• Tidak ada hasil yang ditemukan

Percobaan 1. Studi Regenerasi Tanaman Hijau pada Kultur Antera Padi

Pembentukan Kalus

Teknik kultur antera padi menghasilkan tanaman melalui proses embriogenesis tidak langsung, yaitu terbentuknya tanaman (plantlet) melalui tahap kalus terlebih dahulu. Inisiasi kalus ditandai dengan membesarnya ukuran antera sebagai akibat terjadinya pembelahan sel-sel mikrospora, kemudian dinding antera pecah dan kalus yang tumbuh akan muncul berwarna putih.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa respon genotipe terhadap jumlah kalus, jumlah kalus yang menghasilkan tanaman, jumlah kalus yang menghasilkan tanaman hijau dan jumlah kalus yang menghasilkan tanaman albino berbeda sangat nyata (Tabel 3). Dengan demikian terdapat keragaman respon terhadap kultur antera yang sangat tinggi pada genotipe-genotipe yang dikulturkan. Bagheri dan Jelodar (2008) mendapatkan hasil bahwa respon genotipe sangat nyata pada induksi kalus kultur antera padi lokal Iran dan galur padi komersial serta F1 hasil persilangannya.

Tabel 3. Hasil sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah kalus dan jumlah kalus menghasilkan tanaman pada kultur antera padi

Sumber Keragaman DB Kuadrat tengah JK JKMT JKTH JKTA Genotipe 11 48270.5** 145.7** 28.7** 49.8** Galat 288 2199.1 6.3 1.7 3.9

Keterangan: ** beda sangat nyata, JK = jumlah kalus, JKMT = jumlah kalus yang menghasilkan tanaman total, JKTH = jumlah kalus yang menghasilkan tanaman hijau, JKTA = jumlah kalus yang menghasilkan tanaman albino

Inisiasi Kalus

Kalus pada kultur antera padi akan terbentuk pada 21-56 hari setelah inokulasi antera (Dewi et al. 2004). Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kalus pertama terbentuk setelah kultur diinkubasi selama 23.6 hari, yaitu terjadi pada persilangan Fatmawati/Fulan Telo Gawa (Tabel 4).

Tetua Fulan Telo Gawa menghasilkan kalus dalam waktu paling lama, yaitu 35.0 hari, tidak berbeda nyata dengan salah satu persilangannya yaitu BP360E-MR-79-2 /Fulan Telo Gawa . Galur BP360E-MR-79-BP360E-MR-79-2 tidak mampu menghasilkan kalus, tetapi semua persilangan yang menggunakan BP360E-MR-79-2 sebagai salah satu tetua mampu menghasilkan kalus. Lama inisiasi kalus pada persilangan Fulan Telo Gawa/Fatmawati dan resiproknya berbeda, sedangkan ketiga persilangan resiprok yang lain mempunyai waktu inisiasi kalus yang sama antara F1 dengan resiproknya. Ketiga tetua, Fulan Telo Gawa, Fulan Telo Mihat dan Fatmawati berbeda dalam lama inisiasi kalus.

Inisiasi kalus pada F1 umumnya lebih cepat dibanding tetua yang digunakan dalam persilangannya. Hal ini terjadi pada persilangan Fulan Telo Gawa/Fatmawati dan resiproknya, Fulan Telo Mihat/Fatmawati dan resiproknya, dan Fulan Telo Gawa/BP360E-MR-79-2. Tiga persilangan yang lain yaitu BP360E-MR-79-2/Fulan Telo Gawa, Fulan Telo Mihat/BP360E-MR-79-2, dan BP360E-MR-79-2/Fulan Telo Mihat mempunyai waktu inisiasi kalus yang tidak berbeda nyata dengan salah satu atau kedua tetuanya (Tabel 4).

