• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI USAHATANI UBIKAYU

Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Ubikayu

Pada bab ini pembahasan meliputi analisis fungsi produksi dan analisis efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi serta sumber-sumber inefisiensi. Dalam penelitian ini digunakan model fungsi produksi Stochastic Frontier Cobb Douglas dengan metode pendugaan Maximum Likelihood Estimation (MLE) yang dilakukan melalui proses dua tahap. Tahap pertama menggunakan Ordinary Least Square (OLS) untuk menduga parameter teknologi dan input-input produksi, dan tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi, intersep dan varians dari kedua komponen kesalahan vi dan ui.

Estimasi MLE untuk parameter fungsi produks Cobb Douglas dan efek inefisiensi teknis dilakukan secara simultan. Dari analisis ini akan diketahui efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis dari petani responden, serta faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis.

Variabel independen awal yang diduga berpengaruh terhadap produksi ubikayu ada delapan variabel, yaitu luas lahan (X1), bibit (X2), pupuk N (X3),

pupuk P (X4), pupuk K (X5), pupuk kandang (X6), herbisida (X7), dan tenaga kerja

(X8). Berdasarkan hasil analisis OLS terdapat satu variabel yang koefisien

regresinya bernilai negatif dan hampir mendekati nol yaitu pupuk kandang. Dengan pertimbangan seperti koefisien yang masih bertanda negatif maka variabel tersebut dikeluarkan dari persamaan. Apabila tetap bertanda negatif maka untuk menghitung efisiensi ekonomi tidak dapat dilakukan. Jika koefisien atau elastisitas suatu variabel yang bertanda negatif dikalikan dengan koefisien harga input maka akan menjadi negatif. Oleh karena itu terdapat tujuh variabel yang digunakan dalam model fungsi produksi stochastic frontier usahatani ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah yaitu luas lahan (X1), bibit (X2), pupuk N (X3),

pupuk P (X4), pupuk K (X5), herbisida (X6), dan tenaga kerja (X7). Hasil

pendugaan fungsi produksi stochastic frontier dapat dilihat pada Tabel 17.

Berdasarkan hasil pendugaan pada Tabel 17 dapat dilihat nilai log likelihood MLE (-0.52) lebih besar dari nilai log likelihood OLS (-16.23), berarti bahwa fungsi produksi dengan metode MLE ini adalah baik dan sesuai dengan kondisi di lapangan. Nilai ratio generalized-likelihood (LR test) pada penelitian ini sebesar 31.430 masih lebih besar dari nilai tabel Kodde Palm sebesar 19.384 yang nyata

pada taraf α 1 persen. Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh efisiensi dan

inefisiensi teknis pada usahatani ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah.

Nilai gamma merupakan kontribusi dari efisiensi teknis di dalam efek residual total. Nilai gamma yang diperoleh yaitu sebesar 0.499 dan berpengaruh

nyata pada taraf α = 0.1. Hasil ini menunjukkan bahwa 49.9 persen variasi

produksi ubikayu diantara petani disebabkan oleh efisiensi teknis sementara sisianya sebesar 51 persen dipengaruhi oleh efek-efek stochastic, sehingga banyak variasi produksi ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah yang lebih dominan disebabkan oleh random error (vi) seperti hama dan penyakit, kesuburan lahan,

dalam penelitian ini lebih kecil daripada nilai gamma yang ditemukan oleh Addinirwan (2014), Oladeebo et al. (2012), Girei et al. (2013), dan Ogundari dan Ojo (2007).

Tabel 17. Hasil pendugaan fungsi produksi stochastic frontier pada usahatani ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah

Variabel Koefisien Standar-error t – ratio

Konstanta 3.602 0.619 5.819 Luas lahan (X1) 0.572*** 0.165 3.459 Bibit (X2) 0.237** 0.103 2.279 Pupuk N (X3) 0.115* 0.063 1.819 Pupuk P (X4) 0.012 0.009 1.237 Pupuk K (X5) 0.037** 0.014 2.583 Pestisida (X6) 0.017 0.092 0.170 Tenaga Kerja (X7) 0.074 0.111 0.659 Sigma-square 0.06 4.385 Gamma 0.49 1.388 LR-test 31.43

