• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Langkah-langkah untuk Mengetahui Nilai Willingness to Accept Masyarakat

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Analisis Eksternalitas Negatif yang Timbul dari Aktivitas Penambangan Batuan Gamping

Lingkungan merupakan tempat mahluk hidup untuk berkembang biak dan berinteraksi. Kualitas lingkungan yang baik tentunya akan dapat membantu mewujudkan kualitas mahluk hidup yang lebih baik. Manusia sebagai salah satu anggota mahluk hidup tentu akan memanfaatkan sumberdaya alam dalam upaya mencukupi kebutuhan hidupnya.

Pemanfaatan terhadap potensi sumberdaya alam tercermin melalui berbagai aktivitas, salah satunya adalah kegiatan penambangan batu gamping. Penambangan batu gamping akan berdampak bagi lingkungan dan masyarakat disekitarnya. Dampak tersebut merupakan hasil sampingan dari aktivitas penambangan yang berlangsung atau disebut eksternalitas. Eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat sekitar penambangan yaitu perubahan kualitas udara, kelangkaan air, kebisingan dan getaran.

Perubahan lingkungan akibat kegiatan penambangan sangat dirasakan oleh sebagian besar masyarakat Desa Lulut. Hasil penelitian terhadap 70 responden di Desa Lulut menunjukkan bahwa seluruh responden (100 persen) merasakan adanya perubahan lingkungan akibat kegiatan penambangan. Perubahan lingkungan ini ditinjau dari dampak yang paling dirasakan oleh responden. Sebanyak 50 persen responden menyatakan bahwa kebisingan dan getaran merupakan eksternalitas yang paling dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Kebisingan dan getaran ini berasal dari suara belt conveyor yang hampir aktif selama 24 jam setiap hari. Operasional kendaraan truk-truk pengangkut batuan

juga dikeluhkan oleh responden terutama yang tinggal berdampingan dengan akses masuk kawasan penambangan. Sumber getaran lain yang timbul diakibatkan dari peledakan masih dirasakan oleh responden terutama yang berdekatan dengan kawasan penambangan walaupun frekuensinya sudah relatif berkurang.

Pencemaran udara merupakan eksternalitas kedua terbesar yang dikemukakan oleh responden dengan persentase sebesar 40 persen. Kualitas udara yang dirasakan oleh responden berkaitan dengan debu dan suhu yang semakin meningkat. Partikel-partikel debu merupakan hasil dari proses pemecahan batu,

belt conveyor, keberadaan Jalan Putih sebagai akses masuk menuju Desa Lulut, dan proses ledakan saat penambangan.

Sebesar 7,14 persen responden menyatakan bahwa perubahan lingkungan yang paling dirasakan adalah mengenai kualitas dan kuantitas air. Hal ini berdasarkan dari ketersediaan air bersih untuk konsumsi dan aktivitas sehari-hari. Mayoritas responden menyatakan jika dibandingkan dengan tahun awal berdirinya penambangan, maka saat ini kuantitas air disekitar rumah mereka berkurang. Hal ini disebabkan dari berkurangnya sumber mata air karena kawasan pegunungannya sudah dijadikan kawasan penambangan. Kualitas air juga menjadi keluhan responden karena apabila air pada masa sekarang dimasak, terkadang memiliki rasa sadah (pahit) terlebih apabila air tersebut berasal dari mata air didalam kawasan penambangan. Berkurangnya daerah resapan air, jenis pepohonan, dan tertutupnya mata air diindikasikan menjadi penyebab penurunan kualitas dan kuantitas air di Desa Lulut.

Kehilangan keanekaragaman hayati dirasakan sebagai eksternalitas negatif yang dirasakan oleh responden yaitu sebesar 2,86 persen. Keragaman tumbuhan

seperti sengon, mahoni, pinus ataupun tanaman buah-buahan sudah sulit ditemukan di Desa Lulut. Lahan sebagai tempat berbagai jenis tumbuhan hidup telah hilang seiring dengan berjalannya kegiatan penambangan. Jenis satwa seperti burung walet jumlahnya semakin berkurang, padahal masih terdapat beberapa masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari berburu sarang burung tersebut. Terlihat dari hasil survei bahwa eksternalitas negatif yang paling dirasakan oleh responden adalah kebisingan dan getaran, pencemaran udara, dan perubahan kualitas dan kuantitas air. Adapun persentase eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat dari aktivitas penambangan batuan gamping dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Eksternalitas Negatif yang Dirasakan Responden dari Aktivitas Penambangan Batuan Gamping di Desa Lulut.

