• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 PEMBAHASAN

5. Penampilan petugas dalam memberikan pelayanan

X6 = Petugas dalam memberikan pelayanan selalu melaksanakan secara tuntas dan menyeluruh

X7 = Kemampuan petugas dalam memberikan penjelasan dan berkomunikasi

X8 = Kejelasan sosialisasi peraturan pajak kepada wajib pajak

X9 = Kemudahan prosedur pelayanan dokumen pajak

X10= Kecepatan prosedur pelayanan dokumen pajak b. Membuat matrik korelasi

c. Penentuan jumlah faktor d. Rotasi faktor

e. Intrepetasi faktor

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Variabel

Variabel di dalam penelitian merupakan suatu atribut dari sekelompok objek yang diteliti, mempunyai variasi antara satu dan lainnya dalam kelompok tersebut, misalnya: tinggi badan dan berat badan yang merupakan atribut dari seseorang yang dalam hal ini adalah objek penelitiannya (Riduwan, 2002).

Variabel mempunyai bermacam-macam bentuk menurut hubungan antara satu variabel dan variabel lainnya, yaitu:

a. Variabel independen, yaitu: variabel yang menjadi sebab terjadinya atau terpengaruhnya variabel dependen.

b. Variabel dependen, yaitu: variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel independen.

c. Variabel moderator, yaitu: variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel dependen dan independen.

d. Variabel intervening, yaitu: variabel moderator, tetapi nilainya tidak dapat diukur, seperti : kecewa, gembira, sakit hati.

e. Variabel kontrol, yaitu: variabel yang dikendalikan peneliti.

f. Variabel dummy, yaitu: variabel yang isinya berupa kode-kode yang berfungsi untuk membedakan data yang berada pada variabel-variabel tertentu pada kelompok-kelompoknya.

2.2 Data

Data adalah suatu bahan mentah yang jika diolah dengan baik melalui berbagai analisis dapat melahirkan berbagai informasi, dimana dengan informasi tersebut kita dapat mengambil keputusan.

2.2.1 Data Menurut Sifatnya

Menurut sifatnya data dibagi atas 2 bagian, yaitu: a. Data Kuantitatif

Data kuantitatif adalah serangkaian observasi atau pengukuran yang dapat dinyatakan dalam angka-angka. Contoh: Data hasil pengukuran kemampuan Matematika siswa yang berwujud skor hasil tes kemampuan. Data itu akan berupa angka seperti : 70, 35, 75, 80 dan sebagainya.

b. Data Kualitatif

Data kualitatif adalah serangkaian observasi dimana tiap observasi yang terdapat dalam sampel (atau populasi) tergolong dalam salah satu kelas-kelas yang saling lepas dan tidak dinyatakan dalam angka-angka. Contoh: Hasil penelitian tentang pendapat siswa terhadap cara mengajar guru Matematika di sekolah mereka.

2.2.2 Data Menurut Sumbernya

Menurut sumbernya data dibagi atas 2 bagian, yaitu: a. Data Intern

Data intern adalah data yang dibutuhkan seorang pemimpin perusahaan guna dipakai sebagai landasan pengambilan keputusan yang diperoleh dari catatan-catatan intern perusahaan itu sendiri.

Misalnya: - Catatan-catatan akuntansi - Catatan-catatan produksi

- Catatan-catatan inventaris, dan lain-lain b. Data Ekstern

Data ekstern adalah data yang hanya diperoleh dari sumber-sumber dari luar perusahaan atau instansi. Data ekstern dibagi atas 2 bagian, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh orang yang berkepentingan atau yang memakai data tersebut. Data yang diperoleh, seperti hasil wawancara atau hasil penelitian kuisioner. Dalam metode pengumpulan data primer, peneliti atau observer melakukan sendiri observasi di lapangan maupun di laboratorium. Pelaksanaannya dapat berupa survei atau percobaan (eksperimen). 2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diterbitkan oleh organisasi yang bukan merupakan pengolahannya atau data yang tidak secara langsung dikumpulkan oleh orang yang berkepentingan dengan data tersebut. Data sekunder pada umumnya disajikan dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram.

