Indonesia, terutama
Maluku dan Sangihe-Talaud diekspor dalam bentuk rempah-rempah karena petani
disana cenderung untuk memanen pala yang sudah tua di pohon. Tanaman pala
dikenal dengan tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis. Hasil tanaman
pala yang biasa dimanfaatkan adalah buah pala. Buah pala terdiri dari daging buah
(77,8 persen), fuli (4 persen), tempurung (5,1 persen) dan biji (3,1 persen). Bagian
buah yang bernilai ekonomi cukup tinggi adalah biji pala dan fuli (mace) yang
dapat dijadikan minyak pala. Daging buah pala dimanfaatkan untuk diolah
menjadi manisan pala, asinan pala, dodol pala, selai pala dan sirup pala.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra produksi buah pala di Jawa
Barat. Banyaknya tanaman pala yang tumbuh di Kabupaten Bogor tersebar di
beberapa kecamatan, diantaranya adalah Kecamatan Tamansari. Pada kecamatan
ini terdapat potensi yang cukup baik dalam hal pengembangan tanaman pala.
Tabel 4. Luas Areal dan Produksi Pala Kecamatan Tamansari Bahan Mentah Hasil Olahan
2004 46,00 51,46 10,29 0,30
2005 46,00 46,42 11,60 0,34
2006 46,00 45,05 11,26 0,33
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2007
Kendati pala merupakan komoditas unggulan Kabupaten Bogor, namun
dalam kenyataannya secara garis besar masih memiliki kekurangan dan
memerlukan suatu perbaikan-perbaikan. Sebelum sampai ke tangan konsumen,
pemasaran hasil pertanian dalam hal ini adalah komoditas pala dan turunannya
pada umumya harus melalui beberapa lembaga pemasaran. Kurangnya orientasi
terhadap kepuasan konsumen, kelemahan dalam mencari dan menemukan peluang
pasar, belum kuatnya visi segmentasi pasar, lemahnya penguasaan jaringan
informasi pasar tentang pasar sasaran, saluran pemasaran, kondisi persaingan dan
terbatasnya fasilitas infrastruktur yang dapat digunakan untuk tujuan pemasaran
mengakibatkan kurang dikuasainya mata rantai pemasaran (Masdirwan, 2006).
Namun dengan potensi yang dimiliki, usahatani ini berpeluang untuk
dibenahi baik secara teknis maupun dalam ha l penataan kelembagaannya. Dalam
hal ini lembaga pemasaran diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah
pemasaran yang terjadi dengan melakukan fungsi- fungsi pemasaran yang baik.
Adanya langkah tersebut diharapkan akan menghasilkan sejumlah tambahan
pendapatan yang mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat.
Berdasarkan hal di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
3. Bagaimana efisiensi pemasaran yang terjadi pada komoditas pala dan
turunannya?
4. Saluran pemasaran manakah yang dapat memberikan pendapatan yang
lebih tinggi bagi petani pala?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujua n dari penelitian ini
adalah :
1. Menganalisis preferensi petani pala dalam menjual hasil produksinya
2. Mengidentifikasi saluran pemasaran komoditas pala dan turunannya.
3. Menganalisis efisiensi pemasaran yang terjadi pada komoditas pala dan
turunannya.
4. Menganalisis pemasaran manakah yang dapat memberikan pendapatan
yang lebih tinggi bagi petani pala.
1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk :
1. Bagi pelaku pasar terutama petani, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan bagi petani untuk mengadakan evaluasi terhadap
usaha tani yang telah dijalankan.
2. Bagi pemerintah dan instansi terkait, hasil penelitian ini diharapkan
menjadi bahan perimbangan dalam menentukan kebijakan dan
1.5. Batasan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengalami keterbatasan sebagai berikut :
1. Panen hasil produksi pala tidak terjadi pada bulan-bulan tertentu. Hal ini
menyebabkan penulis hanya menganalisis harga yang terjadi pada saat
panen pala terakhir, yaitu pada Bulan Januari- Maret 2007.
2. Penulis hanya menganalisis penjualan dalam bentuk biji basah dan buah
pala seutuhnya. Sedangkan dalam bentuk daging dan fuli tidak dapat
dianalisis. Hal ini terkait dengan cuaca yang tidak bersahabat untuk
melakukan penjemuran terhadap turunan buah pala (daging buah) dan
tidak terdapatnya pesanan langsung dari konsumen manisan pala kepada
petani ketika petani melakukan panen. Sehingga tidak ada transaksi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Botani Tanaman Pala
Tanaman pala yang merupakan tanaman keras, dapat berumur panjang
hingga lebih dari 100 tahun. Pala termasuk famili Myristicaceae. Famili ini terdiri
dari 5 genus (marga) dan 250 spesies (jenis). Dari 15 marga tersebut 5 marga
berada di daerah tropis Amerika, 6 marga di tropis Afrika, dan 4 marga di tropis
Asia (Rismunandar, 1992). Pala memiliki beberapa nama daerah, antara lain Falo
(Nias), palo (Minangkabau), kapala (Bima), gosora (Ternate), pala (Bugis), dan
paala (Madura).Tanaman pala berumah dua, terdapat tanaman dengan bunga
jantan dan tanaman dengan bunga betina, bunga jantannya letaknya lebih tegak,
terdapat berangkai-rangkai dalam satu bunga, tangkai bunga panjang berbentuk
perisai, bunga betina letaknya horizontal, umumya 2-3 bunga saja. Daun tunggal,
bentul bulat telur, pangkal dan ujung daun meruncing, warna permukaan bawah
hijau kebiru-biruan dan permukaan bawah hijau tua, ukuran daun tanaman pala
jantan lebih kecil disbanding tanaman pala betina. Buah berbentuk buah pir, ujung
meruncing, kulit licin, berdaging. Biji berkeping dua, dilindungi oleh tempurung ,
bentuk bulat telur, semua bagian bunga berbulu kecuali ovarium dan buah muda
(Syukur dan Hernani, 2002).