Log likelihood OLS -16.23

Log likelihood MLE -0.52

Keterangan : ***nyata pada taraf α = 0.01, **nyata pada taraf α = 0.05, * nyata pada taraf α = 0.10 Dari Tabel 17 diketahui bahwa semua parameter dugaan mempunyai tanda positif yang sesuai dengan harapan. Variabel luas lahan (X1), bibit (X2), pupuk N

(X3) dan pupuk K (X5) berpengaruh nyata terhadap produksi ubikayu pada taraf α

= 0.01, 0.05 dan 0.10 persen, sedangkan variabel herbisida dan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata. Nilai koefisien pada fungsi produksi Cobb-Douglas juga merupakan nilai elastisitasnya. Adapun nilai koefisien atau elastisitas produksi untuk variabel luas lahan, bibit, pupuk N, pupuk P, pupuk K, herbisida, dan tenaga kerja masing-masing sebesar 0.572, 0.237, 0.115, 0.012, 0.037, 0.017 dan 0.074.

Variabel luas lahan berpengaruh nyata pada taraf α = 0.01 dan memiliki nilai koefisien atau elastisitas yang paling besar yaitu 0.572 yang mengindikasikan bahwa kontribusi dalam total faktor produktivitas adalah dominan. Jika penggunaan luas lahan meningkat sebesar 1 persen maka produksi ubikayu naik sebesar 0.572 persen. Hasil temuan ini sesuai dengan penelitian Adewuyi et al. (2013), Nkang dan Ele (2014), Raphael (2008), Girei et al. (2013), Sam (2013), Ogundari dan Ojo (2007), dan Ogunniyi et al. (2013) yang menyatakan bahwa luas lahan berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi ubikayu. Rata-rata penggunaan lahan usahatani ubikayu di lokasi penelitian sebesar 1.14 hektar dengan luas lahan minimum 0.2 hektar dan luas lahan maksimum 4 hektar.

Sementara koefisien atau elastisitas dari variabel bibit ditemukan berpengaruh nyata terhadap produksi ubikayu dengan nilai koefisien sebesar

0.βγ7. Angka ini juga ditemukan berpengaruh nyata pada taraf α = 0.05. Angka

dengan input lainnya tetap, masih dapat meningkatkan produksi ubikayu di daerah penelitian sebesar 0.237 persen. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Girei et al. (2013), Nkang dan Ele (2014), Raphael (2008), dan Ogunniyi et al. (2013) yang menyatakan bahwa bibit berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi ubikayu.

Berdasarkan hasil temuan di lokasi penelitian, bibit yang digunakan pada usahatani ubikayu adalah varietas cassesart yang merupakan salah satu varietas unggul ubikayu. Umur bibit yang digunakan petani bervariasi antara 8 bulan sampai 12 bulan tergantung pada umur ubikayu pada saat dipanen. Semakin tua bibit yang digunakan akan semakin baik terhadap produksi ubikayu dan tanaman ubikayu tidak rentan terhadap hama dan penyakit. Rata-rata penggunaan bibit di lokasi penelitian sebanyak 101 ikat batang ubikayu dimana dalam satu ikat terdiri dari 35-50 batang dan dalam satu batang dapat dijadikan 4-5 stek ubikayu.

Penggunaan jumlah bibit tergantung pada jarak tanam yang digunakan oleh petani. Jarak tanam yang digunakan petani responden bervariasi yaitu 50x60 cm, 60x70 cm, 70x70 cm dan 80x80 cm sedangkan jarak tanam yang direkomendasikan adalah 80x100 cm. Menurut petani responden, penggunaan jarak tanam yang rapat bertujuan agar apabila terdapat bibit yang mati atau gagal tumbuh maka petani tidak perlu melakukan penyulaman. Hal ini dikarenakan bibit yang tumbuh melalui penyulaman pertumbuhannya akan terhambat dibandingkan bibit sebelumnya.

