• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keadaan Umum

Penelitian ini dilaksanakan di 4 (empat) lokasi yakni (i) kelompok peternakan sapi di Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung, (ii) kelompok Peternakan Sapi di Cisarua Bogor, Provinsi Jawa Barat (iii) peternak sapi perah di Ciracas Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta dan (iv) peternak sapi di Kaba Wetan Kepahiang, Provinsi Bengkulu.

Kelompok peternakan sapi Bina Bersama di Bangka Tengah secara administratif berada di desa Perlang, kecamatan Lubuk Besar. Pada umumnya mata pencaharian penduduknya adalah berkebun lada dan karet, sedangkan peternakan masih merupakan usaha sampingan, populasi sapi yang ada dikelompok sebanyak 96 ekor dengan jumlah peternak sebanyak 20 orang.

Pada tahun 2006, dengan dana APBN Direktorat Jenderal Peternakan melalui program BATAMAS, kelompok mendapat bantuan 1 (satu) paket denplot biogas dengan kapasitas 32 M3 , Dalam perkembangan nya pemanfaatan denplot tersebut saat ini lebih terfokus dalam memproduksi pupuk organik, karena permintaan cukup tinggi sedangkan suplai terbatas, harga pupuk organik ditingkat peternak sekitar Rp. 2000/kg.

Harga minyak tanah di Bangka Tengah, Rp. 4500/liter dan relatif masih murah karena masih mendapat subsidi dari pemerintah.

Kelompok peternakan Bina Warga Cisarua di Kabupaten Bogor, beranggotakan 20 orang, umumnya adalah peternak sapi perah yang tergabung dalam wadah Koperasi Susu Giri Tani. Kepemilikan sapi rata-rata 8-10 ekor , populasi sapi di kelompok saat ini sebanyak 230 ekor, pada umumnya peternak memelihara sapi perah merupakan sebagai usaha pokok.

Pada tahun 2007 dengan dan KLH (Kementerian Lingkungan Hidup) yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan melalui pemasangan instalasi biogas, kelompok tersebut mendapat bantuan 2 paket denplot biogas senilai Rp 60 juta rupiah dengan kapasitas digester 17 M3 . Pemanfaatan denplot tersebut saat ini lebih terfokus untuk memenuhi kebutuhan masak sehari-hari mengingat harga minyak tanah sangat mahal sekitar Rp. 8000/liter, dengan kapasitas

(2)

digester yang terpasang maka pemanfaatan gas nya dapat disalurkan di 3 (tiga) rumah tangga. Produk lainnya yang cukup potensil untuk menambah pendapatan peternak yakni dari pupuk baik padat maupun pupuk cair yang akhir-akhir ini sangat diminati oleh petani sayuran dan kembang. Untuk pupuk cair harganya sekitar Rp. 3000/liter sedang pupuk padat Rp. 500/kg.

Keadaan umum peternak individu di desa kembangsari, kecamatan Kabah Wetan, Kabupaten Kepahyang, pada umumnya merupakan peternak sapi perah dan sapi potong, jumlah kepemilikan rata-rata 3-5 ekor.

Pada tahun 2006 dengan dana APBN Direktorat Jenderal Peternakan melalui program BATAMAS, kelompok mendapat bantuan 8 unit denplot biogas senilai Rp. 20 juta per unit, dengan digester kapasitas 5 M3 . Pemanfaatan denplot saat ini lebih terfokus untuk memenuhi kebutuhan masak sehari-hari mengingat harga minyak tanah cukup mahal yakni Rp.

4500/liter, disamping produk lainnya berupa pupuk yang nilainya cukup baik, harga ditingkat petani mencapai Rp 500/kg.

Keadaan umum peternak individu di kelurahan kelapa dua wetan ciracas, Jakarta Timur DKI Jakarta, merupakan petani sapi perah dengan jumlah kepemilikan sebanyak 7 ekor dan beternak sapi perah tersebut merupakan usaha pokok.

Pada tahun 2006 melalui dana APBD mendapat bantuan 1 unit denplot biogas senilai Rp. 20 juta, kapasitas digester 5 M3 dengan tujuan adanya peternakan tersebut tidak mencemari lingkungan. Pemanfaatan denplot saat ini terfokus untuk memenuhi kebutuhan masak sehari-hari mengingat adanya kelangkaan minyak tanah dan harga mahal sekitar Rp. 8000/liter, disamping itu pupuk padat nilainya cukup baik dan harga jual Rp 500/kg.

a. Limbah Ternak sebagai Bahan Baku Biogas

Saat ini, masalah lingkungan hidup bukan hanya ditimbulkan oleh limbah dari pabrik kimia, tekstil dan usaha manufaktur lainnya. Industri peternakan juga mulai memberikan andil yang signifikan terhadap permasalahan lingkungan hidup. Usaha peternakan yang selama ini dipandang sebagai usaha yang akrab dengan lingkungan mulai dituding

(3)

sebagai usaha yang ikut mencemari lingkungan hidup (Maksudi, 1993).

Selain menghasilkan daging, telur, susu dan kulit, usaha peternakan juga menghasilkan produk ikutan (by product) dan limbah (waste). Peningkatan permintaan hasil ternak mendorong meningkatnya populasi ternak dan produktivitas ternak. Sistem pemeliharaan pun beralih dari ekstensif ke pemeliharaan sistem intensif.

Selain memberikan dampak positif, peningkatan usaha peternakan juga memberikan dampak negatif, yaitu limbah yang dihasilkan.

Penumpukan limbah ternak akan semakin buruk jika tidak dilakukan usaha untuk pengolahan limbah. Untuk itu, perlu dilakukan upaya pengolahan limbah yang praktis dan murah.

Hasil Utama Ternak. Secara garis besar, ternak yang dipelihara manusia meliputi sapi, kerbau, domba, kambing, ayam broiler, ayam petelur dan ayam kampung. Walaupun sekarang telah banyak yang membudidayakan satwa harapan seperti cacing dan lebah madu. Keberadaan ternak sangat penting bagi kehidupan manusia. Tujuan pemeliharaan ternak yang paling utama adalah sebagai sumber bahan makanan. Dari ternak dapat diperoleh daging, susu dan telur sebagai bahan pangan yang memiliki kandungan nutrisi tinggi. Selain kandungan nutrisinya yang tinggi, produk- produk dari hasil ternak juga memiliki komposisi nutrisi yang seimbang.

Keadaan ini merupakan salah satu keunggulan produk hewani dibandingkan dengan bahan pangan yang berasal dari tumbuhan. Protein hewani juga lebih mudah dicerna dari pada protein nabati.

Hasil Sampingan Ternak. Suatu usaha peternakan pasti menghasilkan limbah, di samping hasil utamanya. Limbah ternak merupakan sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah pemotongan hewan dan pengolahan produk ternak. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk dan isi rumen. Semakin besar skala usaha yang dijalankan, maka limbah yang dihasilkan akan semakin banyak. Volume limbah yang

(4)

dihasilkan oleh usaha peternakan tergantung dari spesies ternak, skala usaha dan sistem perkandangan.

Berbagai jenis limbah masih dapat dimanfaatkan seperti bulu, wol, kulit, tulang dan tanduk dapat dibuat sebagai barang kerajinan yang dapat menambah penghasilan para peternak. Dengan teknologi yang baik, wol dan kulit dapat diolah menjadi barang yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti pakaian. Hasil ternak yang tidak dapat dikonsumsi manusia juga bisa digunakan sebagai pakan ternak seperti bulu, tulang dan kerabang telur yang telah dikeringkan dan digiling menjadi tepung yang dapat digunakan sebagai sumber protein dan mineral pelengkap pada ternak. Limbah yang berupa feses, urine dan sisa pakan pun dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan berbagai kebutuhan hidup, dari pupuk organik hingga menjadi penghasil energi seperti biogas.