Tabel 4. Hasil induksi kalus beberapa persilangan padi gogo dan padi tipe baru pada kultur antera padi

Genotipe IK (hari) JK JKT JKTH JKTA KT* (%) KTH* (%) KTA* (%) FTG/Fatmawati 26.2 e 50.3 de 6.9 ab 3.0 a 3.9 a 13.77 5.97 7.80 Fatmawati/FTG 23.6 f 81.1 c 7.2 a 3.5 a 3.7 ab 8.88 4.29 4.59 FTG/BP360E-MR-79-2 30.7 bc 112.2 b 5.4 c 2.8 a 2.6 bc 4.81 2.46 2.35 BP360E-MR-79-2 /FTG 32.8 ab 63.9 cd 3.1 de 1.7 b 1.4 def 4.88 2.69 2.19 FTM/Fatmawati 27.4 de 57.2 cd 3.9 de 1.6 b 2.3 cd 6.86 2.87 3.99 Fatmawati/FTM 26.0 e 112.1 b 5.7 bc 1.9 b 3.8 ab 5.06 1.71 3.35 FTM/ BP360E-MR-79-2 30.4 bc 64.8 cd 3.0 de 1.2 bc 1.8 cde 4.63 1.91 2.72 BP360E-MR-79-2 /FTM 29.6 cd 28.1 e 2.2 ef 1.4 bc 0.8 efg 7.83 4.84 2.99

Fulan Telo Gawa 35.1 a 162.0 a 1.1 fg 0.6 cd 0.5 fg 0.70 0.40 0.30

Fulan Telo Mihat 29.3 cd 119.1 b 0.8 fg 0.6 cd 0.2 fg 0.64 0.47 0.17

Fatmawati 30.4 bc 72.5 cd 1.8 ef 0.6 cd 1.2 defg 2.53 0.88 1.65

BP360E-MR-79-2 - 0.0 f 0.0 g 0.0 d 0.0 g 0.00 0.00 0.00

Keterangan: FTG = Fulan Telo Gawa, FTM = Fulan Telo Mihat, IK = inisiasi kalus, JK = jumlah kalus; JKT = jumlah kalus yang menghasilkan tanaman; JKTH = jumlah kalus yang menghasilkan tanaman hijau; JKTA = jumlah kalus yang menghasilkan tanaman albino; KT = persen kalus menghasilkan tanaman; KTH = persen kalus menghasilkan tanaman hijau, KTA = persen kalus menghasilkan tanaman albino, * tidak diuji statistik; angka dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%

Jumlah Kalus

Kemampuan setiap genotipe dalam membentuk kalus pada kultur antera padi berbeda-beda (Tabel 4). Fulan Telo Gawa mampu menghasilkan kalus paling banyak, yaitu 162.0 kalus, berbeda nyata dengan Fulan Telo Mihat dan Fatmawati yang menghasilkan kalus berturut-turut 119.1 dan 72.5 kalus. Genotipe F1 persilangan Fulan Telo Gawa/BP360E-MR-79-2 dan Fatmawati/Fulan Telo Mihat menghasilkan kalus paling banyak dibanding genotipe F1 lainnya. Genotipe F1 pada umumnya menghasilkan kalus lebih sedikit dibanding tetuanya.

Jumlah Kalus Menghasilkan Tanaman

Kalus yang dihasilkan dari kultur antera dapat beregenerasi menjadi tanaman hijau dan tanaman albino (Gambar 4). Kalus yang mampu beregenerasi menjadi tanaman dari total kalus yang terbentuk ternyata hanya sedikit. Sebagian besar kalus tidak beregenerasi atau tidak menghasilkan tanaman.

Gambar 4. Plantlet hasil kultur antera: tanaman hijau (kiri) dan tanaman albino (kanan)

Kemampuan membentuk kalus pada kultur antera genotipe tetua ternyata tidak diimbangi dengan kemampuan meregenerasikan kalus menjadi tanaman. Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo Mihat yang mampu menghasilkan kalus dalam

jumlah banyak ternyata hanya sedikit kalus yang menghasilkan tanaman yaitu berturut-turut 0.70 dan 0.64 persen dari jumlah kalus yang dihasilkan. Hal ini berbeda dengan regenerasi kalus pada genotipe F1. Jumlah kalus yang dapat menghasilkan tanaman pada persilangan Fatmawati/Fulan Telo Gawa dan resiproknya lebih banyak dibanding kedua tetuanya, berturut-turut 7.2 (8.88 persen) dan 6.9 (13.77 persen) kalus. Demikian juga untuk genotipe F1 yang berasal dari persilangan yang lain. Kemampuan genotipe F1 dalam meregenerasikan kalus menjadi tanaman lebih tinggi dibanding genotipe tetua (Tabel 4). Penelitian Sasmita (2002) mendapatkan kalus menghasilkan tanaman berkisar 2.4-12.8 kalus (22.85-26.77 persen) pada keempat tetua dan 5.3-18.9 kalus (9.24-34.03 persen) pada F1 hasil persilangannya.