Terdapat beberapa jenis species pala yang dikenal selain jenis pala
Myristicafragrants Houtt, yaitu M. argenteae W. dan M. malabaria. Pala diduga
beberapa tanaman pala diperkenalkan ke daerah Grenada (India Barat) sehingga
daerah tersebut menghasilkan pala skala besar, dan menjadi daerah penghasil pala
terbesar kedua setelah Indonesia. Pada saat ini pusat budidaya terdapat di Pulau
Banda dan pulau-pulau di sekelilingnya. Di daerah lain Indonesia, seperti
Sulawesi Utara (Manado), Sumatera bagian Barat, Jawa Barat dan di Irian Jaya,
pala dibudidayakan dalam skala kecil, dan memasuki pasar dunia melalui daerah
tersebut (PROSEA,2001).
Berikut ini merupakan sistematika pala menurut CERE (1961) dalam
Hadad dan Firman (2003) adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Klas : Dicotyledonae
Ordo : Ramales
Famili : Myristicaceae
Genus : Myristica
Jenis : Myristica fragrans HOUTT
2.2. Syarat Tumbuh
2.2.1. Iklim
Tanaman pala akan tumbuh baik pada daerah iklim tropis yang panas dan
lembab dengan suhu udara berkisar antara 25-30o C. Pada umumnya tanaman pala
sangat peka terhadap angin yang kuat/angin bayu, yang dapat merusak ujung
mahkota dan buah bisa berjatuhan sebelum masak petik (Rismunandar, 1992).
pelindung yang ditanam di pinggirannya. Akan tetapi tanaman pelindung yang
terlalu rapat dapat menghambat unsur hara. Tanaman pala tergolong kenis
tanaman yang tahan terhadap musim kering selama beberapa bulan.
2.2.2. Tanah
Tanaman pala membutuhkan tanah yang gembur, subur dan sangat cocok
pada tanah vulkanis yang mempunyai pembuangan air yang baik. Tanaman pala
tumbuh baik di tanah yang bertekstur pasir sampai lempung dengan kandungan
bahan organis yang tinggi. Keadaan tanah dengan kemasaman (pH) 5 - 6,5
merupakan rata-rata yang baik untuk pertumbuhan tanaman pala, karena keadaan
kimia maupun biologi tanah berada pada titik optimum. Pada tanah-tanah yang
miring seperti pada lereng pegunungan agar tanah tidak mengalami erosi sehingga
tingkat kesuburannya berkurang, maka perlu dibuat teras-teras melintang
lereng.Tanaman pala tumbuh cukup subur didaerah pegununga yang rendah
hingga rata-rata 700 meter dari permukaan laut. Diatas ketinggian tersebut sudah
tidak ditemukan pala lagi. Maka dapat dinyatakan, bahwa ketinggian tersebut
merupakan ketinggian yang optimal (Rismunandar, 1992).
2.3. Turunan Pala
Tanaman pala rata-rata mulai berbuah pada umur 5-6 tahun. Setelah
mencapai umur 10 tahun hasilnya mulai meningkat dan meningkat terus hingga
mencapai optimum pada umur rata-rata 25 tahun. Produksi optimum ini bertahan
hingga tanaman pala berumur 60-70 tahun. Lambat laun produksinya menurun
hingga mencapai umur 100 tahun atau lebih, bila tidak ada aral melintang
Bagian tanaman pala yang mempunyai nilai ekonomis adalah bagian buah.
Bagian-bagian tersebut merupakan produk turunan pala, yaitu antara lain
(Rismunandar, 1992) :
1. Daging
Persentase berat daging adalah sebesar 77,8 persen dari buah pala. Daging
buah pala dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan manisan pala, baik dalam
bentuk basah maupun kering. Selain itu, daging pala juga dapat dijadikan bahan
baku tambahan dalam pengolahan minyak pala. Namun dengan kadar yang kecil,
yaitu sekitar 1-5 persen. Per 100 gram daging buah pala yang bisa dimakan
kira-kira terkandung air 10 gram, protein 7 gram, lemak 33 gram, minyak yang
menguap dengan komponen utama mono terpene hydrocarbons (61 – 88 persen
seperti alpha pinene, beta pinene, sabinene), asam monoterpenes (5 – 15 persen),
aromatik eter (2 – 18 persen seperti myristicin, elemicin, safrole)
Peluang pasar internasional dari daging pala mempunyai permintaan yang
cukup tinggi berasal dari negara- negara di Asia dan beberapa negara Eropa.
Sedangkan untuk pasar lokal, digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan
manisan pala.
2. Fuli
Fuli adalah benda yang menyelimuti biji buah pala yang berbentuk seperti
anyaman pala, disebut “bunga pala”. Persentase fuli adalah sebesar 4 persen dari
buah pala, diperoleh dengan mengelupasi biji basah. Kegunaan dari fuli adalah
sebagai bahan baku pembuatan minyak pala setelah mengalami proses
pengeringan. Dalam hal ini, kandungan minyak yang terdapat pada fuli adalah
persen. Pengolahan minyak pala selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku beberapa produk kosmetika dan farmasi.
Peluang pasar internasional dari fuli mempunyai permintaan yang cukup
tinggi dari Singapura, Belanda, USA, Jerman, dan India. Sedangkan untuk pasar
lokal, digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan minyak pala.
3. Biji
Biji basah pala merupakan bagian yang paling menguntungkan (selain
fuli), jika dibandingkan dengan daging buah pala. Biji basah memiliki persentase
sebesar 13,1 persen dari buah pala. Biji basah menjadi bahan baku utama dalam
pengolahan minyak pala yang dalam pengolahan lebih lanjut akan menjadi bahan
baku dari produk-produk kosmetik dan farmasi.
Sama halnya dengan fuli, biji basah memiliki jumlah permintaan yang
cukup tinggi di pasaran internasional dan lokal. Karena merupakan input utama
pembuatan minyak pala.
