• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.8 Analisis Faktor

Analisis faktor adalah salah satu metode statistik multivariat yang mencoba menerangkan hubungan antar sejumlah variabel-variabel yang saling independen antara satu dengan yang lain sehingga bisa dibuat satu atau lebih kumpulan peubah yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal. Analisis faktor juga digunakan untuk mengetahui faktor-faktor dominan dalam menjelaskan suatu masalah. Analisis faktor agak berbeda dengan analisis regresi, yaitu lebih memfokuskan analisisnya kepada teknik interdependensi (Supranto, 2004).

Analisis faktor digunakan untuk hal-hal penting berikut :

a. Untuk mengidentifikasi dimensi atau faktor yang dapat menjelaskan korelasi di antara sekelompok variabel.

b. Untuk mengidentifikasi sebuah variabel baru yang lebih sedikit dan tidak saling berkorelasi untuk menggantikan sekelompok variabel asli atau awal yang berkorelasi; untuk kemudian dianalisis lebih lanjut dengan analisis multivariat lainnya (seperti :analisis regresi dan analisis diskriminan).

c. Untuk mengidentifikasi sekelompok variabel relevan dari sekelompok variabel yang lebih besar yang akan digunakan untuk analisis multivariat lanjutannya.

2.8.1 Model Analisis Faktor

Secara matematis, analisis faktor agak mirip dengan analisis regresi, yaitu dalam hal bentuk fungsi linier. Jumlah varians yang dikontribusi dari sebuah variabel dengan seluruh variabel lainnya lebih dikelompokkan sebagai komunalitas (communality). Kovarians di antara variabel dijelaskan terbatas dalam sejumlah kecil faktor umum (common factor) ditambah sebuah faktor unik (unique factor) untuk setiap variabel. Faktor-faktor tersebut tidak secara eksplisit diamati. Jika variabel distandardisasi, model analisis faktor dapat diekspresikan sebagai :

Dengan :

= variabel ke i yang dibakukan (rata-ratanya nol, standar deviasinya satu).

= Koefisien regresi parsial yang dibakukan untuk variabel i pada common factor ke j.

= common factor ke j.

= Koefisien regresi yang dibakukan untuk variabel ke i pada faktor unik ke i

(unique factor).

= Faktor unik variabel ke i.

m = Banyaknya common factor.

Faktor yang unik tidak berkorelasi dengan sesama faktor yang unik dan juga tidak berkorelasi dengan common factor. Common factor sendiri dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari variabel-variabel yang terobservasi, yaitu:

Keterangan:

= Estimasi faktor ke i

= Bobot atau koefisien nilai faktor ke i

k = jumlah variabel

Dimungkinkan untuk memilih bobot atau skor koefisien faktor sehingga faktor pertama dapat menjelaskan porsi terbesar dari total varians. Kemudian, kelompok kedua dari bobot dapat dipilih, sehingga faktor kedua tersebut merupakan varians sisa yang

terbesar dengan tetap mempertimbangkan bahwa faktor kedua ini tidak berkorelasi dengan faktor pertama. Prinsip yang sama dapat diaplikasi untuk memilih penambahan bobot untuk penambahan faktor. Dengan demikian, faktor dapat diestimasi, dengan skor faktornya yang tidak berkorelasi (tidak seperti nilai dari variabel aslinya). Lebih jauh lagi, faktor pertama diperhitungkan sebagai varians tertinggi dari data, faktor kedua sebagai varians tertinggi berikutnya, dan seterusnya.