Kemampuan kalus menghasilkan tanaman hijau berbeda-beda antar genotipe. Persilangan Fatmawati/Fulan Telo Gawa mampu menghasilkan tanaman hijau paling banyak, tidak berbeda nyata dengan persilangan resiproknya yaitu Fulan Telo Gawa/Fatmawati dan persilangan Fulan Telo Gawa/BP360E-MR-79-2, berturut-turut 3.5 (4.29 persen), 3.0 (5.97 persen) dan 2.8 (2.46 persen) kalus. Kalus menghasilkan tanaman hijau pada ketiga tetua yaitu Fulan Telo Gawa, Fulan Telo Mihat dan Fatmawati hanya sedikit, masing-masing 0.60 kalus atau kurang dari satu persen dari jumlah kalus total (Tabel 4).

Persentase kalus yang menghasilkan tanaman hijau lebih kecil dibandingkan dengan persentase kalus yang menghasilkan tanaman albino. Hal ini terjadi pada lima persilangan, sedangkan tiga persilangan yang lain yaitu Fulan Telo Gawa/MR-79-2, MR-79-2/Fulan Telo Gawa dan BP360E-MR-79-2/Fulan Telo Mihat menghasilkan persentase kalus yang menghasilkan tanaman hijau lebih tinggi dibanding persentase kalus yang menghasilkan tanaman albino.

Tanaman hijau umumnya dihasilkan dari kalus yang berwarna kekuningan dan bertekstur kompak, sementara itu kalus yang berwarna putih dan bertekstur remah lebih banyak menghasilkan tanaman albino atau bahkan tidak menghasilkan tanaman. Kalus yang lebih awal muncul umumnya lebih mudah beregenerasi menjadi tanaman hijau. Hal ini sama dengan penelitian yang sudah dilaporkan Dewi et al. (2004).

Regenerasi Tanaman

Respon genotipe dalam menghasilkan tanaman baik tanaman hijau maupun tanaman albino berbeda sangat nyata (Tabel 5). Hal ini berarti terdapat keragaman antar genotipe dalam menghasilkan tanaman hijau maupun tanaman albino. Persilangan Fatmawati/Fulan Telo Gawa dan resiproknya mampu menghasilkan total tanaman paling banyak yaitu 23.7 tanaman, sedangkan kedua tetuanya hanya mampu menghasilkan total tanaman berturut-turut 6.2 dan 2.3 tanaman. Rata-rata tanaman yang dihasilkan genotipe F1 lebih banyak dibanding kedua tetua. Hal ini terjadi pada semua persilangan (Tabel 6).

Tabel 5. Hasil sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah tanaman hijau, jumlah tanaman albino dan jumlah tanaman total pada kultur antera padi

Sumber Keragaman

Derajat bebas

Kuadrat Tengah

Tanaman hijau Tanaman albino Total tanaman Genotipe 11 125.0** 873.5** 1571.9**

Galat 288 6.8 62.5 73.7

Keterangan: ** beda sangat nyata

Tanaman Hijau

Tanaman hijau yang dihasilkan berkisar antara 1.5-7.5 tanaman pada F1 dan 0.0 -1.0 tanaman pada tetua. Tanaman hijau paling banyak dihasilkan oleh persilangan Fatmawati/Fulan Telo Gawa dan resiproknya yaitu berturut-turut 7.5 tanaman (31.53 persen) dan 5.5 tanaman (23.27 persen). Persilangan FTG/BP360E-MR-79-2 juga mampu menghasilkan tanaman hijau cukup banyak, tidak berbeda nyata dengan persilangan Fulan Telo Gawa/Fatmawati. Ketiga persilangan yaitu Fulan Telo Gawa/BP360E-MR-79-2, Fulan Telo Mihat/ Fatmawati dan Fulan Telo Mihat/BP360E-MR-79-2 menghasilkan tanaman hijau yang tidak berbeda nyata dengan resiproknya (Tabel 6).

Keempat tetua yang digunakan dalam persilangan hanya sedikit sekali menghasilkan tanaman hijau. Fatmawati hanya mampu menghasilkan rata-rata satu tanaman hijau, tidak berbeda nyata dengan Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo

Mihat (Tabel 6). Semua genotipe F1 menghasilkan tanaman hijau lebih banyak dibanding tetuanya. Sasmita (2002) menghasilkan kisaran 4.4-18.3 (15.31-37.06 persen) tanaman hijau pada delapan F1 dan 1.8-13.5 (13.18-25.53 persen) tanaman hijau pada keempat tetua. Hasil ini menguatkan bukti bahwa regenerasi tanaman hijau pada F1 lebih tinggi dibanding tetua yang digunakan dalam persilangannya.

