• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN USAHATANI UBIKAYU

3 METODE PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN USAHATANI UBIKAYU

Gambaran Umum Wilayah Penelitian Keadaan Geografis

Berdasarkan Lampung Tengah Dalam Angka (2013) kondisi fisikKabupaten Lampung Tengah meliputi geografi, topografi, geologi, klimatologi, dan administrasi pemerintahan.

a. Geografi

Kabupaten Lampung Tengah meliputi daratan seluas 4 789 Km2 dan terletak pada bagian tengah Provinsi Lampung berbatasan dengan :

(1) Kabupaten Tulang Bawang dan Lampung Utara di Sebelah Utara (2) Kabupaten Lampung Selatan di Sebelah Selatan

(3) Kabupaten Lampung Timur dan Kota Metro di Sebelah Timur (4) Kabupaten Tanggamus dan Lampung Barat di Sebelah Barat.

Ibukota Lampung Tengah adalah Gunung Sugih. Secara geografis Kabupaten Lampung Tengah terletak pada 104o 35’ Bujur Timur – 105o 50’ Bujur Barat dan 4o 15’-4oγ0’ δintang Selatan.

b. Topografi

Daerah Lampung Tengah dibagi menjadi lima unit topografi, yakni daerah topografi berbukit sampai bergunung, daerah topografi berombak sampai bergelombang, dataran aluvial, daerah pasang surut, dan daerah river basin. Topografi berbukit dan bergunung terdapat pada Kecamatan Padang Ratu dengan ketinggian rata-rata 1 600 m dpl. Daerah topografi berombak sampai bergelombang mempunyai ciri-ciri khusus, yaitu terdapat bukit-bukit rendah yang dikelilingi dataran-dataran sempit, dengan kemiringan antara 8 persen sampai 15 persen, dan ketinggian antara 300 m sampai 500 m dari permukaan laut. Jenis tanaman yang dapat tumbuh di daerah ini adalah tanaman perkebunan, kopi, cengkeh, lada, serta tanaman pangan seperti padi, jagung, kacang – kacangan, dan sayur – sayuran.

Daerah dataran aluvial sangat luas, meliputi Lampung Tengah sampai mendekati pantai Timur, juga merupakan bagian hilir dari sungai-sungai besar, seperti Sungai Way Seputih dan Way Pengubuan. Ketinggian daerah ini berkisar antara 25 meter sampai 75 meter dari permukaan laut, dengan kemiringan 0 sampai dengan 3 %. Daerah rawa pasang surut terletak di sepanjang Pantai Timur Kabupaten Lampung Tengah, air menggenang menurut pasang surut air laut dan daerah ini mempunyai ketinggian antara 0.5 sampai 1 m di atas permukaan laut. c. Geologi

Daerah Lampung Tengah memiliki aliran lahar asam batuan gunung berapi, yaitu Luffa Lampung yang hampir meliputi seluruh daerah Lampung Tengah dengan tanah latosol dan podsolik. Pada ketinggian 50 – 500 m terdapat bahan Luffa Lampung yang makin ke barat makin tinggi letaknya, terdiri dari endapan

Gunung Api (Plistosen). Pada bagian utara wilayah Lampung Tengah terdapat formasi Palembang.

Daerah Kecamatan Kalirejo dan Bangun Rejo memiliki batuan tasobosan, granit kapen dan batuan metamorf sakis (Pratersier). Daerah tersebut juga mempunyai potensi sumber bahan galian batu gamping. Data tentang endapan mineral di daerah Lampung Tengah, menunjukkan bahwa terdapat bahan-bahan tambang (endapan mineral) di Kecamatan Padang Ratu berupa batu bara muda pada lapisan sedimen dan formasi endosit tua.

d. Klimatologi

Pada umumnya klimatologi Lampung Tengah adalah sama dengan klimatologi daerah Provinsi Lampung, yaitu :

(1) Arus angin

Lampung Tengah terletak di bawah garis khatulistiwa 5o Lintang Selatan beriklim tropis – humid. Pada bulan November – Maret, angin bertiup dari arah Barat dan Barat Laut. Pada Bulan Juli – Agustus, angin bertiup dari arah Timur dan Tenggara. Kecepatan angin rata-rata 5.83 Km/jam.