Ternak dan Permasalahan Lingkungan. Usaha peternakan dapat memberikan manfaat yang besar dilihat dari perannya sebagai penyedia protein hewani. Hal ini yang menjadi alasan pengembangan program peternakan. Namun di sisi lain, peternakan juga menjadi penyebab timbulnya pencemaran. Hasil sampingan ternak berupa limbah dari usaha yang semakin intensif dan skala usaha besar dapat menimbulkan masalah yang komplek.

Selain baunya yang tidak sedap, keberadaannya juga mencemari lingkungan, mengganggu pemandangan dan dapat menjadi timbulnya penyakit.

Di usaha peternakan kecil, masalah ini mungkin tidak begitu terasa.

Jumlah limbah yang sedikit akan dapat ditangani. Berbeda dengan usaha peternakan skala besar. Limbah yang dihasilkan akan sangat banyak. Jika pengelolaannya tidak dilakukan secara baik akan berakibat buruk.

Masyarakat di sekitar peternakan yang merasa terganggu dengan adanya limbah, dapat saja menuntut peternakan tersebut. Hal ini dapat mengancam keberlangsungan usaha peternakan.

Biogas dari Hasil Pemanfaatan Kotoran Ternak. Mendirikan suatu peternakan harus dimulai dengan perencanaan yang matang, tidak hanya terfokus pada aspek produksi utama, tetapi harus memerhatikan faktor lain. Suatu peternakan yang layak sebaiknya mempunyai mekanisme kerja

(5)

yang baik dalam mengolah limbah yang dihasilkan. Apalagi jika suatu peternakan itu memiliki skala usaha yang besar dan intensif.

Sebagai gambaran, seekor sapi dengan berat 454 kg akan menghasilkan 25 kg limbah feses dan urine setiap hari. Dapat dibayangkan jika suatu peternakan memiliki 100 ekor sapi, jumlah limbah yang dihasilkan bisa mencapai 1.8 ton per hari. Keberadaan limbah ini tentu akan menjadi masalah tersendiri bagi peternak dan menjadi penyebab gangguan bagi lingkungan sekitarnya.

Selama ini, limbah berupa feses dan urine banyak dimanfaatkan sebagai pupuk oleh sebagian besar peternak. Namun, kebanyakan limbah tersebut langsung di bawa ke kebun tanpa melakukan pengomposan terlebih dahulu. Padahal feses tersebut masih bersifat panas dan dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Dari kebiasaan tersebut inovasi pengembangan instalasi biogas muncul sebagai alternatif sumber energi dengan penghasil utama biogas adalah sebagai pupuk.

Dengan instalasi ini, peternakan mendapatkan gas sebagai bahan bakar, pupuk organik padat dan pupuk organik cair dari sisa fermentasi bahan organik dalam digester biogas. Selain itu, dapat mengurangi pencemaran akibat tumpukan feses. Instalasi biogas dapat dibangun pada peternakan dengan skala rumah tangga maupun peternakan dengan skala besar. Saat ini, ketika harga bahan bakar minyak naik akibat meningkatnya harga minyak dunia, maka pemanfaatan kotoran ternak sebagai bahan baku penghasil biogas dapat menjadi salah satu alternatif.

Diversifikasi hasil yang diperoleh dari pengolahan limbah organik ternak dapat berupa bahan bakar biogas dan pupuk organik (padat dan cair).

Mengingat kebutuhan bahan bakar dan pupuk organik yang semakin meningkat, maka sudah saatnya teknologi biogas ini dimasyarakatkan.

b. Potensi Biogas bagi Kehidupan Masyarakat

Perkembangan Biogas. Kotoran ternak berupa feses dan urine telah dimanfaatkan manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pemanfaatan utamanya adalah sebagai pupuk untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburan

(6)

tanah. Seiring dengan peningkatan penggunaan pupuk kimia, penggunaan kotoran ternak sebagai pupuk semakin berkurang. Akhir-akhir ini mulai dikembangkan lagi pemanfaatan pupuk organik dari kotoran ternak. Hal ini dipengaruhi oleh semakin berminatnya masyarakat terhadap produk pertanian organik.

Bahan pangan organik yang dihasilkan dari sistem pertanian yang menggunakan bahan-bahan alami tanpa menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Bahan pangan organik dinilai lebih sehat dan tidak memiliki kandungan residu zat berbahaya. Pemanfaatan kotoran ternak dalam bentuk lain adalah dengan mengolahnya menjadi sumber energi dalam bentuk gas yang sering disebut biogas.

Prinsip Pembuatan Biogas. Adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebagian besar berupa metana (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida. Gas yang terbentuk disebut gas rawa atau biogas.

Proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri metana. Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah 30- 55°C. Pada suhu tersebut mikroorganisme dapat bekerja secara optimal merombak bahan-bahan organik menjadi gas metana.

Pembuatan biogas bukan merupakan teknologi baru. Berbagai negara telah mengaplikasikan teknologi ini sejak puluhan tahun yang lalu seperti petani di Inggris, Rusia dan Amerika Serikat. Sementara itu, di Benua Asia, India merupakan negara pelopor dan pengguna energi biogas sejak masih dijajah Inggris.

Negara yang memiliki populasi ternak yang besar seperti Amerika, India, Taiwan, Korea dan Cina telah memanfaatkan kotoran ternak sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar. India telah membuat instalasi biogas sejak tahun 1900. Negara tersebut mempunyai lembaga khusus yang meneliti pemanfaatan limbah kotoran ternak yang disebut Agricultural Research Institute dan Gobar Gas Research Station. Pada tahun 1980 di seluruh India terdapat 36.000 instalasi biogas yang menggunakan feses sapi.

(7)

Indonesia mulai mengadopsi teknologi pembuatan biogas pada awal tahun 1970-an. Tujuannya untuk memanfaatkan buangan atau sisa limbah yang kurang bermanfaat agar mempunyai nilai guna yang lebih tinggi.

Tujuan lain adalah mencari sumber energi lain selain minyak tanah dan kayu bakar.

Keterbatasan Pemanfaatan Limbah. Segala aktivitas manusia akan menghasilkan limbah atau sampah. Limbah yang dihasilkan ini dapat diperinci menjadi limbah anorganik dan limbah organik. Limbah anorganik adalah limbah yang tidak atau sulit terdegradasi oleh mikroorganisme perombak seperti plastik, kaca dan sebagiannya.

Selain limbah anorganik, aktivitas manusia juga menghasilkan limbah organik. Limbah ini lebih mudah terdegradasi oleh mikroorganisme tanah sehingga mampu menyatu dengan struktur tanah, bahkan dapat menyuburkan tanah. Walaupun demikian, dalam jumlah besar limbah organik juga dapat mendatangkan masalah seperti pencemaran udara (akibat bau) dan penyakit. Limbah organik juga dapat menjadi media yang baik bagi bibit penyakit.

Limbah anorganik dan limbah organik sedikit atau banyak akan menimbulkan masalah. Dalam jumlah sedikit, limbah dan sampah dapat merusak pemandangan sekitarnya. Apalagi dalam jumlah yang banyak, puluhan jiwa manusia meninggal hanya karena tumpukan sampah seperti yang terjadi di TPA Leuwigajah, Bandung. Berdasarkan permasalahan di atas, usaha penanganan limbah memerlukan perhatian khusus.

Biogas dan Kecukupan Energi Masyarakat. Jumlah penduduk Indonesia terus meningkat. Hal ini berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan bahan bakar. Berbagai bentuk sumber energi telah dimanfaatkan oleh manusia seperti minyak bumi, batu bara, gas alam yang merupakan bahan bakar fosil, serta sumber energi tradisional seperti kayu bakar. Sumber energi fosil bersifat tidak dapat diperbaharui sehingga pemakaiannya harus dihemat. Luas hutan di Indonesia semakin menipis sehingga penggunaan kayu sebagai bahan bakar juga harus dikurangi. Selain itu, efisiensi panenan

(8)

energi dari kayu bakar dan bahan bakar fosil relatif rendah (20-30%).

Sedangkan efisiensi panenan energi dari biogas lebih besar dari 30-40%.

Selama ini yang menggunakan kayu sebagai bahan bakar adalah masyarakat perdesaan atau masyarakat di sekitar pinggiran hutan.

