VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi CPO
Pada penelitian ini model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi produksi Cobb Douglas, dimana sebelum menetapkan suatu model fungsi yang baik harus dilakukan pengujian terhadap ketepatan model didasari dengan asumsi-asumsi yang telah ditetapkan. Hal ini sangat perlu dilakukan agar model diperoleh yang terbaik mengingat parameter-parameter yang digunakan dalam model adalah parameter dugaan. Perangkat software yang digunakan dalam penelitian ini adalah Microsoft Excel, Minitab 14 dan Eviews 5.1.
Model fungsi produksi CPO dibangun berdasarkan laporan produksi bulanan periode Januari 2008 - Desember 2011 yang tersedia di perusahaan. Data yang digunakan dalam pendugaan fungsi produksi CPO meliputi produksi CPO, jumlah Tandan Buah Segar (TBS), tenaga kerja, jam mesin, penggunaan air, penggunaan uap dan suplai listrik. Produksi CPO sebagai variabel yang dipengaruhi sedangkan jumlah Tandan Buah Segar (TBS), tenaga kerja, jam mesin, bahan pembantu (air) dan suplai listrik sebagai variabel yang mempengaruhi.
Hasil pendugaan model dengan menggunakan faktor produksi jumlah TBS (X1), tenaga kerja (X2), jam mesin (X3), air (X4), uap (X5) dan suplai listrik (X6) dapat dilihat pada Tabel 16. Berikut hasil pengolahan model regresi.
Tabel 16. Hasil Pendugaan Model Fungsi Produksi CPO dengan Enam Faktor Produksi
Variabel Koef. Dugaan T hitung VIF
konstanta -1,356 Jumlah TBS (X1) 0,1894 47,518 1,0 Tenaga kerja (X2) 0,3092 79,239 1,0 Jam mesin (X3) 0,1766 44,633 1,0 Penggunaan Air (X4) 0,1927 48,509 1,0 Penggunaan Uap (X5) 0,0665 28,727 1,0 Suplai Listrik (X6) 0,1899 48,792 1,0 R-Sq = 98,0% R-Sq (Adj) = 98, 0% F hitung = 2302,47 P-Value = 0,000
57 Dari hasil pendugaan model fungsi produksi CPO dengan enam faktor produksi didapatkan persamaan berikut:
Ln Y = -1,356 + 0,1894 lnX1 + 0,3092 lnX2 + 0,1766 lnX3 + 0,1927 lnX4
+ 0,0665 lnX5 + 0,1899 lnX6
Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan enam variabel tersebut, dilakukan beberapa pengujian statistik untuk mengetahui apakah model tersebut dapat dikatakan sebagai model fungsi produksi yang baik. Suatu model dikatakan baik apabila model tersebut lulus dalam uji ekonometrika asumsi klasik (asumsi kenormalan, asumsi heterokedastisitas, asumsi autokorelasi dan asumsi multikolinieritas) dan uji statistik (uji F dan uji t).
6.1.1. Uji Ekonometrika
a. Uji Normalitas
Untuk mengetahui kenormalan data dapat dilihat dari grafik Kolmogorof- Smirnov (Lampiran 5). Nilai statistik uji Kolmogorov-Smirnov (KShitung) yang didapatkan adalah sebesar 0,101. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan KStabel sebesar 0,196 dengan menggunakan selang kepercayaan 95 persen. Selain itu, nilai P-Value yang didapat yaitu 0,15 lebih besar dari taraf nyata lima persen. Dari kedua hasil tersebut dapat dikatakan residual model produksi CPO terdistribusi normal.
b. Uji Heteroskedastisitas
Asumsi homoskedastisitas atau masalah heteroskedastisitas diperiksa menggunakan White Heteroskedasticity Test. Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat apakah model regresi memenuhi asumsi klasik bahwa model memiliki gangguan yang variansnya sama (homoskedastisitas). Hasil uji heteroskedastisitasdapat dilihat pada Lampiran 6. Nilai probabilitas Obs*Squared white heteroskedasticity pada persamaan produksi CPO sebesar 0,234 lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu lima persen. Artinya, pada persamaan produksi CPO tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi
Suatu asumsi penting dari model linier klasik adalah tidak adanya autokorelasi atau kondisi yang berurutan di antara gangguan yang masuk ke
58 dalam fungsi regresi populasi. Secara sederhana dapat dikatakan model klasik mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur disturbunsi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain yang manapun. Untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah autokorelasi, maka dilakukan uji Durbin Watson. Uji Durbin Watson (DW) memiliki batas atas dan batas bawah.