2.8.2 Statistik Yang Berkaitan Dengan Analisis Faktor

Statistik penting yang berkaitan dengan analisis faktor adalah :

a. Bartlett’s test of sphericity, adalah uji statistik yang digunakan untuk menguji

hipotesis yang menyatakan bahwa variabel-variabel tersebut tidak berkorelasi dalam populasinya. Dengan kata lain, matrik korelasi populasi adalah sebuah matrik identitas (identity matrix), setiap variabel berkorelasi sempurna dengan variabel itu sendiri (r = 1), tetapi tidak berkorelasi dengan variabel lainnya (r = 0).

b. Correlation Matrix, adalah matrik segitiga (triangle matrix) yang lebih rendah yang

menunjukkan korelasi sederhana r, antara seluruh kemungkinan pasangan variabel yang dilibatkan dalam analisis. Seluruh elemen diagonal = 1, biasanya dibaikan. Dalam hal ini bentuk matrik korelasi misalnya untuk jumlah variabel n= 3

Tabel 2.1 Matrik Korelasi Untuk Jumlah Variabel n = 3

X1 X2 X3

X1

X2 r21

X3 r31 r32

Tabel 2.2 Matrik Korelasi Untuk Jumlah Variabel n = 4

X1 X2 X3 X4

X1

X2 r21

X3 r31 r32

X4 r41 r42 r43

c. Communality, adalah jumlah varians yang dikontribusi dari sebuah variabel dengan

seluruh variabel lainnya yang dipertimbangkan. Ini juga merupakan proporsi dari varians yang diterangkan oleh common factor.

d. Eigenvalue, merepresentasikan total varians yang dijelaskan oleh setiap faktor.

f. Factor Loading Plot, adalah sebuah plot dari variabel asli menggunakan factor loading sebagai koordinat.

g. Factor Matrix, mengandung factor loadings dari seluruh variabel dalam seluruh

faktor yang dikembangkan.

h. Factor Scores, adalah skor komposit yang diestimasi untuk setiap responden pada

faktor yang diderivasi.

i. Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) Measure of Sampling Adequacy (MSA), adalah indeks

yang digunakan untuk menguji kesesuaian analisis faktor. Nilai yang tinggi (antara 0,50 sampai 1,00) mengindikasikan analisis faktor yang sesuai. Nilai di bawah 0,50 menunjukkan bahwa analisis faktor tidak sesuai untuk diaplikasikan.

j. Percentage of Variance, adalah persentase total varians yang menjadi atribut kepada

setiap faktor.

k. Residuals, adalah selisih antara korelasi observasi, seperti yang diberikan dalam

matrik korelasi input, dengan korelasi yang direproduksi, seperti yang diestimasi dari matrik faktor.

l. Scree Plot, adalah sebuah plot dari eigenvalue dan banyaknya faktor yang dapat

dikembangkan.

2.8.3 Pelaksanaan Analisis Faktor

a. Merumuskan masalah dan identifikasi variabel.

Merumuskan masalah akan melibatkan banyak kegiatan. Pertama, tujuan dari analisis faktor harus diidentifikasi. Variabel yang dilibatkan dalam analisis faktor harus dispesifikasi berdasar kepada penelitian terdahulu, teori dan keinginan peneliti. Ukuran variabel yang sesuai adalah interval atau rasio. Menentukan banyaknya sampel, sedikitnya empat kali atau lima kali dari banyaknya variabel. Proses analisis berbasis pada matrik korelasi antar variabel. Agar analisis faktor sesuai, variabel-variabel tersebut harus berkorelasi. Dalam praktek, persoalan yang sering timbul adalah jika korelasi antar variabel itu kecil, maka analisis faktor tidak sesuai untuk diaplikasi. Harapannya, selain antar variabel itu berkorelasi, juga berkorelasi tinggi dengan sebuah faktor yang sama atau faktor-faktor lain.

Yaitu untuk menguji H0 yang menyatakan bahwa variabel-variabel tersebut tidak berkorelasi, atau dengan kata lain bahwa matrik korelasinya adalah matrik identitas.

Test of sphericity berbasis transformasi χ2

dari determinan matrik korelasi. Nilai statistik tinggi diharapkan untuk menolak H0, jika tidak maka kesesuaian penggunaan analisis faktor itu patut dipertanyakan.

