• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Finansial Pengembangan Biogas

Dalam dokumen IV. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 36-50)

Analisis finansial merupakan tahap akhir dalam melakukan kajian kelayakan pengembangan biogas sebagai sumber energi alternatif. Analisis finansial bertujuan untuk mengetahui jumlah modal, jenis-jenis penggunaannya dalam pendirian dan pelaksanaan operasional biogas.

a) Aliran kas

Aliran kas dalam pengembangan biogas terdiri dari aliran kas masuk dan aliran kas ke luar. Aliran kas masuk (inflow) berasal dari penerimaan penjualan pupuk organik dan biogas yang diusahakan. Arus kas ke luar (outflow) berasal dari pengeluaran biaya investasi dan biaya operasional.

Selisih besaran antara arus kas masuk dengan arus kas ke luar merupakan suatu keuntungan atau kerugian dari pengembangan instalasi biogas.

i) Arus Penerimaan (inflow)

Manfaat atau penerimaan proyek instalasi biogas bersumber dari penjualan pupuk organik dan biogas yang dihasilkan. Besarnya penerimaan sangat bergantung oleh banyaknya rumen segar (limbah ternak) yang dimasukkan ke dalam instalasi biogas. Karena biogas yang dihasilkan dalam instalasi ini digunakan oleh RT peternak, maka untuk mendapatkan harga jual dari biogas. harga gas dikonversikan dengan harga pemakaian minyak tanah yang dikeluarkan oleh RT peternak selama ini. Dengan asumsi pemakaian minyak tanah oleh RT peternak selama ini dapat diketahui harga jual biogas selama setahun, yaitu sebesar Rp 26.640.000,- yang merupakan penerimaan bagi RT peternak berbasis individu sedangkan untuk kelompok sebesar Rp 1.152.360.000,-.

Untuk penerimaan pupuk organik berbeda antara pupuk padat dan pupuk cair. Penerimaan untuk pupuk organik hanya didapat per tahun.

Untuk pupuk cair dan padat dengan hasil produksi per tahun diperoleh penerimaan per tahun untuk individu sebanyak Rp 20.880.000,- sedangkan untuk kelompok Rp 104.400.000,-. Sedangkan total penerimaan keseluruhan instalasi biogas sebesar Rp 5.040.000,- berbasis individu dan Rp. 1.132.200.000,- untuk kelompok.

ii) Arus Pengeluaran (Outflow)

Arus pengeluaran dalam analisis kelayakan pengembangan instalasi biogas terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Arus biaya mencerminkan pengeluaran-pengeluaran yang terjadi selama masa pengembangan instalasi biogas.

1. Biaya Investasi

Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada awal usaha untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mewujudkan suatu proyek. Pada program pengembangan biogas, biaya investasi dikeluarkan pada awal proyek secara keseluruhan. Umur ekonomis dari instalasi biogas adalah 30 tahun. Hal ini dilihat dari kondisi bangunan serta peralatan yang dipakai yang diperkirakan dengan perawatan dapat bertahan selama 30 tahun.

Biaya investasi instalasi biogas terdiri dari biaya investasi bangunan, tanah, peralatan dan instalasi lainnya. Biaya investasi bangunan mencakup biaya tenaga kerja yang digunakan. Rincian biaya investasi yang dikeluarkan pada proyek pembuatan instalasi biogas dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rincian biaya investasi instalasi biogas secara individu kapasitas 5 M3 di DKI Jakarta

No Uraian Satuan Harga

(Rp)

Harga Total (Rp) 1.

Investasi bangunan

biogas (individu) 5 M3 2.360.000 11.800.000 2. Investasi Tanah 18 M2 500.000 9.000.000

Total Biaya 20.800.000

Tabel 8. Rincian biaya investasi instalasi biogas secara kelompok kapasitas 17 M3 di Cisarua Bogor.