Misalnya: - Data kinerja Perbankan Nasional yang dikeluarkan suatu badan riset - Data indeks prestasi mahasiswa dari suatu universitas.

2.3 Skala Pengukuran Data

Skala merupakan suatu prosedur pemberian angka atau simbol lain kepada sejumlah ciri dari suatu objek agar dapat menyatakan karakteristik angka pada ciri tersebut. Skala pengukuran oleh S.S Steven (1976) dibagi atas 4 bagian:

a. Skala nominal (klasifikasi)

Skala nominal adalah pengukuran berupa bilangan atau lambang-lambang lain untuk mengelompokkan objek atau benda-benda lain, dimana bilangan atau angka yang diberikan suatu kategori tidak menggambarkan kedudukan kategori tersebut terhadap kategori lainnya tetapi hanya sekedar kode maupun label.

Misalnya :

jenis kelamin anda 1 = pria 2 = wanita

b. Skala ordinal

Skala ini mengurutkan data dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi atau sebaliknya, dengan interval yang tidak harus sama.

Misalnya:

Seorang anggota ABRI dapat dikelompokkan menurut pangkatnya: mayor, kapten, letnan. Dimana hubungan antar kelas-kelas terdapat urutan tertentu (mayor > kapten > letnan).

c. Skala interval

Skala interval adalah skala pengukuran yang mengelompokkan objek-objek ke dalam kelas-kelas yang mempunyai hubungan urutan dan perbedaan dalam jarak (interval) atau dengan yang lain.

Misalnya:

Nilai (prestasi) yang telah ditransfer dalam bnetuk huruf A, B, C, D dan E. Selanjutnya diberi bobot masing-masing 4, 3, 2, 1 dan 0 sehingga interval A dan C sama dengan antara C dan E atau interval A dan B sama dengan interval D dan E. d. Skala rasio

Skala rasio adalah skala pengukuran yang mengelompokkan objek-objek ke dalam kelas-kelas yang mempunyai hubungan urutan berbeda dalam jarak antara objek yang satu dengan yang lain serta titik nolnya berarti (tidak sembarang).

Misalnya:

panjang, luas, isi, berat, tinggi dan sebagainya.

2.4 Skala Untuk Instrumen (Model Skala Sikap)

Bentuk-bentuk model skala sikap yang sering digunakan dalam penelitian ada 5 macam yaitu:

a. Skala Likert b. Skala Guttman

d. Skala Rating ( Rating Scale) e. Skala Thurstone

a. Skala Likert

Skala Likert digunakan untuk mengatur sikap, pendapatan, dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dengan menggunakan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi subvariabel. Kemudian subvariabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator, indikator-indikator yang terukur ini dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab responden. Setiap jawaban diungkapkan dengan kata-kata.

Misalnya:

SS (Sangat Setuju) = 5 S ( Setuju) = 4

N (Netral) = 3

TS (Tidak Setuju) = 2 STS (Sangat Tidak Setuju) = 1 b. Skala Guttman

Skala Guttman mengukur suatu dimensi saja dari suatu variabel multidimensi. Skala Guttman adalah skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan konsisten.

Misalnya :

Yakin-tidak yakin, benar-salah, setuju-tidak setuju, dan sebagainya. c. Skala Diferensial Semantik

Skala Diferensial Semantik atau skala perbedaan semantik berisikan serangkaian bipolar (dua kutub). Responden diminta untuk menilai suatu objek atau konsep pada suatu skala yang mempunyai 2 ajektif yang bertentangan .