2.2 Pengolahan Buah Pala
Setiap bagian dari buah pala yang sudah masak petik, dapat dijadikan
bahan olahan yang mempunyai nilai ekonomis. Ketiga bagian dari buah adalah :
daging buah, fuli, dan biji tanpa tempurung. Berikut ini akan dijelaskan mengenai
pengolahan bagian-bagian dari buah pala (Rismunandar, 1992).
a. Penyulingan Minyak Atsiri dari Biji dan Fuli
Minyak atsiri yang dikenal juga dengan nama minyak eteris atau minyak
terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Di Indonesia pala
barat indonesia) yang merupakan salah satu jenis minyak atsiri utama dan ke
dalam bentuk rempah-rempah (terutama di daerah timur indonesia).
Minyak pala merupakan bahan ekspor di samping biji dan fulinya. Melalui
penyulingan fuli dapat diperoleh minyak pala yang jernih. Kadar minyak fuli
berkisar antara 7-18 persen. Dari daging biji pala dapat pula diperoleh lemak dan
minyak atsiri. Rata-rata kandungan lemak biji pala 30-40 persen dan minyak pala
rata-rata 12 persen. Tinggi rendahnya minyak pala tergantung pada tua mudanya
buah. Pada hakekatnya minyak pala dalam biji dibentuk terlebih dahulu daripada
lemaknya. Oleh sebab itu, biji pala bila akan disuling minyaknya, hendaknya
dipetik pada saat menjelang terbentu tempurung yaitu, kira-kira buah sudah
mencapai umur empat sampai lima bulan. Buah yang masih muda itulah yang
tinggi kadar minyak palanya.
Biji atau fuli yang akan dikeluarkan minyaknya sebelumnya dijemur
dahulu selama seminggu di bawah terik matahari. Setelah dihancurkan dalam
mesin penggiling, biji tersebut dimasukkan dalam ketel berkapasitas 275-500 kg
pala. Uap air panas dari dalam tungku pemanas air dialirkan ke dalam ketel
melalui pipa yang menghubungi keduanya. Uap air panas ini akan mendorong
keluar kandungan minyak dari pala yang telah dihancurkan. Setelah dari dalam
ketel, uap air dan minyak pala dalam fasa gas tersebut kembali dialirkan melalui
pipa sepanjang 30 meter yang dicelupkan dalam bak berisi air mengalir. Akibat
pendinginan tersebut, air dan minyak pala kembali dalam fasa cair dan ditampung
dalam ember penampungan. Dengan sendirinya, kedua zat tersebut akan terpisah.
Minyak menempati lapisan atas serta air di lapisan bawah, dan dengan memakai
Minyak pala yang akan diekspor keluar negeri tentu harus mengikuti
standar mutu tertentu yang telah ditetapkan. Tabel 5 akan menguraikan beberapa
standar mutu minyak pala Indonesia.
Tabel 5. Standar Mutu Minyak Pala Indonesia
Karakteristik Minyak Pala* Minyak Pala** Minyak Pala***
Bobot Jenis
*) Standar Mutu Perdagangan (SP-29-1976)
**) Standar Mutu Menurut Ketentuan Balai Penelitian Kimia (Ketaren dalam Sitorus, 2004)
***) Standar Nasional Indonesia (SNI 06-37351998)
b. Pengolahan Daging Buah Pala dan Selubung Biji Pala
Daging buah pala yang berair dan berasa asam selama ini juga telah
dimanfaatkan dalam industri rumah tangga sebagai makanan ringan manisan pala
atau diolah menjadi sirup pala. Begitu pula dengan selubung biji pala yang
berwarna merah, biasanya dijadikan bahan campuran ketika mengolah minyak
pala.
Daging buah pala mengandung zat aromatik flavor yang terdiri dari dua
minyak atsiri yaitu : Myristica dan monoterpen. Memakan manisan pala dapat
menimbulkan rasa kantuk yang kemungkinan besar akibat dari kandungan minyak
2.5. Hasil Penelitian Terdahulu
Masdirwan (2006) melakukan penelitian tentang analisis efisiensi saluran
pemasaran manisan buah pala di Desa Dramaga Kecamatan Dramaga Kabupaten
Bogor. Berdasarkan analisis diperoleh hasil bahwa; (1) terdapatnya peluang untuk
mempertahankan mutu dan memperbaiki mutu dengan adanya upaya-upaya yang
dilakukan melalui perbaikan fungsi pemasaran ; (2) upaya mempertahankan mutu
dan memperbaiki mutu tersebut berpengaruh terhadap peningkatan biaya
pemasaran. Biaya yang tinggi membuat pedagang mencoba menekan harga
kepada pengusaha manisan buah pala sehingga bagian yang diterima pengusaha
(farmer’s share) menjadi rendah dan marjin pemasaran menjadi lebih tinggi. Hal
tersebut menyebabkan tidak efisiennya dalam pemasaran akibat usaha-usaha yang
dilakukan. Usaha-usaha mempertahankan dan memperbaiki mutu belum mampu
meningkatkan efisiensi pemasaran manisan buah pala di Desa Dramaga ; (3)
struktur pasar yang terjadi cenderung mengarah pada pasar persaingan tidak
sempurna ; (4) saluran pemasaran 1 merupakan saluran pemasaran yang lebih
efisien berdasarkan nilai marjin yang terendah dan bagian yang diterima petani
tinggi. Saluran pemasaran I merupakan saluran yang tidak melakukan usaha
mempertahankan mutu dan perbaikan mutu. Ketidakefisienan saluran pemasaran
yang lain dilihat dari nilai marjin dan farmer’s share disebabkan oleh adanya
biaya tambahan akibat terjadinya upaya- upaya dalam mempertahankan mutu dan
memperbaiki mutu manisan buah pala kering.