No Uraian Satuan Harga

(Rp)

Harga Total (Rp) 1. Investasi bangunan

biogas (kelompok)

17 M3 2.360.000 40.120.000 2. Investasi Tanah 34 M2 500.000 17.000.000

Total Biaya 57.120.000

2. Biaya Tetap

Biaya tetap yang dikeluarkan pada proyek instalasi biogas terdiri dari perawatan dan penyusutan. Pengeluaran untuk perawatan pada individu per tahun adalah sebesar Rp 200.000 dengan biaya penyusutan per tahun Rp. 6.666,67. Sedangkan untuk kelompok adalah Rp 1.000.000,- untuk biaya perawatan, dan biaya penyusutan sebesar Rp 33.333,-.

3. Biaya Variabel

Biaya variabel dalam instalasi biogas meliputi biaya rumen segar (limbah ternak) dan mikroorganisme starter. Jumlah biaya variabel pada tahun ke tahun diasumsikan sama dengan biaya tahun pertama. Jumlah biaya variabel yang dikeluarkan dalam satu tahun kegiatan operasional instalasi biogas dan pengolahan limbah untuk individu adalah sebesar Rp.12.960.000. sedangkan rumen segar sebesar Rp. 792.000,-sedangkan pada kelompok sebesar Rp.64.800.000. sedangkan rumen segar sebesar Rp. 3.960.000,- 4. Kriteria Kelayakan Finansial

Analisis kriteria kelayakan finansial digunakan untuk menilai kelayakan proyek. Dalam penelitian ini digunakan beberapa kriteria kelayakan usaha yaitu NPV, Net B/C dan IRR. Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan menggunakan tingkat suku bunga 17 persen. Tingkat suku bunga 17 persen merupakan tingkat suku bunga rata-rata di beberapa Bank Pemerintah selama periode Juli 2007 – Juni 2008. Kriteria ini dilakukan untuk melihat sejauh mana kelayakan proyek tersebut jika peternak menggunakan modal pinjaman dari Bank Pemerintah yang ada.

Arus tunai (cash flow) dengan tingkat suku bunga 17 persen dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan cash flow tersebut dapat dianalisis kelayakan finansial berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Tabel 9 berikut menunjukkan hasil analisis kelayakan finansial usaha program pengembangan biogas dengan tingkat suku bunga 17 persen.

Tabel 9. Hasil analisis kelayakan finansial pengembangan biogas (DF 17%)

No Indikator kelayakan

Nilai (Individu)

Rp Nilai (Kelompok) Rp

1. NPV 39.370.074 6.184.621.541

2. IRR 34% 90%

3. B/C Ratio 2,14 39,02

Tabel 9. menunjukkan bahwa nilai NPV yang dihasilkan dari proyek instalasi biogas adalah sebesar Rp 39.370.074 (individu) dan Rp. 6.184.621.541, untuk kelompok. Artinya bahwa nilai sekarang (Present value) dari pendapatan yang diterima bernilai positif selama 30 tahun pada tingkat suku bunga l7 persen. Dengan hasil analisis NPV tersebut ternyata pengembangan biogas dalam mengelolah limbah ternak ini dinyatakan sangat layak untuk dilaksanakan.

Net B/C yang dihasilkan pada tingkat diskonto 17 persen, yaitu sebesar 2,14 (individu) dan Kelompok (50,13). Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap pengeluaran biaya sebesar Rp 1,00 akan menghasilkan manfaat sebesar Rp 2,14 dan 50,13 atau dapat disebutkan bahwa pendapatan bersih yang diperoleh adalah sebesar 2,14 dan 50,13 kali dari biaya yang dikeluarkan.

Hasil analisis tersebut juga menunjukkan bahwa nilai IRR yang diperoleh yaitu sebesar 34 persen (individu) dan 90 persen (kelompok). Nilai ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak akan

`rugi jika dana yang dimiliki digunakan untuk investasi terhadap biogas. Kemampuan proyek untuk mengembalikan modal yang digunakan lebih besar dari discount factor yang digunakan yaitu sebesar 17 persen. Dengan kata lain ditinjau dari kriteria IRR, proyek ini telah memenuhi kriteria kelayakan finansial.

5. Analisis Switching Value (Nilai Pengganti)

Analisis switching value dinilai karena terdapat perubahan-perubahan baik dari arus manfaat maupun pada arus biaya. Untuk

melihat kepekaan hasil analisis kelayakan proyek apabila terjadi perubahan dalam perhitunganya, maka dilakukan analisis switching value terhadap arus manfaat dan arus biaya.