Misalnya:

d. Skala Rating ( Rating Scale)

Rating scale yaitu data mentah yang dapat berupa angka kemudian ditafsirkan dalam

pengertian kualitatif. Misalnya:

Ketat-longgar, lemah-kuat, positif-negatif. Responden tidak akan menjawab salah satu dari jawaban kuantitatif yang telah disediakan.

e. Skala Thurstone

Skala Thurstone meminta responden untuk memilih pertanyaan yang ia setujui dari beberapa pertanyaan yang menyajikan pandangan yang berbeda-beda. Pada umumnya setiap item mempunyai asosiasi nilai antara 1 sampai 10 tetapi nilai-nilainya tidak diketahui responden.

2.5 Standar Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan

Berdasarkan surat edaran nomor SE-45/PJ/2007 tentang Pelayanan Prima, maka dalam pelaksanaan pelayanan di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan mempunyai standar antara lain:

a. Waktu pelayanan di TPT (Tempat pelayanan Terpadu)/PST (Pelayanan Satu Tempat) pukul 07.30 sampai dengan 17.00 waktu setempat. Pada jam istirahat, pelayanan tetap diberikan dengan cara mengatur secara bergiliran petugas yang beristirahat atau menambah jumlah petugas jika TPT/PST terlihat antrian panjang; b. Jadwal petugas di TPT/PST dan petugas dibagian konseling (Help Desk) diatur oleh

Kepala Kantor sesuai kondisi dan situasi setempat;

c. Memperhatikan beberapa hal mengenai Pelayanan Prima sebagai berikut:

i. Pegawai yang berhubungan langsung dengan Wajib Pajak harus menjaga sopan santun dan perilaku, ramah, tanggap, cermat, dan cepat, serta tidak mempersulit pelayanan, dengan cara:

1) Bersikap hormat dan rendah hati terhadap tamu; 2) Petugas selalu berpakaian rapi dan bersepatu;

4) Mengenakan kartu identitas pegawai di dada;

5) Menyapa tamu yang datang dengan menanyakan (misalnya “Selamat

pagi/siang/sore, apa yang dapat kami bantu Pak/Bu?”);

6) Dengarkanlah baik-baik apa yang diutarakan oleh Wajib Pajak. Oleh karena itu, jangan melakukan aktivitas lain misalnya menjawab panggilan telepon, makan dan minum atau mendengarkan musik (melalui

headphone/earphone);

7) Jika perlu, mintalah nomor telepon tamu untuk dapat dihubungi;

8) Hindarilah mengobrol atau bercanda berlebihan dengan sesama petugas, atau Wajib Pajak yang dilayani;

9) Tatalah waktu berkonsultasi dengan seefisien mungkin;

10) Sedapat mungkin, dalam menyerahkan dokumen/tanda terima kepada Wajib Pajak dengan menggunakan kedua tangan.

ii. Selain pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP), tidak diperkenankan orang lain ditempatkan di TPT/PST. Pegawai yang ditempatkan di TPT/PST harus memiliki kriteria sebagaimana butir c.i tersebut di atas;

iii. Apabila ada panggilan penting dan terpaksa harus meninggalkan Wajib Pajak, petugas memohon maaf kepada Wajib Pajak dan agar digantikan oleh petugas lain;

iv. Siaga melayani pertanyaan Wajib Pajak. Apabila ada pertanyaan yang tidak dapat dijawab, petugas meminta waktu untuk menghubungi supervisor/atasannya atau pabila tingkat persoalan agak kompleks dapat dipersilakan ke ruangan konsultasi untuk ditangani oleh petugas yang kompeten (misalnya AR/Auditor/Kasi);

v. Dalam hal petugas adalah AR (Account Representative) yang pada saat bersamaan menerima tamu yang merupakan Wajib Pajak tanggung jawabnya, maka tamu lain ditangani oleh AR atau petugas lain;

vi. Petugas pada KPP yang melayani Wajib Pajak Orang Asing agar memiliki kemampuan bahasa Inggris;

vii. Dalam merespon permasalahan dan memberikan informasi kepada Wajib Pajak, seharusnya:

1) Petugas agar memberikan informasi/penjelasan secara lengkap sehingga Wajib Pajak dapat mengerti dengan baik;