Kecukupan energi pada masyarakat, khususnya yang tinggal di perdesaan dapat diatasi dengan menggunakan energi alternatif yang murah, ramah lingkungan, mudah diperoleh dan dapat diperbaharui. Salah satu energi alternatif tersebut adalah biogas.

Biogas dihasilkan dari limbah peternakan dan pertanian yang relatif mudah diperoleh di lingkungan masyarakat perdesaan. Dengan menggunakan biogas permasalahan kekurangan bahan bakar dapat diatasi, penggunaan kayu sebagai bahan bakar dapat dikurangi, serta masyarakat tidak lagi bergantung sepenuhnya pada bahan bakar fosil yang kini mulai terasa langka.

Program Pembangunan Instalasi Biogas. Indonesia mempunyai potensi kekayaan alam yang melimpah termasuk kekayaan ternaknya.

Potensi ternak selama ini belum dikembangkan sepenuhnya. Sebagian besar peternakan di Indonesia adalah peternakan yang belum menggunakan teknologi dan pemeliharaannya masih bersifat tradisional. Termasuk dalam pengolahan hasil dan limbahnya yang belum menggunakan teknologi yang tepat.

Pengembangan usaha peternakan yang tidak diikuti dengan pengolahan limbah yang baik akan menimbulkan masalah terhadap masyarakat sekitar areal peternakan. Untuk itu, perlu diterapkan sistem pengolahan limbah yang baik, sehingga masalah pencemaran lingkungan sekitar area peternakan dapat diatasi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membangun instalasi biogas untuk mengolah limbah peternakan menjadi produk sampingan yang dapat dimanfaatkan seperti biogas dan pupuk organik baik cair maupun padat.

Dalam jangka waktu yang akan datang diharapkan unit instalasi biogas akan lebih banyak lagi digunakan oleh peternak. Hal ini disebabkan keuntungan ganda yang dapat diperoleh, yaitu berupa biogas hasil

(9)

pengolahan dan terjaganya kebersihan lingkungan. Dengan demikian, peternakan di Indonesia menjadi lebih maju karena tidak lagi mendapat protes dari masyarakat sekitar yang terganggu oleh pencemaran limbah ternak.

c. Pembuatan Instalasi Biogas

Model Digester. Pada dasarnya kotoran ternak yang ditumpuk atau dikumpulkan begitu saja dalam beberapa waktu tertentu dengan sendirinya akan membentuk gas metana. Namun, karena tidak ditampung, gas itu akan hilang menguap ke udara. Oleh sebab itu, untuk menampung gas yang terbentuk dari kotoran sapi dapat dibuat beberapa model konstruksi alat penghasil biogas. Berdasarkan cara pengisiannya ada dua jenis digester (pengolah gas), yaitu batch fedding dan continuous fedding.

Batch fedding adalah jenis digester yang pengisian bahan organik (campuran kotoran ternak dan air) dilakukan sekali sampai penuh, kemudian ditunggu sampai biogas dihasilkan. Setelah biogas tidak berproduksi lagi atau produksinya sangat rendah, isian digesternya dibongkar, lalu diisi kembali dengan bahan organik yang baru.

Continuous feeding adalah jenis digester yang pengisian bahan organiknya dilakukan setiap hari dalam jumlah tertentu, setelah biogas mulai berproduksi. Pada pengisian awal digester diisi penuh, lalu ditunggu sampai biogas diproduksi. Setelah biogas diproduksi, pengisian bahan organik dilakukan secara kontinu setiap hari dengan jumlah tertentu. Setiap pengisian bahan organik yang baru akan selalu diikuti pengeluaran bahan sisa (sludge).

Karena itu, jenis digester ini akan didesain dengan membuat lubang pemasukan dan lubang pengeluaran.

Sludge adalah cairan lumpur yang ke luar dari digester yang telah mengalami fermentasi. Sludge dapat dipisahkan menjadi bagian padatan dan cairan yang semuanya dapat dimanfaatkan langsung sebagai pupuk organik, yaitu pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Digester jenis continuous feeding mempunyai dua model yaitu model tetap (fixed) dan model terapung (floating). Perbedaan kedua model ini adalah pada pengumpul biogas yang dihasilkan. Pada model floating, pengumpul gasnya terapung di atas sumur

(10)

pencerna sehingga kapasitasnya akan naik turun sesuai dengan produksi gas yang dihasilkan dan pemanfaatan gas yang dihasilkan.

Pada penelitian ini model digester yang digunakan adalah model konstruksi tetap kontinu, yaitu sumur pencerna dan penampung gas menjadi satu, sedangkan pengisian bahan organik dilakukan secara kontinu. Model ini dapat dibuat sesuai dengan kapasitas tampung kotoran ternak dan jumlah biogas yang ingin dihasilkan. Model permanen ini membutuhkan modal yang relatif lebih besar, tetapi umur pakainya lebih lama, perawatannya mudah dan pengoperasiannya sederhana. Instalasi Biogas Sistem Tetap (Fixed) dapat dilihat pada Gambar 6.

Modal awal pembangunan instalasi biogas adalah biaya untuk membangun konstruksi permanen. Model digester tetap kontinu memerlukan bahan bangunan seperti pasir, semen, batu kali, bata merah, besi konstruksi, cat dan pipa paralon. Selain itu, juga dapat dibangun dengan bahan lain seperti bahan dari fiber.

Gambar 6. Instalasi Biogas Sistem Tetap (Fixed)

Membangun Instalasi Biogas (SOP). Tahapan-tahapan pembuatan instalasi biogas model digester tetap dapat dijabarkan sebagai berikut : a) Menentukan Lokasi.

Lokasi yang akan dibangun sebaiknya tidak jauh dari kandang sehingga kotoran ternak dapat langsung disalurkan ke digester. Tidak menutup kemungkinan untuk membangun instalasi biogas jauh dari kandang ternak. Namun, terdapat kendala pada penyediaan bahan

(11)

kotoran ternak, yaitu kotoran perlu diangkut dari kandang ke lokasi digester. Di lokasi ini juga harus dibangun tempat untuk menampung sludge dari digester. Untuk membangun instalasi biogas diperlukan lahan sekitar 18 m2.

b) Membuat Sumur Digester

Sumur digester adalah tempat untuk menampung dan tempat memfermentasi bahan organik. Digester harus mampu menampung kotoran ternak yang dialirkan secara kontinu dari kandang. Digester dibuat di dalam tanah yang digali sehingga posisinya lebih rendah dari kandang. Dengan demikian, kotoran ternak dari kandang dapat langsung mengalir ke dalam digester. Digester dapat berbentuk bulat seperti sumur atau berbentuk segi empat. Namun, sebagian besar digester berbentuk bulat dengan diameter 3 meter dan kedalaman 2 meter. Lubang digester sebaiknya dibuat dengan jarak 30 meter dari dapur atau tempat kompor.

c) Pembuatan Saluran Inlet (pemasukan).

Buat saluran dari kandang ke arah lubang pemasukan pada biodigester dengan lebar antara 20 – 30 cm (bahan dari pasangan bata yang diplester), kedalaman disesuaikan dengan kemiringan agar kotoran dan air dapat mengalir dengan lancar ke dalam digester.

Gambar 7. Pembuatan saluran inlet (pemasukan)

(12)

d) Pembuatan Saluran Outlet bak penampung limbah

Buat galian berbentuk kotak segi empat dengan ukuran 1x1x1m (bahan dari pasangan bata diplester) dan bisa dibuat lebih dari 1 kotak, jarak dari lubang biodigester sekitar 20 cm, dengan posisi searah dengan lubang pemasukan.

Gambar 8. Pembuatan Saluran Outlet bak penampung limbah e) Pemasangan / Instalasi

Masukkan biodigester secara perlahan ke dalam lubang dan pastikan posisi lubang inlet (pemasukan) dan outlet (pengeluaran) sudah pas. Saluran gas yang digunakan diusahakan terbuat dari bahan polimer (pipa PVC) ataupun selang PVC karena gas dari pembangkit biogas bersifat korosit dan ukuran pipa diusahakan 0,5 inchi.