Hilmiyati (1998) dalam penelitian mengenai pemasaran kayu manis di
Desa Siscam Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam Sumatera Barat
digunakan oleh petani sampai eksportir yaitu:
(1)Petani? PPD? PPKec? Eksportir, (2)Petani? PPD? PPKab? Eksportir dan
(3)Petani? PPD? Eksportir. Sebaran marjin tataniaga tidak merata pada setiap
lembaga pemasaran. Rata-rata eksportir memperoleh keuntungan yang lebih tinggi
pada setiap saluran pemasaran. Keadaan tersebut dapat terjadi karena tingginya
tingkat resiko yang dihadapi eksportir serta pengolahan yang dilakukan dalam
volume besar sehingga dapat meningkatkan efisiensi teknis. Selain itu manajemen
perusahaan relatif lebih baik dibandingkan pedagang pengumpul. Biaya tatania ga
yang akan dikeluarkan sudah direncanakan atau dianggarkan serta sudah ada
spesialisasi pekerjaan bagi karyawan. Struktur pasar cassiavera dicirikan oleh (1)
jumlah pembeli lebih sedikit daripada jumlah penjual (2) produk sudah
distandarisasikan di tingkat eksportir untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri
(3) penyebaran informasi yang tidak sempurna atau transparan diantara penjual
dan pembeli dan (4) ada hambatan untuk masuk pasar. Kondisi diatas
menunjukkan struktur pasar cassiavera adalah oligopsoni.
Naiborhu (2004) dalam penelitiannya mengenai analisis kelayakan
finansial dan pemasaran minyak pala (Myristica fragrans Houtt) studi kasus di
PT. Pavettia Atsiri Indonesia di Bogor mengemukakan bahwa usaha penyulingan
minyak pala yang dilakukan oleh Pt. Pavettia Atsiri Indonesia layak untuk
diusahakan. Demikian juga untuk marjin pemasaran pada setiap lembaga
pemasaran yang terlibat dapat dilihat bagian yang diterima petani sangat kecil,
hanya sebesar du persen. Hal itu terjadi akibat adanya proses pengolahan lebih
Sehingga harga jual di tingkat konsumen berubah menjadi harga jual minyak pala,
sedangkan harga jual petani adalah harga jual biji pala.
Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa agroindustri penyulingan
minyak pala yang dilakukan oleh PT. Pavettia Atsiri Indonesia paling sensitif
terhadap kenaikan harga bahan baku berupa biji pala segar. Dari kajian terhadap
sistem pemasaran minyak pala di Kabupaten Bogor dapat disimpulkan bahwa ada
tiga pola rantai pemasaran pengolahan biji pala menjadi minyak pala yaitu, petani,
pengumpul kecil, pengumpul besar, penyuling, pengumpul minya, dan eksportir.
Tercipta tiga pola marjin pemasaran pengolahan biji pala menjadi minyak.
berdasarkan perhitungan yang dilakukan dari tiga pola tersebut dapat dilihat
bagian yang diterima petani sama untuk ketiga pola marjin pemasaran tersebut
yaitu sebesar dua persen. Hal itu terjadi karena harga jual biji pala dari petani
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Sistem Pemasaran
Adanya kebutuhan dan keinginan manusia menimbulkan permintaan
terhadap produk tertentu yang didukung oleh kemampua n membeli. Produk
tersebut diciptakan untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan manusia sehingga
timbul proses pertukaran untuk memperoleh produk yang diinginkan atau
dibutuhkan dengan menawarkan sesuatu sebagai gantinya. Transaksi berupa
proses pertukaran tersebut mengarah pada konsep pasar, yaitu suatu himpunan
pembeli aktual dan pembeli potensial dari suatu produk (Limbong dan Sitorus,
1987).
Pasar menurut Sudiyono (2002) didefinisikan sebagai lokasi geografis,
dimana penjual dan pembeli bertemu untuk mengadakan transaksi faktor
produksi, barang dan jasa. Dalam perkembangannya definisi perlu ditinjau
mengingat perkembangan teknologi informasi memungkinkan dilakukan transaksi
tanpa komunikasi tatap muka antara penjual dan pembeli, bahkan untuk beberapa
komoditi pertanian terdapat lembaga pemasaran yang berperan sebagai agen
penjual (selling broker) atau agen pembeli (buying broker). Dengan demikian, ada
kalanya penjual dan pembeli diwakili individu- individu dan transaksi tidak perlu
membutuhkan ruang geogr afis tertentu.
atau jasa-jasa dari titik produsen ke titik konsumen. produk (product), harga
(price), tempat (place), dan promosi (promotion); pengorganisasian dan
pelaksanaan; serta pengendalian usaha pemasaran.
3.1.2. Lembaga Pemasaran
Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang
menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen ke
konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu
lainnya. Lembaga pemasaran ini timbul karena adanya keinginan konsumen untuk
memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat dan bentuk yang
diinginkan konsumen. Menurut Saefudin (1969), yang dimaksud lembaga
tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan tataniaga,
menyalurkan benda dan jasa dari produsen ke konsumen, serta mempunyai
hubungan organisasi satu sama lainnya. Timbulnya badan-badan ini karena ada
keinginan konsumen untuk mendapat benda yang diinginkan.
Kelembagaan pemasaran menguraikan bentuk-bentuk aturan main, fungsi
pihak-pihak yang terlibat dan sistem pemberian penghargaan (merit system).
Aturan main disusun berdasarkan bentuk-bentuk ketergantunga n antar pihak yang
terlibat. Dalam aturan main ini juga akan diuraikan fungsi masing- masing pihak
dalam kelembagaan tersebut. Sedangkan fungsi dari masing- masing pihak yang
terlibat mencerminkan gambaran kerja (tugas dan tanggung jawab) tiap pihak.
Pemberian penghargaan diberikan kepada masing- masing pihak berdasarkan apa
yang telah dilakukannya (jasa) pada kelembagaan suatu komoditas. Hal- hal yang
terkait dengan kelembagaan pemasaran ini dibentuk dan disusun berdasarkan
manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan oleh masing- masing pihak
akan tergantung pada kekuatan posisi tawar- menawar antara pihak yang satu
dengan pihak yang lain (Kurniawan, 2003).