Tabel 6. Hasil regenerasi tanaman beberapa persilangan padi gogo dan padi tipe baru pada kultur antera padi

Genotipe Jumlah Tanaman

Total Hijau Albino Hijau*(%) Albino*(%)

FTG/Fatmawati 23.7 a 5.5 b 18.2 a 23.27 76.73

Fatmawati/FTG 23.7 a 7.5 a 16.2 ab 31.53 68.47

FTG/BP360E-MR-79-2 12.0 bc 4.6 bc 7.4 de 38.00 62.00

BP360E-MR-79-2 /FTG 9.1 cde 3.8 cd 5.2 defg 42.29 57.71

FTM/Fatmawati 11.3 bcd 3.3 cd 8.0 cd 29.43 70.57

Fatmawati/FTM 16.0 b 3.7 cd 12.3 bc 23.00 77.00

FTM/ BP360E-MR-79-2 7.2 cdef 1.5 ef 5.7 def 21.11 78.89

BP360E-MR-79-2 /FTM 5.8 efg 2.8 de 2.9 efgh 49.31 50.69

Fulan Telo Gawa 2.3 fgh 0.7 f 1.6 fgh 31.03 68.97

Fulan Telo Mihat 1.4 gh 0.8 f 0.6 gh 58.33 41.67

Fatmawati 6.2 defg 1.0 f 5.1 defg 16.88 83.12

BP360E-MR-79-2 0.0 h 0.0 f 0.0 h 0.00 0.00

Keterangan: FTG = Fulan Telo Gawa, FTM = Fulan Telo Mihat, * tidak diuji statistik, angka dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%

Tanaman Albino

Regenerasi tanaman hijau selalu diiringi dengan banyaknya tanaman albino. Banyaknya tanaman albino yang terbentuk memang merupakan kelemahan dalam kultur antera padi. Hal ini tidak akan menjadi persoalan jika tanaman hijau yang dihasilkan juga banyak, karena setiap tanaman hijau yang dihasilkan merupakan satu genotipe unik (Dewi dan Purwoko 2001). Menurut Chung (1992), tanaman albino dalam kultur antera dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor genotipe tanaman dan faktor fisiologis seperti komposisi media, suhu inkubasi dan intensitas cahaya. Persilangan Fatmawati/Fulan Telo Gawa dan resiproknya mampu menghasilkan tanaman hijau paling banyak, akan tetapi tanaman albino yang dihasilkan juga paling banyak di antara F1 lainnya. Fatmawati menghasilkan

tanaman albino paling banyak dibanding ketiga tetua lainnya, yaitu 5.1 (83.12 persen) tanaman albino (Tabel 6).

Efisiensi Pembentukan Kalus dan Tanaman Hijau

Efisiensi pembentukan kalus dari setiap genotipe yang dikulturkan dinyatakan dengan persentase jumlah kalus terhadap jumlah antera. Efisiensi pembentukan kalus paling tinggi dihasilkan oleh kedua tetua padi gogo lokal yaitu Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo Mihat, berturut-turut sebesar 96.34 persen dan 70.55 persen (Tabel 7), namun tingginya persentase pembentukan kalus tersebut tidak diimbangi dengan persentase kalus yang menghasilkan tanaman. Kedua genotipe tetua tersebut mempunyai persentase kalus menghasilkan tanaman yang sangat rendah (kurang dari satu persen).