2) Untuk lebih meyakinkan Wajib Pajak, petugas dapat menggunakan brosur/leaflet/buku petunjuk teknis pelayanan;

3) Minimal satu software peraturan perpajakan (Tax Knowledge Base) telah diinstal di komputer TPT/PST;

4) Apabila petugas belum yakin terhadap permasalahan yang ditanganinya, jangan memaksakan diri. Segera informasikan ke petugas lain, supervisor atau atasan yang bersangkutan, dan memberitahukan permasalah yang disampaikan Wajib Pajak agar Wajib Pajak tidak ditanya berkali-kali; 5) Apabila petugas TPT/PST belum bisa memberikan jawaban yang

memadai dan Wajib Pajak harus menemui petugas lain dalam menuntaskan permasalahannya, petugas TPT/PST diharapkan untuk meminta maaf (misalnya dengan pernyataan “Mohon maaf, saya belum

dapat membantu Bapak/Ibu saat ini. Oleh karena itu permasalahan ini akan saya teruskan kepada rekan kami/atasan saya yang lain untuk membantu Bapak/Ibu”);

6) Jika dimungkinkan, jabatlah tangan Wajib Pajak dan mengucapkan terima kasih pada saat tamu akan meninggalkan tempat;

viii. Setiap tamu yang datang ke TPT/PST, harus ada petugas keamanan (tenaga satuan pengamanan) yang menyambut, menanyakan keperluan dan mempersilakan tamu dengan sopan untuk mengambil nomor antrian;

ix. Apabila antrian cukup panjang dan waktu menunggu lebih lama maka petugas harus memberikan penjelasan dengan baik, sopan dan tetap ramah, (misalnya dengan menggunakan kalimat seperti: ”Maaf Bapak/Ibu, mohon menunggu

sebentar karena kami akan menyelesaikan pekerjaan untuk sementara waktu”);

x. Akan lebih baik bila petugas dapat menjelaskan berapa lama Wajib Pajak harus menunggu, (misalnya dapat menggunakan kalimat seperti: ”Kami akan

menyelesaikan pekerjaan dalam waktu 5-10 menit, setelah itu Bapak/ibu akan kami panggil kembali. Terima kasih”);

xi. Apabila terjadi aliran listrik padam atau sistem sedang rusak/terganggu yang mengakibatkan petugas TPT/PST tidak dapat melayani dengan baik, sehingga

Wajib Pajak menjadi tidak sabar/marah, maka yang harus diperhatikan antara lain adalah:

1) Petugas meminta maaf atas situasi ini;

2) Memberikan informasi bahwa listrik padam atau sistem sedang rusak; 3) Memberikan informasi lamanya waktu yang dibutuhkan bila pekerjaan

dilakukan secara manual (biasanya lebih lama dari pekerjaan dengan sistem);

4) Menanyakan kesediaan Wajib Pajak untuk menunggu;

5) Menanyakan nomor telepon yang bisa dihubungi apabila Wajib Pajak memilih untuk meninggalkan KPP untuk sementara waktu;

6) Memberitahu Wajib Pajak saat suasana sudah kembali normal dan proses sudah selesai;

7) Jika memungkinkan, agar disediakan minuman ringan kepada Wajib Pajak yang sedang menunggu (misalnya dengan pengadaan dispenser dan lain-lain).

xii. Bila petugas terpaksa tidak dapat menerima laporan/surat yang disampaikan oleh Wajib Pajak misalnya karena kurang lengkap, maka petugas harus menjelaskannya secara jelas dan ramah sampai Wajib Pajak memahami dengan baik.

2.6 Uji Validitas

Suatu skala pengukuran disebut valid bila ia melakukan apa yang seharusnya dan mengukur apa yang seharusnya diukur (Situmorang, 2007). Secara konseptual, ada 3 macam validitas yaitu:

a. Validitas isi (Content Validity)

Validitas isi memastikan bahwa ukuran telah cukup memasukkan sejumlah item yang representatif dalam menyusun sebuah konsep. Validitas isi merupakan sebuah fungsi yang menunjukkan seberapa baik dimensi dan elemen sebuah konsep digambarkan.