(2) Temperatur dan kelembaban udara

Pada daerah dataran dengan ketinggian 30 – 60 meter, temperatur udara rata- rata berkisar antara 26o C – 28o C. Temperatur maksimum yang sangat jarang dialami adalah 33o C dengan temperatur minimum 22o C. Rata-rata kelembaban udara adalah sekitar 80 persen, sampai dengan 88 persen, yang ternyata akan lebih tinggi pada tempat yang lebih tinggi.

Sarana dan Prasarana Desa

Ibukota Kabupaten Lampung Tengah dihubungkan dengan jalan aspal sepanjang 56 Km dari ibukota Kotamadya Bandar Lampung. Sarana komunikasi di daerah ini cukup memadai. Surat kabar dan jasa pelayanan pos dapat diperoleh setiap hari. Sarana hiburan, seperti televisi, radio, dan parabola, dimiliki oleh kurang dari 18 persen dari total penduduk. Prasarana kesehatan yang terdapat di Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari 6 Rumah Sakit, 36 Puskesmas, 114 Puskesmas Pembantu, 151 Pondok Bersalin Desa, 12 Rumah Bersalin, 28 Poliklinik/Balai Pengobatan, 30 apotik. Tenaga medis yang tersedia adalah 6 orang dokter spesialis, 41 orang dokter umum, dan 17 orang dokter gigi, 7 orang Magister Kesehatan, 3 orang Apoteker, 25 orang Sarjana Kesehatan Masyarakat, 516 orang Paramedis Kesehatan, dan 640 orang Bidan.

Pendidikan merupakan salah satu penunjang pembangunan daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dimasa mendatang. Kabupaten Lampung Tengah memiliki 788 unit sekolah dan 151.404 pelajar yang terbagi dalam beberapa tingkatan. Tenaga pengajar atau guru yang tersedia di Kabupaten Lampung Tengah adalah sebesar 8.112 orang guru yang tersebar di berbagai tingkat sekolah.

Beberapa fasilitas lain yang dapat mendukung terciptanya masyarakat yang damai dan berakhlak mulia sehingga tercipta perekonomian daerah yang kondusif adalah tempat peribadatan. Pemerintah daerah Kabupaten Lampung Tengah menyediakan 1.286 unit masjid, 1.716 unit mushalla, 118 unit gereja, 82 unit pura, dan 19 unit vihara. Keberadaan tempat peribadatan tersebut diharapkan dapat mendidik dan mengarahkan umat beragama hidup berdampingan dengan damai.

Tata Guna Lahan Lampung Tengah

Pada tahun 2012, penggunaan lahan sawah terbagi menjadi 6 fungsi menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Lampung Tengah. Penggunaan lahan sawah terdiri dari lahan sawah pengaturan teknis, pengairan ½ tehnis, pengairan sederhana PU, pengairan sederhana non PU, tadah hujan, pasang surut, dan lebak polder. Sedangkan penggunaan lahan kering di Lampung Tengah dibagi menjadi 12 fungsi menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Lampung Tengah. Penggunaan lahan kering tersebut berfungsi sebagai ladang, padang rumput, rawa yang tidak ditanami, tambak, empang, lahan yang tidak diusahakan, hutan rakyat, hutan negara, perkebunan, pekarangan, kebun, dan peternakan. Lahan kering yang digunakan di Kabupaten Lampung Tengah sebagian besar digunakan untuk tanaman perkebunan (146.992 hektar).

Tabel 3. Peyebaran luas lahan menurut penggunaannya di Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2012

Uraian Luas (ha)

1. Sawah diusahakan

a. Pengaturan teknis 46 850

b. Pengairan 1/2 tehnis 3 598

c. Pengairan sederhana PU 2 910

d. Pengairan sederhana non PU 3 018

e. Tadah hujan 10 853

f. Pasang surut -

g. Lebak Polder 8 146

2. Sawah sementara tidak diusahakan 256

Jumlah Sawah 75 631

3. Lahan Kering

a. Ladang/huma 65 615

b. Rawa yang tidak ditanami 2 330

c. Tegal/kebun 64 108

d. Sementara tidak diusahakan 623

e. Perkebunan 146 992

f. Pekarangan 19 259

4. Hutan

a. Hutan rakyat 17 058

b. Hutan negara 30 772

5. Lainnya (Tambak, Kolam/empang) 12 610

Jumlah 359 367

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Lampung Tengah, 2013

Penggunaan lahan sawah di Kabupaten Lampung Tengah hanya 0.33 persen yang belum diusahakan masih lebih besar dibandingkan lahan kering yang belum diusahakan. Sedangkan penggunaan lahan kering yang tersedia di Kabupaten Lampung Tengah sudah maksimal, di mana hanya sekitar 0.17 persen lahan yang belum dioptimalkan. Petani harus melakukan intensifikasi dalam berusahatani dengan penggunaan teknologi, misalnya input berupa pupuk.