Untuk hasil uji Bartlett’s test of sphericity nilai signifikan harus < 0,05 untuk menunjukkan bahwa antar variabel terjadi korelasi. Sedangkan untuk Test of

sphericity berbasis transformasi χ2

, nilai determinan dari matrik korelasinya harus mendekati nol (0) untuk menunjukkan antar variabel mempunyai korelasi.

c. Statistik lain yang sangat berguna pemanfaatannya adalah KMO untuk mengukur tingkat kecukupan sampel. Indeks tersebut membandingkan ukuran antara korelasi sederhana dengan korelasi parsial. Nilai KMO yang rendah mengindikasi bahwa korelasi antar pasangan variabel tidak dapat dijelaskan oleh variabel lain dan analisis faktor bisa menjadi tidak tepat. Nilai KMO harus > 0,5 untuk menunjukkan bahwa analisis faktor sesuai untuk diaplikasikan.

d. Menentukan jumlah faktor.

Adalah hal yang tidak mungkin menghitung faktor sebanyak jumlah variabel. Dalam rangka meringkas informasi yang dikandung dalam variabel asli, sejumlah faktor yang lebih sedikit akan diekstraksi. Beberapa jenis prosedur untuk menentukan banyaknya faktor yang harus diekstraksi antara lain: penentuan apriori, dan pendekatan berdasar eigenvalue, scree plot, percentage of variance accounted for,

split-and-half dan significance test.

1. Penentuan Apriori.

Kadang-kadang, karena adanya dasar teori, maka peneliti dapat menentukan banyaknya faktor yang akan diekstraksi. Hampir sebagian besar program komputer memberikan peluang untuk pendekatan ini.

2. Penentuan Berbasis Eigenvalue.

Pada pendekatan ini, hanya faktor dengan eigenvalue lebih besar daripada 1,00 yang akan dipertahankan. Eigenvalue merepresentasi total varians yang berkaitan dengan faktor. Faktor dengan nilai eigenvalue lebih kecil daripada

1,00, tidak lebih baik dari sebuah variabel tunggal, karena untuk keperluan standardisasi setiap variabel memiliki varians = 1,0.

3. Penentuan Berdasarkan Scree Plot.

Scree plot adalah plot nilai egienvalue terhadap banyaknya faktor dalam

ekstraksinya. Bentuk plot yang dihasilkan, digunakan untuk menentukan banyaknya faktor. Biasanya, plot akan berbeda antara slope tegak faktor, dengan eigenvalue yang besar dan makin mengecil pada sisa faktor yang tidak perlu diekstraksi. Pengecilan slope ini yang disebut sebagai scree.

Gambar 2.1 Scree Plot

4. Penentuan Berbasis Percentage of Variance.

Dalam pendekatan ini, banyaknya faktor yang diesktraksi ditentukan sampai persentase kumulatif varians mencapai tingkat yang memuaskan peneliti. Tingkat % kumulatif yang memuaskan tersebut tergantung kepada persoalannya. Bagaimanapun, sangat direkomendasikan bahwa faktor-faktor yang diekstraksi sampai mencapai % kumultaif varians paling sedikit = 60,00%.

5. Penentuan Berdasarkan Split and Half.

Sampel dibagi menjadi dua, dan analisis faktor diaplikasikan kepada masing-masing bagian. Hanya faktor yang memiliki factor loadings tinggi antar dua bagian itu yang akan dipertahankan.

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Banyaknya faktor 4 2 0 Eigenvalue

6. Penentuan Berbasis Significance Test.

Pendekatan ini adalah mempertahankan faktor yang memiliki separate

eigenvalue signfikan. Dengan sampel besar (> 200), banyak faktor yang

cenderung signifikan, walaupun dari pandangan praktis, banyak dari faktor tersebut yang memiliki proporsi varians yang kecil terhadap total varians. e. Rotasi Faktor.

Sebuah output penting dari analisis faktor adalah factor matrix atau disebut juga sebagai factor pattern matrix. Factor matrix mengandung koefisien yang digunakan untuk mengekspresikan variabel terstandar dalam hubungannya dengan faktor. Koefisien-koefisien tersebut, atau factor loadings, merupakan korelasi antara faktor dengan variabelnya. Sebuah koefisien dengan nilai absolut yang besar mengindikasikan bahwa faktor dan variabel berkorelasi kuat. Koefisien tersebut bisa digunakan untuk menginterpretasi faktor. Untuk batasan factor loadings beberapa literatur menyarankan nilainya sebesar ≥ 0,3 , ≥ 0,4 atau ≥ 0,5.