Gambar 9. Memasukkan biodigester

(13)

Pasang kran gas kontrol pada salah satu pipa paralon yang ada di bagian atas kubah biodigester, sedangkan satu pipa paralon lainnya disambungkan dan diarahkan ke dapur (tempat memasak), pada bagian ujung paralon di dapur kemudian dipasang kran gas dan di klem.

Penimbunan tanah di sekeliling biodigester dilakukan, apabila biodigester sudah terisi kotoran ternak, dengan maksud menghindari kerusakan/pecahnya biodigester.

Gambar 10. Pasang kran gas kontrol

Sambung selang dengan kran gas yang telah disediakan ke kompor dan pastikan selang tersebut sudah di klem (kancing).

Gambar 11. Sambung selang dengan kran gas

(14)

f) Cara Operasional Biogas

Siapkan kotoran ternak sapi yang masih baru (2 – 3 hari), kemudian aduk dan campur air dengan perbandingan 1 : 2 (1 kotoran : 2 air) dan kemudian diisi ke dalam biodigester. Pengisian awal dilakukan sampai batas optimal lubang pengeluaran atau kotoran diisi ± 60% dari kapasitas volume biodigester.

Selanjutnya didiamkan selama 13 – 20 hari, dengan posisi kran gas kontrol dan kran gas pengeluaran yang tersalur ke kompor dalam keadaan tertutup, dengan tujuan agar terjadi fermentasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam kondisi anaerob. Hasil dari proses fermentasi akan terlihat pada hari ke-14 dan biasanya biogas (gas methana/CH4) sudah terkumpul pada bagian atas kubus biodigester dan siap digunakan untuk memasak (kompor), penerangan petromak atau menghidupkan generator listrik berbahan bakar gas.

Selama biogas dipakai/digunakan setiap hari, jumlah biogas dalam biodigester akan berkurang, maka untuk itu pengisian kotoran sapi segar yang dicampur air ke dalam digester dilakukan setiap hari, dengan tujuan untuk menstabilkan jumlah produksi biogas. Gas akan berproduksi secara terus menerus hal itu tergantung dari pemeliharaan dan cuaca, Untuk mendeteksi keaktifannya dapat dilihat pada alat kontrol gas yang terpasang. Hindari adanya pemasukan pestisida, desinfektan atau air diterjen/air sabun ke dalam biodigester.

g) Cara Penggunaan Alat.

Cara menggunakan kompor biogas. Buka kran gas secara perlahan sehingga gas akan mengalir ke kompor, selanjutnya nyalakan korek api dengan sulut tepat di atas tungku kompor sampai kompor menyala normal. Atur nyala api sesuai dengan kebutuhan.

Pastikan kebutuhan gas mencukupi untuk kegiatan masak dengan melihat tekanan gas di alat kontrol. Jika sudah selesai masak maka kran

(15)

gas posisinya dalam keadaan tertutup. Pastikan kran gas sudah tertutup dan aman.

Gambar 12. Cara menggunakan kompor gas

Cara menghidupkan mesin generator. Pastikan persediaan gas cukup untuk waktu dan kapasitas listrik yang digunakan. Kemudian pastikan saluran gas yang menuju ke generator sudah terpasang dengan baik. Buka kran gas dengan perlahan sehingga gas mengalir ke generator.

Hidupkan mesin generator dengan menarik tali starter. Setelah mesin generator hidup dengan normal, tunggu beberapa menit sampai lampu indikator menyala, kemudian masukan kabel ke colokan untuk mendapatkan aliran listrik.

Bila pemakaian sudah selesai, matikan mesin generator dengan cara menutup kran gas yang menuju ke generator. Mesin generator hanya dapat dioperasikan ± 5 jam, namun setelah mesin dingin generator dapat dihidupkan kembali.

Gambar 13. Cara menghidupkan mesin generator

(16)

Memelihara instalasi biogas. Mengisi bahan baku (kotoran ternak segar) pada digester sesuai kapasitas setiap hari, kemudian mencegah bahan penghambat (pestisida, desinfektan air ditergen/ sabun) masuk ke dalam biodigester, membersihkan peralatan (kompor dan generator). Selanjutnya, menggunakan peralatan secara teratur dan mengolah limbah biogas secara teratur. Mengaplikasikan hasil olahan limbah biogas serta segera memperbaiki kebocoran instalasi peralatan biogas.

d. Pembuatan Biogas

Syarat Pembuatan Biogas. Prinsip terjadinya biogas adalah fermentasi anaerob bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme sehingga menghasilkan gas yang mudah terbakar (flammable). Secara kimia, reaksi yang terjadi pada pembuatan biogas cukup panjang dan rumit, meliputi tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanaogenik.

Meskipun dalam prakteknya, pembuatan biogas relatif mudah dilakukan.

Biogas dapat dibuat jika memenuhi beberapa syarat sebagai berikut : a) Bahan Pengisi.

Bahan pengisi digester berupa bahan organik, terutama limbah pertanian dan peternakan. Limbah yang paling umum digunakan sebagai bahan pengisi adalah kotoran sapi. Hal ini disebabkan potensi limbah dari peternakan sapi (dihitung per ekor) lebih banyak sehingga dengan memelihara 5–10 ekor sapi sudah menghasilkan limbah yang cukup banyak.

Aktivitas mikoorganisme dalam merubah bahan organik dipengaruhi juga oleh komponen kimia bahan organik tersebut.

Parameter yang sering digunakan untuk menentukan layak tidaknya bahan organik digunakan sebagai bahan pengisi digester adalah imbangan karbon (C) dan nitrogen (N) atau rasio C/N. Bakteri metanaogenik akan bekerja optimal pada nilai rasio C/N sebesar 25–30.

e. Instalasi Biogas

(17)

Komponen utama instalasi biogas adalah digester yang dilengkapi lubang pemasukan dan pengeluaran, penampung gas dan penampung sludge.

f. Terpenuhinya Faktor Pendukung

Banyak faktor yang dapat memengaruhi produksi biogas yang dihasilkan. Kuantitas biogas dipengaruhi oleh faktor internal (dari digester) dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi imbangan C/N, pH dan struktur bahan isian (kehomogenan). Faktor eksternal yang paling memengaruhi kuantitas biogas adalah fluktuasi suhu. Bakteri perombak akan bekerja pada suhu optimum (25-28°C). Oleh karena itu, tata letak bangunan instalasi biogas tidak boleh terkena sinar matahari terlalu banyak. Untuk menjaga suhu tetap stabil, banyak instalasi biogas yang dibangun dengan memberikan atap atau menguburnya di dalam tanah.

Faktor yang Mempengaruhi Produksi Biogas. Banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan produksi biogas. Faktor pendukung untuk mempercepat proses fermentasi adalah kondisi lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan bakteri perombak. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap produksi biogas sebagai berikut.

a) Kondisi Anaerob atau Kedap Udara

Biogas dihasilkan dari proses fermentasi bahan organik oleh mikroorganisme anaerob. Karena itu, instalasi pengolah biogas harus kedap udara (keadaan anaerob).

b) Bahan Baku Isian

Bahan baku isian berupa bahan organik seperti kotoran ternak, limbah pertanian, sisa dapur dan sampah organik. Bahan baku isian ini harus terhindar dari bahan anorganik seperti pasir, batu, plastik dan beling.

Bahan isian ini harus mengandung bahan kering sekitar 7-9%.

Keadaan ini dapat dicapai dengan melakukan pengenceran menggunakan air yang perbandingan 1 : 4 (bahan baku : air) (b/v).

(18)

c) Imbangan C/N

Imbangan karbon (C) dan nitrogen (N) yang terkandung dalam bahan organik sangat menentukan kehidupan dan aktivitas mikroorganisme. Imbangan C/N yang optimum bagi mikroorganisme perombak adalah 25-30. Kotoran (feses dan urine) sapi perah mempunyai kandungan C/N sebesar 18. Karena itu, perlu ditambah dengan limbah pertanian lain yang mempunyai imbangan C/N yang tinggi (lebih dari 30).

d) Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman sangat berpengaruh terhadap kehidupan miroorganisme. Derajat keasaman yang optimum bagi kehidupan mikroorganisme adalah 6,8-7,8. Pada tahap awal fermentasi bahan organik akan terbentuk asam (asam organik) yang akan menurunkan pH.