Analisis switching value dilakukan dengan asumsi dasar, yaitu semua manfaat dan biaya selain biaya variabel dan nilai penjualan diasumsikan konstan (cateris peribus). Analisis switching value yang dilakukan secara coba-coba terhadap nilai penjualan dan kenaikan biaya variabel dapat diiihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Analisis Switching Value Proyek Biogas

No Parameter Persentase (%)

1. Penurunan nilai penjualan biogas dan pupuk

5

2. Peningkatan biaya variable 5

Secara finansial pada tingkat diskonto 17 persen, usaha proyek instalasi biogas akan memperoleh keuntungan normal jika biaya variabel naik maksimal sebesar 5 persen dan nilai penjualan turun maksimal sebesar 5 persen. Berdasarkan hasil perhitungan analisis switching value diketahui bahwa proyek ini sangat sensitif terhadap perubahan biaya variabel serta perubahan harga jual dalam penerimaan. Kenaikan biaya variabel melebihi 5 persen atau penurunan nilai penjualan melebihi 5 persen akan menyebabkan proyek instalasi biogas ini menjadi tidak layak untuk dilaksanakan.

Perhitungan analisis switching value dapat dilihat pada Lampiran 5.

6. Analisis SWOT

Kekuatan dan kelemahan digolongkan ke dalam faktor internal perusahaan karena faktor-faktor tersebut merupakan peubah-peubah yang dapat dikendalikan oleh perusahaan. Peluang dan ancaman termasuk dalam faktor eksternal perusahaan, yang terdiri dari peubah-peubah di luar kendali perusahaan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan langsung di lokasi industri biogas, dapat diidentifikasi bahwa faktor-faktor strategis internal, yaitu kekuatan dan kelemahan pengembangan biogas; serta faktor-faktor strategis eksternal, yaitu peluang dan ancaman yang dihadapi dalam pengembangan biogas. Faktor-faktor strategis tersebut kemudian dianalisis dengan matriks analisis SWOT dan dihasilkan empat strategi, yaitu strategi SO, strategi WO, strategi ST dan strategi WT. Matriks analisis SWOT pengembangan biogas secara deskriptif disajikan pada Tabel 11.

a. Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman

Berikut ini disajikan analisis tentang kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari pengembangan biogas di empat wilayah kajian, secara deskriptif kualitatif, yaitu tidak digunakan pendekatan rating (skor) dan bobot memuat matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan matriks External Factor Evaluation (EFE), karena data dan informasi yang digunakan bersumber dari kuesioner terbuka yang hanya diajukan kepada responden terbatas (ketua kelompok tani dan pemilik biogas mandiri) dengan total responden berjumlah empat orang.

i. Kekuatan

Mutu produk baik, produk yang dihasilkan mempunyai mutu yang baik dan dapat bersaing dengan produk BBM, hal ini dapat dilihat dari produk yang dihasilkan sudah memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh pihak lembaga yang berkepentingan. Selain itu tidak adanya keluhan dari pihak pengguna, yaitu RT peternak.

Kontinuitas sebagai sumber energi alternatif, Gas yang sudah mulai terbentuk dapat digunakan untuk menghidupkan nyala api pada kompor. Selanjutnya instalasi sudah dapat menghasilkan energi biogas yang selalu

terbarukan. Digester dapat terus diisi lumpur kotoran sapi secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang optimal.

Produksi biogas yang berlangsung secara kontiniunitas dapat terjadi jika lumpur kotoran ada dan tersedia. Selain menghasilkan biogas, proses pembuatan biogas juga menghasilkan sisa buangan lumpur yang dapat digunakan sebagai pupuk organik.

Harga murah dibanding BBM lain, harga biogas yang diperoleh harganya sangat murah jika dibandingkan dengan harga BBM, karena sesungguhnya produk utama yang dihasilkan dari instalasi digester adalah pupuk.

Perbandingan kandungan 1m3 setara dengan 0,46 kg elpiji, 0,62 liter minyak tanah, 0,52 liter minyak solar, 0,80 liter bensin dan 3,5 kg kayu bakar.