Pada validitas eksternal instrumen diuji dengan cara membandingkan antara kriteria yang ada pada instrumen dengan fakta-fakta empiris yang terjadi dilapangan. Bila telah terdapat kesamaan antara kriteria dalam instrumen dengan fakta dilapangan, maka dapat dinyatakan instrumen tersebut mempunyai validitas eksternal yang tinggi. Instrumen penelitian yang mempunyai validitas eksternal yang tinggi mengakibatkan hasil penelitian mempunyai validitas eksternal yang tinggi pula. Penelitian mempunyai validitas eksternal bila hasil penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada sampel lain dalam populasi yang diteliti. Untuk meningkatkan validitas eksternal penelitian, selain meningkatkan validitas eksternal instrumen, maka dapat dilakukan dengan memperbesar jumlah sampel. Validitas eksternal diperoleh dengan cara mengkorelasikan alat pengukur baru dengan tolok ukur eksternal, yang berupa alat ukur yang sudah valid.

c. Validitas konstruk (Construct Validity)

Validitas konstruk membuktikan seberapa bagus hasil yang diperoleh dari penggunaan ukuran sesuai dengan teori dimana pengujian dirancang. Hal ini dinilai dengan convergent validity (instrument yang memiliki korelasi tinggi) dan discriminant validity (variabel yang tidak berkorelasi).

2.7 Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukan konsistensi dan stabilitas dari suatu skor (skala pengukuran) (Situmorang, 2007). Dalam Reliabilitas mencakup dua hal utama yaitu:

a. Stabilitas ukuran

Menunjukan sebuah ukuran untuk tetap stabil dan tidak rentan terhadap perubahan situasi apa pun. Terdapat dua jenis uji stabilitas, yaitu:

1. Test‐retest reliability

Yaitu koefisien reliabilitas yang diperoleh dari pengulangan pengukuran konsep yang sama dalam dua kali kesempatan.

2. Reliabilitas bentuk paralel (paralel‐form realibity)

Terjadi ketika respon dari dua pengukuran yang sebanding dalam menyusun konstruk yang sama memiliki kolerasi yang tinggi.

b. Konsistensi Internal Ukuran

Merupakan indikasi homogenitas item‐item yang ada dalam ukuran yang menyusun konstruk. Pada saat ini yang banyak digunakan adalah dengan menggunakan Cronbach`s Alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach`s Alpha > 0,60 (Ghozali, 2005) atau nilai Cronbach`s

Alpha > 0,80 (Kuncoro, 2003). Konsistensi ukuran dapat diamati melalui

reliabilitas konsistensi antar item (konsistensi jawaban responden untuk semua item dalam ukuran) dan split‐half reliability yang menunjukkan korelasi antara

dua bagian instrumen.

2.8 Analisis Faktor

Analisis faktor adalah salah satu metode statistik multivariat yang mencoba menerangkan hubungan antar sejumlah variabel-variabel yang saling independen antara satu dengan yang lain sehingga bisa dibuat satu atau lebih kumpulan peubah yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal. Analisis faktor juga digunakan untuk mengetahui faktor-faktor dominan dalam menjelaskan suatu masalah. Analisis faktor agak berbeda dengan analisis regresi, yaitu lebih memfokuskan analisisnya kepada teknik interdependensi (Supranto, 2004).

Analisis faktor digunakan untuk hal-hal penting berikut :

a. Untuk mengidentifikasi dimensi atau faktor yang dapat menjelaskan korelasi di antara sekelompok variabel.

b. Untuk mengidentifikasi sebuah variabel baru yang lebih sedikit dan tidak saling berkorelasi untuk menggantikan sekelompok variabel asli atau awal yang berkorelasi; untuk kemudian dianalisis lebih lanjut dengan analisis multivariat lainnya (seperti :analisis regresi dan analisis diskriminan).

c. Untuk mengidentifikasi sekelompok variabel relevan dari sekelompok variabel yang lebih besar yang akan digunakan untuk analisis multivariat lanjutannya.