Variabel pupuk ζ berpengaruh nyata pada taraf α = 0.10. ζilai koefisien

atau elastisitasnya sebesar 0.115, ini berarti bahwa setiap penambahan pupuk N sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi ubikayu sebesar 0.115 persen. Hasil ini konsisten dengan penelitian Nursan (2015), yang menyatakan bahwa pupuk N berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi. Pemberian N yang optimal dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan sintesis protein, pembentukan klorofil, dan meningkatkan rasio pucuk akar. Oleh karena itu, pemberian N yang optimal dapat meningkatkan laju pertumbuhan tanaman yang akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan umbi pada ubikayu. Penggunaan pupuk N di daerah penelitian berasal dari pupuk urea dan pupuk NPK. Rata-rata penggunaan pupuk urea sebanyak 146.15 kg/ha dan pupuk NPK sebanyak 189.43 kg/ha.

Sementara variabel pupuk K berpengaruh nyata terhadap produksi ubikayu

pada taraf α = 0.05 dengan nilai koefisien atau elastisitas sebesar 0.0γ7. Ini

berarti, setiap penambahan input pupuk K sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi ubikayu sebesar 0.037 persen. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Addinirwan (2014) yang menyatakan bahwa pupuk K berpengaruh nyata terhadap produksi ubikayu. Kalium sebagai unsur hara bagi tanaman ubikayu merupakan nutrisi untuk pertumbuhan umbi. Penggunaan pupuk K di daerah penelitian berasal dari pupuk NPK dan KCL. Rata-rata penggunaan pupuk NPK sebanyak 189.43 kg/ha dan pupuk KCL sebanyak 63.52 kg/ha.

Penjumlahan koefisien diperoleh nilai sebesar 1.064. Ini berarti, skala produksi usahatani ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah berada pada skala Constans return to scale (CRS). Dengan kata lain, jika penggunaan masing- masing input produksi mengalami peningkatan sebesar 1 persen secara proporsional, maka produksi ubikayu akan meningkat sebesar 1.064 persen. Hasil temuan ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sam (2013) dan

Ogundari dan Ojo (2007) yang menyatakan bahwa usahatani ubikayu berada pada Decreasing return to scale (DRS) dengan nilai masing-masing sebesar 0.245 dan 0.84.

Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomi Petani Ubikayu

Tingkat efisiensi teknis pada penelitian ini dianalisis menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas stochastic frontier menggunakan metode estimasi Maximum Likelihood Estimate (MLE) dengan program frontier 4.1. Tingkat efisiensi alokatif dan ekonomi dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan fungsi biaya dual frontier. Data yang digunakan dalam perhitungan efisiensi ekonomi adalah data efisiensi teknis tiap petani, harga input yang dibeli tiap petani, dan rata-rata harga input yang dibeli oleh petani. Adapun hasil analisis efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Sebaran hasil efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi petani ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah

Kisaran Efisiensi Teknis Efisiensi Alokatif Efisiensi Ekonomi

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

≤ γ0 0 0 0 0 2 2.56 0.31-0.40 0 0 4 5.13 16 20.51 0.41-0.50 10 12.82 6 7.69 33 42.31 0.51-0.60 10 12.82 16 20.51 23 29.49 0.61-0.70 24 30.77 14 17.95 4 5.13 0.71-0.80 11 14.10 8 10.26 0 0 0.81-0.90 18 23.08 19 24.36 0 0 0.91-1.00 5 6.41 11 14.10 0 0 Jumlah 78 100 78 100 78 100 Maksimum 0.95 0.98 0.66 Minimum 0.41 0.35 0.27 Rata-rata 0.69 0.71 0.47

Berdasarkan nilai sebaran efisiensi teknis pada Tabel 18, terlihat bahwa efisiensi teknis (TE) berkisar antara 0.41 – 0.95 dengan rata-rata nilai efisiensi teknis sebesar 0.69. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah secara teknis belum efisien. Petani ubikayu di daerah penelitian dapat meningkatkan efisiensi teknis pada tingkat teknologi dan input yang ada sebesar 31 persen. Secara rata-rata 31 persen dari produksi ubikayu hilang karena inefisisensi.

Perbedaan tingkat efisiensi teknis yang dicapai petani di lokasi penelitian mengindikasikan tingkat penguasaan dan aplikasi teknologi yang berbeda-beda. Menurut Fadwiwati (2013) perbedaan tingkat penguasaan teknologi dapat disebabkan oleh atribut yang melekat pada diri petani seperti umur, pendidikan dan pengalaman juga dapat disebabkan oleh faktor eksternal seperti kelompok tani dan penyuluhan. Perbedaan dalam aplikasi teknologi yaitu dalam hal penggunaan input produksi disamping disebabkan oleh tingkat penguasaan teknologi, juga disebabkan oleh kemampuan petani untuk mendapatkan input produksi.