Limbong dan Sitorus (1987) menyatakan bahwa lembaga- lembaga
pemasaran yang terlibat di dalam proses penyaluran barang dari produsen sampai
konsumen dapat dikelompokkan menjadi empat cara, yaitu :
1. Penggolongan menurut fungsi yang dilakukan
Berdasarkan fungsi yang dijalankan, lembaga-lembaga pemasaran
dapat dikelompokkan menjadi: (1) lembaga pemasaran yang melakukan
kegiatan pertukaran, seperti pedagang pengecer, grosir dan
lembaga-lembaga perantara lainnya; (2) lembaga-lembaga pemasaran yang melakukan
kegiatan fisik pemasaran, seperti lembaga pengolahan, lembaga
pengangkutan dan pergudangan; (3) lembaga pemasaran yang
menyediakan fasilitas pemasaran, seperti Bank Unit Desa, Kredit Desa,
KUD, lembaga yang menyediakan informasi pasar, lembaga yang
melakukan pengujian kualitas (mutu barang) dan lain- lain.
2. Penggolongan berdasarkan penguasaan terhadap barang
Berdasarkan penguasaan terhadap barang, lembaga- lembaga
pemasaran dapat dikelompokkan menjadi : (1) lembaga yang menguasai
dan memiliki barang yang dipasarkan, seperti pengecer, grosir, pedaga ng
pengumpul, tengkulak dan lain- lain; (2) lembaga yang menguasai tetapi
tidak memiliki barang yang dipasarkan, seperti agen, broker, lembaga
menguasai barang yang dipasarkan, seperti lembaga pengangkutan,
pengolahan, perkreditan dan lain- lain.
3. Penggolongan berdasarkan kedudukan dalam struktur pasar
Berdasarkan kedudukan dalam struktur pasar, lembaga- lembaga
pemasaran dapat dikelompokkan menjadi : (1) lembaga pemasaran yang
bersaing sempurna, seperti pedagang pengecer rokok, pengecer beras
dan lain- lain; (2) lembaga persaingan bersaing monopolistik, seperti
pedagang asinan, pedagang benih, pedagang bibit, pedagang ubin dan
lain- lain; (3) lembaga pemasaran oligopolis, seperti perusahaan semen
(pabrik semen Gresik, pabrik semen Cibinong, pabrik semen Padang),
importir cengkeh dan lain- lain; (4) lembaga pemasaran monopolis,
seperti perusahaan kereta api, perusahaan pos dan giro dan lain- lain.
4. Penggolongan berdasarkan bentuk usahanya
Berdasarkan bentuk usahanya, lembaga- lembaga pemasaran dapat
dikelompokkan menjadi: (1) berbadan hukum, seperti Perseroan Terbatas,
Firma, Koperasi dan lain- lain, (2) tidak berbadan hukum, seperti
perusahaan perorangan, pedagang pengecer, tengkulak dan lain- lain.
3.1.3. Fungsi-fungsi Pemasaran
Aliran produk pertanian dari produsen sampai kepada konsumen akhir
disertai dengan peningkatan nilai “guna” komoditi-komoditi pertanian tersebut.
Peningkatan nilai “guna” ini terwujud hanya apabila terdapat lembaga- lembaga
tersebut. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), fungsi- fungsi pemasaran yang
dilaksanakan oleh lembaga- lembaga pemasaran tersebut bermacam- macam.
Pada prinsipnya terdapat tiga tipe fungsi pemasaran, yaitu :
1. Fungsi pertukaran (Exchange Function), yaitu kegiatan yang
memperlancar perpindahan hak milik barang dan jasa yang dipasarkan.
Fungsi pertukaran terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan.
2. Fungsi Fisik (Physical Function), yaitu semua tindakan yang langsung
berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan
tempat, kegunaan bentuk dan kegunaan waktu. Fungsi fisik meliputi
kegiatan penyimpanan, pengolahan, dan pengangkutan.
3. Fungsi Fasilitas (Facilitating Function), yaitu semua tindakan yang
bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi anatar
produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi
dan grading, fungsi penggunaan resiko, fungsi pembiayaan dan fungsi
informasi pasar. Termasuk juga jasa pemerintah dalam mencegah
konflik antara komponen tataniaga yang penting diantaranya produsen,
konsumen, dan lembaga pemasaran dengan peraturan pasar, pajak dan
keuangan yang tepat.
3.1.4. Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung
yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang atau jasa siap
untuk digunakan atau dikonsumsi. Sebuah saluran pemasaran melaksanakan tugas
Saluran tataniaga suatu hasil pertanian dapat berbeda dan berubah-ubah
tergantung kepada daerah, waktu dan kemajuan teknologi (Saefudin, 1969).
Beberapa faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan
saluran pemasaran adalah : (1) pertimbangan pasar, meliputi konsumen sasaran
akhir dengan melihat potensi pembeli, geografi pasar, kebiasaan pembeli dan
volume pemasaran; (2) pertimbangan barang, meliputi nilai barang per unit, besar
dan berat barang, tingkat kerusakan dan sifat teknis barang; (3) pertimbangan
intern perusahaan, meliputi sumber permodalan, pengalaman manajemen,
pengawasan, penyaluran dan pelayanan; (4) pertimbangan terhadap lembaga
dalam rantai pemasaran, meliputi segi kemampuan lembaga perantara dan
kesesuaian lembaga perantara dengan kebijakan perusahaan.
Pola umum saluran pemasaran produk-produk pertanian di Indonesia
(Limbong dan Sitorus, 1987) dapat dilihat pada Gambar 1 :
Gambar 1. Pola Umum Saluran Pemasaran Produk-Produk Pertanian di Indonesia
Pihak produsen menggunakan perantara bila mereka kekurangan
sumberdaya finansial untuk melakukan pemasaran langsung atau bila mereka
dapat memperoleh penghasilan lebih banyak dengan menggunakan perantara. Produsen
Tengkulak
Koperasi/KUD
Pedagang besar Perantara
Pabrik/Eksportir
Pengecer Konsumen
Kegunaan perantara bersumber pada keunggulan efisiensi mereka untuk membuat
produk tersedia luas dan terjangkau oleh pasar sasaran. Fungsi paling penting
yang dilakukan perantara adalah informasi, promosi, negosiasi, pemesanan,
pembiayaan, pengambilan resiko, pemilihan fisik dan pembayaran.