Kebisingan dan getaran dirasakan memberikan pengaruh terhadap kehidupan sebagian responden. Sebanyak 60 persen responden menyatakan bahwa kebisingan dan getaran yang timbul dari aktivitas penambangan dapat mengganggu aktivitas dan jam istirahat mereka. Hal ini dapat disebabkan karena kegiatan penambangan seperti proses peledakan dan pengoperasian belt conveyor

terjadi pada waktu masyarakat beristirahat. Proses peledakan terjadi antara pukul 50%

40%

7.14% 2.86%

Kebisingan dan Getaran

Pencemaran Udara

Perubahan Kualitas dan Kuantitas Air

Kehilangan

11.45 sampai 12.15 pada hari kerja sedangkan pengoperasian belt conveyor

berlangsung selama 24 jam setiap hari kecuali hari libur. Pengaruh kebisingan dan getaran ini juga mengganggu terhadap alat pendengaran responden, sebanyak 14,28 persen responden menyatakan hal tersebut. Anggota keluarga responden terutama anak-anak yang tinggal berdekatan dengan kawasan tambang atau belt conveyor sering mengeluhkan rasa sakit pada alat pendengarannya. Namun, sebanyak 25,71 persen responden menyatakan tidak merasa terganggu aktivitasnya, jam istirahat, maupun alat pendengarannya akibat kebisingan dan getaran tersebut. Adapun persentase dampak kebisingan dan getaran yang dirasakan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Dampak Kebisingan dan Getaran yang Dirasakan Responden di Desa Lulut.

Responden menyatakan bahwa kualitas udara di sekitar tempat tinggal mereka saat ini mengalami penurunan. Sebesar 30 persen atau 21 responden menyatakan udara di sekitar tempat tinggal mereka berdebu, dengan suhu yang panas, dan terkadang membuat sakit (sesak) saat bernafas. Debu dan sesak juga dikeluhkan oleh responden lain dengan persentase sebesar 37,14 persen, hanya

60% 14.28%

25.71%

Mengganggu aktivitas dan jam istirahat

Mengganggu alat pendengaran

Tidak terasa mengganggu aktivitas, jam istirahat, ataupun alat pendengaran

30%

37.14% 21,43%

11.43%

Debu, suhu panas, dan sakit (sesak) saat bernafas

Debu, suhu tidak panas, dan sakit (sesak) saat bernafas

Debu, suhu panas, dan tidak sakit (sesak) saat bernafas

Tidak berdebu, suhu panas, dan tidak sakit (sesak) saat bernafas

saja responden ini tidak mengatakan suhu yang semakin panas. Partikel debu dan pasir yang dihasilkan dari aktivitas penambangan menurut responden menjadi penyebab turunnya kualitas udara disekitar tempat tinggal mereka. Bila musim kemarau tiba, genteng-genteng rumah responden yang memang berbatasan langsung dengan kawasan penambangan berubah menjadi warna putih keabu- abuan. Sesak saat bernafas tidak dirasakan oleh 21,43 persen responden namun mereka merasakan panas dan berdebu. Sebanyak 11,43 persen responden tidak merasakan debu dan sesak saat bernafas dari aktivitas penambangan, hanya saja terjadi perubahan suhu yang semakin panas. Adapun persentase dampak perubahan kualitas udara yang dirasakan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Dampak Perubahan Kualitas Udara yang Dirasakan Responden di Desa Lulut

Kualitas dan kuantitas air menjadi masalah yang dikeluhkan setelah kebisingan dan pencemaran udara. Sebanyak 2,86 persen responden merasakan kesulitan kuantitas dan kualitas air bersih mereka dalam kondisi yang buruk.

Apabila terjadi musim kemarau panjang, responden biasanya pergi mencari air ke tempat-tempat sumber mata air atau ke rumah warga yang air sumurnya masih tersedia. Kondisi hampir serupa dialami oleh 24,29 persen responden menyatakan kuantitas air di tempat tinggal mereka sulit, tetapi untuk kualitas (berwarna, berbau, dan memilik rasa) air masih dalam kondisi baik. Responden membeli air mineral galon isi ulang untuk pemenuhan kebutuhan air bersih sehari-hari,. Hal berbeda dialami oleh 71,43 persen responden yang menyatakan air bersih secara kuantitas dan kualitas baik. Perusahaan telah menyediakan penampungan- penampungan di sekitar rumah warga untuk ketersediaan air bersih. Sumber air yang disediakan perusahaan berasal dari mata air Cikukulu yang yang disalurkan melalui pipa-pipa ke penampungan. Penampungan air ini memang belum secara merata tersedia di seluruh desa, hanya terdapat di beberapa tempat saja. Sebesar 1,43 persen responden menyatakan bahwa air yang tersedia memiliki rasa pahit atau sadah apabila telah dikonsumsi. Instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) memang belum tersedia di Desa Lulut, sehingga warga hanya menggantungkan ketersediaan air melalui air sumur, penampungan-penampungan atau mata air. Adapun persentase dampak perubahan kualitas dan kuantitas air yang dirasakan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Dampak Perubahan Kualitas dan Kuantitas Air yang Dirasakan Responden di Desa Lulut

6.2 Analisis Kesediaan Menerima Responden Terhadap Dana Kompensasi