Efisiensi teknis rata-rata petani responden dalam penelitian ini lebih kecil daripada efisiensi teknis rata-rata yang ditemukan oleh Nkang dan Ele (2014), Raphael (2008), Sam (2013), Girei et al. (2013), Oladeebo et al. (2012), Adewuji et al. (2013) dan Ogundari dan Ojo (2007). Akan tetapi rata-rata nilai efisiensi yang diperoleh di lokasi penelitian masih lebih besar dibandingkan dengan penelitian Ogunniyi (2013) dan penelitian Addinirwan (2014).

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 18 terlihat bahwa usahatani ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah sudah mencapai efisiensi teknis rata-rata 69 persen, ini menunjukkan secara rata-rata petani sampel masih mempunyai peluang untuk memperoleh hasil potensial yang maksimum seperti yang diperoleh petani paling efisien secara teknis. Efisiensi teknis masih dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknologi sekarang. Jika petani mencapai efisiensi rata-rata dan ingin mencapai efisiensi maksimum maka peluang untuk meningkatkan produksi adalah sebesar 27.37 persen (1-69/95). Perhitungan yang sama jika petani yang tidak efisien ingin mencapai efisiensi maksimum, maka peluang peningkatan produksi sebesar 56.84 persen (1-41/95).

Efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomi diukur dengan menggunakan dual cost frontier yang secara analitis diturunkan dari fungsi stochastic frontier. Analisis efisiensi alokatif pada penelitian ini diperoleh dari hasil bagi antara efisiensi ekonomi (EE) dengan efisiensi teknis (ET). Efisiensi alokatif dan ekonomi diperoleh melalui analisis dari sisi input produksi dengan menggunakan harga input dan output yang berlaku ditingkat petani sebagai berikut : harga rata- rata ubikayu yaitu 1 013.08 (Rp/kg), harga rata-rata sewa lahan yaitu 1 400 000 (Rp/ha), harga rata-rata pupuk urea yaitu 1 942.97 (Rp/kg), harga rata-rata pupuk Ponska yaitu 2 907.91 (Rp/kg), harga rata-rata pupuk SP-36 yaitu 2 490 (Rp/kg), harga rata-rata pupuk KCL yaitu 6 262.52 (Rp/kg) harga rata-rata herbisida yaitu 56 254.98 (Rp/liter) dan harga rata-rata upah tenaga kerja yaitu 41 299.13 (Rp/HOK). Hasil analisis fungsi biaya dual frontier diperoleh persamaan biaya minimum sebagai berikut :

Ln C = 0.0963 + 0.94250 ln Y + 0.539 ln P1+ 0.222 ln P2 + 0.108 ln P3 + 0.011

ln P4 + 0.034 ln P5 + 0.015 ln P6 + 0.069 ln P7

Berdasarkan Tabel 18 nilai rata-rata efisiensi alokatif usahatani ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah sebesar 0.71 dengan nilai efisiensi terendah 0.35 dan nilai tertinggi 0.98. Hal ini berarti, jika rata-rata petani responden dapat mencapai tingkat efisiensi alokatif yang paling tinggi, maka mereka dapat menghemat biaya sebesar 27.55 persen (1 – 0.71/0.98), sedangkan pada petani yang paling tidak efisien, mereka akan dapat menghemat biaya sebesar 64.28 persen (1 – 0.35/0.98). Nilai efisiensi alokatif usahatani ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah masih rendah daripada penelitian Ogundari dan Ojo (2007) dan penelitian oleh Aboki et al. (2013). Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah masih belum efisien.