Tiap perantara yang melakukan tugas membawa produk dan
kepemilikannya lebih dekat ke pembeli akhir merupakan satu tingkat saluran.
Saluran nol-tingkat (saluran 1) terdiri dari produsen yang menjual langsung ke
pelanggan akhir. Saluran satu-tingkat (saluran 2) berisi satu perantara penjualan,
seperti pengecer. Saluran dua-tingkat (saluran 3) berisi dua perantara. Dalam
pasar barang konsumsi, mereka umumnya adalah pedagang besar dan pengecer.
Saluran tiga-tingkat (saluran 4) berisi tiga perantara, misalnya pedagang besar,
pemborong dan pengecer. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 :
Saluran 1
Saluran 2
Saluran 3
Saluran 4
Gambar 2. Saluran Pemasaran Barang Konsumsi (Kotler dalam Hidayati, 2000)
3.1.5. Struktur Pasar
Dahl dan Hammond (1977) mengungkapkan bahwa analisis sistem P
Pdg. Besar Pemborong Pengecer
Pengecer K
(Conduct), dan keragaan pasar (Performance). Struktur pasar merupakan
karakteristik organisasi yang menentukan hubungan antara para penjual dengan
para pembeli yang dapat dilihat dari jumlah lembaga pemasaran yang terlibat,
pangsa pasar, konsentrasi pasar dan kondisi keluar masuk pasar.
Berdasarkan sifat dan bentuknya, pasar dapat diklasifikasikan menjadi dua
macam, yaitu pasar yang bersaing sempurna dan pasar yang bersaing tidak
sempurna. Pasar bersaing tidak sempurna terdiri dari pasar monopoli murni, pasar
duopoli, pasar oligopoli, pasar monopsoni, dan pasar oligopsoni. Ada 5 jenis
struktur pasar untuk sistem pemasaran pertanian, seperti yang ditampilkan pada
Tabel 6.
Tabel 6. Jenis-jenis Struktur Pasar Berdasarkan Jumlah Perusahaan dan Sifat Produk
Karakteristik Struktur Pasar
Jumlah
Persaingan Murni Persaingan Murni
Banyak Differensiasi Persaingan
Monopolistik
Persaingan Monopsonis
Sedikit Standar Oligopoli Murni Oligopsoni Murni
Sedikit Differensiasi Oligopoli
diferensiasi
Oligopsoni Differensiasi
Satu Unik Monopoli Monopsoni
Sumber : Dahl dan Hammond, 1977.
Berdasarkan strukturnya, pasar dapat dibedakan menjadi dua kelompok
utama, yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar bersaing tidak sempurna. Pasar
bersaing sempurna mempunyai ciri utama yaitu terdapat banyak pembeli dan
penjual, setiap pembeli dan penjual hanya menguasai sebahagian kecil dari barang
bebas keluar masuk pasar, sedangkan pasar bersaing tidak sempurna dapat dilihat
dari dua sisi, yaitu dari sisi pembeli (konsumen) dan dari sisi penjual (petani).
Pasar persaingan monopolistik merupakan suatu pasar yang terdiri dari
banyak penjual dan pembeli yang melakukan transaksi pada berbagai macam
harga dan bukan atas satu harga dengan produk yang berbeda corak. Pasar
oligopoli terdiri dari beberapa penjual yang sangat peka akan strategi pemasaran
dan penetapan harga perusahaan lainnya dimana produknya dapat homogen
terstandarisasi dan berbeda corak. Sedikitnya jumlah penjual disebabkan karena
tingginya hambatan untuk memasuki pasar. Pasar duopoli yaitu pasar dimana
terdapat dua penjual untuk produk tertentu. Pasar monopsoni akan dijumpai
apabila terdapat seorang pembeli untuk produk tertentu, sehingga dapat
mempengaruhi permintaan dan harga produk tersebut. Pasar oligopsoni
merupakan kebalikan dari oligopoli, yaitu pasar dimana terdapat banyak pembeli.
Pasar monopoli hanya terdapat satu penjual yang mempunyai pengaruh atas
penawaran produk tertentu, sehingga dapat menentukan harga.
3.1.6. Perilaku Pasar
Perilaku pasar menunjukkan pola tingkah laku lembaga- lembaga
pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut
melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta menentukan bentuk-bentuk
keputusan yang harus diambil dalam mengahadapi struktur pasar tersebut.
Perilaku pasar tersebut dilihat dari proses pembentukan harga dan stabilitas pasar,
serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga tersebut. Struktur pasar dan perilaku
harga, biaya, margin pemasaran dan jumlah kuantitas yang diperdagangkan (Dahl
and Hammond, 1977).
Perilaku pasar dalam efisiensi pemasaran adalah bagaimana peserta pasar ,
yaitu produsen, konsumen dan lembaga pemasaran menyesuaikan diri terhadap
situasi penjualan dan pembelian yang terjadi. Dalam menganalisis perilaku pasar
ini, maka terdapat tiga pihak peserta pasar yang mempunyai kepentingan yang
berbeda. Produsen menghendaki harga yang tinggi, pasar output secara lokal
menghendaki pilihan beberapa pembeli (tidak terjadi struktur monopsonis ataupun
oligopsonistik), tersedia waktu dan informasi pasar yang cukup serta adanya
kekuatan tawar menawar yang lebih kuat. Lembaga pemasaran menghendaki
keuntungan yang maksimal, yaitu selisih marjin pemasaran dengan biaya untuk
melaksanakan fungsi- fungsi pemasaran relatif besar. Sedangkan konsumen
menghendaki tersedianya produk pertanian sesuai kebutuhan konsumen dengan
harga wajar.