Untuk mencegah terjadinya penurunan pH dapat dilakukan dengan menambahkan larutan kapur dalam bentuk (Ca(OH)2) atau (CaCO3).

e) Temperatur

Produksi biogas akan menurun secara cepat akibat perubahan temperatur yang mendadak di dalam instalasi pengolah biogas. Upaya praktis untuk menstabilkan temperatur adalah dengan menempatkan instalasi biogas di dalam tanah.

f) Starter

Starter diperlukan untuk mempercepat proses perombakan bahan organik hingga menjadi biogas. Starter merupakan mikroorganisme perombak yang telah dijual komersial dan dapat juga menggunakan lumpur aktif organik atau cairan isi rumen.

Teknik Pembuatan Biogas. Proses pembentukan biogas dalam digester model kontinu akan melalui beberapa tahapan sebagai berikut : a) Menampung Kotoran Sapi di Bak Penampungan Sementara

Kotoran sapi dari kandang yang bercampur dengan air cucian kandang ditampung di dalam bak penampungan sementara. Bak

(19)

penampungan sementara ini berfungsi untuk menghomogenkan bahan masukan.

Dalam bak penampungan ini kotoran sapi yang menggumpal dihancurkan dan diaduk dengan perbandingan air dan kotoran sapi 1:4 (b/v). Pengadukan harus dilakukan secara merata sehingga bentuknya menjadi lumpur kotoran sapi. Bentuk lumpur seperti ini akan mempermudah proses pemasukannya ke dalam digester. Selain itu, kotoran sapi yang berbentuk lumpur juga sangat menguntungkan karena dapat menghindari terbentuknya kerak di dalam digester yang bisa menghambat pembentukan biogas.

b) Mengalirkan Kotoran Sapi ke Digester

Lumpur kotoran sapi dialirkan ke digester melalui lubang pemasukan. Pada pengisian pertama, kran pengeluaran gas yang ada di puncak kubah sebaiknya tidak disambungkan dulu ke pipa. Kran tersebut dibuka agar udara dalam digester terdesak ke luar sehingga proses pemasukan lumpur kotoran sapi lebih mudah.

c) Menambahkan Starter

Pada pemasukan pertama diperlukan lumpur kotoran sapi dalam jumlah banyak sampai digester terisi penuh. Untuk membangkitkan proses fermentasi bakteri anaerob pada pengisian pertama ini perlu menambahkan starter (berupa starter komersial yang banyak dijual dipasar) sebanyak satu liter dan isi rumen segar dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung untuk kapasitas digester 5 m3.

Setelah digester penuh, kran pengatur gas yang ada di Puncak kubah ditutup dan biarkan proses perubahan bahan-bahan organik menjadi biogas terjadi. Lubang pemasukan sementara ditutup agar tidak ada penambahan lumpur kotoran sapi selama proses pembentukan biogas berlangsung.

d) Membuang Gas yang Pertama Dihasilkan

Dari awal hingga hari ke-8, kran yang berada di atas kubah dibuka dan gasnya dibuang. Pembuangan gas ini disebabkan gas awal yang terbentuk didominasi oleh CO2. Pada hari ke-10 hingga hari ke-14

(20)

pembentukan gas CH4 semakin meningkat dan CO2 menurun. Pada saat komposisi CH4 54% dan CO2 27% maka biogas akan menyala.

Selanjutnya, biogas dapat dimanfaatkan untuk menyalakan kompor gas di dapur.

e) Memanfaatkan Biogas yang Sudah Jadi

Pada hari ke-14, gas sudah mulai terbentuk dan bisa digunakan untuk menghidupkan nyala api pada kompor. Mulai hari ke-14 digester sudah dapat menghasilkan energi biogas yang selalu terbarukan. Biogas ini tidak berbau seperti bau kotoran sapi.

Selanjutnya, digester terus diisi lumpur kotoran sapi secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang optimal. Selain menghasilkan biogas, proses pembuatan biogas juga menghasilkan sisa buangan lumpur yang dapat dimanfaatkan untuk pupuk organik. Sisa buangan lumpur ini dapat dipisahkan menjadi bagian padatan dan cairan yang selanjutnya dapat dijadikan pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Lokasi penempatan digester dan pemanfaatan biogas dalam rumah tangga dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Penempatan digester dan pemanfaatan biogas

(21)

Nilai Ekonomis Penggunaan Biogas. Investasi yang besar untuk pembangunan instalasi dengan umur pemakaian 30-40 tahun, menjadi kecil jika diuraikan menjadi biaya pengadaan bahan bakar per hari. Selanjutnya, nilai manfaat dari kotoran ternak sebagai pupuk kandang tidak berkurang (bahkan makin meningkat) karena sisa buangan (sludge) dari digester masih bermanfaat sebagai pupuk organik. Bahkan, unsur hara (N, P dan K) dalam pupuk organik sudah mengalami perombakan (fermentasi) dalam digester sehingga jika digunakan akan mudah terserap tanaman.

Pembuatan biogas mengurangi pencemaran lingkungan akibat bau dari kotoran ternak yang ditumpuk begitu saja. Dengan proses fermentasi dalam digester, bau tak sedap dapat dihilangkan dan akan terbentuk gas metana yang bermanfaat. Gas yang dihasilkan dapat mencukupi kebutuhan bahan bakar untuk lima orang keluarga peternak secara terus-menerus. Jika pemeliharaannya dilakukan secara baik instalasi biogas dapat digunakan selama 30-40 tahun. Meringankan pengeluaran rumah tangga karena biogas dapat menggantikan minyak tanah atau gas elpiji. Pemanfaatan energi biogas yang terbarukan ini akan mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian bahan bakar minyak bumi.

Pupuk Organik dari Sisa Pembuatan Biogas. Bahan keluaran dari sisa proses pembuatan biogas dapat dijadikan pupuk organik, walaupun bentuknya berupa lumpur (sludge). Pemanfaatan lumpur keluaran biogas ini sebagai pupuk dapat memberikan keuntungan yang hampir sama dengan penggunaan kompos. Sisa keluaran biogas ini berbentuk lumpur dan telah mengalami fermentasi anaerob sehingga bisa langsung digunakan untuk memupuk tanaman. Di suatu kawasan peternakan sapi perah, lumpur biogas dapat langsung dialirkan ke kebun rumput untuk memupuk rumput.

Kualitasnya akan lebih baik dibandingkan dengan kotoran sapi perah yang langsung dialirkan ke kebun rumput.

Pupuk organik keluaran dari digester lebih baik kualitasnya dari pada kotoran hewan ternak yang langsung diberikan ke tanaman. Hal ini disebabkan karena pada proses fermentasi dalam digester terjadi perombakan

(22)

anaerobik bahan organik menjadi biogas dan asam organik yang mempunyai berat molekul rendah (asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan asam laktat). Dengan demikian konsentrasi N, P dan K akan meningkat. Dengan keadaan seperti ini, sludge (lumpur biogas) sudah menjadi pupuk organik yang dapat dipisahkan menjadi pupuk organik padat dan pupuk organik cair.

Unsur hara yang ada dalam pupuk organik cair sebagian dapat langsung diserap tanaman, sebagian lagi cepat terurai sehingga cepat juga diserap tanaman. Menurut Zuzuki, et al. (2001) menyatakan bahwa sludge yang berasal dari biogas sangat baik untuk dijadikan pupuk karena mengandung berbagai mineral yang dibutuhkan oleh tumbuhan seperti fosfor (P), magnesium (Mg), kalsium (Ca), kalium (K), tembaga (Cu) dan seng (Zn).