Kependudukan Lampung Tengah

Pertumbuhan penduduk pada periode 1971-1980 sekitar 5.97 persen per tahun turun menjadi 1.18 persen per tahun pada periode 1980-1990. Pertumbuhan penduduk tersebut kembali mengalami penurunan pada periode 1990-2000 dan 2000-2010 masing-masing sekitar 0.85 persen per tahun dan 1,05 persen per tahun. Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2000, 2010 dan 2012 berturut-turut adalah 1 058 795 jiwa, 1 170 717 jiwa, dan 1 192 958 jiwa. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin laki-laki sebanyak 609 888 jiwa dan perempuan sebanyak 583 070 jiwa pada tahun 2012 dengan sex ratio sebesar 104.60 persen.

Tabel 4. Jumlah penduduk menurut lapangan pekerjaan utama dan jenis kelamin di Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2012

Jenis Lapangan Pekerjaan Laki-laki Perempuan Jumlah (jiwa)

Pertanian 199 329 104 999 304 328

Industri 86 787 29 404 116 191

Jasa-jasa 91 132 76 645 167 777

Jumlah 377 248 211 048 588 296

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Lampung Tengah, 2013

Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Tengah mayoritas bekerja di sektor pertanian baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor utama bagi penduduk di Kabupaten Lampung Tengah karena selain merupakan sentra produksi ubikayu terbesar Kabupaten Lampung Tengah juga sebegai sentra produksi utama untuk tanaman padi.

Hasil Produksi Pertanian

Secara umum usahatani yang dilakukan di wilayah Kabupaten Lampung Tengah meliputi tanaman pangan dan perkebunan baik yang dibudidayakan di lahan basah maupun lahan kering. Usahatani tanaman pangan yang diusahakan di Kabupaten Lampung Tengah terutama padi sawah, padi ladang, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubikayu, dan ubi jalar.

Tabel 5. Luas panen, produksi dan produktivitas tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2012

Komoditas Luas panen Produksi Produktivitas

Padi sawah 125 369 665 0.01 Padi ladang 16 952 56 532 3.33 Jagung 74 134 378 906 5.11 Kedelai 1 504 1 691 1.12 Kacang tanah 1 901 2 401 1.26 Kacang hijau 701 624 0.89 Ubikayu 130 663 3 228 835 24.71 Ubijalar 1 024 10 286 10.04 Jumlah 352 248 3 679 940 10.45

Luas panen terbesar pada tanaman pangan adalah komoditas padi yaitu seluas 141 321 ha disusul oleh komoditas ubikayu seluas 130 663 ha. Produksi tertinggi komoditas tanaman pangan adalah komoditas ubikayu yaitu sebesar 3 228 835 ton pada tahun 2012. Tanaman ubikayu dibudidayakan di semua kecamatan (28 kecamatan) di Kabupaten Lampung Tengah. Produksi terbesar ada di Kecamatan Kecamatan Bandar Mataram, Terusan Nunyai, dan Bandar Surabaya seperti terlihat pada Tabel 6. Hampir semua petani yang membudidayakan tanaman ubikayu ini adalah transmigran dari Jawa dan Bali. Tabel 6. Luas panen, produksi dan produktivitas ubikayu menurut kecamatan di

Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013

No Kecamatan Luas Panen

(ha) Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha) 1 Padang Ratu 4 022 99 145 24.65 2 Selangai Lingga 336 8 549 25.44 3 Pubian 549 13 688 24.93 4 Anak Tuha 1 120 28 753 25.67