3.1.7. Efisiensi Pemasaran
Sebagaimana kegiatan ekonomi lainnya, pemasaran juga menghendaki
adanya efisiensi. Ukuran efisiensi adalah “kepuasan” dari konsumen, produsen,
maupun lembaga- lembaga yang terlibat, di dalam “mengalirkan” barang dan jasa
mulai dari petani sampai ke konsumen akhir; ukuran untuk menentukan tingkat
kepuasan tersebut adalah sulit dan sangat relatif (Kohls dan Uhl, 1985). Ole h
sebab itu banyak pakar yang menggunakan indikator efisiensi operasional (teknik)
Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas
yang dapat meningkatkan ratio dari output- input pemasaran. Input pemasaran
adalah sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi- fungsi
pemasaran. Output pemasaran termasuk di dalamnya adalah kegunaan waktu,
bentuk, tempat, dan kepemilikan yang berhubungan dengan kepuasan konsumen
oleh sebab itu sumber daya adalah biaya dan kegunaan adalah benefits dari ratio
efisiensi pemasaran. Biaya pemasaran secara sederhana adalah jumlah dari semua
harga sumber daya yang digunakan dalam proses pemasaran, oleh sebab itu
nilainya lebih mudah dihitung atau diprediksi dibanding indikator/ nilai kepusan
konsumen (output pemasaran). Ratio efisiensi pemasaran (operasional) dapat
dilihat dari peningkatan dalam dua cara yaitu : (a) pada perubahan sistem
pemasaran dengan mengurangi biaya perlakuan pada fungsi- fungsi pemasaran
tanpa mengubah manfaat kepuasan konsumen dan (b) meningkatkan kegunaan
output dari proses pemasaran tanpa meningkatkan biaya pemasaran. Kedua cara
tersebut mempunyai implikasi terjadinya peningkatan efisiensi.
Berdasarkan kenyataan di lapang, untuk mengetahui besaran indikator
efisiensi operasional (teknik), banyak peneliti menggunakan analisis marjin
pemasaran atau sebaran harga antara harga di tingkat petani dengan di tingkat
eceran ; sedangkan analisis efisiensi harga sering digunakan analisis keterpaduan
pasar (integrasi pasar) dan korelasi harga.
3.1.7.1 Marjin Pemasaran
pemasaran hanya menjelaskan perbedaan harga dan tidak menyatakan tentang
kuantitas dari produk yang dipasarkan. Sedangkan menurut Limbong dan Sitorus
(1987), marjin tataniaga dapat didefinisikan sebagai perbedaan harga yang dibayar
konsumen dengan harga yang diterima produsen. Tetapi dapat juga marjin
tataniaga ini dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga
sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Komponen marjin
pemasaran menurut Sudiyono (2005) terdiri dari : (1) Biaya-biaya yang
diperlukan lembaga- lembaga pemasaran unt uk melakukan fungsi- fungsi
pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya fungsional (functional cost)
dan (2) Keuntungan (profit) lembaga pemasaran.
Biaya tataniaga adalah semua jenis biaya yang dikeluarkan oleh
lembaga-lembaga yang terlibat dalam sistem tataniaga suatu komoditi dalam proses
penyampaian komoditi tersebut mulai dari produsen sampai konsumen. Dan
mempunyai motivasi atau tujan untuk mencari atau memperoleh keuntungan dari
pengorbanan yang diberikan. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat
dalam penyaluran suatu komoditi dari titik produsen sampai titik konsumen, maka
akan semakin besar perbedaan harga komoditi tersebut (Limbong dan Sitorus,
1987).
Marjin tataniaga sebenarnya juga merupakan perbedaan jarak vertikal
antara kurva permintaan atau kurva penawaran di tingkat petani (produsen)
dengan kurva permintaan ditingkat lembaga tataniaga yang terlibat atau tingkat
pengecer, yang terdiri dari biaya tataniaga dan keuntungan tataniaga. Gambaran
mengenai marjin tataniaga dan nilai marjin tataniaga menurut Limbong dan
Gambar 3. Hubungan antara Fungsi- fungsi Pertama dan Turunan terhadap Marjin Tataniaga dan Nilai Marjin Tataniaga
dimana :
Pr = Harga ditingkat pengecer
Pf = Harga ditingkat petani
Sr = Penawaran di tingkat pengecer
Sf = Penawaran di tingkat petani
Dr = Permintaan di tingkat pengecer
Df = Permintaan di tingkat petani
Qr,f = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer
Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat besarnya marjin tataniaga yang
merupakan hasil perkalian dari perbedaan harga pada dua tingkat lembaga
tataniaga (dalam hal ini selisih harga eceran dengan harga petani) dengan jumlah
produk yang dipasarkan. Besar nilai marjin tataniaga ini dinyatakan dalam (Pr –
Pf) x Qr,f besaran Pr – Pf menunjukkan besarnya marjin tataniaga suatu komoditi
per satuan atau perunit. Besar kecilnya marjin tataniaga sering digunakan sebagai Harga
Jumlah Sr
Sf
Df Dr Pf
Pr
3.1.7.2 Farmer’s Share
Selain marjin pemasaran indikator lain yang dapat menentukan efisiensi
pemasaran suatu komoditas adalah farmer’s share. Farmer’s share merupakan
indikator yang membandingkan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir dan
sering dinyatakan dalam persentase. Farmer’s share mempunyai hubungan
negatif dengan marjin pemasaran, maka bagian yang akan diperoleh petani
semakin rendah. Secara matematis, farmer’s share dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Fsi = Pfi/Pri x 100% ...(3)
dimana :
Fsi = Persentase harga yang diterima petani waktu ke- i
Pfi = Harga di tingkat petani waktu ke- i
Pri = Harga di tingkat konsumen waktu ke- i
3.1.7.3 Rasio Keuntungan dan Biaya
Tingkat efisiensi sebuah sistem pemasaran dapat dilihat dari penyebaran
marjin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya
pemasaran. Dengan semakin merata penyebaran marjin pemasaran dan rasio
keuntungan terhadap biaya pemasaran, maka secara teknis (operasional) sistem
pemasaran tersebut semakin efisien. Untuk mengetahui penyebaran rasio
keuntungan dan biaya pada masing- masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan
sebagai berikut :
dimana :
Li = Keuntungan lembaga pemasaran waktu ke- i
Ci = Biaya Pemasaran waktu ke- i
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Potensi komoditas pala yang terdapat di lokasi penelitian adalah dari sisi
keunggulan kondisi agroklimat, yang sangat mempengaruhi kauntitas maupun
kualitas produksi pala yang dihasilkan. Bentuk-bentuk pala dan turunannya yang
dihasilkan oleh petani selanjutnya akan disalurkan kepada konsumen melalui
lembaga- lembaga pemasaran yang antara lain adalah pedagang pengumpul desa,
penyuling, tengkulak, dan eksportir.