Nilai rata-rata efisiensi ekonomi pada usahatani ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah sebesar 0.47 dengan paling banyak berada pada kisaran 0.41 sampai 0.50 dan hanya terdapat empat petani yang berada pada kisaran 0.61-0.70. Hal ini menunjukkan apabila petani rata-rata dalam sampel dapat mencapai efisiensi ekonomi maksimum maka petani dapat merealisasikan dengan

menghemat biaya sebesar 28.78 persen (1-0.47/0.66). Tingkat efisiensi ekonomi yang masih rendah tersebut dikarenakan masih tingginya biaya produksi seperti biaya pemotongan (rafaksi), biaya panen dan pemasaran serta biaya tenaga kerja. Tingkat efisiensi ekonomi usahatani ubikayu pada penelitian ini memiliki nilai rata-rata efisiensi ekonomi yang lebih rendah dibandingkan penelitian Ogundari dan Ojo (2007) dan Aboki et al. (2013).

Berdasarkan nilai efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi yang masing-masing sebesar 0.69, 0.71 dan 0.47 menunjukkan usahatani ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah belum efisien. Hal ini dikarenakan nilai efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi kurang dari 0.80 (Fadwiwati, 2013; Situmorang, 2013; Bakhsh dan Ahmad, 2006). Namun nilai efisiensi teknis lebih kecil dibandingkan nilai efisiensi alokatif (TE < AE) yang menunjukkan bahwa petani ubikayu relatif telah memperhatikan harga untuk masing-masing input namun secara teknis belum efisien. Hal ini berdampak pada nilai efisiensi ekonomi yang rendah.

Apabila nilai efisiensi teknis, alokatif maupun ekonomi dibedakan

berdasarkan skala usaha, ternyata untuk skala usaha ≥ 0.5 ha dan 0.6-0.1 ha dari sisi efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi memiliki rata-rata nilai yang relatif sama. Namun untuk petani ubikayu skala luas lahan > 1 ha, memiliki nilai efisiensi teknis dan alokatif lebih tinggi tetapi efisiensi ekonomi relatif sama dibandingkan skala usaha lainnya. Hal ini menunjukkan karakteristik usahatani yang dijalankan oleh petani responden relatif sama baik dari sisi penggunaan inputnya sampai kegiatan pemasaran yang dilakukann. Kondisi ini dapat dilihat pada Lampiran 5.

Inefisiensi Teknis Petani Ubikayu

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani responden dianalisis dengan menggunakan model efek inefisiensi dari fungsi produksi stochastic frontier. Terdapat enam variabel yang diduga menjadi sumber inefisiensi teknis usahatani ubikayu yaitu umur petani (Z1), umur panen (Z2),

tingkat pendidikan (Z3), jumlah anggota keluarga (Z4), dummy keanggotaan dalam

kelompok tani (D1), dan dummy akses kredit (D2). Hasil pendugaan model efek

inefisiensi teknis dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Hasil pendugaan parameter model efek inefisiensi teknis fungsi produksi stochastic frontier petani ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah

Variabel Koefisien Standar-error t – ratio

Konstanta 2.429 0.522 4.651

Umur petani (Z1) -0.006* 0.004 1.626

Umur panen (Z2) -0.196*** 0.059 3.315

Tingkat pendidikan (Z3) 0.002 0.014 0.133

Jumlah anggota keluarga (Z4) -0.091*** 0.035 2.612

dummy kelompok tani (Z5) -0.108 0.096 1.119

dummy akses kredit (Z6) 0.181** 0.091 1.989 Keterangan : *** nyata pada taraf α = 0.01, ** nyata pada taraf α = 0.05 dan * nyata pada taraf α =

Berdasarkan Tabel 19 variabel umur petani berpengaruh secara negatif dan

nyata pada taraf α = 0.10 terhadap inefisiensi teknis dengan nilai koefisien -0.006. Artinya, semakin tua umur petani maka akan semakin efisien dalam melakukan usahatani ubikayu. Hal ini dikarenakan umur juga merupakan proxy untuk pengalaman berusahatani. Semakin tua petani maka pengalaman yang dimiliki dalam berusahatani ubikayu semakin lama karena petani ubikayu di lokasi penelitian sudah sejak kecil melakukan kegiatan usahatani ubikayu. Selain itu, petani ubikayu sebelum menjadi petani mandiri telah memiliki pengalaman usahatani ubikayu yang diperoleh dari kegiatan membantu usahatani orang tua mereka. Rata-rata umur petani ubikayu 48 tahun yang berada pada usia produktif sehingga cukup efisien dalam melakukan usahatani. Hasil ini sesuai dengan penelitian Adewuyi et al. (2013) dan Nkang dan Ele (2014) yang menyatakan bahwa umur berpengaruh pada peningkatan efisiensi teknis.