Meskipun kandungan unsur hara dalam pupuk organik tidak terlalu tinggi, tetapi pupuk organik mempunyai keistimewaan lain, yaitu dapat memperbaiki sifat fisik tanah (permeabilitas tanah, porositas tanah, struktur tanah, daya menahan air, dan kapasitas tukar kation tanah). Selain itu, pupuk organik memiliki fungsi untuk menggemburkan lapisan tanah permukaan (top soil), meningkatkan jasad renik, serta meningkatkan daya serap dan daya simpan sehingga secara keseluruhan air dapat meningkatkan kesuburan tanah.

Pengaplikasian pupuk organik padat hasil buangan biogas umumnya sama dengan pengaplikasian kompos. Pupuk organik yang berbentuk padatan biasanya diaplikasikan dengan cara mengubur pupuk tersebut di sekitar tanaman. Sementara itu, pengaplikasian pupuk organik cair dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut (1) Penyiraman langsung ke lahan pertanian, (2) Pengaliran air dalam irigasi dan (3) Penyemprotan secara tepat.

2. Hal yang Dikaji

Dalam pembuatan instalasi biogas ada beberapa aspek yang harus dianalisis selain aspek finansial. Aspek-aspek tersebut merupakan aspek penunjang dalam penilaian kelayakan usaha yang meliputi aspek teknis, aspek

(23)

pasar, aspek manajemen dan aspek sosial. Kajian ini membahas tentang pengembangan biogas berbasis individu (Bangka Tengah dan Cisarua Bogor) dan Kelompok (Jakarta Timur dan Kepahiang).

a. Aspek Teknis

Aspek teknis merupakan aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun (Husnan dan Suwarsono, 2000). Keberhasilan pembangunan instalasi biogas didukung oleh faktor lokasi dan aspek teknis yang diaplikasikan dalam pembuatan instalasi tersebut.

a) Lokasi Proyek

Menurut Djamin (1993), penentuan lokasi proyek didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

• Faktor pemasaran, yaitu menyangkut potensial pengembangan pemasaran.

• Peraturan dan kebijakan pemerintah setempat, seperti perpajakan.

• Faktor tenaga kerja menyangkut ketersediaan adanya tenaga kerja dan sebagainya.

• Faktor ketersediaan bahan baku, air dan bahan mentah lainya.

• Faktor lingkungan seperti sarana angkutan, jalan dan telekomunikasi.

Lokasi yang dipilih untuk proyek instalasi biogas berada di Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung, Kelompok Peternakan Sapi di Cisarua, Bogor, Provinsi Jawa Barat, sedangkan untuk lokasi kajian secara individu dilaksanakan di peternak sapi perah di kelurahan Kelapa Dua Wetan Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta dan peternak sapi di desa Kaba Wetan Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu.

Berdasarkan pertimbangan faktor penentu lokasi, lokasi tersebut sangat strategis karena merupakan sentra peternakan sapi perah. Di lokasi tersebut bahan baku yang dibutuhkan banyak tersedia dan berkelanjutan.

Kebutuhan tenaga kerja dapat terpenuhi dengan baik karena proyek ini mempekerjakan orang-orang yang memang sudah berpengalaman

(24)

dalam bidang peternakan dan pengolahan biogas. Ketersediaan sarana penunjang lainnya seperti listrik, air, jalan dan telekomunikasi sudah memadai. Proyek instalasi biogas dibangun di lokasi yang berorientasi pada konsumen rumah tangga (RT) peternak. Dengan semakin dekatnya instalasi biogas dari RT peternak, maka penyaluran gas dapat lebih efektif dan efisien baik dalam biaya maupun pelaksanaannya.

Penentuan lokasi pembuatan biogas harus memperhatikan dimana sumberdaya yang tersedia, sehingga lebih praktis dan ekonomis.

Sebaiknya instalasi biogas ditempatkan didekat kandang ternak. Hal ini dimaksudkan agar distribusi bahan pembentuk biogas prosesnya tidak terlalu jauh. Kemudahan dalam menempatkan instalasi biogas diharapkan dapat menghemat tenaga dan biaya.

Instalasi biogas sendiri terdiri dari digester (kubah penampungan lumpur), saluran pemasukan dan pengeluaran, bak penampungan sludge dan pipa penyalur gas hasil fermentasi. Keseluruhan luas area instalasi biogas yang ada di lokasi penelitian masing-masing, yaitu 18-20 m2. b) Teknologi Pembuatan Biogas

Instalasi biogas yang dibangun memiliki kapasitas pengolahan limbah sebanyak 5 m3. Beberapa tahapan dalam pembuatan instalasi biogas yaitu :

i. Sumur Digester

Sumur digester adalah tempat untuk menampung dan memfermentasi bahan organik. Digester harus mampu menampung kotoran ternak yang dialirkan secara kontinu dari kandang. Digester dibuat di dalam tanah yang digali sehingga posisinya lebih rendah dari kandang. Dengan demikian kotoran ternak dari kandang dapat langsung dialirkan ke lubang penampungan lumpur sementara dan dilanjutkan ke dalam digester.

ii. Konstruksi Bangunan

Di dalam lubang yang sudah digali dibuat konstruksi pondasi dengan bahan dasar dari batu kali dan bata merah di dindingnya.

Lubang pengeluaran dan permasukan bahan juga dibuat secara

(25)

bersamaan. Dinding lubang yang sudah diberi bata merah, diplester menggunakan campuran pasir dan semen sehingga rapat dan kokoh.

Digester yang dibuat harus kuat dan kedap udara oleh karena itu dinding yang telah diplester diaci kembali dengan semen kemudian didempul dan dicat menggunakan cat khusus kolam renang.

iii. Kubah Penampung Gas

Kubah penampung gas dibangun langsung menutupi digester, sehingga digester dan kubah penampung menyatu. Kubah dibuat menggunakan rangka kayu yang dilapisi triplek. sebagai penguat kubah, maka dipasang rangka dari besi. Selanjutnya rangka kubah dicor supaya kuat dan dapat menahan tekanan gas. Di atas kubah dibuat lubang untuk mengalirkan gas. Lubang tersebut terbuat dari pipa besi yang dilengkapi dengan kran pengatur tekanan.

iv. Instalasi Pipa Gas

Kran yang ada di atas kubah disambung dengan pipa (paralon atau pipa besi) untuk menyalurkan gas yang ada di dapur.

Pemasangan pipa harus benar-benar rapat dan kuat agar gas tidak bocor.

c) Teknik Operasional Biogas

Pengoperasian alat bertujuan untuk menghasilkan biogas.

Memproduksi biogas tidak terlepas dari ketersediaan bahan baku berupa kotoran ternak atau limbah dari sapi. Proses operasional limbah dalam instalasi biogas melalui beberapa tahapan yaitu :

i. Penampungan kotoran sapi di bak

Kotoran sapi dari kandang yang bercampur dengan air cucian kandang ditampung di dalam bak penampungan sementara, dimana bak tersebut berfungsi untuk menghomogenkan bahan masukan.

Kotoran ternak yang dijadikan bahan isian harus memenuhi persyaratan di antaranya tidak terlalu kental, dalam kondisi segar, tercampur rata dengan air, serta bebas dari benda-benda keras seperti ranting dan batu. Di dalam bak penampungan, kotoran sapi yang menggumpal dihancurkan dan diaduk dengan perbandingan air dan

(26)

kotoran sapi 1 : 4. Pengadukan dilakukan secara merata sehingga bentuknya menjadi lumpur kotoran sapi. Laju produksi biogas tergantung pada pengenceran bahan isian. Bahan isian yang terlalu padat akan mempercepat produksi karena waktu yang dibutuhkan relatif sedikit dibandingkan bila terlalu encer.

ii. Pengaliran lumpur ke digester

Lumpur kotoran sapi dialirkan ke digester melalui lubang pemasukan. Pada pengisian awal uji coba, kran pengeluaran gas yang ada di puncak kubah sebaiknya tidak disambungkan dulu ke pipa. Kran tersebut dibuka agar udara dalam digester terdesak ke luar sehingga proses pemasukan lumpur kotoran sapi lebih mudah.

iii. Penambahan starter

Pada pemasukan awal uji coba diperlukan lumpur kotoran sapi dalam jumlah banyak sampai lubang digester terisi penuh.