Dapat mengurangi pencemaran lingkungan, biogas yang dihasilkan dari instalasi secara tidak langsung telah banyak membawa manfaat terhadap lingkungan. Limbah yang awalnya dibuang ke sungai, dengan dibangunya instalasi biogas dapat termanfaatkan dengan baik. Limbah tersebut diproses didalam instalasi yang tidak menimbulkan bau menyengat. Ampas atau sludge yang didapat diproses kembali menjadi pupuk organik yang dapat dimanfaatkan.

Biogas yang telah ada minimal dapat mengurangi limbah yang dibuang ke sungai sehingga tingkat pencemaran sungai akibat limbah dari peternakan dapat dikurangi.

Besarnya dukungan pemerintah, sumber energi alternatif yang dapat dikembangkan selain biogas diantaranya biodiesel. Pengembangan sumber energi alternatif sejenis dapat lebih mengacu kepada daerah, dimana bahan baku tersedia berlimpah. Oleh karena itu, pemerintah dapat terus menggali potensi negara dengan memberdayakan sumber energi yang selama ini terabaikan.

ii. Kelemahan

Belum memasyarakat/kurang sosialisasi, produk biogas belum banyak dikenal di masyarakat sehingga seringkali masyarakat tidak peduli dengan dengan keungggulan dari biogas. Biogas dihasilkan dari limbah peternakan dan pertanian yang relatif mudah diperoleh di lingkungan masyarakat perdesaan. Dengan menggunakan biogas permasalahan kekurangan bahan bakar dapat diatasi, penggunaan kayu sebagai bahan bakar dapat dikurangi, serta masyarakat tidak lagi bergantung sepenuhnya pada bahan bakar fosil yang kini mulai terasa langka.

SDM yang terampil masih kurang, program pengembangan biogas dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar. Adanya instalasi biogas dan hasil sampinganya dapat memberdayakan sumberdaya manusia yang berpendidikan menengah untuk diberdayakan secara optimal. Namun demikian SDM dilingkungan proyek pengembangan masih belum terampil sehingga perlunya dilakukan pelatihan secara kontinu.

Keterbatasan modal, diversifikasi hasil yang diperoleh dari pengolahan limbah organik ternak dapat berupa bahan bakar biogas dan pupuk organik (padat dan cair). Hal ini cukup menarik, namun demikian peternak memiliki keterbatasan modal dalam pendirian instalasi biogas. Modal yang diperlukan dalam pendirian instalasi cukup mahal sehingga diperlukan kelompok.

Pemasaran belum optimal, saluran pemasaran yang terdapat dalam pengelolahan limbah ternak ini sangat sederhana. Gas yang dihasilkan di dalam pengolahan limbah tidak dijual, melainkan digunakan sendiri. Gas yang dihasilkan dari instalasi biogas langsung dikonsumsi oleh

rumah tangga (RT) peternak, sedangkan produk pupuk masih dipasarkan secara sederhana.

Pemeliharaan ternak masih ekstensif/sambilan, Indonesia mempunyai potensi kekayaan alam yang melimpah termasuk kekayaan ternaknya. Potensi ternak selama ini belum dikembangkan sepenuhnya. Sebagian besar peternakan di Indonesia adalah peternakan yang belum menggunakan teknologi dan pemeliharaannya masih bersifat tradisional. Termasuk dalam pengolahan hasil dan limbahnya yang belum menggunakan teknologi yang tepat.

iii. Peluang

Dapat mengganti energi dan sumber lain, biogas mempunyai beberapa keunggulan terhadap lingkungan dibandingkan dengan BBM yang berasal dari fosil. Sifatnya yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui merupakan keunggulan dari biogas dibandingkan bahan bakar fosil.

Bahan bakar fosil selama ini diisukan menjadi penyebab dari pemanasan global. Bahan bakar fosil yang pembakarannya tidak sempurna dapat menyebabkan gas CO2 naik kepermukaan bumi dan menjadi penghalang pemantulan panas bumi.