Variabel umur panen berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis dengan nilai koefisien -0.196 dan berpengaruh nyata pada taraf α = 0.01 persen. Hal ini berarti bahwa semakin tua umur tanaman ubikayu saat dipanen maka akan mengurangi inefisiensi teknis usahatani ubikayu dengan kata lain akan semakin efisien. Tanaman ubikayu yang lebih tua akan menghasilkan produksi dan memiliki tingkat kadar aci yang tinggi sehingga dapat mengurangi besarnya pemotongan (rafaksi) pada saat melakukan penjulan di pabrik. Umur panen ubikayu juga akan berpengaruh terhadap bibit yang digunakan. Semakin tua batang ubikayu yang dijadikan sebagai bibit maka akan semakin baik. Hal ini dikarenakan bibit yang memiliki umur yang lebih tua lebih tahan terhadap kematian, busuk buah, dan serangan hama panyakit. Rata-rata petani ubikayu di lokasi penelitian melakukan pemanenan pada umur 7-12 bulan padahal untuk ubikayu varietas cassesart umur panen yang dianjurkan 10-12 bulan (Kementerian Pertanian, 2012). Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Addinirwan (2014) yang menyatakan bahwa umur panen berpengaruh secara positif terhadap inefisiensi teknis pada usahatani ubikayu di Kabupaten Bogor.

Hasil penelitian menunjukkan variabel pendidikan bertanda positif namun tidak berpengaruh nyata. Tanda positif ini menunjukkan bahwa peningkatan pendidikan petani dapat menurunkan efisiensi teknis atau meningkatkan inefisiensi teknis, namun karena tidak berpengaruh nyata maka pendidikan formal tidak berpengaruh dalam meningkatkan efisensi teknis. Penemuan ini konsisten dengan hasil penelitian Ogunniyi (2013), Sam (2013), Ogundari (2012), dan Bifarin (2010). Dalam penelitian ini pendidikan tidak berpengaruh nyata artinya ketidakefisienan usahatani ubikayu bukan karena pengaruh tinggi rendahnya pendidikan tetapi lebih pada pengalaman petani dalam mengelola usahataninya.

Variabel jumlah anggota keluarga memiliki nilai koefisien sebesar -0.091

dan berpengaruh nyata pada taraf α = 0.10 terhadap inefisiensi teknis. Ini berarti,

semakin banyak jumlah anggota keluarga petani ubikayu akan menurunkan tingkat inefisiensi teknis ubikayu. Hal ini dikarenakan ukuran rumah tangga dapat dijadikan sebagai proxy bagi tenaga kerja dalam keluarga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga dalam rumahtangga seorang petani maka akan semakin banyak tenaga kerja yang dapat dilibatkan dalam kegiatan usahatani sehingga dapat mengurangi tenaga kerja luar keluarga. Hasil temuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nkang dan Ele (2014), Adewuyi et al. (2013), Sam

(2013), Girei et al. (2013), dan Oladeebo et al. (2012) yang menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga menurunkan tingkat inefisiensi teknis.

Variabel keanggotaan dalam kelompok tani berpengaruh negatif namun tidak nyata terhadap inefisiensi teknis. Ini menunjukkan bahwa keanggotaan petani dalam kelompok tani tidak berpengaruh terhadap peningkatan efisiensi teknis. Padahal fungsi kelompok tani bagi petani adalah dapat : (1) meningkatkan pengetahuan melalui pendidikan non formal, (2) meningkatkan kemampuan manajerialnya, (3) meningkatkan aksesibilitas terhadap teknologi dan inovasi baru, dan (4) meningkatkan aksesibilitas terhadap bantuan kredit dan bantuan lainnya, karena umumnya disalurkan melalui kelompok tani. Jumlah petani responden yang menjadi anggota kelompok adalah 39.74 persen, sedangkan sisanya bukan anggota kelompok tani. Alasan petani tidak menjadi anggota kelompok adalah karena menganggap tidak ada manfaatnya tergabung dalam kelompok tani.