5 Anak Ratu Aji 1 928 48 313 25.06

6 Kalirejo 130 3 322 25.55

7 Sendang Agung 120 3 088 25.73

8 Bangunrejo 391 9 875 25.26

9 Gunung Sugih 2 435 62 310 25.59

10 Bekri 3 137 78 729 25.10

11 Bumi Ratu Nuban 413 11 044 26.74

12 Trimurjo 63 1 581 25.10 13 Punggur 419 10 811 25.80 14 Kota Gajah - - - 15 Seputih Raman 826 19 344 23.42 16 terbanggi Besar 10 345 271 097 26.21 17 Seputih Agung 8 686 232 745 26.80 18 Way Pengubuan 10 433 268 721 25.76 19 Terusan Nunyai 12 304 334 495 27.19 20 Seputih Mataram 2 717 68 575 25.24 21 Bandar Mataram 21 003 556 359 26.49 22 Seputih Banyak 5 194 133 763 25.75 23 Way Seputih 3 169 83 140 26.24 24 Rumbia 8 525 223 234 26.19 25 Bumi Nabung 4 935 125 125 25.35 26 Putra Rumbia 5 225 141 247 27.03 27 Seputih Surabaya 7 458 199 920 26.81 28 Bandar Surabaya 7 633 207 546 27.19 Jumlah 123 516 3 244 519 26.27

Deskripsi Petani Responden

Umur petani

Petani responden pada penelitian ini memiliki umur yang beragam. Umur petani merupakan salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan petani dalam melakukan kegiatan usahatani. Petani yang berumur lebih tua biasanya cendrung sangat konsertif atau kurang responsif terhadap perubahan inovasi teknologi (Soekartawi, 1999). Berdasarkan hasil analisis karakteristik petani, umur petani ubikayu sebagian besar masih berada pada golongan usia produktif. Umur petani responden tertinggi berada pada kisaran 41 -50 tahun sebesar 35.90 persen. Petani responden memiliki umur minimum 28 tahun dan maksimum 87 tahun dengan rata-rata umur petani adalah 48 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani dapat mengelola usahatani ubikayu dengan baik karena berada pada usia produktif. Petani dengan usia yang lebih muda diharapkan memiliki tenaga yang lebih kuat dibandingkan dengan petani yang berusia lebih tua.

Tabel 7. Sebaran petani responden berdasarkan umur di Kabupaten Lampung Tengah

Kisaran Jumlah (orang) Persentase (%)

a. <30 5 6.41 b. 31-40 18 23.08 c. 41-50 28 35.90 d. 51-60 18 23.08 e. 61-70 6 7.69 f. >70 3 3.85

Rata-rata umur petani 47.71

Minimum 28

Maximum 87

Standar Deviasi 11.10

Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikkan sangat penting baik formal maupun informal untuk dapat merubah sikap, perilaku, dan pola pikir. Tingkat pendidikan dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan formal petani. Tingkat pendidikan formal yang diikuti petani akan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan wawasan serta kemampuan menghasilkan pendapatan yang lebih besar dalam rumah tangga (Soekartawi, 1999).

Tingkat pendidikan petani responden masih tergolong rendah. Persentase terbanyak tingkat pendidikan petani responden berada pada tingkatan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 55.13 persen. Petani responden yang mampu menyelesaikan pendidikan setingkat SMP dan SMA hanya sebesar 17.95 persen serta 7.69 persen petani yang belum bersekolah. Meskipun sebagian besar petani berada pada tingkatan sekolah dasar (SD) akan tetapi ada juga petani yang sampai pada jenjang perguruan tinggi yaitu sebesar 1.28 persen. Tingkat pendidikan yang rendah cendrung mengakibatkan kurangnya pengetahuan dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia (Kartasapoetra, 1994). Tingkat pendidikan sangat

berkaitan dengan penggunaan teknologi dan adopsi inovasi pertanian. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani semakin mudah untuk memahami dan menerima inovasi-inovasi baru. Selain itu pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan tingkat inefisiensi usahatani.

Tabel 8. Sebaran petani responden berdasarkan pendidikan di Kabupaten Lampung tengah

Pendidikan (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

a. Tidak Sekolah 6 7.69

b. SD (1-6) 43 55.13

c. SMP (7-9) 14 17.95

d. SMA (10-12) 14 17.95

e. Perguruan Tinggi (>12) 1 1.28

Rata-rata pendidikan petani 7.03

Minimum 0

Maximum 16

Standar Deviasi 3.49

Pengalaman petani

Pengalaman petani dalam mengusahakan usahataninya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu usahatani. Ada kecendrungan bahwa semakin lama mengelola suatu usahatani, maka seorang petani akan semakin banyak tahu tentang baik buruknya usahatani yang dilakukan dan semakin terampil dalam melakukan usahatani serta memilih teknologi yang digunakan.