Mengurangi ketergantungan terhadap pupuk anorganik, ampas atau sludge sebagai produk sampingan jika diolah lebih lanjut akan menghasilkan pupuk organik dengan kualitas yang sangat baik. Sebenarnya tanpa pengolahan, ampas dapat digunakan sebagai pupuk organik.

Tetapi untuk pemasaranya ampas atau sludge tersebut harus diproses terlebih dahulu agar dapat dipasarkan. Pupuk ini diproses secara berbeda dan menghasilkan dua produk, yaitu pupuk padat dan pupuk cair.

Dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, ampas biogas yang diolah menjadi pupuk organik

memberikan dua keuntungan sekaligus kepada para peternak. Pertama terciptanya lapangan kerja dan yang kedua dihasilkanya benefit dari penjualan pupuk organik.

Biogas sebagai sumber energi alternatif memberikan manfaat yang cukup besar kepada rumah tangga peternak.

Selama ini RT peternak menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar dalam memasak.

Dapat mendorong berkembangnya sektor peternakan, dengan instalasi biogas, peternak mendapatkan gas sebagai bahan bakar, pupuk organik padat, dan pupuk organik cair dari sisa fermentasi bahan organik dalam digester biogas. Selain itu, dapat mengurangi pencemaran akibat tumpukan feses. Instalasi biogas dapat dibangun pada peternakan dengan skala rumah tangga maupun peternakan dengan skala besar. Hal ini mendorong sektor peternakan semakin berkembang. Saat ini, ketika harga bahan bakar minyak naik akibat meningkatnya harga minyak dunia, maka pemanfaatan kotoran ternak sebagai bahan baku penghasil biogas dapat menjadi salah satu alternatif.

iv. Ancaman

Sikap masyarakat yang kurang peduli, usaha peternakan dapat memberikan manfaat yang besar dilihat dari perannya sebagai penyedia protein hewani. Hal ini yang menjadi alasan pengembangan program peternakan. Namun di sisi lain, peternakan juga menjadi penyebab timbulnya pencemaran. Hasil sampingan ternak berupa limbah dari usaha yang semakin intensif dan skala usaha besar dapat menimbulkan masalah yang komplek. Selain baunya yang tidak sedap, keberadaannya juga mencemari lingkungan, mengganggu pemandangan dan dapat menjadi timbulnya penyakit.

Menurunnya populasi ternak, peningkatan jumlah penduduk yang tidak dibarengi dengan peningkatan luas tanah menyebabkan kepadatan di wilayah pemukiman, hal tersebut menjadi dilema bagi kelestarian lingkungan. Satu sisi usaha peternakan sapi perah merupakan sumber utama penghasil susu terbesar di wilayah tersebut, tapi disisi lain menciptakan ligkungan yang kurang sehat dan berpolusi.

Hal tersebut yang kemudian peternak mengurangi populasi ternaknya.

Kandang koloni jauh dari pemukiman, lokasi yang akan dibangun sebaiknya tidak jauh dari kandang sehingga kotoran ternak dapat langsung disalurkan ke digester. Tidak menutup kemungkinan untuk membangun instalasi biogas jauh dari kandang ternak. Namun, terdapat kendala pada penyediaan bahan kotoran ternak, yaitu kotoran perlu diangkut dari kandang ke lokasi digester. Sehingga kandang koloni jauh dari pemukinan mengakibatkan kendala bagi dipangunnya instalasi biogas.

Adanya produk pengganti, jumlah penduduk Indonesia terus meningkat. Hal ini berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan bahan bakar. Berbagai bentuk sumber energi telah dimanfaatkan oleh manusia seperti minyak bumi, batu bara, gas alam yang merupakan bahan bakar fosil, serta sumber energi tradisional seperti kayu bakar merupakan produk pengganti dari biogas.

b. Penyusunan mekanisme operasional pengembangan instalasi biogas

Penyusunan mekanisme operasional merupakan batasan kegiatan yang perlu dilakukan oleh peternak dan kelompok peternak dalam pengembangan instalasi biogas. Formulasi kebijakan kualitatif pada Tabel 9 dapat dirumuskan sebagai berikut:

i. Strategi S-O (kombinasi S1-S3 dengan O1-O4)

Strategi ini didapatkan dengan memanfaatkan dan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki oleh peternak dan kelompok peternak untuk mengambil atau memanfaatkan peluang yang ada. Berdasarkan hasil analisis diperoleh beberapa formulasi strategi berikut : (1) Meningkatkan produktivitas untuk meningkatkan keuntungan, (2) Memperluas jaringan pemasaran.