2.8.1 Model Analisis Faktor

Secara matematis, analisis faktor agak mirip dengan analisis regresi, yaitu dalam hal bentuk fungsi linier. Jumlah varians yang dikontribusi dari sebuah variabel dengan seluruh variabel lainnya lebih dikelompokkan sebagai komunalitas (communality). Kovarians di antara variabel dijelaskan terbatas dalam sejumlah kecil faktor umum (common factor) ditambah sebuah faktor unik (unique factor) untuk setiap variabel. Faktor-faktor tersebut tidak secara eksplisit diamati. Jika variabel distandardisasi, model analisis faktor dapat diekspresikan sebagai :

Dengan :

= variabel ke i yang dibakukan (rata-ratanya nol, standar deviasinya satu).

= Koefisien regresi parsial yang dibakukan untuk variabel i pada common factor ke j.

= common factor ke j.

= Koefisien regresi yang dibakukan untuk variabel ke i pada faktor unik ke i

(unique factor).

= Faktor unik variabel ke i.

m = Banyaknya common factor.

Faktor yang unik tidak berkorelasi dengan sesama faktor yang unik dan juga tidak berkorelasi dengan common factor. Common factor sendiri dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari variabel-variabel yang terobservasi, yaitu:

Keterangan:

= Estimasi faktor ke i

= Bobot atau koefisien nilai faktor ke i

k = jumlah variabel

Dimungkinkan untuk memilih bobot atau skor koefisien faktor sehingga faktor pertama dapat menjelaskan porsi terbesar dari total varians. Kemudian, kelompok kedua dari bobot dapat dipilih, sehingga faktor kedua tersebut merupakan varians sisa yang

terbesar dengan tetap mempertimbangkan bahwa faktor kedua ini tidak berkorelasi dengan faktor pertama. Prinsip yang sama dapat diaplikasi untuk memilih penambahan bobot untuk penambahan faktor. Dengan demikian, faktor dapat diestimasi, dengan skor faktornya yang tidak berkorelasi (tidak seperti nilai dari variabel aslinya). Lebih jauh lagi, faktor pertama diperhitungkan sebagai varians tertinggi dari data, faktor kedua sebagai varians tertinggi berikutnya, dan seterusnya.

2.8.2 Statistik Yang Berkaitan Dengan Analisis Faktor

Statistik penting yang berkaitan dengan analisis faktor adalah :

a. Bartlett’s test of sphericity, adalah uji statistik yang digunakan untuk menguji

hipotesis yang menyatakan bahwa variabel-variabel tersebut tidak berkorelasi dalam populasinya. Dengan kata lain, matrik korelasi populasi adalah sebuah matrik identitas (identity matrix), setiap variabel berkorelasi sempurna dengan variabel itu sendiri (r = 1), tetapi tidak berkorelasi dengan variabel lainnya (r = 0).

b. Correlation Matrix, adalah matrik segitiga (triangle matrix) yang lebih rendah yang

menunjukkan korelasi sederhana r, antara seluruh kemungkinan pasangan variabel yang dilibatkan dalam analisis. Seluruh elemen diagonal = 1, biasanya dibaikan. Dalam hal ini bentuk matrik korelasi misalnya untuk jumlah variabel n= 3

Tabel 2.1 Matrik Korelasi Untuk Jumlah Variabel n = 3

X1 X2 X3

X1

X2 r21

X3 r31 r32

Tabel 2.2 Matrik Korelasi Untuk Jumlah Variabel n = 4

X1 X2 X3 X4

X1

X2 r21

X3 r31 r32

X4 r41 r42 r43

c. Communality, adalah jumlah varians yang dikontribusi dari sebuah variabel dengan

seluruh variabel lainnya yang dipertimbangkan. Ini juga merupakan proporsi dari varians yang diterangkan oleh common factor.