Tabel 7. Efisiensi pembentukan kalus dan tanaman hijau pada kultur antera padi beberapa persilangan padi gogo dan padi tipe baru

Genotipe Persen kalus terhadap JA Persen KMT Rasio TH/KMT Persen TH terhadap JA FTG/Fatmawati 34.61 13.76 0.26 3.80 Fatmawati/FTG 54.21 8.88 0.38 5.00 FTG/BP360E-MR-79-2 66.13 4.81 0.45 2.69 BP360E-MR-79-2 /FTG 43.73 4.88 0.55 2.63 FTM/Fatmawati 40.49 6.86 0.35 2.35 Fatmawati/FTM 79.51 5.07 0.26 2.61 FTM/ BP360E-MR-79-2 39.21 4.63 0.22 0.92 BP360E-MR-79-2 /FTM 17.57 7.82 0.66 1.77 Fulan Telo Gawa 96.34 0.69 0.32 0.43 Fulan Telo Mihat 70.55 0.64 0.72 0.50

Fatmawati 44.58 2.54 0.18 0.64

BP360E-MR-79-2 0.00 0.00 0.00 0.00

Keterangan: FTG = Fulan Telo Gawa, FTM = Fulan Telo Mihat, JA = jumlah antera yang dikulturkan, KMT = kalus menghasilkan tanaman, TH = tanaman hijau

Efisiensi pembentukan tanaman dari setiap genotipe yang dikulturkan dinyatakan dengan persentase kalus menghasilkan tanaman. Efisiensi pembentukan tanaman pada F1 berkisar antara 4.63-13.76 persen, sedangkan efisiensi pembentukan tanaman pada keempat tetua berkisar antara 0.00-2.54 persen (Tabel 7). Fatmawati mempunyai efisiensi pembentukan tanaman paling

tinggi di antara keempat tetua. Efisiensi pembentukan tanaman pada genotipe F1 lebih tinggi dibanding genotipe tetua. Kultur antera hibrida F1 lebih efektif dan lebih cepat dalam memperoleh galur-galur homozigos dari persilangan sehingga akan meningkatkan efisiensi seleksi (Callegarin et al. 1994).

Efisiensi kultur antera yang terkait dengan produksi tanaman hijau dinyatakan dengan rasio tanaman hijau terhadap jumlah kalus yang menghasilkan tanaman (Rasio TH/KMT) dan persentase tanaman hijau yang dihasilkan terhadap jumlah antera yang dikulturkan (Zhang 1992). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa Rasio TH/KMT tertinggi pada Fulan Telo Mihat (0.72) diikuti oleh persilangan BP360E-MR-79-2/Fulan Telo Mihat (0.66), sedangkan persentase tanaman hijau terhadap jumlah antera yang dikulturkan tertinggi diperoleh pada persilangan Fatmawati/Fulan Telo Gawa (5.00 persen) diikuti oleh persilangan resiproknya (3.80 persen). Tetua Fulan Telo Mihat dan persilangan BP360E-MR-79-2/Fulan Telo Mihat meskipun mempunyai rasio TH/KMT yang tinggi, tetapi mempunyai persentase tanaman hijau terhadap jumlah antera yang rendah sehingga dianggap kurang efisien dalam menghasilkan tanaman hijau (Tabel 7). Dengan demikian, persilangan Fatmawati/Fulan Telo Gawa dan resiproknya merupakan genotipe yang paling efisien dalam menghasilkan tanaman hijau pada kultur antera padi atau mempunyai high anther culture ability.

Aklimatisasi dan Tanaman Haploid Ganda

Tanaman hasil kultur antera dapat berupa tanaman haploid, tanaman haploid ganda/dihaploid yang diperoleh secara spontan dan tanaman dengan berbagai tingkat ploidi (Zhang 1992). Tanaman haploid umumnya mudah dibedakan dari tanaman haploid ganda dari morfologi tanamannya (Gambar 5). Perbedaan utama tanaman haploid terhadap tanaman haploid ganda tampak pada tinggi tanaman yang lebih pendek dari normal, panjang dan lebar daun yang lebih kecil, serta bulir yang lebih kecil dan hampa (steril). Semua tanaman hasil kultur antera dapat diseleksi mulai pada generasi pertama (DH0) atau tanaman hasil aklimatisasi.

Gambar 5. Tanaman yang dihasilkan dari kultur antera: tanaman haploid ganda (kiri) dan tanaman haploid (kanan)

Keberhasilan aklimatisasi tertinggi terjadi pada persilangan Fatmawati/Fulan Telo Gawa, yaitu 150 tanaman (80.21 persen), diikuti oleh persilangan resiproknya sebanyak 97 tanaman (70.29 persen). Persentase tanaman haploid ganda yang terbentuk dari tanaman hijau yang hidup hanya 18.00 persen (27 tanaman) pada persilangan Fatmawati/Fulan Telo Gawa dan 20.62 persen (20 tanaman) pada persilangan Fulan Telo Gawa/Fatmawati (Tabel 8). Secara keseluruhan, dari 12 genotipe yang dikulturkan diperoleh 884 tanaman hijau, 540 tanaman (61.09 persen) diantaranya berhasil diaklimatisasi. Hal ini berarti masih tingginya kegagalan aklimatisasi yang dilakukan, yaitu sekitar 40 persen. Kegagalan tersebut disebabkan oleh faktor lingkungan maupun faktor genetik dari genotipe yang dikulturkan.