Berdasarkan tabel DW (n 48, k 6 dan α 0,05) didapatkan nilai batas atas 1,84 dan batas bawah adalah 1,24. Jika statistik DW lebih besar dari batas atas (U), maka tidak terdapat autokorelasi positif, apabila statistik DW lebih kecil dari batas bawah (L) maka terdapat autokorelasi positif. Jika nilai statistik berada di antara batas atas (U) dan bawah (L) (dL ≤ d ≥ dU) maka tidak diketahui apakah terdapat autokorelasi positif atau pengujian tidak meyakinkan. Dari nilai statistik model produksi CPO diperoleh nilai sebesar 1,38509 maka tidak diketahui apakah terdapat masalah autokorelasi dalam model. Untuk meyakinkan hasil pengujian dilakukan pemeriksaan terhadap plot residual autokorelasi (Lampiran 7). Dari hasil plot tersebut memberikan indikasi bahwa semuanya berada dalam dua batas galat baku (garis putus-putus). Sehingga dapat disimpulkan bahwa korelasi serial telah dieleminasi.
d. Uji Multikolinieritas
Masalah yang biasa ditemui ketika menggunakan data time series adalah masalah multikolinearitas. Multikolinearitas muncul jika dua atau lebih peubah (atau kombinasi peubah) bebas berkorelasi tinggi antara peubah yang satu dengan yang lainnya. Jika terdapat peubah bebas yang saling berkorelasi dengan peubah bebas lainnya, dugaan parameter koefisien regresi dengan metode OLS masih mungkin dapat diperoleh, tapi interpretasinya menjadi sulit. Multikolinearitas berimplikasi bahwa sangat sedikit data dalam sampel yang nilai peubah bebasnya sama, kapan saja perubahan terjadi dalam suatu peubah bebas yang berkolinearitas, maka pengamatan peubah bebas lainnya yang berpasangan kemungkinan akan berubah juga sesuai arah kolinearitasnya.
Salah satu cara untuk mendeteksi adanya multikolienaritas adalah dengan melihat nilai VIF nya dan uji korelasi Pearson. Jika angka VIF > 10 maka model yang diperoleh terkena asumsi multikolinieritas pada peubah bebasnya. Hasil dari
59 regresi awal pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa variabel jumlah TBS (X1), tenaga kerja (X2), jam mesin (X3), air (X4), dan suplai listrik (X6) memiliki angka VIF> 10, dengan kata lain model persamaan fungsi produksi CPO belum bebas dari asumsi multikolinieritas. Berdasarkan uji korelasi Pearson juga terlihat bahwa kelima variabel tersebut memiliki nilai korelasi yang kuat hingga mendekati satu (Lampiran 8).
Masalah multikolinieritas dapat diatasi salah satunya dengan metode regresi komponen utama/Principal Component Analisys (PCA) tanpa mengurangi variabel bebasnya. Dengan kata lain analisis komponen utama ini mampu mempertahankan sebagian besar informasi yang terkandung pada data asal. Regresi komponen utama mentransformasikan peubah-peubah bebas yang berkorelasi menjadi peubah-peubah baru tidak berkorelasi sehingga peubah- peubah menjadi sederhana dan multikolinearitas teratasi. Hasil dari regresi komponen utama dapat dilihat pada Tabel 15.
6.1.2. Uji Statistik
a. Uji Secara Serempak (uji-F)
Uji ini dilakukan dengan melihat nilai F-statistik dari model tersebut. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 15 diperoleh nilai F-statistik sebesar 2302,47 yang ternyata lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata lima persen (F- tabel = 2,34). Jadi, dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap produksi CPO pada taraf nyata alpha lima persen.
b. Uji Secara Parsial (Uji-t)
Uji ini dapat dilakukan dengan melihat nilai t-statistik dari masing-masing variabel bebas tersebut. Pada Tabel 16. dapat dilihat bahwa semua faktor produksi jumlah TBS (X1), tenaga kerja (X2), jam mesin (X3), penggunaan air (X4), penggunaan uap (X5) dan suplai listrik (X6) berpengaruh nyata terhadap produksi CPO. Hal tersebut disebabkan nilai t-statistik dari semua faktor produksi tersebut lebih besar dari nilai t-tabel pada taraf nyata alpha lima persen (t-tabel = 2,021) maka tolak H0, artinya semua faktor produksi tersebut signifikan.
60 c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji ini dilakukan untuk mengukur sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Berdasarkan estimasi pada Tabel 15 diperoleh nilai R-squared sebesar 0,98 yang artinya faktor- faktor produksi jumlah TBS, tenaga kerja, jam mesin, penggunaan air, penggunaan uap dan suplai listrik yang terdapat dalam model dapat menjelaskan keragaman sebesar 98,0 persen dan sisanya 2,0 persen dijelaskan oleh faktor- faktor produksi lain yang tidak dimasukkan ke dalam model fungsi produksi tersebut.