Tabel 9. Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman di Kabupaten Lampung Tengah

Pengalaman (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

a. 5 - 10 12 15.38

b. 11-15 14 17.95

c. 16-20 18 23.08

d. 21-30 24 30.77

e. > 30 10 12.82

Rata-rata pengalaman petani 21.81

Minimum 5

Maximum 55

Standar Deviasi 10.01

Rata-rata pengalaman petani dalam berusahatani ubikayu adalah 22 tahun dengan kisaran terbesar 21 -30 tahun yakni sebesar 30.77 persen. Hal ini dikarenakan sebagian besar petani di lokasi penelitian telah melakukan usahatani ubikayu sejak kecil dan ubikayu merupakan komoditas yang paling banyak diusahakan oleh petani. Petani dengan pengalaman lebih lama diharapkan dapat melakukan usahatani ubikayu yang dapat menghasilkan produktivitas lebih optimal.

Jumlah tanggungan keluarga

Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan dalam berusahatani. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka akan semakin besar pula biaya hidup yang harus dipenuhi petani. Akan tetapi disisi lain apabila jumlah tanggungan keluarga semakin banyak maka tenaga kerja dalam keluarga dapat membantu dalam kegiatan usahatani. Jumlah anggota keluarga petani responden yang masih menjadi tanggungan kepala keluarga di daerah penelitian berada pada kisaran 3 – 5 orang yaitu sebesar 57.69 persen dengan rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak 3 orang.

Tabel 10. Sebaran petani responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga di Kabupaten Lampung Tengah

Anggota Keluarga (orang) Jumlah (orang) Persentase (%)

0-2 (orang) 33 42.31

3-5 (0rang) 45 57.69

Rata-rata anggota keluarga 3

Minimum 0

Maximum 5

Standar Deviasi 1.14

Kepemilikan lahan

Lahan merupakan sumberdaya alam yang paling penting dalam usaha budidaya pertanian. Status kepemilikan lahan petati di lokasi penelitian terbagi menjadi dua yaitu lahan milik sendiri dan sewa. Sebagian besar kepemilikan lahan petani ubikayu di daerah penelitaan adalah milik sendiri sebesar 93.59 persen dan lahan sewa sebesar 6.41 persen. Rata-rata harga sewa di daerah penelitian berkisar antara Rp 2 000 000 – Rp 4 000 000 per hektar. Besarnya harga sewa lahan tergantung pada lokasi yaitu jarak lahan ke pabrik tapioka dan tingkat kesuburan tanah.

Tabel 11. Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan garapan dan status kepemilikan lahan di Kabupaten Lampung Tengah

Kisaran luas lahan (ha) Status Persentase (%)

Milik Sewa

≥ 0.50 27 5 41.02

0.51 - 1.00 22 0 28.21

> 1 24 0 30.77

Rata-Rata luas lahan 1.19 0.4 100

Berdasarkan luas penguasaan lahan, di daerah penelitian luas lahan milik yang digarap petani bervariasi yaitu antara 0.25 – 4 hektar sedangkan luas lahan sewa yang digarap oleh petani berkisar antara 0.2 – 0.5 hektar. Rata-rata luas lahan yang diusahakan oleh petani responden sebesar 1.14 hektar dengan rata-rata luas lahan milik sebesar 1.19 hektar dan rata-rata luas lahan sewa sebesar 0.4 hektar. Sebagian besar petani ubikayu di daerah penelitian mengusahakan lahannya kurang dari sama dengan 0.50 hektar. Sebanyak 30.77 persen petani ubikayu mengusahakan lahannya pada kisaran lebih dari 1 hektar dan persentase

terkecil yaitu sebanyak 28.21 persen berada pada kisaran luas lahan 0.51 sampai 1 hektar. Petani yang melakukan kegiatan usahataninya dengan lahan sewa adalah petani skala kecil. Hal ini dikarenakan terbatasnya modal yang dimiliki petani dan sedikitnya petani yang bersedia menyewakan lahannya. Sempitnya lahan yang diusahakan oleh petani karena hampir sebagian lahan yang dimiliki petani responden telah dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, keperluan pernikahan anak, dan biaya sekolah.