Tabel 8. Hasil aklimatisasi dan tanaman haploid ganda yang dihasilkan pada kultur antera padi beberapa persilangan padi gogo dan padi tipe baru

Genotipe

Jumlah tanaman Total Hidup Haploid

ganda Hidup (%) Haploid ganda (%) FTG/Fatmawati 138 97 20 70.29 20.62 Fatmawati/FTG 187 150 27 80.21 18.00 FTG/BP360E-MR-79-2 114 52 32 45.61 61.54 BP360E-MR-79-2 /FTG 96 27 5 28.13 18.52 FTM/Fatmawati 83 57 25 68.67 43.86 Fatmawati/FTM 92 77 20 83.70 25.97 FTM/ BP360E-MR-79-2 38 11 7 28.95 63.64 BP360E-MR-79-2 /FTM 71 36 16 50.70 44.44 Fatmawati 26 14 2 53.85 14.29

Fulan Telo Gawa 18 7 0 38.89 0.00

Fulan Telo Mihat 21 12 7 57.14 58.33

BP360E-MR-79-2 0 0 0 0 0

Total 884 540 161 61.09 29.81

Keterangan: FTG = Fulan Telo Gawa, FTM = Fulan Telo Mihat

Tanaman yang dihasilkan dari kultur antera terdiri atas tanaman yang steril (haploid) dan tanaman fertil (haploid ganda). Tanaman haploid ganda yang diperoleh dari penelitian ini sebanyak 161 tanaman atau 29.81 persen dari total tanaman hijau (540 tanaman) yang berhasil diaklimatisasi (Tabel 8). Jumlah tanaman haploid ganda yang dihasilkan pada penelitian ini lebih sedikit dibanding dengan penelitian yang sudah dilakukan Dewi (2003) pada kultur antera F1 padi persilangan indica/indica mampu menghasilkan 373 tanaman haploid ganda (48.76 persen) dari total tanaman hijau yang mampu diaklimatisasi. Sasmita (2002) menghasilkan 111 tanaman haploid ganda (9.64 persen) dari total tanaman hijau yang mampu diaklimatisasi dari kultur antera F1 padi persilangan resiprok antara P1 (Gajah Mungkur dan Way Rarem) dengan P2 (ITA-247 dan Jatiluhur). Rendahnya frekuensi tanaman haploid ganda yang dihasilkan pada penelitian ini selain disebabkan oleh faktor genetik juga disebabkan oleh tingginya kegagalan aklimatisasi yang dilakukan.

Percobaan 2: Analisis Genetik Karakter Agronomi pada Padi

Sidik Ragam, Komponen Agronomi dan Komponen Hasil

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap semua karakter yang diamati (Tabel 9). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat keragaman antar genotipe yang diuji untuk semua karakter yang diamati.

Tabel 9. Hasil sidik ragam karakter agronomi genotipe padi persilangan padi gogo dan padi tipe baru

Karakter agronomi Kuadrat tengah

genotipe ulangan Galat Tinggi tanaman 3642.29 ** 146.24 tn 94.97 Jumlah anakan produktif 40.17 ** 26.81 * 8.17 Umur berbunga 70.63 ** 16.31 * 164.08 Umur panen 150.97 ** 5.72 tn 25.84 Panjang malai 21.87 ** 0.19 tn 3.69 Jumlah gabah isi/malai 5454.00 ** 768.93 tn 1177.28 Jumlah gabah hampa/malai 9089.20 ** 10.77 tn 1873.58 Jumlah gabah total/malai 21082.84 ** 809.38 tn 2790.16 Bobot 1000 butir gabah 31.70 ** 5.35 tn 3.16 Hasil gabah/rumpun 323.30 ** 18.11 tn 31.57 Keterangan: ** beda sangat nyata, * beda nyata, tn tidak nyata