d. Eigenvalue, merepresentasikan total varians yang dijelaskan oleh setiap faktor.

f. Factor Loading Plot, adalah sebuah plot dari variabel asli menggunakan factor loading sebagai koordinat.

g. Factor Matrix, mengandung factor loadings dari seluruh variabel dalam seluruh

faktor yang dikembangkan.

h. Factor Scores, adalah skor komposit yang diestimasi untuk setiap responden pada

faktor yang diderivasi.

i. Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) Measure of Sampling Adequacy (MSA), adalah indeks

yang digunakan untuk menguji kesesuaian analisis faktor. Nilai yang tinggi (antara 0,50 sampai 1,00) mengindikasikan analisis faktor yang sesuai. Nilai di bawah 0,50 menunjukkan bahwa analisis faktor tidak sesuai untuk diaplikasikan.

j. Percentage of Variance, adalah persentase total varians yang menjadi atribut kepada

setiap faktor.

k. Residuals, adalah selisih antara korelasi observasi, seperti yang diberikan dalam

matrik korelasi input, dengan korelasi yang direproduksi, seperti yang diestimasi dari matrik faktor.

l. Scree Plot, adalah sebuah plot dari eigenvalue dan banyaknya faktor yang dapat

dikembangkan.

2.8.3 Pelaksanaan Analisis Faktor

a. Merumuskan masalah dan identifikasi variabel.

Merumuskan masalah akan melibatkan banyak kegiatan. Pertama, tujuan dari analisis faktor harus diidentifikasi. Variabel yang dilibatkan dalam analisis faktor harus dispesifikasi berdasar kepada penelitian terdahulu, teori dan keinginan peneliti. Ukuran variabel yang sesuai adalah interval atau rasio. Menentukan banyaknya sampel, sedikitnya empat kali atau lima kali dari banyaknya variabel. Proses analisis berbasis pada matrik korelasi antar variabel. Agar analisis faktor sesuai, variabel-variabel tersebut harus berkorelasi. Dalam praktek, persoalan yang sering timbul adalah jika korelasi antar variabel itu kecil, maka analisis faktor tidak sesuai untuk diaplikasi. Harapannya, selain antar variabel itu berkorelasi, juga berkorelasi tinggi dengan sebuah faktor yang sama atau faktor-faktor lain.

Yaitu untuk menguji H0 yang menyatakan bahwa variabel-variabel tersebut tidak berkorelasi, atau dengan kata lain bahwa matrik korelasinya adalah matrik identitas.

Test of sphericity berbasis transformasi χ2

dari determinan matrik korelasi. Nilai statistik tinggi diharapkan untuk menolak H0, jika tidak maka kesesuaian penggunaan analisis faktor itu patut dipertanyakan.

Untuk hasil uji Bartlett’s test of sphericity nilai signifikan harus < 0,05 untuk menunjukkan bahwa antar variabel terjadi korelasi. Sedangkan untuk Test of

sphericity berbasis transformasi χ2

, nilai determinan dari matrik korelasinya harus mendekati nol (0) untuk menunjukkan antar variabel mempunyai korelasi.

c. Statistik lain yang sangat berguna pemanfaatannya adalah KMO untuk mengukur tingkat kecukupan sampel. Indeks tersebut membandingkan ukuran antara korelasi sederhana dengan korelasi parsial. Nilai KMO yang rendah mengindikasi bahwa korelasi antar pasangan variabel tidak dapat dijelaskan oleh variabel lain dan analisis faktor bisa menjadi tidak tepat. Nilai KMO harus > 0,5 untuk menunjukkan bahwa analisis faktor sesuai untuk diaplikasikan.

d. Menentukan jumlah faktor.

Adalah hal yang tidak mungkin menghitung faktor sebanyak jumlah variabel. Dalam rangka meringkas informasi yang dikandung dalam variabel asli, sejumlah faktor

Dokumen terkait