Berdasarkan Tabel 19 dummy akses kredit berpengaruh positif terhadap

inefisiensi teknis pada taraf α = 0.05 dengan nilai koefisien sebesar 0.181. Ini

berarti, akses kredit dapat meningkatkan inefisiensi teknis. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis sebelumnya, dimana kredit memainkan peranan penting agar usahatani lebih produktif dan efisien. Data responden dalam penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden membiayai kegiatan usahataninya dengan menggunakan modal sendiri yaitu sebesar 75.64 persen dan hanya sebesar 24.36 persen petani yang pembiayan usahataninya dilakukan dengan mengakses kredit. Sumber pembiayaan usahatani petani responden sebagian besar berasal dari lembaga informal (tengkulak dan mitra pabrik) dibandingakan dari lembaga formal (bank). Hal ini terlihat dari 24.36 persen (19 orang) hanya 7.6 persen (6 orang) yang mengakses ke lembaga pembiayaan formal.

Berdasarkan hasil penelitian ternyata kredit berpengaruh positif terhadap efisiensi artinya petani yang mengakses kredit mempunyai efisiensi teknis yang lebih kecil dibandingkan dengan petani yang tidak mengakses kredit. Hal ini dikarenakan kredit yang diterima oleh petani tidak seluruhnya digunakan untuk kegiatan usahatani yaitu untuk membeli input-input produksi tetapi juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga dengan adanya kredit tidak begitu berdampak pada peningkatan produksi dan efisiensi teknis. Faktor lainnya yang menjadi penyebab tanda parameter akses kredit tidak sesuai adalah adanya kelemahan dalam menggunakan variabel yang hanya menggunakan dummy ya dan tidak menunjukkan adanya besaran jumlah kredit yang digunakan serta data kredit yang diperoleh merupakan gabungan kredit untuk pertanian maupun konsumsi dan tidak khusus pada kredit pertanian.

Hasil ini sesuai dengan penelitian Nahraeni (2012) dan Bifarin (2010) yang menemukan bahwa akses kredit meningkatkan inefisiensi teknis. Akan tetapi penelitian lain Raphael (2008) dan Nursan (2015) menemukan bahwa akses kredit mengurangi inefisisensi teknis. Oleh karena itu, ketepatan dalam pemanfaatkan kredit yang diterima petani dengan baik menjadi penting agar kredit dapat berdampak pada peningkatan produksi ubikayu dan efisiensi teknis.

Analisis Inefisiensi Alokatif dan Ekonomi

Inefisiensi alokatif dan ekonomi dianalisis dengan menggunakan model tobit. Terdapat lima variabel yang diduga berpengaruh terhadap inefisiensi alokatif dan ekonomi yaitu umur petani (Z1), jarak ke pabrik (Z2), jumlah anggota

keluarga (Z3), dummy keanggotaan dalam kelompok tani (Z4), dan dummy akses

kredit (Z5). Hasil pendugaan model tobit dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 20. Hasil pendugaan parameter Inefisiensi alokatif dan ekonomi pada usahatani ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah

Variabel Efisiensi alokatif Efisiensi ekonomi

Koefisien Prob Koefisien Prob

Konstanta 0.043 0.745 0.578 0.000

Umur petani (Z1) 0.001 0.471 -0.001 0.239

Jarak ke pabrik (Z2) 0.002* 0.072 0.000 0.335

Jumlah anggota keluarga (Z3) 0.024 0.170 -0.016** 0.046

Dummy kelompok tani (Z4) 0.024 0.540 0.003 0.861

Dummy akses kredit (Z5) -0.003 0.946 0.062*** 0.002 Keterangan : *** nyata pada taraf α = 0.01, ** nyata pada taraf α = 0.05, * nyata

pada taraf α = 0.10

Variabel jarak lahan ke pabrik berpengaruh positif terhadap inefisiensi

alokatif pada taraf α = 0.01 dengan nilai koefisien sebesar 0.00β. Ini berarti,

bahwa semakin jauh jarak lahan petani responden ke pabrik maka akan semakin tidak efisien secara alokatif atau dalam hal ini menurunkan efisiensi alokatif.

Dokumen terkait