Walaupun initial atau unrotated factor matrix mengindikasikan hubungan antara faktor dengan variabel individual tertentu, kadang-kadang dapat diperoleh di dalam faktor yang bisa diinterpretasi, karena faktor tersebut berkorelasi dengan banyak variabel. Pada banyak persoalan yang kompleks, maka sulit melakukan interpretasi. Untuk itu diperlukan suatu langkah merotasi factor matrix agar lebih mudah menginterepretasikan faktor.

Dalam merotasi faktor, diharapkan setiap faktor memiliki loading factor atau koefisien non zero, atau signifikan hanya untuk beberapa variabel. Atau, diharapkan setiap variabel memiliki factor loadings signifikan hanya dengan sedikit faktor, atau jika mungkin hanya dengan sebuah faktor. Rotasi tidak berpengaruh terhadap komunalitas dan persentase total varians yang dijelaskan. Namun demikan, rotasi berpengaruh terhadap persentase varians dari setiap faktor.

Beberapa metode rotasi yang bisa digunakan adalah : orthogonal rotation,

varimax rotation, dan oblique rotation.Orthogonal rotation adalah jika

dengan meminimumkan banyaknya variabel yang memiliki loadings tinggi pada sebuah faktor, sehingga lebih bisa menginterpretasi faktor. Rotasi ortogonal menghasilkan faktor-faktor yang tidak berkorelasi. Oblique rotation adalah jika sumbu-sumbu tidak dijaga pada sudut yang benar dan faktor-faktor berkorelasi. Kadang-kadang, mentoleransi korelasi antar faktor-faktor bisa menyederhanakan matrik pola faktor. Oblique rotation akan digunakan jika faktor-faktor pada populasi diperkirakan berkorelasi kuat.

f. Interpretasi Faktor.

Interpretasi difasilitasi melalui identifikasi variabel yang memiliki loadings besar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian dapat diinterpretasi dalam batas variabel yang memiliki loadings tinggi dalam faktor tersebut.

Cara lain yang bisa digunakan adalah melalui plot variabel dengan factor

loadings sebagai kordinat. Variabel yang berada pada akhir sebuah sumbu adalah

variabel yang memiliki loadings tinggi hanya pada faktor yang bersangkutan, sehingga bisa digunakan untuk menginterpretasi faktor. Variabel yang berada didekat titik origin memiliki loadings yang rendah terhadap kedua faktor. Variabel yang yang tidak berada di dekat sumbu manapun mengindikasi bahwa variabel tersebut berkorelasi dengan kedua faktor. Jika sebuah faktor tidak bisa secara jelas didefinisikan dalam batas variabel awalnya, maka disebut sebagai faktor umum saja (tidak perlu diberi label khusus).

Gambar 2.2 Rotated Plot

g. Mengukur Ketepatan Model (Model Fit).

Asumsi dasar yang digunakan dalam analisis faktor adalah korelasi dari data awal dapat menjadi atribut dari faktor. Untuk itu, korelasi data awal dapat direproduksi melalui estimasi korelasi antara variabel terhadap faktor. Selisih antara korelasi dari data observasi dengan korelasi reproduksi dapat digunakan untuk mengukur kesesuaian model. Selisih tersebut disebut sebagai residuals. Untuk menentukan sebuah model sesuai atau tidak, maka nilai absolut residuals harus kurang dari 50% sehingga model tersebut dapat diterima.

0.9 0.6 0.3 0.0 -0.3 -0.6 -0.9 Komponen 1 0.9 0.6 0.3 0.0 -0.3 -0.6 -0.9 X7 X9 X8 X10 X6 X5 X4 X3 X2 X1 Komponen 2

Dokumen terkait