• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

III. 2 2 Perjalanan Musik GIG

IV. 3. Analisis Foto Personel dan Sampul Belakang

Masing-masing pada sampul album Jalan Kebenaran dan PINTU SORGA terdapat satu tanda yang paling menonjol karena ukurannya yang cukup besar dan letaknya yang menonjol, yaitu foto para personel GIGI yang mengenakan baju koko. Pada sampul album Jalan Kebenaran para personel berfoto dua kali,yakni foto individu secara terpisah dan yang kedua foto bersama. Pada masing-masing foto, kesemua personel berada dalam pose menghadap ke depan dengan badan

agak serong ke kanan pada foto individu dan serong ke kanan dan kiri pada foto bersama. Sedangkan pada album PINTU SORGA, kesemua personel juga berfoto dua kali dan keduanya merupakan foto bersama seluruh personel.

Gambar 4. 3. Foto Individu pada Album Jalan Kebenaran

Pada sampul album Jalan Kebenaran, para personel GIGI masing-masing berdiri serong dengan balutan baju koko. Namun tidak jelas baju koko warna apa yang dikenakan oleh masing-masing personel karena album tersebut didominasi warna hijau serta tambahan beberapa ornamen berupa bunga-bungaan dan gambar artwork berupa cipratan cat yang berwarna hijau. Tidak tampak hiasan yang mencolok pada pakaian yang dikenakan para personel. Begitu juga bawahan yang dipakai, tidak jelas mereka mengenakan pakaian jenis apa. Selain itu, terlihat bahwa ekspresi para personel terlihat tenang tanpa senyuman.

Gambar 4. 4. Foto Bersama pada Album Jalan Kebenaran

Pada foto kedua, para personel berfoto bersama dalam balutan baju koko dan urutan personel secara berurutan dari sebelah kiri pembaca yakni Armand, Dewa, Thomas, dan Gusti. Para personel berdiri dengan posisi sebagai berikut: Armand dan Dewa berdiri serong ke kiri, dan Thomas dan Gusti berdiri serong ke kanan. Foto tersebut juga dihiasi dengan ornamen bunga-bungaan dan artwork berupa cipratan cat berwarna hijau. Foto tersebut merupakan gambar dari sampul belakang album pop religi Jalan Kebenaran.

Gambar 4. 5. Foto Personel pada Album PINTU SORGA

Pada album PINTU SORGA, terdapat dua buah foto personel yang kesemua fotonya merupakan foto bersama. Pada foto pertama, para personel berdiri menghadap ke depan dengan ekspresi yang tenang dan Armand berdiri di depan para personel lainnya layaknya seorang imam dalam ibadah sholat. Masing- masing personel mengenakan busana baju koko berwarna putih dengan tambahan aksen abu-abu pada kerah, bagian badan, dan lengan. Masing-masing personel juga menampakkan ekspresi wajah yang tenang dan khusyuk dan tanpa tersenyum, terlebih lagi Armand juga menangkupkan kedua tangannya di depan dada dengan ekspresi mata terpejam seolah sedang berdoa. Adapun urutan berdiri dari kiri ke kanan adalah Thomas, Dewa, Armand, dan Gusti.

Gambar 4. 6. Foto Sampul Belakang Album PINTU SORGA

Pada foto yang terdapat pada sampul belakang album PINTU SORGA, kesemua personel berdiri dan dirutkan berdasarkan variasi tinggi badan. Para personel mengenakan busana baju koko berwarna putih yang sama pada foto sebelumnya. Ekspresi tenang dan tanpa tersenyum masih tampak pada wajah

tetap dengan ekspresi tenang dan tanpa senyuman. Adapun urutan personel dari kiri ke kanan adalah Thomas, Dewa, Armand, dan Gusti.