Kondisi empat wilayah kajian, saat ini memiliki tingkat tingkat produktivitas yang berbeda baik dalam produksi maupun penjualannya dan distribusi yang belum kuat. Untuk itu diperlukan upaya untuk meningkatkan produktivitas jaringan distribusi, terutama untuk produk pupuk. Dengan adanya kondisi ini, diharapkan pupuk dapat mengisi peluang dengan adanya saluran pemasaran yang dimilikinya.

ii. Strategi S-T (kombinasi S1-S3 dengan T1-T5)

Strategi ini didapatkan dengan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki peternak dan kelompok peternak dalam mengantisipasi ancaman yang ada. Berdasarkan hasil analisis diperoleh beberapa formulasi strategi berikut : (1) Meningkatkan dan menjaga mutu produk yang dihasilkan untuk meningkatkan nilai jual, (2) Penguatan kerjasama anggota peternak dengan kelompok.

Saat ini kurang menunjukkan kondisi yang kuat untuk menghadapi ancaman yang ada. Oleh karena itu, strategi yang perlu dilakukan dalam rangka menghadapi persaingan dan pengembangan usaha adalah melakukan pemberdayaan secara optimal terhadap sumberdaya yang ada, baik modal, tenaga kerja maupun pengelolaan usahanya

melalui mempertahankan mutu produk dan penguatan kelompok.

iii. Strategi W-O (kombinasi W1-W4 dengan O1-O4)

Strategi ini didapatkan dengan usaha menekan atau meminimalisasi kelemahan yang dimiliki peternak dan kelompok peternak untuk memanfaatkan peluang yang ada saat ini. Berdasarkan hasil analisis diperoleh beberapa formulasi strategi berikut : (1) Memanfaatkan jasa perbankan untuk pengembangan usaha, (2) Meningkatkan pengetahuan manajemen usaha.

Secara umum, peternak dan kelompok peternak di empat wilayah kajian memiliki kelemahan yang sama.

Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan memenuhi tuntutan peluang baik mutu maupun kuantitasnya. Strategi untuk mempertahankan mutu adalah dengan pengendalian bahan baku dan pengawasan mutu produksi secara konsisten. Disamping itu, peternak dan kelompok peternak diharapkan mampu memanfaatkan kebijakan pemerintah saat ini, yaitu program pemberdayaan usaha kecil dan menengah dalam hal pembiayaan dan peminjaman kredit dalam rangka meningkatkan produktivitas.

iv. Strategi W-T (kombinasi W1-W4 dengan T1-T5)

Strategi ini didapatkan melalui usaha meminimalisasi kelemahan yang dimiliki peternak dan kelompok peternak untuk mengantisipasi ancaman atau untuk menghadapi kemungkinan ancaman yang ada dari lingkungan eksternal. Berdasarkan hasil analisis diperoleh beberapa formulasi strategi berikut : (1) Memasyarakatkan biogas sebagai energi alternatif, (2) Meningkatkan teknologi produksi dan mutu produk.

Kelemahan utama pada sikap masyarakat yang tidak peduli dengan kesehatan lingkungan selain menurunnya populasi ternak dan adanya produk pengganti. Oleh karena itu, strategi yang dapat dilakukan adalah memasyarakatkan biogas sebagai energi alternatif dan meningkatkan teknologi produksi dan mutu produk yang dihasil dengan berbagai model digester. S1. Mutu produk baik S2. Kontinuitas sebagai 2. Memperluas jaringan

pemasaran (O1,O3,O4

; S1, S2, S4, S5)

Strategi WO

1. Memanfaatkan jasa perbankan untuk

1. Mempertahankan dan menjaga mutu produk yang dihasilkan (T2,T3; S1,S2,S4)

2. penguatan anggota peternak dengan

Dalam dokumen IV. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 36-50)

Dokumen terkait