Keanggotaan dalam kelompok tani

Kelompok tani merupakan wadah bagi petani untuk saling bertukar informasi. Petani responden di lokasi penelitian sebagian besar tidak tergabung dalam kelompok tani yaitu sebesar 60.26 persen dan hanya 39.74 persen yang tergabung dalam kelompok tani. Padahal fungsi adanya kelompok tani adalah sebagai wadah bagi petani dalam hal bertukar informasi sesama petani mengenai kegiatan usahatani ubukayu dan berfungsi sebagai wadah dalam mendapatkan subsidi pupuk seperti pupuk urea, SP-36, dan ponska. Penyaluran pupuk kimia bersubsidi yang diperoleh dari pemerintah akan disalurkan kepada petani melalui gapoktan dan kelompok tani sehingga petani yang tergabung dalam kelompok tani akan lebih diutamakan dalam ketersediaan pupuk kimia. Menurut petani responden, hal yang menjadi penyebab kurang minatnya petani untuk bergabung sebagai anggota adalah kurangnya manfaat yang diperoleh karena sudah dua tahun terakhir pupuk subsidi dari pemerintah sulit didapatkan walaupun telah tergabung dalam kelompok tani. Selain itu pertemuan kelompok masih jarang dilakukan sehingga hubungan antara anggota kelompok masih kurang.

Kegiatan penyuluhan diperlukan untuk membimbing dan membina petani dalam menjalankan usahataninya. Akan tetapi kegiatan penyuluhan di lokasi penelitian sangat jarang dilakukan dimana dalam satu tahun terakhir belum pernah ada kegiatan penyuluhan mengenai ubikayu yang dilakukan oleh petugas penyuluh. Hal ini dikarenakan sebagian besar petani masih kurang berminat dalam mengikuti penyuluhan dan petani responden merasa bahwa dalam melakukan kegiatan usahatani yang diperlukan hanya pengalaman. Kegiatan usahatani yang dilakukan juga masih menerapkan usahatani yang tradisional berdasarkan pengalamannya.

Tabel 12. Keanggotaan petani responden dalam kelompok tani di Kabupaten Lampung Tengah

Keanggotaan Kelompok Tani Jumlah (orang) Persentase (%)

Ikut dalam kelompok tani 31 39.74

Tidak ikut dalam kelompok tani 47 60.26

Akses kredit

Sebagian besar petani di lokasi penelitian membiayai kegiatan usahataninya dengan menggunakan modal sendiri yaitu sebesar 75.64 persen dan hanya 24.36 persen petani yang pembiayaan usahataninya dilakukan dengan mengakses kredit. Hal yang menjadi penyebab kurang minatnya petani dalam mengakses kredit adalah bertambahnya beban yang harus dibayar oleh petani, sehingga jika terjadi gagal panen petani responden tidak harus memikirkan pengembaliannya. Petani

ubikayu di lokasi penelitian mengakses kredit melalui lembaga formal maupun informal. Lembaga formal yang menjadi sumber pembiayaan petani dalam melakukan kegiatan usahataninya adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) sedangkan sumber pembiayaan informal petani adalah tengkulak dan mitra dengan pabrik.

Sumber pembiayaan usahatani petani responden sebagian besar berasal dari lembaga informal (tengkulak dan mitra pabrik) dibandingakan dari lembaga formal (bank). Hal ini terlihat dari 24.36 persen (19 orang) hanya 7.6 persen (6 orang) yang mengakses ke lembaga pembiayaan formal. Petani yang mengakses kredit dari bank pada umumnya adalah petani yang membutuhkan modal yang besar dalam membiayai kegiatan usahataninya dan merupakan petani skala besar. Syarat yang harus dipenuhi oleh petani dalam mengakses ke lembaga pembiayaan formal adalah perlu adanya agunan (collateral). Jenis agunan yang biasanya digunakan oleh petani adalah sertifikat tanah. Selain persyaratan yang mengharuskan adanya agunan, prosedur yang rumit serta mahalnya biaya transaksi membuat tidak semua petani dapat melakukan peminjaman. Waktu pengembalian pinjaman adalah setelah panen yaitu berkisar antara 8 – 9 bulan. Tingkat suku bunga yang diberikan oleh pihak bank adalah sebesar 17-19 persen.