Untuk membangkitkan proses fermentasi bakteri anerob, pada pengisian pertama perlu ditambahkan starter (berupa starter komersial yang banyak dijual di pasar). Setelah digester penuh, kran pengatur gas yang ada dipuncak kubah ditutup dan digester memulai proses fermentasi. Lubang pemasukan sementara ditutup agar tidak ada penambahan lumpur kotoran sapi.

iv. Pembuangan gas awal (saat awal uji coba)

Kran yang berada di atas kubah dibuka dan gasnya dibuang.

Pembuangan gas ini disebabkan gas awal yang terbentuk di dominasi CO2. Selama kurang lebih empat hari akan terbentuk gas CH4 yang semakin meningkat, sedangkan CO2 menurun. Pada saat komposisi CH4 54 persen dan CO2 27 persen maka biogas akan menyala. Selanjutnya, biogas dapat dimanfaatkan untuk menyalakan kompor gas di dapur.

v. Pemanfaatan biogas yang sudah jadi

Gas yang sudah mulai terbentuk dapat digunakan untuk menghidupkan nyala api pada kompor. Selanjutnya instalasi sudah dapat menghasilkan energi biogas yang selalu terbarukan. Digester

(27)

dapat terus diisi lumpur kotoran sapi secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang optimal. Produksi biogas yang berlangsung secara kontinuitas dapat terjadi jika lumpur kotoran ada dan tersedia.

Selain menghasilkan biogas, proses pembuatan biogas juga menghasilkan sisa buangan lumpur yang dapat digunakan sebagai pupuk organik. Gambar alur proses produksi biogas selengkapnya

dapat dilihat pada gambar 15.

(28)

Gambar 15. Bagan alur proses pembentukan biogas dan pupuk

Pengolahan limbah ternak di empat lokasi kajian dilakukan secara kontinu. Proses pemasukan bahan baku (limbah) dilakukan saat pembersihan kandang dilakukan. Jumlah lumpur yang masuk setiap satu kali siklus produksi/hari berkisar antara 900-990 liter dengan perbandingan antara kotoran dan air sebesar 1 : 4. Limbah yang masuk ke instalasi dihitung berdasarkan jumlah ternak yang ada di kandang. Dimana untuk satu ekor sapi dengan berat 600 kg diasumsikan mengeluarkan kotoran sebanyak 25 kg/hari (Sudono, l985). Peternak dalam proyek biogas memiliki sapi perah sebanyak 3-6 ekor (individu) dan 7-15 ekor (kelompok), sehingga perharinya dapat dihasilkan kotoran sapi sebanyak + 100 kg (individu) dan sebanyak + 270 kg kelompok. Dari lumpur yang masuk ke dalam digester maka 20 persennya akan menjadi gas dan sisanya adalah lumpur atau ampas.

d) Pengolahan Pupuk Padat dan Cair

Limbah yang diolah melalui instalasi biogas memberikan produk sampingan berupa sludge atau ampas yang jika diproses lebih lanjut dapat menjadi pupuk organik baik padat maupun cair. Menurut Simamora(2006) bahwa pupuk organik yang berasal dari ampas/sludge biogas lebih baik kualitasnya sebagai pupuk organik dibandingkan sisa kotoran ternak yang langsung dibuat menjadi pupuk kandang. Ketika kotoran baru ke luar dari perut ternak maka belum dapat dikatakan

(29)

sebagai pupuk kandang, karena jika kotoran ternak langsung diberikan ke tanaman akan menyebabkan tanaman layu bahkan mati.

Kotoran ternak tersebut biasanya masih "mentah" atau menurut istilah petani masih "panas" Pupuk organik yang terbuat dari ampas biogas selain kualitasnya baik juga memiliki keunggulan dibandingkan pupuk kimia. Pupuk organik lebih ramah lingkungan dan dapat menyeimbangkan zat-zat dalam tanah (memperbaiki sifat tanah). Pupuk organik membuat tanah lebih subur, gembur dan lebih mudah diolah.

Kegunaan ini tidak bisa digantikan oleh pupuk buatan.

Usaha pengolahan pupuk, seperti yang dilakukan peternak akan memberikan keuntungan berupa terprosesnya kembali ampas/sludge biogas. Dalam pengolahan pupuk lebih lanjut diperlukan beberapa peralatan dan sarana pendukung, baik itu untuk pupuk padat dan pupuk cair.

i. Pupuk Cair

Ampas/sludge yang dihasilkan sudah mempunyai sifat seperti kompos, akan menyulitkan dalam pengemasan dan akan dipisahkan menjadi pupuk padat dari instalasi biogas tetapi karena bentuknya lumpur maka mudah dalam pemisahan. Pemisahan sludge dilakukan dengan cara dan alat yang sederhana. Peternak dapat menggunakan alat saringan yang terbuat dari kawat nyamuk, dan saringan kelapa.

Berikut proses pengolahan pupuk cair :

• Lumpur dari sisa hasil biogas disaring dengan saringan pasir diteruskan dengan saringan kawat halus dan ditampung dalam drum plastik ukuran 150 liter. Sedangkan ampas padatan dari penyaringan dikumpulkan terlebih dahulu.

• Cairan pupuk yang ada di drum untuk meningkatkan kualitasnya perlu dicampurkan dengan tepung tulang atau tepung darah (dapat dibeli di toko bahan kimia) lalu dibiarkan 8-10 hari.

• Setelah kurang lebih 8-10 hari, cairan tersebut disaring kembali dengan menggunakan kain karung bekas kemasan tepung

(30)

terigu. Cairan hasil penyaringan tersebut ditampung lagi dalam drum plastik lalu dibiarkan selama 3-4 hari dan sesekali dibuka untuk melepaskan gas yang tersisa.

• Bila cairan sudah menjadi bening dan partikel yang ada sudah mengendap maka cairan pupuk tersebut bisa langsung dimasukkan ke dalam botol dan siap untuk dijual.

ii. Pupuk Padat

Sisa ampas padatan dari pupuk cair juga dapat diolah bersamaan dengan pengolahan pupuk cair. Bagian padatan yang telah dipisah, oleh peternak dapat langsung dijemur selama kurang lebih 7-10 hari sampai ampas/padatan tersebut benar-benar kering.

Ampas tersebut dijemur dengan menggunakan terpal atau alas plastik di bawah sinar matahari. Lumpur yang dihasilkan dari instalasi biogas memiliki keunggulan, yaitu tidak bau sehingga walaupun dijemur didekat rumah tinggal peternak maka tidak akan menimbulkan masalah bau. pengeringan ampas dilakukan sampai kadar air yang tersisa hanya 20 persen dari keadaan awal. Setelah kering, pupuk organik padat langsung dikemas dalam kantong plastik ukuran 1 kg dan siap dipasarkan. Petenak biasanya mengemas pupuk padat dalam ukuran 1 kg - 2,5 kg. Untuk mendapatkan kualitas pupuk yang baik, pupuk padat yang telah kering dapat dicampurkan dengan tepung tulang atau tepung darah.

Bahan ini dapat dibeli di toko bahan kimia terdekat, hal ini dimaksudkan agar kualitas pupuk lebih baik.

b. Aspek Pasar

a) Karakteristik Produk

Produk yang dihasilkan dari pengolahan limbah ternak adalah gas dan sludge. Ampas atau sludge sebagai produk sampingan jika diolah lebih lanjut akan menghasilkan pupuk organik dengan kualitas yang sangat baik. Sebenarnya tanpa pengolahan, ampas dapat digunakan

(31)

sebagai pupuk organik. Tetapi untuk pemasarannya ampas atau sludge tersebut harus diproses terlebih dahulu agar dapat dipasarkan.

Gas yang dihasilkan dari instalasi biogas ini tidak dijual tetapi dimanfaatkan langsung oleh RT peternak. Tetapi dalam analisis finansial, harga jual biogas akan dihitung berdasarkan hasil konversi dengan minyak tanah yang dipakai RT peternak sebelum menggunakan biogas.