Foto dengan baju koko dan ekspresi wajah tenang dan tanpa tersenyum secara paradigmatik adalah salah satu pilihan di antara sekian banyak pilihan dari berbagai pose yang dapat ditampilkan pada sebuah sampul album. Hal ini dapat dicoba jika kita mengganti pose para personel dengan gaya dan jenis pakaian yang lain, misalnya batik atau telanjang dada dan mengenakan jeans. Tentu saja makna yang ditimbulkan akibat penggantian jenis pakaian ini akan berbeda dengan makna awal yang diinginkan GIGI selaku produsen album pop religi. Hal serupa juga berlaku seandainya ekspresi para personel yang tenang dan tanpa tersenyum kita gantikan dengan ekspresi sedih atau bahkan tertawa. Tampak jelas bahwa ekspresi dan pakaian yang dipilih sangat berpengaruh terhadap makna yang disampaikan. Dan tetap akan terjadi perubahan makna seandainya hanya pakaian yang berubah dengan ekspresi wajah tetap ataupun sebaliknya.

Gaya busana, atau fashion, yang dikenakan seseorang tidak dapat dipandang semata-mata sebagai fungsi penutupan aurat atau kesopanan namun dapat dilihat sebagai satu sistem komunikasi. Fashion adalah penyampai pesan tentang bagaimana status sosial kita, gender kita, pribadi kita, dan terutama ideologi yang kita anut. Dalam beberapa hal fashion dapat berfungsi sebagai penyampai identitas sosial dan individu kita (Barnard, 2007: 39).

Penggunaan baju koko dalam foto personel Ungu adalah satu bentuk usaha yang dapat dimaknai sebagai komunikasi label Islam yang diusung album ini. Baju koko adalah satu bentuk fashion bagi laki-laki yang, berdampingan dengan

jilbab untuk perempuan, telah diterima masyarakat sebagai busana “muslim”. Baju koko sebagai busana muslim ini jelas suatu hal yang dapat dipertanyakan mengingat baju ini tidak terkait sama sekali secara historis dengan sejarah peradaban Islam. Tidak adabaju semacam ini di Timur Tengah. Jadi, pelabelan baju koko sebagai busana muslim adalah satu hal yang bersifat artifisial dan berdasarkan kesepakatan budaya di kalangan umat di Indonesia.

Analisis semiotika yang telah dilakukan terhadap cover depan dan sampul album musik pop religi menunjukkan bagaimana pelabelan “Islam” terhadap produk tersebut berlangsung. Modus pelabelan ini dapat dipahami melalui kerangka pemikiran Barthes tentang mitos. Cara kerja mitos adalah dengan menaturalkan sesuatu yang sebenarnya berwatak kultural. Apabila sesuatu telah dianggap natural maka orang akan beranggapan bahwa hal itu adalah memang sedemikian harusnya tanpa perlu dan bisa dirubah. Orang tidak akan berpikir untuk merubah sifat benda yang jatuhnya ke bawah tidak ke atas karena memang sudah sedemikian adanya. Mitos berupaya agar orang berpikir bahwa sesuatu yang dimitoskan memang sudah sedemikian adanya sehingga tak terpikirkan bahwa sesuatu itu tidak sedemikian adanya namun merupakan satu bentukan artifisial yang berwatak konvensional atau berdasarkan kesepakatan bersama anggota suatu kebudayaan.

Begitu juga mitos tentang musik pop religi Islam adalah sebuah pesan tentang musik Islam yang memang seperti ini adanya. Jadi, musik pop religi

yang menampakkan bahwa simbol-simbol tersebut adalah satu pilihan dari berbagai pilihan yang mungkin dalam satu paradigma yang kemudian disusun dalam satu sintagma sehingga memunculkan makna sebagaimana dikehendaki. Musik pop religi sebagai musik yang Islam bukanlah suatu hal yang memang seperti ini adanya namun merupakan bentukan sengaja dari produsen melalui penggunaan berbagai simbol “Islam” yang sudah terlebih dahulu dipercaya masyarakat.