Sumber peminjaman lainnya berasal dari pedagang pengumpul atau tengkulak dan mitra pabrik. Dari 24.36 persen (19 orang) sebesar 16.67 persen (13 orang) petani yang melakukan peminjaman melalui pedagang pengumpul dan mitra pabrik. Peminjaman melalui mitra pabrik juga mensyaratkan adanya agunan seperti akta tanah atau sertifikat, merupakan petani skala besar, mempunyai hubungan dengan pihak pabrik, serta selalu menjual hasil panennya ke pabrik tersebut. Sebelum melakukan peminjaman petani harus membuat proposal pengajuan yang berisi tentang rincian biaya yang akan dikeluarkan selama satu musim tanam. Jumlah pinjaman yang diberikan oleh pihak pabrik tergantung pada kebutuhan yang diajukan oleh petani. Pinjaman yang diberikan akan dibayar setelah panen, biasanya berkisar antara 10-12 bulan. Lamanya jangka waktu pemanenan ini bertujuan agar tingkat kadar pati pada umbi semakin tinggi dan kadar air akan semakin rendah. Jangka waktu pemanenan yanag ditetapkan oleh pihak pabrik sesuai dengan jangka waktu pemanenan yang dianjurkan. Konsekuensi dari peminjaman ini adalah petani harus menjual hasil panennya kepada pihak pabrik tersebut, dimana hasil panen akan langsung dipotong dengan besarnya jumlah pinjaman.

Sumber pembiayaan informal lainnya adalah pedagang pengumpul atau tengkulak. Diantara ketiga sumber pinjaman, pinjaman yang berasal dari tengkulak yang banyak digunakan oleh petani. Hal ini karena pinjaman melalui tengkulak tidak membutuhkan persyaratan apapun dan lebih cepat dalam proses pencairan dana. Petani yang melakukan pinjaman melalui tengkulak adalah petani skala kecil dan pinjaman tersebut dapat berupa uang tunai dan sarana produksi pertanian yang dibutuhkan oleh petani yaitu seperti bibit, pupuk, dan herbisida. Konsekuensi dari peminjaman ini adalah bahwa petani harus menjual hasil panennya kepada tengkulak maupun pabrik tersebut pada saat panen. Adanya keterikatan tersebut yang juga menjadi penyebab sebagian besar petani lebih memilih membiayai kegiatan usahataninya dengan modal sendiri.

Tabel 13. Rata-rata jumlah kredit petani ubikayu berdasarkan skala usaha di Kabupaten Lampung Tengah

Luas lahan ≤ 0.5 ha 0.51-1 ha > 1 ha (n =78) (n =78) (n =78) Nilai (000) BRI 12 000 (1.28%) 13 333 (3.85 %) 12 500 (2.56 %) Mitra pabrik - - 23 290 (3.85 %) Tengkulak 2 125 (5.13 %) 5 000 (2.56 %) 3 125 (5.13 %) Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani ubikayu yang melakukan pijaman kredit berada pada skala luas lahan > 1 hektar yang bersumber dari BRI, mitra pabrik dan tengkulak. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar akses kredit dilakukan oleh petani skala besar (> 1 hektar) yaitu dengan kisaran luas lahan yang dimiliki 1.5 – 4 hektar karena pinjaman yang dilakukan oleh petani pada skala ini membutuhkan adanya jaminan dalam mengakses kredit. Pinjaman yang berasal dari mitra pabrik memiliki nilai pinjaman tertinggi dibandingkan pinjaman melalui BRI dan tengkulak. Petani

ubikayu yang berada pada skala luas lahan ≤ 0.5 hektar sebagian besar melakukan

pinjaman melalui tengkulak. Petani skala kecil lebih memilih melakukan pinjaman yang bersumber dari tengkulak karena tidak membutuhkan adanya jaminan dan proses pencairan dana yang relatif lebih cepat. Sedangkan untuk petani yang berada pada skala luas lahan 0.51 – 1 hektar sebagian besar

Dokumen terkait