Tinggi Tanaman

Tetua Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo Mihat merupakan genotipe yang mempunyai tinggi tanaman tertinggi yaitu berturut-turut 188.8 cm dan 178.0 cm, sedangkan BP360E-MR-79-2 mempunyai tinggi tanaman terpendek (91.5 cm). Fatmawati mempunyai tinggi tanaman 106.0 cm (tergolong sedang). Semua genotipe F1 mempunyai tinggi tanaman yang besarnya di antara tinggi tanaman kedua tetua yang digunakan dalam persilangannya (Tabel 10). Hal ini berarti tinggi tanaman pada F1 bersifat intermediet. Sifat intermediet adalah sifat dominan yang dipengaruhi oleh sifat resesifnya apabila keduanya bertemu sehingga sifat F1 berada di antara sifat kedua tetuanya. Tinggi tanaman genotipe F1 pada umumnya masih tergolong tinggi (> 120 cm), tetapi dua persilangan Fatmawati/Fulan Telo Mihat dan BP360E-MR-79-2/Fulan Telo Mihat

mempunyai tinggi tanaman yang tergolong sedang yaitu berturut-turut 121.3 cm dan 112.5 cm.

Tabel 10. Komponen agronomi beberapa persilangan padi gogo dan padi tipe baru beserta tetuanya Genotipe Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan produktif (batang) Umur berbunga (hari) Umur panen (hari) Panjang malai (cm) FTG/Fatmawati 154.0 d 8.5 b 74.3 de 107.8 cde 36.4 a Fatmawati/FTG 169.5 bc 8.8 b 74.8 de 104.3 e 36.3 a FTG/BP360E-MR-79-2 158.3 cd 12.3 b 73.8 de 106.0 de 34.9 ab BP360E-MR-79-2 /FTG 157.8 cd 10.8 b 71.8 e 104.3 e 34.3 abc FTM/Fatmawati 146.0 d 9.8 b 81.8 ab 114.5 bc 32.5 bc Fatmawati/FTM 121.3 e 9.8 b 81.3 ab 112.0 bcde 32.8 bc FTM/BP360E-MR-79-2 142.8 d 19.8 a 84.3 a 114.0 bcd 32.5 bc BP360E-MR-79-2 /FTM 112.5 ef 8.5 b 76.3 cd 117.3 b 31.8 bc

Fulan Telo Gawa (FTG) 188.8 a 9.8 b 84.0 a 114.5 bc 34.1 abc

Fulan Telo Mihat (FTM) 178.0 ab 12.0 b 79.0 bc 126.0 a 31.3 c

Fatmawati 106.0 f 8.8 b 79.5 bc 113.0 bcd 33.2 bc

BP360E-MR-79-2 91.5 g 13.0 b 81.0 ab 112.5 bcd 27.8 d

Keterangan: angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT 5%.

Anakan Produktif

Genotipe-genotipe yang diuji rata-rata menghasilkan anakan berkisar 8.5-13.0 batang, kecuali persilangan Fulan Telo Mihat/BP360E-MR-79-2 menghasilkan anakan produktif paling banyak yaitu 19.8 batang, berbeda nyata dengan genotipe-genotipe yang lain (Tabel 10). Hal ini berarti genotipe F1 umumnya sudah mempunyai jumlah anakan yang tergolong sedang sehingga diharapkan pada generasi F2 akan dihasilkan cukup banyak genotipe dengan jumlah anakan sedang untuk diseleksi.

Umur Berbunga dan Umur Panen

Umur berbunga tergenjah dimiliki oleh persilangan BP360E-MR-79-2/ Fulan Telo Gawa dan resiproknya yaitu berturut-turut 71.8 hari dan 73.8 hari, lebih genjah dibanding kedua tetuanya BP360E-MR-79-2 dan Fulan Telo Gawa yang mempunyai umur berbunga paling lama yaitu berturut-turut 81.0 hari dan 84.0 hari (Tabel 10). Hal ini juga terjadi pada persilangan Fulan Telo

Gawa/Fatmawati dan resiproknya yang mempunyai umur berbunga lebih genjah dibanding kedua tetuanya. Kedua persilangan Fulan Telo Mihat/Fatmawati dan resiproknya justru mempunyai umur berbunga yang lebih lambat dibanding kedua tetuanya, sedangkan persilangan Fulan Telo Mihat/BP360E-MR-79-2 dan resiproknya mempunyai umur berbunga yang sama dengan salah satu tetuanya (BP360E-MR-79-2).