Produk yang dihasilkan dari pengembangan instalasi biogas dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Produk hasil instalasi biogas secara individu kapasitas 5 M3 di DKI Jakarta.

No Jenis Kapasitas Prod/hari Harga (Rp/liter)

Jumlah (Rp)

1. Gas-Bio 2 M 3

(Setara M.Tanah 1,6-2 ltr)

8.000 16.000

2. Ampas/Sludge padat

20 kg 500 10.000

3. Cair 480 liter 1.000 48.000

Total 74.000

Tabel 6. Produk hasil instalasi biogas secara kelompok kapasitas 17 M3 di Cisarua Bogor

No Jenis Kapasitas

Prod/hari

Harga (Rp/liter)

Jumlah (Rp)

1. Gas-Bio 6,8 M 3

(Setara M.Tanah 7 ltr)

8.000 56.000

2. Ampas/

Sludge padat

170 kg 500 85.000

3. Cair 1.020 liter 3.000 3.060.000

Total 3.201.000

(32)

b) Pupuk Organik

Salah satu jenis pupuk organik adalah kompos. Kompos adalah bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bekerja di dalamnya. Bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan, kotoran ternak, rumput, jerami dan lain-lain.

Bahan baku kompos yang berasal dari sampah merupakan limbah padat yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dibuang atau dikelola agar tidak mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan.

Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena dapat memberikan beberapa manfaat. Penggunaan berbagai pupuk organik di lahan pertanian terbukti dapat meningkatkan produksi.

Pupuk cair dan pupuk padat yang berasal dari instalasi biogas di empat wilayah kajian disebut juga sebagai pupuk organik karena berasal dari kotoran ternak yang telah difermentasikan. Pupuk ini diproses secara berbeda dan menghasilkan dua produk yaitu pupuk padat dan pupuk cair.

Untuk pupuk padat, peternak hanya menjual dengan kemasan 1 kg/bungkus. Sedangkan untuk pupuk cair peternak hanya menghasilkan pupuk dengan ukuran 1 liter per botol. Namun demikian pada analisis finansial pupuk padat dijual dalam bentuk mentah/belum diolah.

c) Gas Bio

Gas yang dihasilkan dari instalasi biogas disebut juga dengan istilah gas rawa (gas-bio). Gas ini memiliki perbedaan dengan gas lainnya, perbedaan yang utama adalah dari sisi molekul kimianya. Gas-bio bukan merupakan gas murni karena masih memiliki unsur lainnya selain metana yang jumlahnya sangat kecil. Sedangkan gas lain seperti gas LPG merupakan gas murni yang tidak ada unsur lain lagi di dalamnya selain metana walaupun berbeda dengan gas LPG, biogas juga memiliki fungsi seperti gas lainya, dimana dengan memiliki kadar metana sebesar 54 persen maka biogas sudah dapat digunakan sebagai bahan bakar.

(33)

d) Pemasaran Produk

Saluran pemasaran merupakan serangkaian lembaga yang dapat terlibat selama proses penyampaian barang dan jasa ke konsumen dari produsen, pedagang besar, pengecer, agen pengangkutan perusahaan penyimpanan, biro periklanan dan sebagainya (Limbong dan Sitorus, 1987).

Saluran pemasaran yang terdapat dalam pengelolahan limbah ternak ini sangat sederhana. Gas yang dihasilkan di dalam pengolahan limbah tidak dijual, melainkan digunakan sendiri. Gas yang dihasilkan dari instalasi biogas langsung dikonsumsi oleh rumah tangga (RT) peternak, oleh karena itu untuk biogas sendiri tidak dapat digambarkan bagaimana saluran pemasarannya.

Berdasarkan hasil wawancara untuk pupuk padat dan cair peternak biasanya memasarkan pupuk melalui agen yang memasarkan dan menampung produk dari peternak. Peternak juga melakukan sistem pemasaran langsung, dimana bagi konsumen yang ingin langsung membeli pupuk organik dapat langsung mendatangi tempat produksi dan membeli secara langsung kepada peternak. Berikut maping saluran pemasaran pupuk organik yang tersaji dalam Gambar 16.

Gambar 16. Sistem saluran pemasaran pupuk cair & padat

Pangsa pasar pupuk organik saat ini sangat menjanjikan. Adanya pendapat "back to nature" membuat sebagian orang berlomba-lomba untuk kembali menggunakan produk yang ramah lingkungan, sehat, segar dan alamiah termasuk dalam penggunaan pupuk. Pupuk organik yang memiliki banyak keunggulan dirasa cukup aman digunakan terutama untuk produk tanaman sayuran dan buah-buahan. Tanaman yang menggunakan pupuk organik cukup aman untuk dikonsumsi karena

Peternak Agen Konsumen

(34)

terbebas dari bahan kimia yang berbahaya. Munculnya berbagai penyakit dan kelainan genetik menurut beberapa ahli medis disebabkan karena pola konsumsi yang kurang baik. Oleh karena itu, pangsa pasar pupuk organik dipastikan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan masyarakat modern akan kesehatan.

c. Aspek Institusional-Organisasi-Manajerial

Aspek manajemen dilakukan untuk mengkaji struktur organisasi yang sesuai dengan program yang direncanakan sehingga diketahui jumlah, kualifikasi, dan deskripsi tugas individu untuk melaksanakan program pembuatan instalasi biogas.

Struktur organisasi merupakan diagram yang menggambarkan jabatan- jabatan yang ada dari manajemen suatu organisasi serta hubungan jabatan tersebut. Setiap jabatan mengandung tugas dan tanggung jawab yang jelas dan memiliki batasan yang jelas dengan jabatan lain. Hubungan timbal balik dan pengaruh jabatan satu dengan yang lainnya harus dibatasi secara tegas agar struktur organisasi yang disusun dapat berfungsi secara harmonis dan tujuan organisasi dapat diwujudkan secara efektif dan efisien.

Program pembuatan instalasi biogas dalam mengelolah limbah ternak sapi perah memiliki struktur organisasi dalam penguatan kelompok terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara. Struktur organisasi tersebut merupakan struktur organisasi lini (lini organization) yang dirasa sangat efektif. Sifat struktur lini yang sederhana mudah dimengerti serta jelas batasan wewenangnya akan dapat mempermudah pengambilan keputusan.

Pengarahan dalam strutur tersebut juga dapat dilakukan dengan cepat (Heruman, 1979).

d. Aspek Sosial

Suatu proyek yang dilaksanakan harus memperhatikan dampak yang ditimbulkan dan pengaruhnya terhadap lingkungan, masyarakat dan negara.

Proyek instalasi biogas dalam mengelolah limbah ternak sapi perah di empat wilayah kajian memberikan pengaruh terhadap lingkungan, masyarakat dan negara. Berikut ini akan diuraikan secara lebih terperinci mengenai dampak yang akan ditimbulkan akibat dari adanya proyek instalasi biogas.

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan Pilkada di daerah yang menjadi lokasi penelitian secara umum berjalan dengan baik, tertib, aman, lancar dan demokratis. Untuk mendukung pelaksanaan Pilkada,

Dengan demikian, Setjen Wantannas telah mengatur mengenai: kewenangan pengambilan keputusan pada tingkatan manajemen tertinggi hingga menengah; Sesjen hanya membuat

Cooling Tower : suatu peralatan yang digunakan untuk menurunkan suhu aliran air dengan cara memindahkan panas dari air ke udaraf. Aplikasi : mendinginkan air proses yang panas /

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan segala berkat, anugerah dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

:: _ Jas, yatu pelaksanaan ajaran lslam secara menyeluruhfkatrah) dalam :._:aga aspek kehidupan manusia, yang juga meiplti ekonomi, sosial, : ( dan laln sebagainya

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya, data diperoleh dengan

KARAKTER TOKOH PEMIMPIN DALAM NASKAH BABAD SUMEDANG SERTA PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN MENULIS DI SMA.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Oleh karena itu, dalam pembelajaran ini, penulis tertarik mencari tahu tentang jenis, bentuk, fungsi, dan juga makna yg sebenarnya dari kata makian yang