Analisis terhadap pemasaran dari komoditas pala dan turunannya akan
diketahui melalui dua analisis, yaitu analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis
kualitatif akan dilakukan melalui analisis saluran pemasaran, struktur pasar, dan
perilaku pasar. Struktur pasar akan diketahui melalui jumlah lembaga pemasaran,
konsentrasi pasar, dan kondisi keluar masuk pasar. Perilaku pasar akan diketahui
melalui praktek pembelian dan penjualan, praktek penentuan harga, dan praktek
menjalankan fungsi- fungsi pemasaran.
Analisis kuantitatif akan diketahui dengan melakukan analisis kuantitatif,
dengan melihat aspek marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan
terhadap biaya. Berdasarkan kedua analisis tersebut akan diketahui saluran yang
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Saluran Pemasaran yang Efisien
Analisis Kualitatif
• An. Saluran Pemasaran
• An. Struktur Pasar
• An. Perilaku Pasar
Analisis Kuantitatif
• An. Efisiensi Pemasaran Marjin Pemasaran
Farmer’s share
Rasio Keuntungan terhadap Biaya
Potensi Pala Desa Tamansari
Pemasaran Pala dan Turunannya
Analisis Saluran Pemasaran Pala dan turunannya
Buah dan Turunannya yang dijual petani
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tamansari Kecamatan Tamansari.
Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan
bahwa Desa Taman sari merupakan salah satu sentra produksi pala di Kecamatan
Tamansari Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan 10 Februari
sampai 10 April 2007.
4.2. Metode Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan adalah penelusuran saluran pemasaran
atau rantai lembaga pemasaran. Hal ini dilakukan guna mengetahui saluran
pemasaran pala dan turunannya di Desa Tamansari. Penelusuran dan pemilihan
responden dilakukan dengan sengaja (purposive). Jumlah responden terdiri dari
petani (30 orang), 3 pedagang pengumpul desa (PPD), 3 penyuling, 2 tengkulak,
dan 2 eksportir. Pemilihan petani responden dan lembaga-lembaga pemasaran
dimaksudkan untuk memperoleh data primer dengan menggunakan kuisioner
(Lampiran 1).
Penentuan responden diperoleh dari pelaku pasar sebelumnya pada saat
melakukan penelusuran sehingga responden yang diambil adalah responden yang
benar-benar memasok pala atau tur unannya ke pasar. Penarikan responden petani
Metode penentuan pedagang juga dilakukan secara sengaja (purposive)
dengan menelusuri saluran pemasaran pala yang dominan dari lokasi penelitian.
Penentuan responden diambil dari pedagang yang telah berpengalaman dan
menguasai pemasaran pala, meliputi pedagang pengumpul desa, penyuling,
tengkulak, dan eksportir.
Selain menggunakan data primer, penelitian ini dilengkapi dengan data
skunder yang diperoleh dari informasi- informasi yang dimiliki lembaga
pemasaran dan lembaga-lembaga lainnya seperti Badan Pusat Statistik,
Departemen Pertanian, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaen Bogor, Pusat
Studi Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, dan instansi lain yang berkaitan dengan
penelitian.
4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif,
kemudian dilakukan langkah pengolahan dan analisis data. Analisis kualitatif
bertujuan untuk menganalisis saluran pemasaran, struktur pasar dan perilaku
pasar, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk analisis efisiensi saluran
pemasaran.
4.3.1. Analisis Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung
yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk
digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen. Saluran pemasaran pala dan
pada akhirnya sampai ke konsumen akhir. Alur pemasaran tersebut dijadikan
dasar dalam menggambarkan pola saluran pemasaran. Semakin panjang rantai
pemasaran, maka jalur tersebut biasanya semakin panjang maka marjin yang
tercipta antara produsen dan konsumen akan semakin besar.
Saluran pemasaran pala dan turunannya di Desa Tamansari dapat
dianalisis dengan mengamati lembaga pemasaran yang membentuk saluran
pemasaran tersebut. Lembaga-lembaga ini berperan sebagai perantara dalam
penyampaian barang dari produsen ke konsumen akhir dan arus barang yang
melalui lembaga-lembaga yang menjadi perantara membentuk saluran pemasaran.
Perbedaan saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu jenis barang akan
berpengaruh pada pembagian pend apatan yang diterima oleh masing- masing
lembaga- lembaga pemasaran yang terlibat di dalamnya. Artinya, suatu saluran
pemasaran yang berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula kepada
masing- masing lembaga yang terlibat dalam kegiatan pemasaran tersebut.
4.3.2. Analisis Lembaga Pemasaran
Analisis ini digunakan untuk mengetahui lembaga- lembaga pemasaran
yang melakukan fungsi- fungsi pemasaran, baik itu fungsi pertukaran, fungsi fisik
maupun fungsi fasilitas. Lembag- lembaga ini melakukan pengangkutan barang di
tingkat produsen sampai tingkat konsumen, juga berfungsi sebagai sumber
informasi mengenai suatu barang dan jasa.
Fungsi pertukaran meliputi pembelian dan penjualan. Fungsi pembelian