Secara umum, umur panen padi dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan dihitung dari hari setelah sebar (HSS), yaitu umur genjah (90-104 HSS), umur sedang (105-120 HSS) dan umur dalam (>120 HSS) (BB Padi 2009a). Umur panen genotipe F1 yang diuji tergolong sedang dengan kisaran 104.3-117.3 hari. Tiga genotipe tetua yang digunakan yaitu Fulan Telo Gawa, Fatmawati dan BP360E-MR-79-2 mempunyai umur yang tergolong sedang, sedangkan Fulan Telo Mihat mempunyai umur panen yang tergolong dalam (Tabel 10).

Panjang Malai

Malai terpanjang dimiliki oleh genotipe F1 persilangan Fulan Telo Gawa/Fatmawati (36.4 cm) dan resiproknya (36.3 cm), tidak berbeda nyata dengan panjang malai tetua Fulan Telo Gawa (34.1 cm), sedangkan Fatmawati mempunyai panjang malai yang nyata lebih pendek (33.2 cm). Malai terpendek dimiliki oleh BP360E-MR-79-2 (27.8 cm), tetapi semua genotipe keturunannya memiliki malai yang nyata lebih panjang (Tabel 10).

Jumlah Gabah per Malai

Varietas PTB Fatmawati merupakan genotipe dengan jumlah gabah total per rumpun paling banyak yaitu 405.3 butir, tetapi pengisian gabahnya kurang baik yaitu hanya 203.2 butir per malai atau hanya sekitar 50.12 persen (Tabel 11). Tetua Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo Mihat merupakan genotipe yang mempunyai jumlah gabah total per malai paling sedikit, tetapi mempunyai kemampuan pengisian gabah yang baik, yaitu mempunyai gabah isi per malai berturut-turut 165.3 butir (71.6 persen) dan 133.8 butir (69.7 persen). Semua genotipe F1 yang menggunakan Fatmawati sebagai salah satu tetuanya mempunyai jumlah gabah total per malai yang tidak berbeda nyata dengan Fatmawati, tetapi mempunyai persentase pengisian gabah per malai yang

berbeda-beda. Genotipe F1 persilangan Fulan Telo Gawa/Fatmawati dan resiproknya mempunyai persentase gabah isi per malai lebih dari 50 persen, sedangkan genotipe F1 persilangan Fulan Telo Mihat/Fatmawati dan resiproknya memiliki persentase gabah isi per malai kurang dari 50 persen (Tabel 11).

Tabel 11. Komponen hasil beberapa persilangan padi gogo dan padi tipe baru beserta tetuanya

Persilangan/varietas

Jumlah gabah per malai Bobot

1000 butir gabah (g) Gabah kering per rumpun (g) isi (butir) hampa (butir) total (butir) isi (%)

FTG/Fatmawati 226.5 a 144.3 abcd 370.8 abc 61.1 31.5 ab 49.0 a

Fatmawati/FTG 204.3 ab 176.4 abc 380.7 ab 53.7 31.0 abc 48.5 ab

FTG/ BP360E-MR-79-2 164.5 bc 146.4 abcd 310.9 bcde 52.9 26.8 ef 47.4 ab

BP360E-MR-79-2 /FTG 163.9 bc 130.6 bcde 294.5 cde 55.7 27.5 e 45.1 ab

FTM/Fatmawati 150.4 bc 176.3 abc 326.7 abcd 46.0 33.5 a 35.1 c

Fatmawati/FTM 175.6 abc 200.3 ab 375.8 abc 46.7 30.5 bcd 39.7 bc

FTM/ BP360E-MR-79-2 143.0 c 124.5 cdef 267.5 def 53.5 32.0 ab 45.8 ab

BP360E-MR-79-2 /FTM 84.8 d 117.0 cdef 201.8 f 42.0 32.5 ab 22.8 d

Fulan Telo Gawa (FTG) 165.3 bc 65.6 ef 230.8 ef 71.6 28.5 cde 33.8 c

Fulan Telo Mihat (FTM) 133.8 cd 58.3 f 192.1 f 69.7 33.3 ab 53.8 a

Fatmawati 203.2 ab 202.1 a 405.3 a 50.1 28.0 de 32.2 c

BP360E-MR-79-2 162.6 bc 96.5 def 259.1 def 62.8 24.8 f 35.7 c

Keterangan: angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT 5%.

Dokumen terkait